proses-proses
seperti
penyerapan air,
evaporasi,
dan
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian, Kelebihan dan Kelemahan Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik dalam perbanyakan
tanaman secara klonal untuk perbanyakan masal. Keuntungan pengadaan
bibit melalui kultur jaringan antara lain dapat diperoleh bahan tanaman yang
unggul dalam jumlah banyak dan seragam. Kultur jaringan diperoleh biakan
steril (mother stock) sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk
perbanyakan selanjutnya (Lestari 2008 cit. Lestari 2011).
Kultur jaringan dapat diperoleh perbanyakan mikro atau produksi
tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang diperlukan relatif lebih
singkat. kultur jaringan juga merupakan cara membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti
induknya. Pelaksanaan kultur jaringan berdasarkan teori sel seperti yang
telah dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel
mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan
totipotensi. Totipotensi yaitu kemampuan setiap sel, dari mana saja sel
tersebut diambil, apalagi diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan
dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Susila 2006).
Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan bertujuan untuk
mendapatkan tanaman dalam jumlah banyak dan seragam pertumbuhannya.
Permintaan bibit sansivera yang semakin meningkat, cara perbanyakan
secara konvensional menggunakan stek, anakan, dan cabut pucuk tidak lagi
bisa mencukupi. Satu-satunya cara perbanyakan yang sanggup memenuhi
kebutuhan permintaan bibit dalam jumlah besar itu hanyalah kultur jaringan.
Eksplan yang digunakan adalah jaringan yang masih muda. Jaringan muda
ini tersusun atas sel-sel yang masih muda dan aktif membelah sehingga
diharapkan bisa menghasilkan tanaman yang sempurna (Purwanto 2008).
Kultur jaringan banyak di lakukan dalam bidang pertanian karena
memiliki beberapa kelebihan. Kultur jaringan merupakan cara cepat untuk
mendapatkan bibit tanaman secara vegetatf. Kultur jaringan juga dapat
dilakukan sebagai langkah untuk membersihkan bahan tanaman/bibit dari
yang
lama
dalam
pertumbuhan
dan
perkembangannya.
jaringan
akan
rentan
terhadap
kondisi
lingkungan
3. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan Stok
Bahan- bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah
yang relatif kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan
dalam bentuk larutan yang disebut sebagai larutan stok. Larutan stok
merupakan larutan bahan-bahan komponen media yang besarnya telah
dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Larutan stok berfungsi untuk
memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan
bahan - bahan
bahan-bahan
menjadi beberapa
kali
kimia
konsentrasi,
yang
telah
misalnya
dikalikan
untuk
unsur
hara makro dikalikan 20 dan unsur hara mikro dikalikan 100 kali
konsentrasi.
b) Melarutkan
bahan-bahan
kimia tersebut
ke
dalam aquadest
masing-masing larutan
ke dalam
botol
dan
Biasanya
zat
pengatur
tumbuh
ini
dibuat
dengan
kepekatan 1-10 mg/ml. Cara membuat larutan stok masingmasing ZPT adalah sebagai berikut :
a) Menghitung kebutuhan bahan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml
adalah sebagai berikut :
100 ppm
= 100 mg/l
= 30 mg/0,3 l
= 30 mg/300 ml
(1962)
serta
woody
plant
medium-WPM
(Lloyd
dan
= V2 x M2
V1 x 100 ppm
= 1000 ml x 2 ppm
V1
= 20 ml/L
10
berisi
nutrisi
yang
3.
Menimbang komposisi media
dengan
menggunakan
analitik.
4.
Mengisi
aquades
dan
5.
11
6.
disiapkan
ke
dalam
Erlenmeyer.
bahan.
7.
Menambahkan aquadest pada
larutan
media
yang
telah
8.
dari
6,3
maka
10.
Mengangkat
larutan
media
12
11.
Menuang larutan media kultur
dalam
botol
kutur
dengan
menggunakan porong.
12.
Menyusun
botol
ukur
dan
13
14
pekat
senyawa-senyawa
kimia
penyusun
media
yang
memudahkan penimbangan sehingga jumlah atau volume masingmasing komponen media yang terbentuk dalam jumlah tepat. Larutan
stok dibuat dalam konsentrasi pekat 10 atau 100 kali konsentrasi akhir
yang dibutuhkan untuk media. Praktikum kali ini menggunakan hara
makro kecuali CaCl2. Zat 2H2O digunakan untuk membuat larutan
stock tersendiri karena apabila di campur dengan zat ini akan
mengendap. Menurut Ani (2008), media Murashige skoog (MS) terdiri
dari komponen-komponen berikut:
a.
15
c.
d.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Adji D, Zuliayanti, Larashanty H. 2007. Perbandingan efektivitas sterilisasi
alkohol 70%, inframerah, otoklaf dan ozon terhadap pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis. J Sains Vet 25(1):17-24
Ani. 2008. Kultur jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
Daisy P, Sriyanti H, Wijayanti. 2012. Teknik kultur jaringan. Yogyakarta:
Kanisius.
Darmawan, Darwis. 2006. Sterilisasi produk kesehatan (healt care products)
dengan radiasi berkas elektron. Proseding pertemuan dan presentasi ilmiah
teknologi akseleratoe dan aplikasinya: 78-76
Fitri, M Satria, Thomy Z, Harnelly E. 2012. In vitro effect of combined indole
butyric acid (iba) and benzil amino purine (bap) on the planlet growth of
jatropa curcas l. Natural 12(1):27-31
Hadioetomo PS. 2006. Mikrobia dasar dalam praktek, teknik dan prosedur dasar
laboratorium. Jakarta: Gramedia.
Hemawan T, Naiem. 2006. Pengaruh jenis media dan konsentrasi zat pengatur
tumbuh terhadap perakaran pada kultur jaringan cendana (Santalum album
linn.). J Agrosains 19(2):103-109.
Lestari, Endang G. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan
tanaman melalui kultur jaringan. J AgroBiogen 7(1):63-68
Mursidawati S. 2007. Asosiasi mikoriza dalam konservasi anggrek alam.
buletin kebun raya indonesia. 10(1):24-30.
Oktafiani, Astri, Puspitasari M, Purbiati T , Destiwarni. 2010. Pengaruh beberapa
media kultur jaringan terhadap pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis
bellina. URL: http://kalbar.litbang.pertanian.go.id
Purwanto AW. 2008. Sansievera flora cantik penyerap racun. Yogyakarta:
Kanisius.
Suparthana, I Putu, Nogawadan M, Kojima M 2014. Identifikasi transgene pada
tanaman padi (oryza sativa var. koshihikari) yang ditransformasi dengan
bantuan agrobacterium tumefaciens, menggunakan metode tanpa teknik
kultur jaringan. Media Ilmu Teknologi Pangan 1(1):24-30
Susila Anas. 2006. Panduan budidaya tanaman sayuran. Bogor : IPB.
Tuhuteru S, Hehanussa ML, Raharjo SHT. 2012. Pertumbuhan dan perkembangan
anggrek dendrobium anosmum pada media kultur in vitro dengan beberapa
konsentrasi air kelapa. Agrologia 1(1):1-12
Yuliarti, Nurheti. 2010. Kultur jaringan skala rumah tangga. Yogyakarta: Lily
Publisher
Yuniastuti E. 2012. Petunjuk praktikum kultur jaringan. Surakarta: Uns Press.
18
19
19
2. Tujuan
Tujuan praktikum Acara II Kultur Jaringan acara Kultur Biji (Tomat
dan Kedelai) adalah :
a. Mengetahui cara sterilisasi dari kultur biji
b. Mempelajari cara penanaman kultur biji
c. Mengetahui pengaruh media terhadap kultur biji
d. Mengetahui pengaruh pemberian mutagen terhadap kultur biji (kedelai)
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Teknologi Kultur Jaringan acara II Kultur Biji (Tomat dan
Kedelai) dilakasanakan pada hari Jumat , 25 Maret 2016 pukul 15.00-17.00
WIB bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
B. Tinjauan Pustaka
Kultur embrio berguna dalam menolong embrio hasil persilangan
seksual antara spesies atau genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal
karena embrio hibridanya mengalami keguguran. Kultur embrio telah
digunakan untuk menghasilkan hibrida untuk beberapa spesies tanaman.
Media kultur embrio mencakup garam-garam anorganik, sukrosa, vitamin,
asam amino, hormon, dan substansi yang secara nutrisi tidak terjelaskan
seperti santan kelapa. Embrio yang lebih muda membutuhkan media yang
lebih kompleks dibandingkan dengan embrio yang lebih tua. Perpindahan
embrio dari lingkungan normal dalam biji akan mengatasi hambatan yang
ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus (Nasir 2002)
Proses perkecambahan pada kultur embrio dimulai dari Benih menyerap
air melalui testa, Embrio mengalami imbibisi, membengkak, pembelahan sel
dimulai, dan embrio menembus kulit biji, Protocorm terbentuk dari massa
embrio, Diferensiasi organ dimulai dengan pembentukan meristem tunas dan
rhizoid, jika ada cahaya, daun terbentuk, diikuti oleh akar sejati. Rhizoid dan
protocorm tidak berfungsi lagi dan terdegenerasi (Rindang et al. 2012).
Keberhasilan aklimatisasi kedelai ditentukan oleh berbagai faktor.
Secara umum, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
20
21
22
23
3. Cara Kerja
a. Sterilisasi dan Penanaman Bahan Tanam
1) Biji Kedelai
a) Mempersiapkan bahan tanam (eksplan) yang sudah direndam
dalam kolkhisin selama 6-8 jam
b) Mempersiapkan aquades steril, alcohol dan media (Media MS)
c) Mempersiapkan peralatan tanam dan mensterilkan alat-alat
tersebut dengan menggunakan alcohol (dengan cara disemprot)
d) Merendam biji kedelai kedlam larutan khlorox selama 2 menit lalu
lewatkan api hingga memuai
e) Mengambil embrio kedaelai dengan cara membelah bijinya
f) Melakukan penanaman dalam media kultur MS. Setiap botol
ditanam dengan satu embrio
g) Menutup botol kultur dengan menggunakan tutup botol kultur dan
diberi plastic wrap secra rapat supaya botol kultur tetap steril
h) Menyimpan hasil kultur yang sudah ditanam pad arak diruang
pertumbuhan
2) Biji tomat
a) Mencuci biji tomat menggunakan sunlight lalu membilas dengan
aquades hingga bersih
b) Menyimpan biji tomat yang telah bersih didalam botol kultur lalu
ditutup rapat dan meletakkan didalam LAF
c) Memsterilkan biji tomat didalam LAF dengan mencelupkan
sebentar di dalam larutan khlorox selama 1 menit lalu melewatkan
api hingga memuai
d) Melakukan penanaman dalam media kultur MS. Setiap botol
ditanam dua biji tomat
e) Menutup botol kultur dengan menggunakan tutup botol kultur dan
diberi plastic wrap secra rapat supaya botol kultur tetap steril
f) Menyimpan hasil kultur yang sudah ditanam pad arak diruang
pertumbuhan
24
b. Pengamatan
1) Saat munculnya akar, tunas, dan daun diamati setiap hari
2) Panjang akar, tunas, dan daun diamati seminggu sekali
3) Jumlah akar, tunas dan daun diamati seminggu sekali
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Tabel Pengamatan
Tabel 2.1 Pengaruh BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Eksplan Tomat (Solanum lycoperscum)
Ulangan
Jumlah
Tanggal
Keterangan
Akar
5 HST
16 HST
28 HST
31-032016
07-042016
14-42016
Tunas
Daun
Kalus
Akar
Tunas
Daun
Hidup
Hidup
Hidup
(a)
(b)
25
Jumlah
Tanggal
Keterangan
Akar
Tunas
Daun
Kalus
Akar
Tunas
Daun
5 HST
31-032016
Hidup
16 HST
07-042016
Hidup
28 HST
14-42016
Hidup
(a)
(b)
Gambar 2.2 (a) Hasil awal penanaman eksplan kedelai (b) hasil akhir
penanaman eksplan kedelai.
2. Pembahasan
Bahan yang digunakan pada praktikum acara ini adalah tanaman
tomat (Solanum lycoperscum) dan kedelai (Glycine max). Cara kultur
jaringan pada kedelai yang diterapkan adalah menggunakan embrionya
sedangkan tomat adalah bijinya. Langkah awal pada kultur jaringan yaitu
membuat media tanaman dari campuran agar-agar yang sudah dicampur
dengan larutan perangsang tumbuh atau yang biasa dikenal dengan ZPT
yaitu BAP. Setelah itu mensterilkan peralatan yang akan digunakan untuk
menghilangkan risiko kontaminasi yang disebabkan oleh virus, bakteri
maupun jamur.
Menurut Nursyamsi (2010), kebutuhan bibit yang besar
seringkali tidak dapat dipenuhi dengan hanya menggantungkan pada
26
perbanyakan tanaman secara generatif karena adanya keterbatasanketerbatasan, antara lain musim berbuah yang terbatas waktunya, sifat-sifat
keturunan yang variatif, membutuhkan tempat yang luas, dan keterbatasan
jumlah benih yang dihasilkan. Untuk itu maka diperlukan adanya alternatif
perbanyakan tanaman sehingga kebutuhan bibit dapat terpenuhi. Berbagai
cara dilakukan para peneliti untuk dapet meningkatkan kebutuhan bagi
masyarakat, salah satunya dengan kultur biji atau budidaya in vitro.
Metode ini diupayakan agar dapat menghasilkan tanaman yang diinginkan.
Komposisi media tanam yang berpengaruh pada keberhasilan
kultur jaringan adalah hara makro, hara mikro, zat pengatur tumbuh dan
karbo hidrat (gula). Zat pengatur tumbuh memainkan peranan yang sangat
penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan melalui pengaruhnya
terhadap pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Gula
diperlukan untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari
atmosfir melalui fotosintesis. Setiap tanaman dan bagian tanaman yang
dikulturkan membutuhkan hara, zat pengatur tumbuh dan karbohidrat yang
berbeda, apabila kekurangan unsur-unsur tersebut tidak akan terjadi
pertumbuhan ataupun perkembangan sel, tetapi sebaliknya apabila
kelebihan akan berakibatkan kematian, sehingga diperlukan banyak
penelitian untuk menentukan komposisi yang tepat agar supaya kultur
anther dapat berhasil. ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan ubi jalar
ini adalah BAP.
Menurut Hartmann (2006), sitokinin (BAP) sangat penting
peranannya dalam pembelahan sel dan morfogenesis, serta memacu
terjadinya pembelahan sel. Di dalam tubuh tanaman, zat pengatur tumbuh
tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi saling berinteraksi yang dicirikan
dalam perkembangan tanaman. Perbandingan konsentrasi antara zat
pengatur tumbuh tersebut arah pertumbuhan tanaman.
ZPT sangat berpengaruh dalam pertumbuhan suatu eksplan. ZPT
dapat memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah
ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila
27
tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. Salah satu ZPT
yang digunakan dalam penanaman eksplan bawang putih ini adalah BAP.
BAP merupakan sejenis sitokinin buatan yang dapat memacu pertumbuhan
tunas dalam penanaman suatu eksplan.
Kegiatan kultur jaringan memiliki beberapa faktor yang
mempengaruhi
Eksplan yang berasal dari bagian vegetatif lebih cepat beregenerasi dari
pada yang berasal dari bagian generatif. Media kultur merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk
mengoptimalkan
pertumbuhan
dan
perkembangan
tanaman
yang
dikulturkan.
Menurut Zulkarnain (2019), lingkungan kultur merupakan hasil
interaksi antara bahan tanaman, wadah kultur, dan lingkungan eksternal
ruang kultur, memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap suatu sistem
kultur jaringan. Secara teoritis, semua variabel di dalam setiap wadah
kultur pada ruang kultur yang sama adalah seragam. Sebagai
konsekuensinya, hal yang sama terjadi pula di wadah-wadah kultur pada
ruang kultur yang lain. Agar pertumbuhan kultur seragam maka
keseragaman faktor lingkungan harus diupayakan, tidak hanya di dalam
ruang kultur, tetapi juga di dalam semua wadah kultur dengan cara
menggunakan wadah yang seragam.
Berdasarkan tabel pengamatan, eksplan yang ditanam pada botol
kultur mengalami pertumbuhan. Pengamatan pertama yang dilakukan 5
HST
menunjukkan
pertumbuhan
bahwa
sedangkan
pada
pada
biji
embrio
kedelai
belum
kedelai
mengalami
sudah
terlihat
28
jaringan adalah hara makro, hara mikro, zat pengatur tumbuh dan
karbo hidrat (gula).
c. Eksplan tomat (Solanum lycoperscum) dan kedelai (Glycine max)
mengalami pertumbuhan.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini antara lain:
a.
b.
c.
29
DAFTAR PUSTAKA
Desai N, 1 G. W. Chism. 2006. Changes in cytokinin activity in the ripening
tomato fruit. Journal of Food Science, 43. 1324 1326
Hartmann H T. 2006. Plant propagation principles and practices. New Jersey:
Prientice Hall Inc.
Husni A, S. Hutami, M. Kosmiatin, I. Mariska. 2004. Seleksi in vitro tanaman
kedelai untuk meningkatkan sifat toleran kekeringan. Jurnal Penelitian
Pertanian. 23(2):93-100.
Lingga. 2007. Anthurium. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nasir M. 2002. Bioteknologi molekuler. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Nugroho A, Heru S. 2005. Pedoman pelaksanaan teknik kultur jaringan. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Nursyamsi. 2010.Teknik kultur jaringan sebagau alternatif perbanyakan tanaman
untuk mendukung rehabilitasi lahan. Jurnal Penelitian 12 (2) : 85-100
Pardal SJ. 2002. Perkembangan penelitian regenerasi dan transformasi pada
Tanaman Kedelai. Buletin Agrobio 5(2):37-44
Pardal SJ, GA Wattimena, H Aswidinoor, dan M Herman. 2005. Transformasi
genetic kedelai dengan gen proteinase inhibitor II menggunakan teknik
penembakan partikel. J AgroBiogen 1(2): 5361.
Purnamaningsih R. 2006. Induksi kalus dan optimasi regenerasi empat varietas
padi melalui kultur in vitro. J AgroBiogen 2(2): 74-80.
Rodrigues LR, Marcelo JSO, Mariath JEA, and Bodanese-Zanettini MH. 2006.
Histology od embryogenic responses in soybean ather culture. Plant Cell
Tissue and Organ Culture 80 : 129 137.
Rindang Dwiyani, Azis Purwantoro , Ari Indrianto and Endang Semiarti. 2012.
Konservasi anggrek alam Indonesia vanda tricolor lindl. Varietas suavis
melalui kultur embrio secara in vitro. J Bumi Lestari 12(1):93 98
Slamet. 2005. Perkembangan teknik aklimatisasi tanaman kedelai hasil regenerasi
kultur in vitro. J Litbang Pertanian 30(2)
Slamet. 2011. Regenerasi kedelai melalui kultur epikotil dan teknik aklimatisasi. J
Penelitian 30 (1) : 38-42
Syahid SF dan Kristina NN. 2007. Induksi dan regenerasi kalus tomat
(Lycopersicum esculantum) secara in vitro. J littr 13(4): 142-146
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta
30
31
b.
c.
32
B. Tinjauan Pustaka
Kultur meristem adalah kultur jaringan tanaman menggunakan
eksplan berupa jaringan meristematik. Jaringan meristem yang digunakan
dapat berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas aksilar, dalam
kegiatan seperti tersebut di atas pertumbuhan dan perkembangan plantlet
diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna. Teknik kultur meristem
dapat dimanfaatkan sebagai cara perbanyakan tanaman terutama pada
tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil karena mitosis
pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang
berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan, hal ini
menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya.
Aplikasi kultur meristem juga dimanfaatkan untuk eliminasi virus dari
jaringan tanaman, dan penyimpanan materi plasma nutfah dalam suhu rendah
(teknik kriopreservasi) (Karjadi 2007).
Salah satu tahapan dalam teknik kultur in vitro adalah penggandaan
tunas. Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil induksi
meristem apikal sebagai sumber eksplan, sehingga disebut kultur meristem.
Kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang
identik dengan induknya dan bebas virus. Kultur meristem mampu
meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki
mutu bibit yang dihasilkan, serta mampu mempertahankan sifat-sifat
morfologi yang positif (Suyadi et al. 2008).
Kultur meristem adalah kultur jaringan tanaman menggunakan
eksplan dari jaringan meristem. Tunas apikal mahkota nanas merupakan salah
satu jaringan meristem yang dapat digunakan sebagai eksplan untuk kultur
jaringan. Setiap buku batang dan mahkota nanas terdapat tunas-tunas dorman
yang akan tumbuh membentuk tunas buah (slip) dan tunas batang (sucker).
Keberhasilan kultur meristem mahkota nanas sangat tergantung
pada
keseimbangan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan pada media kultur. Zat
pengatur tumbuh auksin dapat bersumber dari bahan organik seperti ekstrak
tauge
(kecambah
kacang
hijau),
33
sedangkan
untuk
sitokinin
dapat
menggunakan
sitokinin
sintetik
yaitu
Benzil
Amino
Purin
(BAP)
34
2.
Alat
a.
b.
c.
Bahan
a.
3.
b.
Media kultur
c.
Alkohol 70%
d.
Aquadest steril
e.
Spirtus
f.
g.
Sunlight
h.
Agar
i.
Sukrosa
Cara Kerja
a.
b.
Mensterilisasikan eksplan
1) Memotong meristem lateral anggur dan nanas seukuran tidak
melebihi botol kultur.
35
lalu
meletakkan
pada
botol
kosong
dan
36
Pengamatan
1) Saat munculnya akar, tunas dan daun diamati setiap hari.
2) Panjang akar, tunas dan daun diamati seminggu sekali.
3) Jumlah akar, tunas dan daun diamati seminggu sekali.
Akar
HST
Jumlah
Tanggal
07-042016
Tunas
Daun
Akar
Tunas
Daun
Keteranga
n
Kontamina
si
(a)
(b)
Gambar 3.1 (a) Hasil awal penanaman eksplan nanas (b) Hasil akhir penanaman
eksplan nanas
37
HST
Jumlah
Tanggal
24-032016
Akar
Tunas
Daun
Akar
Tunas
Daun
Keteranga
n
Kontamina
si
(a)
(b)
Gambar 3.2 (a) Hasil awal penanaman eksplan anggur (b) hasil akhir
penanaman eksplan anggur
2. Pembahasan
Kultur meristem (meristem culture) adalah kultur jaringan
tanaman
dengan
menggunakan
eksplan
berupa
jaringan-jaringan
38
39
jaringan adalah zat pengatur tumbuh. Benzil Amino Purin (BAP) adalah
zat pengatur tumbuh
dengan
40
cukup
untuk
memacu
pertumbuhan
selektif.
Sterilisasi telah dilakukan dengan berbagai cara, namun kadangkadang kontaminasi tetap terjadi. Dalam hal ini dikarenakan pada
eksplan
telah
terjadi
kontaminasi
internal.
Cara penanggulangan
41
tanggal 7 April 2016. Kontaminasi bakteri bisa dilihat dari media yang
dipenuhi oleh cairan lendir sedangkan kontaminasi jamur bisa dilihat dari
kondisi media dan eksplan yang diselimuti oleh benang-benang hifa.
Kontaminasi ini bisa terjadi karena eksplan yang dipakai tidak terlalu baik,
banyak bagian meristemnya dalam keadaan busuk sehingga sterilisasi
menggunakan chlorox tidak cukup untuk membersihkan bagian-bagian
busuk tersebut. Tempat penanaman eksplan atau Laminar Air Flow yang
digunakan juga masih dengan model lama yang bagian kaca penutupnya
masih menyisakan ruang yang memungkinkan kontak dengan udara di luar
LAF sehingga mikroba dari udara luar dapt juga mengontaminasi eksplan.
Menurut Karjadi (2007), gejala kontaminasi yang timbul dapat
dicirikan dengan adanya koloni-koloni jamur
berwarna putih abu-abu atau kehitaman, dan ada juga yang berwarna
merah muda. Kontaminasi jamur umumnya baru terlihat pada 2-3 minggu
setelah tanam (MST). Kontaminasi ini dapat berasal dari sumber eksplan
(internal), dan terbawa saat proses penanaman yang kurang baik atau
lingkungan tumbuh kultur yang kurang memadai (eksternal).
Media dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan,
karena dari kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong
melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya. Masalah
lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering
menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi
pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan. Selain
masalah-masalah tersebut, bahan yang dijadikan eksplan, lingkungan kerja
dan keterampilan praktikan dalam melakukan kultur meristem juga dapat
menjadi penyebab terjadinya kontaminasi dan stagnasi.
42
43
DAFTAR PUSTAKA
Cerianingsih MW, Astarini IA dan Nurjaya IGMO. 2015. Pengaruh kombinasi zat
pengatur tumbuh Indole-3-butyric acid (IBA) dan 6-Benzil amino purin
(BAP) pada kultur In vitro tunas aksilar anggur (Vitis vinifera l.) varietas
prabu bestari dan jestro AG 86. J Metamorfosa 2(1): 1-8.
Hartmann HT. 2006. Plant propagation principles and practices. New Jersey:
Prientice Hall Inc.
Husen M. 2008. Kontaminasi dalam kultur jaringan. Yogyakarta : Kanisius.
Karjadi AK, Buchory A. 2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pertumbuhan
jaringan meristem bawang putih pada media B5. J Hort. 17(3):217-223
Lakitan A. 2009. Pembentukan tunas adventif. Jakarta: Gramedia.
Miryam A, Suliansyah I, Djamaran A. 2008. Multiplikasi jeruk kacang (Citrus
nobilis L.) pada beberapa konsentrasi NAA dan BAP pada media WPM
secara In Vitro. J Jerami 1(2) : 1-8
Rasullah FFF, Nurhidayati T dan Nurmalasari. 2013. Respon pertumbuhan tunas
kultur meristem apikal tanaman tebu (Saccharum officinarum) varietas nxi
1-3 secara in vitro pada media MS dengan penambahan Arginin dan
Glutamin. J Sains dan Seni Pomits 2(2): 99-104.
Rikky M. 2007. Kultur meristem lateral. Jakarta: Bumi Aksara.
Rupina P, Mukarlina, Linda R. 2015. Kultur meristem mahkota nanas (Ananas
comosus (l.) merr) dengan penambahan ekstrak tauge dan Benzyl amino
purin (BAP). J Protobiont 4(3): 31-35.
Santoso U, Nursandi F. 2006. Kultur jaringan tanaman. Malang: UMM Press.
Suyadi A, Purwantoro A dan Trisnowati S. 2003. Penggandaan tunas abaca
melalui kultur meristem. J Ilmu Pertanian 10(2): 11-16.
Wahyuni DA. 2009. Teknik pemberian benzil amino purin untuk memacu
pertumbuhan kalus dan tunas pada kotiledon melon (Cucumis melo L.). J.
Buletin Teknik Pertanian 14(2): 50-53..
Zulkarnain. 2009. Kultur jaringan tanaman: Solusi perbanyakan tanaman
budidaya. Jakarta: Bumi Aksara
44
45
atau
melakukan
penjarangan.
Tanaman
yang
tipe
45
46
47
48
c. Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk
menghindari kontaminasi
d. Kemudian tutup kembali dan bungkus dengan plastik wrap dan di beri
label
4. Pemeliharaan
a. Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur
b. Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya
c. Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali
untuk mencegah kontaminasi
5. Pengamatan selama 2 minggu, yang diamati :
a. Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari
b. Jumlah akar, tunas dan daun diamati 1 minggu sekali
c. Panjang akar, tunas dan daun diukur 1 minggu sekali
d. Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir
pengamatan
6. Presentase keberhasilan dilakukan pada akhir pengamatan
49
7 HST
14 HST
21 HST
28 HST
Tanggal
(April)
Jumlah
Keterangan
Akar
Tunas
Daun
Akar
Tunas
Daun
Kontam/hidup
Hidup
Hidup
14
Hidup
21
Hidup
31-032016
07-042016
14-042016
21-042016
Sumber : Logbook
(a)
(b)
Gambar 4.1 (a) Hasil awal penanaman eksplan vanili (b) hasil akhir
penanaman eksplan vanili.
2. Pembahasan
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman
secara vegetatif yang efektif digunakan untuk mendapatkan keturunan
yang sama dengan induk namun dalam waktu yang sangat singkat. Salah
satu tahapan yang dilakukan dalam kultur jaringan adalah sub kultur. Sub
kultur merupakan pemindahan materi kultur dari satu media kemudian
yang lain. Tujuan dari sub kultur adalah mendapatkan jumlah individu
tanaman yang lebih banyak serta pemenuhan nutrisi untuk eksplan dapat
tercukupi, sehingga pertumbuhan dapat optimal.
50
untuk
menyelesaikan
permasalahan
misalnya
karena
51
tanaman sudah
memenuhi atau sudah setinggi botol, tanaman sudah berada lama didalam
botol sehingga pertumbuhannya berkurang, tanaman mulai kekurangan
hara dan media dalam botol sudah mengering.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dari sub
kultur adalah kesterilan eksplan, media dan lingkungan, kesesuaian media
dan konsentrasi ZPT. Apabila kondisi eksplan, media maupun lingkungan
tidak steril maka akan terdapat kontaminasi baik berupa jamur maupun
bakteri pada botol kultur yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan
eksplan. Sebaliknya apabila kondisinya steril, maka eksplan akan tumbuh
dengan baik ditandai dengan terbentuknya tunas, daun serta akar dari
eksplan. Sementara apabila media dan konsentrasi ZPT yang dipilih tidak
sesuai maka eksplan tidak akan dapat tumbuh walaupun dalam kondisi
yang steril.
Menurut George dan Sherrington (2010) yang menyatakan bahwa
di dalam teknik subkultur tanaman pada media padat lebih mudah
dilakukan yaitu hanya dengan meletakkan kalus yang sudah terbentukdi
atas cawan petri, kemudian membelah-belahnya menjadi bagian-bagian
52
kecil
lagi
Potongan-potongan
kalus
kecil-kecil
skalpel
dan pinset.
botol
kultur
53
54
DAFTAR PUSTAKA
55
56
V. AKLIMATISASI (ANGGREK)
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Anggrek merupakan tanaman bunga hias berupa benalu yang
bunganya indah. Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50
tahun terakhir mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia. Jenis anggrek
yang terdapat di Indonesia termasuk jenis yang indah antara lain: Vanda
tricolor terdapat di Jawa Barat dan di Kaliurang, Vanda hookeriana,
berwarna ungu berbintik-bintik berasal dari Sumatera, anggrek larat /
Dendrobium phalaenopis, anggrek bulan/Phalaenopsis amabilis, anggrek
Apple Blossom, anggrek Paphiopedilun praestans yang berasal dari Irian
Jaya serta anggrek Paphiopedilun glaucophyllum yang berasal dari Jawa
Tengah.
Pembudidayaan tanaman anggrek yang menjadi kendala utama
adalah sulitnya melakukan perbanyakan tanaman anggrek karena hampir
semua jenis tanaman anggrek tidak dapat berkembangbiak secara generatif
meskipun bunga menghasilkan polong. Hal ini disebabkan karena adanya
polong yang dihasilkan berisi biji berupa serbuk serperti tepung yang
sangat mudah melayang. Perkembangan tanaman anggrek secara vegetatif
juga sulit dilakukan karena kemungkinan hidup tunas tanaman sangat
rendah. Upaya mengatasi kendala tersebut salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah perbanyakan tanaman anggrek melalui kultur jaringan
dengan bahan tanam berupa polong anggrek yang sudah matang dan
dilakukan di dalam laboratorium.
Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan
adalah aklimatisasi planlet yang ditanam secara in vitro kedalam rumah
kaca atau langsung ke lapang. Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir
teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari
lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan
tak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus
56
dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak
diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat
bertahan dikondisi lapang sehingga penting dilakukannya praktikum
aklimatisasi ini agar lebih dapat diketahui cara mengadaptasikan planlet
dari botol kultur ke lingkungan baru.
2. Tujuan
Praktikum Acara V Aklimatisasi (Anggrek) ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui teknik aklimatisasi pada tahapan akhir dan kultur jaringan
b. Meningkatkan pemahaman dan memberikan keterampilan melakukan
aklimatisasi planlet anggrek
c. Mengetahui adaptabilitas planlet anggrek pada tahap aklimatisasi
3. Waktu dan tempat Praktikum
Praktikum acara V Aklimatisasi (Anggrek) ini dilaksanakan pada
Jumat 22 April 2016 pukul 15.00-17.00 WIB bertempatkan di
Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
B. Tinjauan Pustaka
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur
jaringan (in vitro) yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada
kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman
juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke tanaman
autotrop. Aklimatisasi merupakan tahapan yang sanggat penting untuk dilalui
dalam proses perbanyakan in vitro. Adanya perbedaan yang sangat tajam
terutama kelembaban dan intensitas cahaya lingkungan di dalam botol dan di
luar botol menyebabkan proses aklimatisasi ini merupakan tahapan yang kritis
( Riyadi 2002).
Aklimitisasi yaitu proses pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke
media tanah, pasir, kompos, pupuk kandang, dan bahan lainnya. Proses
aklimatisasi perlu di lakukan karena tanaman yang berasal dari kultur in vitro
sangat berbeda dengan tanaman yang di kultur secara in vitro dilihat dari
struktur daun, akar, dan proses simbiosis. Tanaman hasil kultur jaringan
57
memilikis palisade yang jumlahnya sedikit dan kecil untuk dapat menerima
sinar matahari secara efektif. Stomata tidak aktif melakukan fungsinya pada
tanaman hasil kultur jaringan. Akibat stomata tidak aktif
menyebabkan
tanaman hasil kultur jaringan akan mengalami stress air yang berlebihan
setelah beberapa jam di media aklimatisasi atau di lapangan (Barahima 2011).
Umumnya Dendrobium hidup epifit pada tanaman pakis atau kayu, bagi
anggrek epifit fungsi media yang paling utama adalah sebagai tempat
bertautnya akar atau melekatnya akar. Fungsi lain sebagai tempat persediaan
makanan, agar media dapat menyediakan makan bagi anggrek memerlukan
waktu yang lama, karena media yang digunakan akan terdekomposisi dan
menyediakan suplai makanan bagi planlet (Jumin 2002). Penggunaan media
lumut, cacahan pakis,kulit kayu trembesi, arang sekam padi, akar kadaka,
sabut kelapa sama pengaruhnya terhadap pertumbuhan anggrek Dendrobium
sp pada tahap aklimatisasi (Jumin 2002).
Media tanam merupakan salah satu faktor pendukung pertumbuhan
tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Media tanam berfungsi sebagai
tempat melekat dan tempat menyimpan air yang dapat diperlukan untuk
pertumbuhan. Syarat media tanam anggrek tidak menjadi sumber penyakit,
mempunyai aerasi dan drainase yang bagus mampu mengikat air dan zat
hara (Tangti et al. 2012).
Media tumbuh dan teknik penanaman merupakan faktor penting
dalam
proses
aklimatisasi.
Diperlukan
media
yang
mempermudah
pertumbuhan akar dan menyediakan hara yang cukup bagi plantlet. Teknik
penanaman secara compot (community pot) yaitu dalam satu pot ditanami
banyak tanaman anggrek dipercaya dapat mengurangi resiko kematian
tanaman anggrek yang sedang diaklimatisasi. Teknik ini kemungkinan terjadi
persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman satu dengan yang
lainnya (Adi 2014).
Tanaman anggrek hasil kultur in vitro bersifat heterotrop, artinya
tanaman belum mampu berfotosintesis secara optimal dan proses pemindahan
dari kondisi in vitro (aklimatisasi) menyebabkan tanaman dalam keadaan
58
diserap
guna
mencukupi
kebutuhan
bagi
pertumbuhan
dan
dari
lingkungan
autotrop
ke
kondisi
heterotrop.
59
60
Keterangan
Hidup
Hidup
Hidup
Hidup
Gambar
anggrek Dendrobium sp
anggrek
gelas 1
gelas 2
5.2
Aklimatisasi
Dendrobium sp
2. Pembahasan
Aklimatisasi merupakan masa adaptasi tanaman hasil pembiakan
pada kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah
pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu
tanaman juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke
tanaman autotrop. Plantlet dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk
memperoleh bibit yang seragam. Plantlet sebelum ditanam sebaiknya
61
diseleksi
dulu
berdasarkan
kelengkapan
organ,
warna,
hekeran
62
dengan harga yang relatif murah. Khusus untuk arang batok kelapa sangat
bagus untuk digunakan karena bersifat penawar bagi tanaman apabila
mengalami kelebihan pupuk, adanya tannin pada media dan sebagainya.
Pakis yang digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua warnanya
hitam, kering dan lebih ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan
dengan arang, maka frekuensi penyiraman dapat dikurangi, kerugiannya
apabila terlalu sering disiram pakis cepat lapuk dan mudah mengundang
cendawan.
Arang yang telah disiapkan sebelumnya dimasukkan kedalam
botol plastic atau pot, lalu diatasnya diberi pakis. Planlet kemudian
ditanam pada sabut aren yang telah disiapkan. Planlet anggrek yang sudah
siap diletakkan pada rumah plastik atau kain di belakang gedung D.
Tempat aklimatisasi ini memiliki kelembaban udara yang cukup dan
intensitas cahaya yang rendah. Hal ini karena apabila tanaman langsung
dipindahkan pada kondisi dengan tingkat cahaya yang tinggi maka daun
akan menjadi kering seperti terbakar.
Menurut Parnata (2005) proses aklimatisasi anggrek diperlakukan
yaitu (1) compotting, dimana ukuran pot yang digunakan untuk kompot
berdiameter sekitar 7 cm pada pot ini diisi bibit sekitar 30 bibit anggrek
atau tergantung ukuran bibitnya. (2) Seedling (penanaman ke single pot),
seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu.
Seedling dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Biasanya seedling
diletakkan di dalam gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk
setiap anggrek berbeda-beda tergantung pada kebutuhan airnya. Ciri-ciri
dari bibit yang siap di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang
tumbuh lebih kuat dan daun tampak sudah keluar dari bibir pot. (3)
Overpot (pemindahan bibit). Overpot dilakukan ketika tanaman dalam
single pot memenuhi syarat untuk dipindahkan, yaitu ditandai denga
banyaknya umbi. Tanaman dipindahkan kepot yang lebih besar. Biasanya
dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan. (4) Repotting atau
pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman dari pot yang lama ke pot
63
yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling telah
tumbuh besar dan memenuhi pot plastik. Pengepotan ulang dilakukan
dengan alasan media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga
ph menjadi rendah (asam) dan rentan terhadap serangan penyakit.
Menurut Empu (2009) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
aklimatisasi bibit anggrek antara lain jenis bibit anggrek, media in vitro,
umur bibit, teknik aklimatisasi, media aklimatisasi dan kemampuan
pelaksana. Yusnita (2004) mengatakan aklimatisasi bertujuan untuk
mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi
mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena
planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pada pembiakan in vitro (dalam
botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor
lingkungan sulit terkontrol.
Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada
planlet yang telah di aklimatisasi tidak mengalami pertumbuhan baik
tinggi
maupun
bertambahnya
jumlah
daun.
Faktor-faktor
yang
64
65
DAFTAR PUSTAKA
Adi N K A P, Ida A A, Ni putu Adriani Astiti. 2014. Aklimatisasi Anggrek Hitam
(Coelogyne pandurata Lindl.) hasil perbanyakan in vitro pada media
berbeda. J. Simbiosis 2 (2):203-214
Adiputra IGK, Suardana AA, IMd Sumarya, I Sitepu dan Sudi A. 2007.Perubahan
biosintesis sukrosa sebelum pertumbuhan kuncup ketiak pada Vanilla
planifolia. Laporan hibah bersaing I, Program studi Biologi, Fak MIPA,
Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
Agah. 2009. Tanaman anggrek. Jakarta : Agromedia Pustaka
Andriana. 2009. Anggrek. Yogyakarta : Kanisius
Barahima, A. 2011. Prinsip dasar teknik kultur jaringan. Bandung: Alpabeta
Empu. 2009. Kultur anggrek. Jakarta : Grasindo
Husni A, S Hutami, M Kosmiatin, et al. 2004. Seleksi in vitro tanaman kedelai
untuk meningkatkan sifat ketahanan terhadap cekamam kekeringan.
Laporan Tahunan Penelitian BB-Biogen TA 2003. 16 hlm.
Izudin E. 2013. Teknik aklimatisasi tanaman hasil kultur jaringan. J. Informasi
Teknis 11(2) : 49-56.
Jumin. 2002. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta : Rajawali Press.
Kristina, Nova Natalini et al. 2012. Pengaruh air kelapa terhadap multiplikasi
tunas in vitro, produksi rimpang, dan kandungan Xanthorrhizol Temulawak
di Lapangan. Jurnal Littri 18(3) : 125-134.
Parnata AS 2005. Panduan budidaya dan perawatan anggrek. Jakarta : Agromedia.
Riyadi. 2002. Pelatihan kultur jaringan tanaman angkatan ke-enam. Aklimatisasi
bibit tanaman hasil perbanyakan dengan teknik kultur jaringan. Serpong
Sandra E. 2000. Kultur jaringan anggrek skala rumah tangga. Jakarta :Agromedia
Pustaka.
Tangti Y, Chairani S, Evi G. 2012. Pengaruh penggunaan jenis media terhadap
aklimatisasi Anggrek Dendrobium sp (hibrida). Jurnal Sains Mahasiswa
Pertanian 2 (2).
Wardani S, Hot S, Syafruddin I. 2011. Pengaruh media tanam dan pupuk daun
terhadap aklimatisasi Anggrek Dendrobium (Dendrobium sp). J. Ilmu
Pertanian Kultivar 5 (1): 11-18.
Yusnita. 2004. Kultur jaringan: cara memperbanyak tanaman secara efisien.
Jakarta : Agromedia Pustaka.
66