Anda di halaman 1dari 66

1

I. STERILISASI ALAT, PEMBUATAN LARUTAN STOCK DAN


PEMBUATAN MEDIA
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Sterilisasi merupakan hal yang mutlak saat kita bekerja di dalam
sebuah laboratorium. Tujuan sterilisasi yaitu untuk memusnahkan semua
bentuk kehidupan mikroorganisme patogen termasuk spora, yang mungkin
telah ada pada peralatan kedokteran dan perawatan yang dipakai. Hal yang
perlu dipertimbangkan dalam memilih metode sterilisasi yaitu sifat bahan
yang akan disterilkan. Kultur in vitro sangat memerlukan sterilisasi baik
alat, media maupun ruang yang di gunakan.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara in vitro sangat
ditentukan oleh empat faktor utama yaitu sifat genetis eksplan yang akan
ditanam, nutrisi, faktor fisik seperti cahaya, suhu dan pH, serta senyawa
organik seperti vitamin dan zat pengatur tumbuhan (ZPT). Meskipun
sifat genetis tanaman sangat menentukan hasil yang akan diperoleh,
faktor- faktor lain sangat menentukan bagaimana sifat genetis tersebut
akan terekspresikan. Nutrisi merupakan faktor yang penting dalam
keberhasilan kultur jaringan tanaman karena tanaman memerlukan
bantuan nutrisi saat belum autotrof di dalam kondisi in vitro. Faktor- faktor
fisik seperti suhu, cahaya, pH dan konsentrasi O2 akan berpengaruh
terhadap

proses-proses

seperti

penyerapan air,

evaporasi,

dan

fotosintesis. Senyawa organik ZPT diperlukan dalam jumlah sedikit


untuk membantu dalam pembelahan sel serta diferensiasi sel- sel menjadi
organ tertentu.
Pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang sesuai pada
media in vitro sangat diperlukan untuk menghasilkan planlet sesuai
yang diinginkan. Medium kultur jaringan yang terdiri dari unsur- unsur
hara esensiel makro maupun mikro, gula dan zat-zat organik, seperti
vitamin dan hormon. Susunan zat-zat tersebut di dalam medium kultur

jaringan bervariasi tergantung dari tujuan penggunaan media tersebut dalam


kultur jaringan dan bahan yang akan dipakai. Berdasarkan hal tersebut
sterilisasi alat dan ruang , pembuatan larutan stock dan pembuatan media
yang tepat sangat menentukan keberhasilan kultur in vitro, sehingga penting
dilaksanakannya praktikum acara I ini.
2. Tujuan Praktikum
Acara Sterilisasi Alat, Pembuatan Larutan Stock dan Pembuatan
Media memiliki beberapa tujuan, antara lain:
a. Mengetahui metode dan macam sterilisasi dalam kultur jaringan yang
meliputi sterilisasi alat, ruang dan eksplan
b. Mengetahui prosedur sterilisasi alat-alat penanaman (diseksi) dan alat
kaca seperti botol ukur, petridish, erlenmeyer dan lain-lain.
c. Mengetahui langkah-langkah dalam pembuatan media kultur jaringan
terutama dalam pembuatan larutan stok makro nutrient, larutan buffer
(Fe-EDTA), vitamin dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT).
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum kultur jaringan acara Sterilisasi Alat, Pembuatan Larutan
Stock dan Pembuatan Media di laksanakan pada hari Kamis, 10 Maret 2016,
pukul 15.00-17.00 WIB. Praktikum di laksanakan di Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian UNS

B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian, Kelebihan dan Kelemahan Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik dalam perbanyakan
tanaman secara klonal untuk perbanyakan masal. Keuntungan pengadaan
bibit melalui kultur jaringan antara lain dapat diperoleh bahan tanaman yang
unggul dalam jumlah banyak dan seragam. Kultur jaringan diperoleh biakan
steril (mother stock) sehingga dapat digunakan sebagai bahan untuk
perbanyakan selanjutnya (Lestari 2008 cit. Lestari 2011).
Kultur jaringan dapat diperoleh perbanyakan mikro atau produksi
tanaman dalam jumlah besar dan waktu yang diperlukan relatif lebih
singkat. kultur jaringan juga merupakan cara membudidayakan suatu
jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti
induknya. Pelaksanaan kultur jaringan berdasarkan teori sel seperti yang
telah dikemukakan oleh Schleiden dan Schwann, yaitu bahwa sel
mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan
totipotensi. Totipotensi yaitu kemampuan setiap sel, dari mana saja sel
tersebut diambil, apalagi diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan
dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Susila 2006).
Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan bertujuan untuk
mendapatkan tanaman dalam jumlah banyak dan seragam pertumbuhannya.
Permintaan bibit sansivera yang semakin meningkat, cara perbanyakan
secara konvensional menggunakan stek, anakan, dan cabut pucuk tidak lagi
bisa mencukupi. Satu-satunya cara perbanyakan yang sanggup memenuhi
kebutuhan permintaan bibit dalam jumlah besar itu hanyalah kultur jaringan.
Eksplan yang digunakan adalah jaringan yang masih muda. Jaringan muda
ini tersusun atas sel-sel yang masih muda dan aktif membelah sehingga
diharapkan bisa menghasilkan tanaman yang sempurna (Purwanto 2008).
Kultur jaringan banyak di lakukan dalam bidang pertanian karena
memiliki beberapa kelebihan. Kultur jaringan merupakan cara cepat untuk
mendapatkan bibit tanaman secara vegetatf. Kultur jaringan juga dapat
dilakukan sebagai langkah untuk membersihkan bahan tanaman/bibit dari

virus atau pathogen. Kelebihan lainnya adalah membantu program


pemuliaan tanaman seperti kultur haploid, embryo rescue, seleksi in vitro,
variasi somaklonal, fusi protoplas, tranformasi gen/rekayasa genetika
tanaman dan lain-lainnya. Industri teknik kultur jaringan banyak di gunakan
sebagai langkah untuk produksi metabolit skunder (Yuliarti 2010).
Kelebihan lain kultur jaringan adalah hasil perbanyakan memiliki
sifat-sifat unggul seperti induknya, cepat berbuah, dan tidak memerlukan
waktu

yang

lama

dalam

pertumbuhan

dan

perkembangannya.

Kelemahannya pada kultur jaringan adalah jumlah bibit yang diperoleh


sangat terbatas. Kelemahan lain seperti sifat unggul dan sifat jelek induk
pun akan terbawa, perakarannya dangkal sehingga tanaman mudah tumbang
(Daisy et al. 2012).
Metode kultur jaringan walau memiliki banyak kelebihan juga
memiliki kelemahan. Kelemahannya yaitu memerlukan suatu kondisi steril,
memakan banyak waktu, sering terjadi mutasi dalam proses kultur in vitro
dan sejumlah tanaman bersifat rekalsitran pada tahap regenerasi. Selain itu
tanaman kultur jaringan sudah terbiasa dengan kondisi yang sesuai untuk
pertumbuhannya, sehingga saat di aplikasikan di lapang tanaman hasil
kultur

jaringan

akan

rentan

terhadap

kondisi

lingkungan

(Suparthana et al. 2014).


2. Pengertian dan Teknik Sterilisasi
Sterilisasi merupakan proses yang menghancurkan semua bentuk
kehidupan. Suatu benda yang steril dipandang dari sudut mikrobiologi,
artinya bebas dari mikroorganisme hidup. Pada proses sterilisasi,spora
bakteri adalah yang paling resisten diantara semua organisme hidup Pelczar
dan Chan (1938). Efektifitas sterilisasi tergantung pada jumlah dan jenis
mikroorganisme jumlah dan jenis kontaminasi oleh zat lain, serta ada
tidaknya tempat-tempat perlindungan mikroorganisme pada alat bergigi
(Kalser dan Harry (1948) cit. Adji, Zulianti dan Larasanthy 2007).
Tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu dengan
penggunaan panas, menggunakan bahan kimia dan dengan cara penyaringan

(filtrasi). Penggunaan panas yang bersama-sama dengan uap disebut


sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, apabila tanpa kelembaban
maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sterilisasi
kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi atau bahan
kimiawi. Pemilihan metode didasarkan pada sifat bahan yang akan
disterilkan. Penggunaan umum yang secara rutin di laboratorium adalah
menggunakan panas. Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan
kontaminan mikroorganisme yang menempel di permukaan eksplan.
beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk mensterilkan permukaan
eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2 (Hadioetomo 2006).
Cara sterilisasi dapat dilakukan dengan sterilisasi cara panas (panas
basah. panas kering), sterilisasi cara kimia (gas etilen oksida, EtO) dan
sterilisasi dingin (filtrasi. radiasi). Sterilisasi cara dingin (radiasi dan EtO)
banyak digunakan untuk mensterilkan produk yang tidak tahan/rusak oleh
pemanasan. Contoh alat yang menggunakan sterilisasai dingin adalah
Syringes, internal kateter, kantung ( Darmawan 2006).
3. Jenis dan Fungsi masing media Media
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman
dengan metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis
media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya
terhadap partum-buhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang
dihasilkannya (Tuhuteru et al. 2012).
Keberhasilan dalam penggunaan metode in vitro disebabkan oleh
pengetahuan tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang dikultur. Faktor
penentu di dalam media tumbuh adalah komposisi garam anorganik, Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) dan bentuk fisik media. Jenis media untuk kultur
kalus yang paling banyak digunakan adalah media Murashige dan Skoog.
Kandungan garam-garam yang terdapat dalam media Murashige dan Skoog
tersebut antara lain hara Nitrogen dalam bentuk NO3, NH4, serta terdapat
gula dan vitamin (Hariyadi (2005) cit. Fitri, Thomy dan Harnelly 2012).

Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil


nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan
berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak
dirinya. Penggolongan media tumbuh ada dua yaitu media padat dan media
cair. Media padat umumnya berupa padatan gel seperti agar, nutrisi
dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air.
Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak
tergantung kebutuhan (Hemawan dan Naiem 2006).
Media lain yang sering di gunakan adalah media Knudson C. Media
Knudson C merupakan media yang umum digunakan untuk kultur jaringan
anggrek. Beberapa spesies anggrek terkadang membutuhkan charcoal
(karbon aktif) agar dapat tumbuh baik pada media ini, hal ini dikarenakan
adanya zat fenol yang diproduksi oleh eksplan. Zat fenol menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan planlet (Oktafiani et al. 2010).

C. Alat, Bahan Dan Cara Kerja.


1. Alat
1) Penanaman eksplan
a) Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), lengkap dengan lampu
Bunsen yang berisi spirtus
b) Petridish dan botol-botol kultur
c) peralatan diseksi, yaitu pinset besar/kecil, pisau pames dan
gunting eksplan
d) Alat-alat penanaman yaitu petridish dan peralatan diseksi di bungkus
dengan kertas, kemudian disterilisasi di dalam autoklaf pada tekanan
1.5 kg/cm2 selama 45 menit. Setelah di sterilisasi, alat-alat tersebut di
simpan di dalam oven.
2) Pembuatan media
a) Timbangan analitik
b) Botol- botol kultur
c) Magnetik stirrer
d) pH meter
e) Gelas piala
f) Pipet
g) Plastik pp 0,3 mm
h) Karet gelang
i) Kertas label
2. Bahan
1) Media Murashige dan Skoog (MS Medium)
2) Aquadest
3) Larutan Stok, terdiri atas hara makro, hara mikro, vitamin dan ZPT
4) Agar-agar
5) Gula
6) NaOH 1 N dan HCL 1 N

3. Cara Kerja
a. Pembuatan Larutan Stok
Bahan- bahan kimia komponen media dibutuhkan dalam jumlah
yang relatif kecil, oleh karena itu bahan-bahan tersebut disediakan
dalam bentuk larutan yang disebut sebagai larutan stok. Larutan stok
merupakan larutan bahan-bahan komponen media yang besarnya telah
dikalikan menjadi beberapa konsentrasi. Larutan stok berfungsi untuk
memudahkan penimbangan dan menghindari kesalahan penimbangan
bahan - bahan

yang diperlukan dalam jumlah yang relatif kecil.

Langkah-langkah pembuatan larutan stok, meliputi :


1) Larutan stok media
a) Menimbang

bahan-bahan

menjadi beberapa

kali

kimia

konsentrasi,

yang

telah

misalnya

dikalikan

untuk

unsur

hara makro dikalikan 20 dan unsur hara mikro dikalikan 100 kali
konsentrasi.
b) Melarutkan

bahan-bahan

kimia tersebut

ke

dalam aquadest

dengan volume tertentu, misalnya 500 ml.


c) Memasukkan

masing-masing larutan

ke dalam

botol

dan

menyimpannya ke dalam refrigerator.


2) Larutan stok zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh hanya diperlukan dalam jumlah sedikit
sekali.

Biasanya

zat

pengatur

tumbuh

ini

dibuat

dengan

kepekatan 1-10 mg/ml. Cara membuat larutan stok masingmasing ZPT adalah sebagai berikut :
a) Menghitung kebutuhan bahan BAP 100 ppm sebanyak 300 ml
adalah sebagai berikut :
100 ppm

= 100 mg/l
= 30 mg/0,3 l
= 30 mg/300 ml

b) Melarutkan bahan dengan alkohol atau NaOH 1 N kemudian


ditambah dengan aquadest sampai 300 ml untuk untuk IBA.

c) Memasukkan masing - masing larutan tersebut ke dalam botol


dan menyimpannya ke dalam refrigerator.
b. Pembuatan Media
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media
kultur telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang dikulturkan. Contohnya komposisi
Knudson C (1946), Heller (1953), Nitsch dan Nitsch (1972), Gamborg
dkk. B5 (1976), Linsmaier dan Skoog-LS (1965), Murashige dan SkoogMS

(1962)

serta

woody

plant

medium-WPM

(Lloyd

dan

McCown,1980). Komponen media kultur yang lengkap sebagai berikut :


1) Air distilata (aquadest) atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven.
2) Hara- hara makro dan mikro
3) Gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energy
4) Vitamin, asam amino dan bahan organik lain
5) Zat pengatur tumbuh
6) Suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan
7) Agar-agar atau gelrite sebagai pemadat media
Langkah-langkah pembuatan media (1 liter) adalah sebagai berikut :
1) Mengambil masing- masing larutan stok sesuai dengan ukuran
yang telah ditentukan dan memasukkannya ke dalam gelas piala.
2) Mengambil larutan stok ZPT sesuai dengan perlakuan, misalnya :
Untuk membuat media 1 L dengan konsentrasi BAP 2 ppm, maka
volume larutan stok yang di ambil adalah :
V1 x MI

= V2 x M2

V1 x 100 ppm

= 1000 ml x 2 ppm

V1

= 20 ml/L

3) Menambah aquadest sampai 1000 ml


4) Menambah gula sebanyak 30 gram
5) Mengatur pH dalam kisaran 5,8-6,3 dengan menambahkan beberapa
tetes NaOH untuk menaikkan pH atau HCL untuk menurunkan

pH. Pada saat pengukuran pH, larutan media diaduk dengan


magnetic stirrer
6) Menambahkan agar-agar 8 gram kemudian dididihkan
7) Menuangkan larutan media ke dalam botol-botol kultur kurang lebih
25 ml tiap botol
8) Menutup botol berisi larutan media dengan plastic
9) Memasukkan botol-botol berisi media ke dalam autoklaf untuk
proses sterilisasi pada tekanan 1,5 kg/cm selama 45 menit
10) Menyimpan media pada rak penyimpan media yang bertujuan untuk
mengantisipasi ada tidaknya kontaminasi pada media sehingga dapat
dicegah penggunaan media yang telah terkontaminasi pada saat
penanaman.
c. Media Penanaman
Dalam praktikum ini, media yang digunakan adalah media
Murashige dan Skoog (MS) yang dimodifikasi dengan penambahan ZPT
BAP 2 ppm. Media kultur tersebut digunakan untuk penanaman 4
macam eksplan dengan masing-masing eksplan diulangsebanyak 2
kali untuk setiap mahasiswa / praktikan.

10

D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


1. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pembuatan Media Kultur
No.
Teknik Pembuatan Media
Gambar
1.
Menyiapkan botol kultur yang
telah dibersihkan dan dicuci.
Gambar 1.1 Botol kultur.
2.

Menyiapkan bahan-bahan yang


dibutuhkan dalam pembuatan
media

berisi

nutrisi

yang

dibutuhkan oleh tanaman.

Gambar 1.2 Bahan pembuatan


media.

3.
Menimbang komposisi media
dengan

menggunakan

timbangan analitik sesuai dosis


Gambar 1.3 Timbangan

media yang akan dibuat.

analitik.
4.
Mengisi

aquades

dan

memasukan magnetic stirrer


dalam tabung Erlenmeyer.

Gambar 1.4 Erlenmeyer dan


magnetic stirrer.

5.

Meletakkan Erlenmeyer di Hot


plate stirerr dan dihidupkan
pengaduk saja.
Gambar1.5 Hot plate stirerr.

11

6.

Mencampur bahan aquades,


gula dan
telah

larutan stock yang

disiapkan

ke

dalam

Erlenmeyer.

Gambar 1.6 Mencampurkan

bahan.

7.
Menambahkan aquadest pada
larutan

media

yang

telah

homogen hingga 1500 ml.

Gambar 1.7 Menambahkan


aquadest.

8.

Mengukur pH larutan dengan


menggunakan pH meter. pH
larutan antara 5,8-6,3. Apabila
pH kurang dari 5,8 maka
ditambahkan NaOH, apabila
lebih

dari

6,3

maka

Gambar 1.8 Mengukur pH.

ditambahkan HCl dan agar.


9.

Memanaskan dan mengaduk


media menggunakan magnetic
stirrer dan hot plate stirrer.
Kemudian memasukkan agar
hingga hampir mendidih.

Gambar 1.9 Memanaskan


larutan media.

10.
Mengangkat

larutan

media

yang teah hampir mendidih dan


menuangkan pada porong ukur.

Gambar 1.10 Mengangkat


larutan media.

12

11.
Menuang larutan media kultur
dalam

botol

kutur

dengan

menggunakan porong.

Gambar 1.7 Menyiapkan botol


ukur

12.
Menyusun

botol

ukur

dan

memasukkan dalam autoklaf


untuk proses sterilisasi
Gambar 1.8 Sterilisasi
Sumber : Dokumentasi
2. Pembahasan
Pembuatan media yang baik harus didukung dengan proses
sterilisasi alat dan media yang baik pula. Menurut Mursidawati (2007),
sterilisasi adalah suatu proses untuk mematikan semua organisme yang
terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sterilisasi menurut Adji (2007),
merupakan proses yang menghancurkan semua bentuk kehidupan. Suatu
benda yang steril dipandang dari sudut mikrobiologi, artinya bebas dari
mikroorganisme hidup dan saat proses sterilisasi spora bakteri adalah yang
paling resisten diantara semua organisme hidup. Praktikum pembuatan
media, sterilisasi yang dilakukan meliputi alat-alat penanaman dan media
tanam :
a. Sterilisasi alat-alat penanaman
Alat-alat tanam yang disterilisasi meliputi pinset, scapel, petridish,
dan botol-botol kultur. Sterilisasi pada alat tanam dilakukan dengan
sterilisasi fisik melalui pemanasan maupun sterilisasi mekanik dan
kimawi. Sterilisasi mekanik dan kimiawi dilakukan dengan mencuci
alat-alat menggunakan sabun yang mengandung bahan kimiawi.

13

b. Sterilisasi media tanam


Sterilisasi media tanam dilakukan dengan sterilisasi fisik, yakni
dengan pemanasan menggunakan autoklaf. Media tanam yang telah
dimasukkan dalam botol kultur selanjutnya ditata pada rak autoklaf dan
dimasukkan ke dalam tabung autoklaf. Prinsip sterilisasi autoklaf yaitu
menggunakan panas dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi
biasanya 121o C, tekanan yang biasa digunakan antara 15-17,5 psi
(pound per square inci) atau 1 atm selama 45 menit. selanjutnya setelah
45 menit media dikeluarkan dan ditata dalam rak kultur diruang steril.
Menurut Mursidawati (2007), salah satu teknik sterilisasi yang
umum digunakan adalah metode sterilisasi menggunakan uap air panas
bertekanan atau menggunakan prinsip kerja autoclaf. Suhu dan tekanan
tinggi yang diberikan kepada alat dan media yang disterilisasi
memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibanding
dengan udara panas. Pensterilan media digunakan suhu 121oC dan
tekanan 15 lb/in2 (SI = 103,4 Kpa) selama 15 menit. Alasan
penggunaan suhu 121oC atau 249,8 oF adalah karena air mendidih pada
suhu tersebut jika digunakan tekanan 15 psi.
Menurut Ani (2008), media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan
tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang
digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon.
Bahan tambahan lain dari media juga dibutuhkan seperti agar, gula, dan
lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga
bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan
dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi ditempatkan
pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga
harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Media adalah tempat

tumbuh eksplan yang di dalamnya

mengandung banyak nutrisi untuk menunjang kehidupan dan


pertumbuhan eksplan. Media merupakan faktor penentu keberhasilan

14

dalam perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan. Ciri-ciri media


yang baik untuk kultur jaringan antara lain media padat dan tidak
lembek, pH sesuai untuk kehidupan tanaman , mengandung Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) yang mendukung kehidupan tanaman, hal ini
sesuai pendapat Yuniastuti (2012), komposisi utama media tanam
kultur jaringan terdiri dari komponen berikut: (1) air distilata (akuades)
atau air bebas ion sebagai pelarut atau solven, (2) hara-hara makro dan
mikro, (3) gula (umumnya sukrosa) sebagai sumber energi, (4) vitamin,
asam amino dan bahan organic lain, (5) zat pengatur tumbuh, (6)
suplemen berupa bahan-bahan alami, jika diperlukan dan (7) agar-agar
atau gelrite sebagai pemadat media. Perbedaan komposisi media dapat
mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan
yang ditumbuhkan secara in vitro.
Praktikum kali ini menggunakan media Murashige Skoog (MS)
yang sebelumnya telah dibuat larutan stok. Larutan stok merupakan
larutan

pekat

senyawa-senyawa

kimia

penyusun

media

yang

memudahkan penimbangan sehingga jumlah atau volume masingmasing komponen media yang terbentuk dalam jumlah tepat. Larutan
stok dibuat dalam konsentrasi pekat 10 atau 100 kali konsentrasi akhir
yang dibutuhkan untuk media. Praktikum kali ini menggunakan hara
makro kecuali CaCl2. Zat 2H2O digunakan untuk membuat larutan
stock tersendiri karena apabila di campur dengan zat ini akan
mengendap. Menurut Ani (2008), media Murashige skoog (MS) terdiri
dari komponen-komponen berikut:
a.

Garam-garam anorganik terdiri dari makronutrient (C, H, O, N, S,


P, K, Ca, Mg). N didapatkan dari NO3- atau NH4+ atau asam amino.
Mg dan S didapatkan dari MgSO4.7H2O. P didapat dari
NaH2PO4.H2O dan KH2PO4. K didapat dari KCl, K2NO3 atau
KH2PO4. K didapatkan dari KCl, K2NO3 atau KH2PO4. Ca
didapatkan dari CaCl2.2H2O atau Ca(NO3)2. Dan Cl dari KCl atau

15

CaCl2. Selain itu dibutuhkan juga mikronutrient yang terdiri dari


Cu, Zn, FeEDTA, B, Mo, Co, dan I.
b.

Sumber karbon yang digunakan adalah sukrosa, sebagai sumber


energi. Konsentrasi sukrosa yang digunakan adalah 20.000- 45.000
mg/L.

c.

Asam amino merupakan sumber N organik. Asam amino yang


sering digunakan adalah glutamine, asparagin, sistein, dan glisin.

d.

Vitamin berfungsi sebagai katalisator dalam sistem enzim dan


diperlukan dalam jumlah kecil. Vitamin yang dibutuhkan pada
sebagian besar kultur jaringan tumbuhan adalah thiamin, yang
diberikan dalam bentuk Thiamin-HCl. Vitamin lain yang biasa
digunakan adalah asam nikotinat dan piridoksin HCl (vitamin B6).
Proses pembuatan media juga perlu diperhatikan tingkat

keasamannya (pH). Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik


kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik
optimal antara pH 5,0 6,0. Pembuatan media pH harus dijaga pada pH
5,8 sampai 6,3 dengan penambahan KOH atau NaOH untuk menaikkan
pH dan HCl untuk menurunkan pH. pH harus dijaga pada 5,8 sampai
6,3 sebab pada kisaran pH ini merupakan pH yang optimum untuk
penyerapan hara oleh tanaman. Praktikum kali ini dilakukan
penambahan NaOH beberapa tetes karena pH yang didapat terlalu
asam. Media yang terlalu asam menyebabkan media sukar mengendap,
namun harus juga dihindari penambahan HCl dan NaOH secara
berlebihan karena akan mengurangi tingkat keberhasilan pembuatan
media.

16

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
a. Proses pembuatan media sterilsasi alat yang dibutuhkan harus steril
dan terbebas dari jamur dan bakteri
b. Faktor penyebab kegagalan dalam sterilisasi alat dan pembuatan media
kultur antara lain karena alat yang digunakan tidak steril
c. ZPT yang digunakan harus sesuai yang dan memiliki takaran yang
tepat untuk perlakuan.
2. Saran
Sebaiknya praktikan lebih tekun pada saat sterilisasi alat agar tidak
menimbulkan kontaminasi yang disebabkan oleh alat. Seharusnya lebih
teliti dalam pembuatan media kultur jaringan.

17

DAFTAR PUSTAKA
Adji D, Zuliayanti, Larashanty H. 2007. Perbandingan efektivitas sterilisasi
alkohol 70%, inframerah, otoklaf dan ozon terhadap pertumbuhan bakteri
Bacillus subtilis. J Sains Vet 25(1):17-24
Ani. 2008. Kultur jaringan. Yogyakarta: Kanisius.
Daisy P, Sriyanti H, Wijayanti. 2012. Teknik kultur jaringan. Yogyakarta:
Kanisius.
Darmawan, Darwis. 2006. Sterilisasi produk kesehatan (healt care products)
dengan radiasi berkas elektron. Proseding pertemuan dan presentasi ilmiah
teknologi akseleratoe dan aplikasinya: 78-76
Fitri, M Satria, Thomy Z, Harnelly E. 2012. In vitro effect of combined indole
butyric acid (iba) and benzil amino purine (bap) on the planlet growth of
jatropa curcas l. Natural 12(1):27-31
Hadioetomo PS. 2006. Mikrobia dasar dalam praktek, teknik dan prosedur dasar
laboratorium. Jakarta: Gramedia.
Hemawan T, Naiem. 2006. Pengaruh jenis media dan konsentrasi zat pengatur
tumbuh terhadap perakaran pada kultur jaringan cendana (Santalum album
linn.). J Agrosains 19(2):103-109.
Lestari, Endang G. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan
tanaman melalui kultur jaringan. J AgroBiogen 7(1):63-68
Mursidawati S. 2007. Asosiasi mikoriza dalam konservasi anggrek alam.
buletin kebun raya indonesia. 10(1):24-30.
Oktafiani, Astri, Puspitasari M, Purbiati T , Destiwarni. 2010. Pengaruh beberapa
media kultur jaringan terhadap pertumbuhan planlet anggrek Phalaenopsis
bellina. URL: http://kalbar.litbang.pertanian.go.id
Purwanto AW. 2008. Sansievera flora cantik penyerap racun. Yogyakarta:
Kanisius.
Suparthana, I Putu, Nogawadan M, Kojima M 2014. Identifikasi transgene pada
tanaman padi (oryza sativa var. koshihikari) yang ditransformasi dengan
bantuan agrobacterium tumefaciens, menggunakan metode tanpa teknik
kultur jaringan. Media Ilmu Teknologi Pangan 1(1):24-30
Susila Anas. 2006. Panduan budidaya tanaman sayuran. Bogor : IPB.
Tuhuteru S, Hehanussa ML, Raharjo SHT. 2012. Pertumbuhan dan perkembangan
anggrek dendrobium anosmum pada media kultur in vitro dengan beberapa
konsentrasi air kelapa. Agrologia 1(1):1-12
Yuliarti, Nurheti. 2010. Kultur jaringan skala rumah tangga. Yogyakarta: Lily
Publisher
Yuniastuti E. 2012. Petunjuk praktikum kultur jaringan. Surakarta: Uns Press.

18

19

II. KULTUR BIJI (TOMAT DAN KEDELAI)


A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perbanyakan tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang
singkat dan tempat terbatas sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan
kualitas pertanian. Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif. Salah satu metode pada kultur jaringan yang
banyak digunakan adalah kultur biji. Metode kultur biji dapat dihasilkan
tanaman baru secara in vitro dengan jumlah yang tidak terbatas, yang
menjadi dasar dari teknik kultur biji ini adalah mengisolasi jaringan yang
tepat bagi tanaman.
Melalui kultur biji tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai
kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Perbanyakan dengan
menggunakan metode kultur biji memungkinkan kita untuk mendapatkan
anakan yang memiliki sifat yang sama dengan induknya. Kelebihan dari
metode ini adalah mendapatkan bibit baru dalam jumlah banyak dan dalam
waktu yang relatif singkat. Anakan yang dihasilkanpun juga bisa
dikendalikan dari hama dan penyakit. Kultur biji adalah metode untuk
mengisolasi bagian yang diinginkan bagi tanaman, seperti contoh
protoplasma, atau sel dan jaringan yang dikehendaki.
Praktikum kultur biji ini perlu diketahui mahasiswa pertanian agar
lebih mengetahui cara-cara perbanyakan yang masih jarang digunakan dan
agar lebih mengembangkan metode kultur jaringan ini. Secara umum,
praktikum kultur biji bermanfaat bagi petani agar petani bisa mengetahui
cara mendapatkan anakan yang sama dengan induknya dalam waktu yang
singkat dan dalam jumlah banyak. Sehingga bisa meningkatkan
produktifitas petani.

19

2. Tujuan
Tujuan praktikum Acara II Kultur Jaringan acara Kultur Biji (Tomat
dan Kedelai) adalah :
a. Mengetahui cara sterilisasi dari kultur biji
b. Mempelajari cara penanaman kultur biji
c. Mengetahui pengaruh media terhadap kultur biji
d. Mengetahui pengaruh pemberian mutagen terhadap kultur biji (kedelai)
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Teknologi Kultur Jaringan acara II Kultur Biji (Tomat dan
Kedelai) dilakasanakan pada hari Jumat , 25 Maret 2016 pukul 15.00-17.00
WIB bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
B. Tinjauan Pustaka
Kultur embrio berguna dalam menolong embrio hasil persilangan
seksual antara spesies atau genera yang berkerabat jauh yang sering kali gagal
karena embrio hibridanya mengalami keguguran. Kultur embrio telah
digunakan untuk menghasilkan hibrida untuk beberapa spesies tanaman.
Media kultur embrio mencakup garam-garam anorganik, sukrosa, vitamin,
asam amino, hormon, dan substansi yang secara nutrisi tidak terjelaskan
seperti santan kelapa. Embrio yang lebih muda membutuhkan media yang
lebih kompleks dibandingkan dengan embrio yang lebih tua. Perpindahan
embrio dari lingkungan normal dalam biji akan mengatasi hambatan yang
ditimbulkan oleh kulit biji yang sulit ditembus (Nasir 2002)
Proses perkecambahan pada kultur embrio dimulai dari Benih menyerap
air melalui testa, Embrio mengalami imbibisi, membengkak, pembelahan sel
dimulai, dan embrio menembus kulit biji, Protocorm terbentuk dari massa
embrio, Diferensiasi organ dimulai dengan pembentukan meristem tunas dan
rhizoid, jika ada cahaya, daun terbentuk, diikuti oleh akar sejati. Rhizoid dan
protocorm tidak berfungsi lagi dan terdegenerasi (Rindang et al. 2012).
Keberhasilan aklimatisasi kedelai ditentukan oleh berbagai faktor.
Secara umum, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
20

aklimatisasi tanaman kedelai adalah kondisi planlet (ukuran bibit, perakaran),


kondisi lingkungan (ketepatan media tumbuh yang digunakan dan kelembapan
udara), ketepatan perlakuan pra dan pasca transplantasi dari media in vitro ke
media tanah, dan sanitasi lingkungan dari infeksi penyakit. Kedelai adalah
tanaman rekalsitran dan sensitif terhadap lingkungan. Salah satu kendala
dalam perakitan kedelai unggul transgenik adalah kegagalan aklimatisasi, oleh
karena itu untuk menghindari kehilangan kandidat putatif transgenik yang
memiliki sifat tertentu, sebelum diaklimatisasi perlu dilakukan perbanyakan
secara in vitro (Husni et al. 2004)
Struktur kalus dari berbagai varietas yang digunakan berbeda-beda
tergantung kepada formulasi yang digunakan. Biasanya struktur kalus
menggambarkan daya regenerasinya membentuk tunas dan akar. Kalus yang
berbentuk globular (nodul-nodul) dan berwarna bening biasanya mempunyai
kemampuan lebih tinggi untuk membentuk tunas daripada kalus yang bersifat
kompak dan berwarna coklat-kehitaman. Dalam hal ini media yang digunakan
untuk memacu regenerasi kalus akan sangat menentukan. Keseimbangan
nutrisi dalam media tumbuh sangat mempengaruhi pertumbuhan kalus
maupun diferensiasinya membentuk tunas (Purnamaningsih 2006).
Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan berwarna putih, putih
kekuningan atau cokelat muda. Panjangnya 3-5 mm dan lebarnya 2-4 mm. Biji
saling melekat, diselimuti daging buah, dan tersusun berkelompok dengan
dibatasi daging buah. Jumlah biji setiap buahnya bervariasi, tergantung pada
varietas dan lingkungan, maksimum 200 biji/ buah. Umumnya biji digunakan
untuk bahan perbanyakan tanaman. Biji mulai tumbuh setelah ditanam 5-10
hari (Syahid 2007).
Teknik kultur jaringan pada tanaman kedelai dapat membantu pemulia
dalam merakit varietas unggul kedelai, misalnya kedelai transgenik toleran
hama penggerek polong (Pardal et al. 2005). Hambatan utama pemulia kedelai
dalam merakit tanaman setelah menguasai regenerasi adalah aklimatisasi
(Slamet et al. 2005). Pada tanaman kedelai, eksplan yang digunakan dalam
kultur in vitro sangat beragam, dapat menggunakan apikal akar, batang

21

maupun jaringan meristimatis daun, namun kendala yang dihadapinya adalah


trikhoma yang menutupi seluruh permukaan daun, sehingga menyulitkan
dalam strilisasi. Namun kendala ini dapat diatasi dengan penambahan tween,
namun demikian tetap dapat meningkatkan resiko kontaminasi (Rodrigues et
al. 2006). Perakitan varietas unggul kedelai dengan pendekatan teknik
rekayasa genetik masih terhambat oleh penguasaan teknik regenerasi yang
kurang efektif dan kurang efisien karena sulit diulang, keberhasilan
transformasi sangat rendah, berkisar antara 3-5% (Pardal 2002).
Tahapan kegiatan transformasi genetik kedelai, teknik kultur jaringan
diperlukan dalam meregenerasikan sel atau jaringan transgenik. Tanpa sistem
regenerasi tanaman yang efisien, akan sulit diperoleh tanaman transgenik yang
diinginkan. Inilah yang merupakan salah satu alasan penggunaan teknik kutur
jaringan dalam perbanyakan tanaman kedelai. Dua faktor yang mempengaruhi
keberhasilan regenerasi yaitu faktor internal sel/jaringan eksplan dan faktor
lingkungan. Faktor internal meliputi genotipe (varietas) tanaman, asal
jaringan, tingkat perkembangan dan diferensiasi sel. Faktor lingkungan
meliputi komposisi media, suhu, dan cahaya (Marveldani et al. 2007).
Penggunaan metode kultur biji mempunyai kekurangan dan kelebihan
seperti metode yang lainnya. Kultur biji mempunyai keunggulan dapat
menghasilkan biji yang lebih banyak. Media yang digunakan untuk kultur biji
ini juga memiliki banyak nutrisi dan zat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman. Zat-zat yang disediakan ini membantu lebih mudahnya budidaya
dengan kultur biji. Metode kultur biji ini biasanya menggunakan penambahan
N yang sangat dibutuhkan tanaman sehingga lebih tersedia. Kekurangannya
yaitu untuk melakukan kultur biji ini harus benar-benar steril baik tempat, alat,
bahan, dan peneliti yang akan melakukan kultur (Mukaromah 2013).

22

C. Cara Kerja, Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum Kultur Biji adalah :
a. LAFC (Laminar Air Flow Chamber)
b. Botol-botol kultur
c. Petridish
d. Pipet tetes
e. Gelas ukur
f. Becker glass
g. Pinset
h. Kertas buram
i. Karet gelang
j. Lampu spiritus
k. Hot plate
l. Magnetic stirrer
m. Timbangan analitik
n. Autoclave
o. sprayer
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum Kultur Jaringan acara Kultur
Biji adalah :
a. Eksplan : Biji Tomat dan Kedelai
b. Media kultur MS
c. Alcohol 96%
d. Aquadest steril
e. Spirtus
f. Chlorox (sunclin)
g. HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N
h. Detergen air destilata steril
i. Agar sukrosa
j. Kolkhisin 0,01%

23

3. Cara Kerja
a. Sterilisasi dan Penanaman Bahan Tanam
1) Biji Kedelai
a) Mempersiapkan bahan tanam (eksplan) yang sudah direndam
dalam kolkhisin selama 6-8 jam
b) Mempersiapkan aquades steril, alcohol dan media (Media MS)
c) Mempersiapkan peralatan tanam dan mensterilkan alat-alat
tersebut dengan menggunakan alcohol (dengan cara disemprot)
d) Merendam biji kedelai kedlam larutan khlorox selama 2 menit lalu
lewatkan api hingga memuai
e) Mengambil embrio kedaelai dengan cara membelah bijinya
f) Melakukan penanaman dalam media kultur MS. Setiap botol
ditanam dengan satu embrio
g) Menutup botol kultur dengan menggunakan tutup botol kultur dan
diberi plastic wrap secra rapat supaya botol kultur tetap steril
h) Menyimpan hasil kultur yang sudah ditanam pad arak diruang
pertumbuhan
2) Biji tomat
a) Mencuci biji tomat menggunakan sunlight lalu membilas dengan
aquades hingga bersih
b) Menyimpan biji tomat yang telah bersih didalam botol kultur lalu
ditutup rapat dan meletakkan didalam LAF
c) Memsterilkan biji tomat didalam LAF dengan mencelupkan
sebentar di dalam larutan khlorox selama 1 menit lalu melewatkan
api hingga memuai
d) Melakukan penanaman dalam media kultur MS. Setiap botol
ditanam dua biji tomat
e) Menutup botol kultur dengan menggunakan tutup botol kultur dan
diberi plastic wrap secra rapat supaya botol kultur tetap steril
f) Menyimpan hasil kultur yang sudah ditanam pad arak diruang
pertumbuhan

24

b. Pengamatan
1) Saat munculnya akar, tunas, dan daun diamati setiap hari
2) Panjang akar, tunas, dan daun diamati seminggu sekali
3) Jumlah akar, tunas dan daun diamati seminggu sekali
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Tabel Pengamatan
Tabel 2.1 Pengaruh BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Eksplan Tomat (Solanum lycoperscum)
Ulangan

Saat Muncul (HST)

Jumlah

Tanggal

Keterangan
Akar

5 HST
16 HST
28 HST

31-032016
07-042016
14-42016

Tunas

Daun

Kalus

Akar

Tunas

Daun

Hidup

Hidup

Hidup

Sumber : Hasil Pengamatan

(a)

(b)

Gambar 2.1 (a) Hasil awal penanaman eksplan


penanaman eksplan tomat.

25

tomat (b) hasil akhir

Tabel 2.2 Pengaruh BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan


Eksplan kedelai (Glycine max)
Ulangan

Saat Muncul (HST)

Jumlah

Tanggal

Keterangan
Akar

Tunas

Daun

Kalus

Akar

Tunas

Daun

5 HST

31-032016

Hidup

16 HST

07-042016

Hidup

28 HST

14-42016

Hidup

Sumber : Hasil Pengamatan

(a)

(b)

Gambar 2.2 (a) Hasil awal penanaman eksplan kedelai (b) hasil akhir
penanaman eksplan kedelai.
2. Pembahasan
Bahan yang digunakan pada praktikum acara ini adalah tanaman
tomat (Solanum lycoperscum) dan kedelai (Glycine max). Cara kultur
jaringan pada kedelai yang diterapkan adalah menggunakan embrionya
sedangkan tomat adalah bijinya. Langkah awal pada kultur jaringan yaitu
membuat media tanaman dari campuran agar-agar yang sudah dicampur
dengan larutan perangsang tumbuh atau yang biasa dikenal dengan ZPT
yaitu BAP. Setelah itu mensterilkan peralatan yang akan digunakan untuk
menghilangkan risiko kontaminasi yang disebabkan oleh virus, bakteri
maupun jamur.
Menurut Nursyamsi (2010), kebutuhan bibit yang besar
seringkali tidak dapat dipenuhi dengan hanya menggantungkan pada

26

perbanyakan tanaman secara generatif karena adanya keterbatasanketerbatasan, antara lain musim berbuah yang terbatas waktunya, sifat-sifat
keturunan yang variatif, membutuhkan tempat yang luas, dan keterbatasan
jumlah benih yang dihasilkan. Untuk itu maka diperlukan adanya alternatif
perbanyakan tanaman sehingga kebutuhan bibit dapat terpenuhi. Berbagai
cara dilakukan para peneliti untuk dapet meningkatkan kebutuhan bagi
masyarakat, salah satunya dengan kultur biji atau budidaya in vitro.
Metode ini diupayakan agar dapat menghasilkan tanaman yang diinginkan.
Komposisi media tanam yang berpengaruh pada keberhasilan
kultur jaringan adalah hara makro, hara mikro, zat pengatur tumbuh dan
karbo hidrat (gula). Zat pengatur tumbuh memainkan peranan yang sangat
penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan melalui pengaruhnya
terhadap pembelahan sel, pembesaran sel dan diferensiasi sel. Gula
diperlukan untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat dari
atmosfir melalui fotosintesis. Setiap tanaman dan bagian tanaman yang
dikulturkan membutuhkan hara, zat pengatur tumbuh dan karbohidrat yang
berbeda, apabila kekurangan unsur-unsur tersebut tidak akan terjadi
pertumbuhan ataupun perkembangan sel, tetapi sebaliknya apabila
kelebihan akan berakibatkan kematian, sehingga diperlukan banyak
penelitian untuk menentukan komposisi yang tepat agar supaya kultur
anther dapat berhasil. ZPT yang digunakan dalam kultur jaringan ubi jalar
ini adalah BAP.
Menurut Hartmann (2006), sitokinin (BAP) sangat penting
peranannya dalam pembelahan sel dan morfogenesis, serta memacu
terjadinya pembelahan sel. Di dalam tubuh tanaman, zat pengatur tumbuh
tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi saling berinteraksi yang dicirikan
dalam perkembangan tanaman. Perbandingan konsentrasi antara zat
pengatur tumbuh tersebut arah pertumbuhan tanaman.
ZPT sangat berpengaruh dalam pertumbuhan suatu eksplan. ZPT
dapat memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah
ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila

27

tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. Salah satu ZPT
yang digunakan dalam penanaman eksplan bawang putih ini adalah BAP.
BAP merupakan sejenis sitokinin buatan yang dapat memacu pertumbuhan
tunas dalam penanaman suatu eksplan.
Kegiatan kultur jaringan memiliki beberapa faktor yang
mempengaruhi

antara lain kondisi eksplan, media dan lingkungan.

Eksplan yang berasal dari bagian vegetatif lebih cepat beregenerasi dari
pada yang berasal dari bagian generatif. Media kultur merupakan salah
satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur
jaringan. Berbagai komposisi media kultur telah diformulasikan untuk
mengoptimalkan

pertumbuhan

dan

perkembangan

tanaman

yang

dikulturkan.
Menurut Zulkarnain (2019), lingkungan kultur merupakan hasil
interaksi antara bahan tanaman, wadah kultur, dan lingkungan eksternal
ruang kultur, memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap suatu sistem
kultur jaringan. Secara teoritis, semua variabel di dalam setiap wadah
kultur pada ruang kultur yang sama adalah seragam. Sebagai
konsekuensinya, hal yang sama terjadi pula di wadah-wadah kultur pada
ruang kultur yang lain. Agar pertumbuhan kultur seragam maka
keseragaman faktor lingkungan harus diupayakan, tidak hanya di dalam
ruang kultur, tetapi juga di dalam semua wadah kultur dengan cara
menggunakan wadah yang seragam.
Berdasarkan tabel pengamatan, eksplan yang ditanam pada botol
kultur mengalami pertumbuhan. Pengamatan pertama yang dilakukan 5
HST

menunjukkan

pertumbuhan

bahwa

sedangkan

pada
pada

biji
embrio

kedelai

belum

kedelai

mengalami

sudah

terlihat

pertumbuhannya. Pengamatan kedua dilakukan 16 HST, pada embrio


kedelai semakin tinggi dan pada biji tomat mulai terlihat adanya
pertumbuhan. Pengamatan ketiga dilakukan 28 HST, pada keduanya
terlihat sama-sama mengalami pertumbuhan.

28

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa:
a. Bahan yang digunakan pada praktikum acara ini adalah tanaman tomat

(Solanum lycoperscum) dan kedelai (Glycine max).


b. Komposisi media tanam yang berpengaruh pada keberhasilan kultur

jaringan adalah hara makro, hara mikro, zat pengatur tumbuh dan
karbo hidrat (gula).
c. Eksplan tomat (Solanum lycoperscum) dan kedelai (Glycine max)

mengalami pertumbuhan.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini antara lain:
a.

Sterilisasi alat, bahan dan kebersihan laboratorium perlu diperhatikan


lagi untuk mencegah resiko kontaminasi.

b.

Praktikan sebaiknya lebih menjaga kesterilan alat maupun lingkungan


serta kegiatan selama proses kultur jaringan untuk mencegah risiko
ada kontaminasi

c.

Komposisi pada media harus diperhatikan.

29

DAFTAR PUSTAKA
Desai N, 1 G. W. Chism. 2006. Changes in cytokinin activity in the ripening
tomato fruit. Journal of Food Science, 43. 1324 1326
Hartmann H T. 2006. Plant propagation principles and practices. New Jersey:
Prientice Hall Inc.
Husni A, S. Hutami, M. Kosmiatin, I. Mariska. 2004. Seleksi in vitro tanaman
kedelai untuk meningkatkan sifat toleran kekeringan. Jurnal Penelitian
Pertanian. 23(2):93-100.
Lingga. 2007. Anthurium. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Nasir M. 2002. Bioteknologi molekuler. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
Nugroho A, Heru S. 2005. Pedoman pelaksanaan teknik kultur jaringan. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Nursyamsi. 2010.Teknik kultur jaringan sebagau alternatif perbanyakan tanaman
untuk mendukung rehabilitasi lahan. Jurnal Penelitian 12 (2) : 85-100
Pardal SJ. 2002. Perkembangan penelitian regenerasi dan transformasi pada
Tanaman Kedelai. Buletin Agrobio 5(2):37-44
Pardal SJ, GA Wattimena, H Aswidinoor, dan M Herman. 2005. Transformasi
genetic kedelai dengan gen proteinase inhibitor II menggunakan teknik
penembakan partikel. J AgroBiogen 1(2): 5361.
Purnamaningsih R. 2006. Induksi kalus dan optimasi regenerasi empat varietas
padi melalui kultur in vitro. J AgroBiogen 2(2): 74-80.
Rodrigues LR, Marcelo JSO, Mariath JEA, and Bodanese-Zanettini MH. 2006.
Histology od embryogenic responses in soybean ather culture. Plant Cell
Tissue and Organ Culture 80 : 129 137.
Rindang Dwiyani, Azis Purwantoro , Ari Indrianto and Endang Semiarti. 2012.
Konservasi anggrek alam Indonesia vanda tricolor lindl. Varietas suavis
melalui kultur embrio secara in vitro. J Bumi Lestari 12(1):93 98
Slamet. 2005. Perkembangan teknik aklimatisasi tanaman kedelai hasil regenerasi
kultur in vitro. J Litbang Pertanian 30(2)
Slamet. 2011. Regenerasi kedelai melalui kultur epikotil dan teknik aklimatisasi. J
Penelitian 30 (1) : 38-42
Syahid SF dan Kristina NN. 2007. Induksi dan regenerasi kalus tomat
(Lycopersicum esculantum) secara in vitro. J littr 13(4): 142-146
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta

30

31

III. KULTUR MERISTEM LATERAL (ANGGUR DAN NANAS)


A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Meristem lateral atau meristem samping merupakan meristem yang
menghasilkan pertumbuhan sekunder. Pertumbuhan sekunder merupakan
proses penebalan pada akar dan batang tumbuhan, misalnya pembesaran
akar dan batang. Meristem lateral disebut juga sebagai kambium.
Kambium muncul dari dalam jaringan meristem yang telah ada pada akar
dan batang dan membentuk jaringan sekunder. Ada dua macam kambium
yang dapat berkembang pada tumbuhan dalam membentuk pertumbuhan
sekunder yaitu kambium vaskuler dan kambium gabus (felogen).
Kambium vaskuler berperan dalam penebalan selama pertumbuhan
sekunder, sedangkan kambium gabus menghasilkan lapisan pelindung atau
disebut lapisan periderm (gabus). Lapisan periderm terbentuk dibagian
luar akar atau batang yang membesar ketika lapisan epidermis rusak
karena ketebalannya bertambah sebagai akibat aktivitas kambium
vaskuler.
Kultur meristem merupakan salah satu metoda dalam teknik kultur
jaringan dengan menggunakan eksplan berupa jaringan meristematik baik
meristem pucuk terminal atau meristem dari tunas aksilar. Tujuan utama
aplikasi kultur meristem adalah mendapatkan dan memperbanyak tanaman
yang bebas virus (eliminasi virus dari bahan tanaman). Kultur meristem
sebagai metoda untuk perbanyakan tanaman yang bebas virus sudah secara
luas diaplikasikan terutama pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem
pada umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi
bersama dengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra
duplikasi DNA dapat dihindarkan.
Kultur jaringan akan lebih besar keberhasilannya bila menggunakan
jaringan meristem. Jaringan meristem adalah jaringan muda, yaitu jaringan
yang terdiri dari sel-sel yang selalu membelah, dinding tipis, plasmanya
penuh dan vakuolanya kecil-kecil. Jaringan meristem keadaannya selalu
31

membelah, sehingga mempunyai zat hormon yang mengatur pembelahan.


Mahasiswa perlu mengetahui teknik kultur meristem apikal sehingga perlu
dilaksanakannya praktikum kultur meristem lateral (anggur dan nanas) ini.
2. Tujuan
Praktikum Acara III Kultur Meristem Lateral (anggur dan nanas)
dilakasanakan dengan tujuan sebagai berikut:
a.

Mengetahui teknik kultur meristem lateral (anggur dan nanas).

b.

Mengetahui cara sterilisasi dari kultur meristem lateral (anggur dan


nanas).

c.

Mempelajari cara penanaman kultur meristem lateral (anggur dan


nanas).

3. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum Acara III Kultur Meristem Lateral (Anggur dan Nanas)
dilaksanakan pada hari Kamis, 31 Maret 2016 pukul 15.00-17.00 WIB
bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

32

B. Tinjauan Pustaka
Kultur meristem adalah kultur jaringan tanaman menggunakan
eksplan berupa jaringan meristematik. Jaringan meristem yang digunakan
dapat berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas aksilar, dalam
kegiatan seperti tersebut di atas pertumbuhan dan perkembangan plantlet
diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna. Teknik kultur meristem
dapat dimanfaatkan sebagai cara perbanyakan tanaman terutama pada
tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil karena mitosis
pada sel-sel meristem terjadi bersama dengan pembelahan sel yang
berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan, hal ini
menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman donornya.
Aplikasi kultur meristem juga dimanfaatkan untuk eliminasi virus dari
jaringan tanaman, dan penyimpanan materi plasma nutfah dalam suhu rendah
(teknik kriopreservasi) (Karjadi 2007).
Salah satu tahapan dalam teknik kultur in vitro adalah penggandaan
tunas. Tunas yang digandakan dapat berasal dari tunas mikro hasil induksi
meristem apikal sebagai sumber eksplan, sehingga disebut kultur meristem.
Kelebihan kultur meristem adalah mampu menghasilkan bibit tanaman yang
identik dengan induknya dan bebas virus. Kultur meristem mampu
meningkatkan laju induksi dan penggandaan tunas, mampu memperbaiki
mutu bibit yang dihasilkan, serta mampu mempertahankan sifat-sifat
morfologi yang positif (Suyadi et al. 2008).
Kultur meristem adalah kultur jaringan tanaman menggunakan
eksplan dari jaringan meristem. Tunas apikal mahkota nanas merupakan salah
satu jaringan meristem yang dapat digunakan sebagai eksplan untuk kultur
jaringan. Setiap buku batang dan mahkota nanas terdapat tunas-tunas dorman
yang akan tumbuh membentuk tunas buah (slip) dan tunas batang (sucker).
Keberhasilan kultur meristem mahkota nanas sangat tergantung

pada

keseimbangan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan pada media kultur. Zat
pengatur tumbuh auksin dapat bersumber dari bahan organik seperti ekstrak
tauge

(kecambah

kacang

hijau),

33

sedangkan

untuk

sitokinin

dapat

menggunakan

sitokinin

sintetik

yaitu

Benzil

Amino

Purin

(BAP)

(Rupina et al. 2015).


Teknik kultur jaringan terdapat penambahan suatu zat pengatur
tumbuh yang pengaruhnya nyata . IBA dan BAP merupakan dua jenis ZPT
yang sudah banyak digunakan pada kultur in vitro, terutama pada tanaman
anggur. Eksplan tunas aksilar anggur varietas Perlette mampu membentuk
tunas pada media dengan penambahan 1 mg/L BAP dan pengakaran
maksimal diperoleh pada media dengan penambahan 2 mg/L IBA
(Cerianingsih 2015).
Kondisi fisiologis eksplan memiliki peranan penting bagi keberhasilan
teknik kultur jaringan. Kondisi fisiologis dari suatu tanaman bervariasi secara
alami, sejalan dengan pertumbuhan tanaman yang melewati fase-fase yang
berbeda dan perubahan kondisi lingkungan. Suatu respon pertumbuhan
tertentu di dalam sistem kultur jaringan adalah sebagai hasil interaksi antara
kondisi fisiologis bersih dari tanaman bersangkutan akibat pengaruh kondisi
internal dan eksternal (Zulkarnain 2009).
Salah satu faktor keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro
adalah pemilihan bahan eksplan. Bahan eksplan yang masih muda adalah
eksplan yang baik untuk perbanyakan tanaman secara in vitro. Semakin tua
organ tanaman eksplan, maka proses pembelahan dan regenerasi sel
cenderung menurun, oleh karena itu jaringan yang masih muda lebih baik
digunakan karena pada umumnya jaringan tersebut masih berproliferasi
daripada jaringan yang berkayu atau yang sudah tua. Faktor lain penunjang
keberhasilan kultur jaringan tanaman adalah komposisi media tanam.
Komposisi media kultur jaringan umumnya meliputi unsur makronutrien,
mikronutrien, zat pengatur tumbuh dan asam amino. Asam amino merupakan
penyusun protein yang memiliki berbagai fungsi pada tumbuhan diantaranya
sebagai pendukung, mengangkut substansi lain, pengkoordinasi aktifitas
organisme, perespon sel terhadap rangsangan, pergerakan, perlindungan
terhadap penyakit dan mempercepat reaksi-reaksi kimiawi secara selektif
(Rasullah et al. 2013).

34

Faktor lain yang mendukung keberhasilan persentase tumbuh eksplan


pada penelitian ini diduga dari media MS yang digunakan sudah mengandung
komposisi yang lengkap untuk pertumbuhan eksplan. Pemberian hormon
dengan beberapa konsentrasi pada media MS memberikan persentase tumbuh
eksplan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, karena media
mengandung vitamin, dan unsur hara makro, mikro sehingga cukup untuk
memacu pertumbuhan eksplan. Pertumbuhan organ vegetatif dipengaruhi
oleh kandungan nitrogen dalam media, dan sumber N organik paling tinggi
terdapat pada media MS dibandingkan media lainnya (Wahyuni 2009).
C. Alat, Bahan, dan Cara Kerja
1.

2.

Alat
a.

LAFC lengkap dengan lampu bunsen

b.

Petridish dan botol-botol kultur

c.

Peralatan diseksi, yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes

Bahan
a.

Eksplan berupa meristem lateral tanaman Anggur (Vitis vinivera)


dan Nanas (Ananas comosus)

3.

b.

Media kultur

c.

Alkohol 70%

d.

Aquadest steril

e.

Spirtus

f.

Chlorox (Sunclin) 100%

g.

Sunlight

h.

Agar

i.

Sukrosa

Cara Kerja
a.

Mempersiapkan bahan tanam kultur meristem (anggur dan nanas)

b.

Mensterilisasikan eksplan
1) Memotong meristem lateral anggur dan nanas seukuran tidak
melebihi botol kultur.

35

2) Mencuci meristem lateral dengan sunlight kemudian mencuci


dengan air mengalir hingga bersih.
3) Merendam meristem lateral anggur dalam larutan agrept 1gr/100
ml dan dithane 1,5 gr/100 ml selama 15 menit lalu mencuci
dengan aquades hingga bersih.
4) Merendam meristem lateral nanas dalam larutan Tween 20
selama 15 menit lalu mencuci menggunakan aquades hingga
bersih.
5) Meletakkan eksplan yang telah disterilisasi ke dalam botol
kultur yang ditutup rapat kemudian diletakkan dalam LAF.
c.

Penanaman meristem lateral anggur dan nanas


1) Menyiapkan alat-alat yang akan digunakan serta membersihkan
LAF (Laminar Air Flow)
2) Meletakkan eksplan yang telah steril ke dalam LAF
3) Merendam eksplan ke dalam aquades steril sebanyak 2x
4) Mengambil eksplan lalu memasukkan ke dalam chlorox 100%
dan merendam 1 menit atau sampai bekas potongan berwarna
keputihan.
5) Mengangkat

lalu

meletakkan

pada

botol

kosong

dan

memindahkan satu per satu pada petridish


6) Memotong eksplan hingga 1-2 cm
7) Membuka botol kultur berisi media lalu membersihkannya
dengan tisu steril
8) Menanam eksplan pada media di dalam botol kultur dengan
melewatkan diatas api spirtus lalu menutup kembali dan
membungkus dengan plastik wrap dan diberi label.
d.

Pemelihara bahan tanam


1) Menempatkan botol-botol media berisi eksplan di rak-rak kultur
2) Menjaga keadaan lingkungan di luar botol, seperti suhu,
kelembaban, dan cahanya

36

3) Melakukan penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus 2


hari sekali untuk mencegah kontaminasi
e.

Pengamatan
1) Saat munculnya akar, tunas dan daun diamati setiap hari.
2) Panjang akar, tunas dan daun diamati seminggu sekali.
3) Jumlah akar, tunas dan daun diamati seminggu sekali.

D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


1. Tabel Pengamatan
Tabel 3.1 Pengaruh BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Eksplan
Nanas (Ananas comosus)
Saat Muncul (HST)
Ulangan

Akar

HST

Jumlah

Tanggal

07-042016

Tunas

Daun

Akar

Tunas

Daun

Keteranga
n

Kontamina
si

Sumber : Hasil Pengamatan

(a)

(b)

Gambar 3.1 (a) Hasil awal penanaman eksplan nanas (b) Hasil akhir penanaman
eksplan nanas

37

Tabel 3.2 Pengaruh BAP terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Eksplan


Anggur (Vitis vinifera)
Saat Muncul (HST)
Ulangan

HST

Jumlah

Tanggal

24-032016

Akar

Tunas

Daun

Akar

Tunas

Daun

Keteranga
n

Kontamina
si

Sumber : Hasil Pengamatan

(a)

(b)

Gambar 3.2 (a) Hasil awal penanaman eksplan anggur (b) hasil akhir
penanaman eksplan anggur
2. Pembahasan
Kultur meristem (meristem culture) adalah kultur jaringan
tanaman

dengan

menggunakan

eksplan

berupa

jaringan-jaringan

meristematik. Jaringan meristem yang digunakan dapat berupa meristem


pucuk terminal atau meristem tunas aksilar. Perkembangan dalam kultur
meristem, diarahkan untuk mendapatkan tanaman sempurna dari jaringan
meristem tersebut dan dapat sekaligus diperbanyak. Kultur meristem sudah
secara luas diterapkan untuk tujuan perbanyakan tanaman, terutama pada
tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada umumnya stabil, karena
mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama pembelahan sel yang
berkesinambungan, sehingga ekstra duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal
ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan identik dengan tanaman

38

donornya. Teknik kultur meristem dalam kultur jaringan melibatkan


pemotongan bagian puncak tunas yang kemudian dikulturkan dalam suatu
media, dan disinilah terjadi defenersiasi dan pertumbuhan sempurna
tanaman. Cara pelaksanaan kultur meristem hampir sama dengan cara
pelaksanaan teknik kultur jaringan pada umumnya, perbedaannya terletak
pada bahan yang digunakan.
Menurut Rikky (2007), meristem lateral merupakan meristem
silindris yang terdapat pada batang dan akar tumbuhan dikotil. Aktivitas
meristem ini menghasilkan pembesaran diameter batang dan akar. Proses
ini dikenal dengan pertumbuhan sekunder. Pertumbuhan ini membuat
tumbuhan menjadi kokoh dan memungkinkan untuk bertambah tinggi
mencari cahaya matahari. Berdasarkan kegiatan praktikum kultur jaringan
acara kultur meristem lateral bahan yang di gunakan yaitu nanas (Ananas
comosus) dan anggur (Vitis vinifera).
Menurut Lakitan (2009), keberhasilan pembentukan tunas
adventif secara langsung ini sangat tergantung pada bagian tanaman yang
digunakan sebagai eksplan serta sangat dipengaruhi oleh spesies atau
varietas tanaman asal eskplan tersebut. Kondisi tanaman yang responsif,
hampir semua bagian tanaman seperti (daun, akar, batang, meristem, dll.)
dapat dirangsang membentuk organ adventif, namun pada tanaman lainnya
tunas adventif ini hanya dapat terbentuk pada bagian-bagian tanaman
tertentu saja seperti umbi lapis, embrio atau kecambah. Seperti halnya
teknik mikropropagasi lainnya, tunas adventif secara langsung ini
terbentuk melalui serangkaian tahap mulai inisiasi (tahap 1). Eksplan
apabila berada pada kondisi aseptis dan tunas mulai tumbuh, eksplan dapat
langsung disubkulturkan ke media perbanyakan (atau media yang sama
dengan inisiasi: tergantung varietas) untuk memperbanyak tunas-tunas
adventif dari mata tunas adventif yang telah terbentuk pada tahap
sebelumnya. Tunas-tunas tersebut selanjutnya dipisahkan, diakarkan dan
diaklimatisasi untuk memproduksi tanaman lengkap dan utuh yang dapat
tumbuh dalam keadaan alamiah.

39

Pertumbuhan dan morfogenesis tanaman secara in vitro


dikendalikan oleh keseimbangan dan interaksi dari ZPT yang ada didalam
eksplan baik endogen maupun eksogen yang diserap dari media. Tingginya
konsentrasi ZPT yang terakumulasi didalam eksplan menjadi pemicu
terhambatnya pertumbuhan eksplan, pada penggunaan eksplan tunas
dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan persentase tumbuh menurun
disebabkan pada eksplan tunas telah dihasilkan fitohormon alami,
sehingga aplikasi BAP dari tanaman akan meningkatkan kadar zat
pengatur tumbuh tanaman. .
Menurut Hartmann (2006), yang menyatakan bahwa sitokinin
(BAP) penting peranannya dalam pembelahan sel dan morfogenesis,
serta memacu terjadinya pembelahan sel. Tubuh tanaman mempunyai
zat pengatur tumbuh (ZPT) yang tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi
saling berinteraksi yang dicirikan perkembangan tanaman sehingga
perbandingan konsentrasi antara zat pengatur tumbuh (ZPT) tersebut
arah pertumbuhan tanaman. Berdasarkan praktikum kali ini pengaruh
pemberian sitokinin belum berpengaruh secara nyata, karena eksplan
terlebih dahulu terkena kontaminasi, sedangkan menurut Miryam (2008)
menyatakan salah satu

faktor yang menentukan keberhasilan kultur

jaringan adalah zat pengatur tumbuh. Benzil Amino Purin (BAP) adalah
zat pengatur tumbuh
dengan

golongan sitokinin yang jika dikombinasikan

Naphtalene Asetic Acid (NAA) dari

golongan auksin akan

mendorong pembelahan sel dan pembentukan morfogenesis tanaman.


ZPT sangat berpengaruh dalam pertumbuhan suatu eksplan. ZPT
dapat memacu pembentukan fitohormon (hormon tumbuhan) yang sudah
ada di dalam tanaman atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila
tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik. Salah satu ZPT
yang digunakan dalam penanaman eksplan bawang putih ini adalah BAP.
BAP merupakan sejenis sitokinin buatan yang dapat memacu pertumbuhan
tunas dalam penanaman suatu eksplan.

40

Menurut Santosa dan Nursandi (2006), organ merupakan bahan


yang paling umum digunakan dalam kegiatan kultur jaringan. Bahan
itu meliputi : daun, batang, akar, biji, tunas, embrio, anther, kepala
sari dan lain sebagainya. Bahan-bahan ini ada yang memang langsung
digunakan sebagai bahan kultur awal sehingga hanya sebagai jalan
untuk mendapatkan produk yang diinginkan, tetapi ada juga yang hanya
untuk mendapatkan organ juvenil, atau kalus yang umumnya relative
bersifat meristematik dan steril.
Faktor lain yang mendukung keberhasilan persentase tumbuh
eksplan pada penelitian ini diduga dari media MS yang digunakan sudah
mengandung komposisi yang lengkap untuk pertumbuhan eksplan.
Menurut Wahyuni (2009), yang menyatakan bahwa pemberian hormon
dengan beberapa konsentrasi pada media MS memberikan persentase
tumbuh eksplan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya,
karena media mengandung vitamin, dan unsur hara makro, mikro
sehingga

cukup

untuk

memacu

pertumbuhan

eksplan. Selain itu

menambahkan bahwa pertumbuhan organ vegetatif dipengaruhi oleh


kandungan nitrogen dalam media, dan sumber N organik paling tinggi
terdapat pada media MS dibandingkan media lainnya.
Menurut Husen (2008), kontaminasi dari eksplanlah yang paling
sulit diatasi karena dalam hal ini metode sterilisasi harus

selektif.

Sterilisasi telah dilakukan dengan berbagai cara, namun kadangkadang kontaminasi tetap terjadi. Dalam hal ini dikarenakan pada
eksplan

telah

terjadi

kontaminasi

internal.

Cara penanggulangan

dilakukan dengan perlakuan pada tanaman yang akan dijadikan sebagai


sumber eksplan. Perlakuannya adalah mengisolasi eksplan, disemprot
dengan bakterisida, fungisida selama 3 bulan setiap hari dengan
konsentrasi 150-200 mg/l.
Berdasarkan tabel pengamatan, eksplan nanas dan anggur yang
ditanam di dalam botol kultur tidak ada yang tumbuh karena terkena
kontaminasi bakteri dan jamur. Pengamatan tersebut dilaksanakan pada

41

tanggal 7 April 2016. Kontaminasi bakteri bisa dilihat dari media yang
dipenuhi oleh cairan lendir sedangkan kontaminasi jamur bisa dilihat dari
kondisi media dan eksplan yang diselimuti oleh benang-benang hifa.
Kontaminasi ini bisa terjadi karena eksplan yang dipakai tidak terlalu baik,
banyak bagian meristemnya dalam keadaan busuk sehingga sterilisasi
menggunakan chlorox tidak cukup untuk membersihkan bagian-bagian
busuk tersebut. Tempat penanaman eksplan atau Laminar Air Flow yang
digunakan juga masih dengan model lama yang bagian kaca penutupnya
masih menyisakan ruang yang memungkinkan kontak dengan udara di luar
LAF sehingga mikroba dari udara luar dapt juga mengontaminasi eksplan.
Menurut Karjadi (2007), gejala kontaminasi yang timbul dapat
dicirikan dengan adanya koloni-koloni jamur

pada permukaan media,

berwarna putih abu-abu atau kehitaman, dan ada juga yang berwarna
merah muda. Kontaminasi jamur umumnya baru terlihat pada 2-3 minggu
setelah tanam (MST). Kontaminasi ini dapat berasal dari sumber eksplan
(internal), dan terbawa saat proses penanaman yang kurang baik atau
lingkungan tumbuh kultur yang kurang memadai (eksternal).
Media dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan,
karena dari kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong
melakukan proses pembelahan dan pembesaran dirinya. Masalah
lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering
menjadi masalah. Suhu ruangan inkubator sangat menentukan optimasi
pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah atau tinggi dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada eksplan. Selain
masalah-masalah tersebut, bahan yang dijadikan eksplan, lingkungan kerja
dan keterampilan praktikan dalam melakukan kultur meristem juga dapat
menjadi penyebab terjadinya kontaminasi dan stagnasi.

42

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan
bahwa:
a. Meristem lateral merupakan meristem silindris yang terdapat pada batang
dan akar tumbuhan dikotil.
b. Bagian tanaman yang meristematik paling banyak berhasil bila dijadikan
eksplan yang termasuk jaringan meristem adalah pucuk apikal, pucuk
lateral dan pucuk aksial.
c. Sitokinin (BAP) sangat penting peranannya dalam pembelahan sel
dan morfogenesis, serta memacu terjadinya pembelahan sel.
d. Konsentrasi BAP yang optimal untuk memacu pertumbuhan tanaman
bervariasi dan tergantung pada jenis tanaman
e. Keuntungan penggunaan meristem adalah kemungkinan besar bebas dari
pathogen internal (misalnya untuk eradikasi virus) dan meminimalisasi
terjadinya variasi kimera pada kultur
f. Berdasarkan tabel pengamatan, eksplan nanas dan anggur yang ditanam
di dalam botol kultur tidak ada yang tumbuh karena terkena kontaminasi
bakteri dan jamur.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini antara lain:
a. Saran yang dapat diberikan pada praktikum acara ini adalah sterilisasi
bahan dan kebersihan laboratorium perlu diperhatikan lagi untuk
mencegah resiko kontaminasi
b. Sebaiknya pelaksanaan kultur meristem lateral dilakukan dengan
memperhatikan kesterilan baik alat, bahan, maupun pelaku kultur untuk
menghindari terjadinya kontaminasi
c. Sebaiknya praktikan tidak terlalu banyak bicara dalam melakukan
penanaman eksplan supaya udara di luar tempat penanaman tetap steril.

43

DAFTAR PUSTAKA
Cerianingsih MW, Astarini IA dan Nurjaya IGMO. 2015. Pengaruh kombinasi zat
pengatur tumbuh Indole-3-butyric acid (IBA) dan 6-Benzil amino purin
(BAP) pada kultur In vitro tunas aksilar anggur (Vitis vinifera l.) varietas
prabu bestari dan jestro AG 86. J Metamorfosa 2(1): 1-8.
Hartmann HT. 2006. Plant propagation principles and practices. New Jersey:
Prientice Hall Inc.
Husen M. 2008. Kontaminasi dalam kultur jaringan. Yogyakarta : Kanisius.
Karjadi AK, Buchory A. 2007. Pengaruh NAA dan BAP terhadap pertumbuhan
jaringan meristem bawang putih pada media B5. J Hort. 17(3):217-223
Lakitan A. 2009. Pembentukan tunas adventif. Jakarta: Gramedia.
Miryam A, Suliansyah I, Djamaran A. 2008. Multiplikasi jeruk kacang (Citrus
nobilis L.) pada beberapa konsentrasi NAA dan BAP pada media WPM
secara In Vitro. J Jerami 1(2) : 1-8
Rasullah FFF, Nurhidayati T dan Nurmalasari. 2013. Respon pertumbuhan tunas
kultur meristem apikal tanaman tebu (Saccharum officinarum) varietas nxi
1-3 secara in vitro pada media MS dengan penambahan Arginin dan
Glutamin. J Sains dan Seni Pomits 2(2): 99-104.
Rikky M. 2007. Kultur meristem lateral. Jakarta: Bumi Aksara.
Rupina P, Mukarlina, Linda R. 2015. Kultur meristem mahkota nanas (Ananas
comosus (l.) merr) dengan penambahan ekstrak tauge dan Benzyl amino
purin (BAP). J Protobiont 4(3): 31-35.
Santoso U, Nursandi F. 2006. Kultur jaringan tanaman. Malang: UMM Press.
Suyadi A, Purwantoro A dan Trisnowati S. 2003. Penggandaan tunas abaca
melalui kultur meristem. J Ilmu Pertanian 10(2): 11-16.
Wahyuni DA. 2009. Teknik pemberian benzil amino purin untuk memacu
pertumbuhan kalus dan tunas pada kotiledon melon (Cucumis melo L.). J.
Buletin Teknik Pertanian 14(2): 50-53..
Zulkarnain. 2009. Kultur jaringan tanaman: Solusi perbanyakan tanaman
budidaya. Jakarta: Bumi Aksara

44

45

IV. SUB KULTUR (VANILI)


A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Subkultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi
tunas, subkultur dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari
koloninya

atau

melakukan

penjarangan.

Tanaman

yang

tipe

pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka subkultur bisa


dilakukan dengan memotong tanaman perruas tanaman yang ada. Kondisi
planlet yang masih terlalu kecil akan beresiko tinggi apabila dipotong,
teknik subkultur cukup dilakukan dengan dipisahkan dari induknya dan
ditanam kembali secara terpisah.
Perbanyakan tanaman vanili umumnya dilakukan secara vegetatif
melalui stek batang ataupun melalui kultur jaringan. Penggunaan metode
perbanyakan vanili secara vegetatif menjadi salah satu metode
perbanyakan tanaman panili yang paling umum dilakukan karena tanaman
ini memerlukan waktu 3 hingga 4 tahun untuk menghasilkan bunga, dan
bunganya pun hanya muncul sekali dalam setahun. Perbanyakan tanaman
panili secara in vitro sudah memanfaatkan eksplan lain berupa kultur
kalus, protocorm, akar, dan organ lainnya. Perbanyakan tanaman panili
secara generatif sangat sulit untuk dilakukan tanpa bantuan serangga dan
manusia. Sulitnya perbanyakan tanaman secara generatif dikarenakan
struktur bunga panili yang tidak memungkinkan tanaman ini untuk
melakukan penyerbukan sendiri.
Berkembangnya usaha di bidang pertanian maka kebutuhan bibit
panili semakin meningkat. Perkembangbiakan bibit melalui in vitro dapat
menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang relative
singkat. Dengan demikian, teknologi kultur jaringan telah terbukti dapat
digunakan sebagai teknologi pilihan yang sangat menjanjikan untuk
pemenuhan kebutuhan bibit tanaman yang akan dieksploitasi secara luas.

45

Namun, ada faktor tertentu yang harus diantisipasi, yaitu penyimpangan


genetik yang dapat terjadi karena metode in vitro untuk itu perlu
dimengerti mekanisme fisiologi apa yang terjadi, faktor apa saja yang
menyebabkannya sehingga mutasi dapat dihindarkan sehingga penting
diadakannya praktikum acara ini.
2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya Praktikum acara IV Sub Kultur Vanilli ini
adalah :
a. Mengetahui teknik memindahkan atau sub-kultur tanaman secara in
vitro pada kultur jaringan vanilli.
b. Mengetahui tingkat keberhasilan sub kultur pada vanilli.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Teknologi Kultur Jaringan acara IV Sub Kultur Vanilli
dilakasanakan pada hari Jumat, 08 April 2016 pukul 07.00-09.00 WIB
bertempat di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi,
Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
B. Tinjauan Pustaka
Sub kultur merupakan salah satu tahap dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Teknik dalam sub kultur dapat dilakukan dengan
memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh
sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Sub kultur adalah suatu
usaha untuk mengganti media kultur jaringan dengan media yang baru,
sehingga kebutuhan nutrisi untuk kalus atau protokormus dapat terpenuhi
(Yusnita 2004).
Sub kultur dilakukan ketika eksplan yang ada dalam botol sudah
tumbuh setinggi botol, atau eksplan tersebut sudah berada lama di dalam
botol sehingga pertumbuhannya sudah mulai berkurang. Eksplan dalam
kondisi ini sudah mulai kekurangan hara. Media dalam botol kelihatan mulai
menipis, berwarna kecoklatan atau hitam sebagai hasil reaksi pertumbuhan
tanaman, bekas bagian tanaman yang mati dan lain-lain (Dwimahyani 2006).

46

Tanaman vanili merupakan tanaman tahunan yang tergolong dalam


jenis tanaman anggrek dari suku (famili) Orchidaceae yang memiliki banyak
macam spesies (lebih dari 1500 spesies). Salah satu perbanyakan tanaman
vanili secara in vitro yang efisien adalah dengan mengkulturkan nodus.
Sitokinin merupakan faktor yang esensial dalam pembelahan sel dan
diferensiasi jaringan dalam membentuk tunas. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan elongasi tunas Vanilla planifolia dari eksplan nodus terlihat
setelah 5 sampai 6 minggu pengkulturan dalam media MS dengan
penambahan 0,5 ppm 6-Benzylaminopurin (BAP) (Brownell 2006).
Teknik kultur jaringan telah dapat diaplikasikan pada vanili untuk
mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit. Teknik yang dapat
dikembangkan antara lain adalah melalui induksi keragaman somaklonal,
seleksi in vitro, dan penyelamatan embrio hasil persilangan antara vanili liar
dan vanili budidaya. Tanaman vanili pada umumnya dikembangbiakkan
secara vegetatif. Bibit yang umum digunakan berupa setek panjang yang
diambil dari sulur yang mata tunasnya belum pernah berbuah. Teknik stek
sampai saat ini belum dapat diandalkan untuk pengembangan klon-klon
unggul baru vanili, karena kecepatan produksi bibit masih rendah dan jumlah
tanaman induk yang dikembangkan masih terbatas. Tanaman yang seragam
dengan induknya dalam jumlah besar dengan kualitas buah yang baik dapat
diperoleh dari perbanyakan secara in vitro (Priyono 2006).
Eksplan yang akan ditanam harus bebas dari hama, penyakit maupun
mikroorganisme lain yang kurang menguntungkan untuk tanaman. Umur
tanaman juga mempengaruhi dalam pertumbuhan tanaman. Aplikasi kultur
jaringan pada awalnya ialah untuk propagasi tanaman. Penggunaan kultur
jaringan yang lebih berkembang lagi yaitu untuk menghasilkan tanaman yang
bebas penyakit, koleksi plasma nutfah, memperbaiki sifat genetika tanaman,
produksi dan ekstaksi zat-zat kimia yang bermanfaat dari sel sel yang
dikulturkan, kemudian dijadikan tanaman yang tumbuh sehat dan bebas
penyakit (Zaitlin 2008).

47

Sterilisasi eksplan dilakukan menggunakan clorox (sunclin) dengan


melakukan perendaman selama 3 menit pada eksplan dan membilas bahan
dengan aquadest. Sterilisasi bahan harus dilakukan dengan tepat, apabila
perendaman chlorox terlalu lama maka jaringan dari bahan tanam akan
mengalami kematian (browning) sehingga tidak mampu membentuk individu
baru. Sterilisasi terlalu singkat maka bahan tanam yang digunakan akan
membawa bibit bibit kontaminasi (George 2006).
C. Cara Kerja, Alat dan Bahan
1. Alat
a. LAFC (Laminar Air Flow Chamber)
b. Petridish dan botol-botol kultur
c. Peralatan diseksi yaitu pinset besar/kecil dan pisau pemes
2. Bahan
a. Eksplan : kultur Vanili (Vanilla planifolia) usia 3 bulan.
b. Media kultur vanilla
c. Alcohol 96 %
d. Aquadest steril
e. Spirtus
f. Chlorox (Sunclin)
g. Sunlight
h. Agar
i. Sukrosa
3. Cara kerja
1. Persiapan media sub kultur
2. Sub kultur (dilakukan dalam LAFC)
a. Mengeluarkan eksplan kultur vanili pada petridish
b. Membersihkan eksplan dari media yang ada, akar pada eksplan tidak
boleh dihilangkan hanya dibersihkan dari bagian yang mati
3. Penanaman eksplan
a. Membuka plastik penutup botol media kultur
b. Mengambil eksplan dan menanamnya di media sub kultur dengan pinset.
Satu botol kultur diisi 2 tanaman. Setelah digunakan, pinset harus selalu
dibakar di atas api.

48

c. Selama penanaman, mulut botol harus selalu dekat dengan api untuk
menghindari kontaminasi
d. Kemudian tutup kembali dan bungkus dengan plastik wrap dan di beri
label
4. Pemeliharaan
a. Botol-botol media berisi eksplan ditempatkan di rak-rak kultur
b. Lingkungan diluar botol harus dijaga suhu, kelembaban dan cahayanya
c. Penyemprotan botol-botol kultur dengan spirtus dilakukan 2 hari sekali
untuk mencegah kontaminasi
5. Pengamatan selama 2 minggu, yang diamati :
a. Saat muncul akar, tunas, daun dan kalus (HST), diamati setiap hari
b. Jumlah akar, tunas dan daun diamati 1 minggu sekali
c. Panjang akar, tunas dan daun diukur 1 minggu sekali
d. Deskripsi kalus (struktur dan warna kalus), dilakukan pada akhir
pengamatan
6. Presentase keberhasilan dilakukan pada akhir pengamatan

49

D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


1. Hasil pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Sub Kultur Tanaman Vanili
Ulangan

7 HST

14 HST

21 HST

28 HST

Saat muncul (HST)

Tanggal
(April)

Jumlah

Keterangan

Akar

Tunas

Daun

Akar

Tunas

Daun

Kontam/hidup

Hidup

Hidup

14

Hidup

21

Hidup

31-032016
07-042016
14-042016
21-042016

Sumber : Logbook

(a)

(b)

Gambar 4.1 (a) Hasil awal penanaman eksplan vanili (b) hasil akhir
penanaman eksplan vanili.
2. Pembahasan
Kultur jaringan merupakan salah satu teknik perbanyakan tanaman
secara vegetatif yang efektif digunakan untuk mendapatkan keturunan
yang sama dengan induk namun dalam waktu yang sangat singkat. Salah
satu tahapan yang dilakukan dalam kultur jaringan adalah sub kultur. Sub
kultur merupakan pemindahan materi kultur dari satu media kemudian
yang lain. Tujuan dari sub kultur adalah mendapatkan jumlah individu
tanaman yang lebih banyak serta pemenuhan nutrisi untuk eksplan dapat
tercukupi, sehingga pertumbuhan dapat optimal.
50

Menurut pendapat Hendaryono (2006) subkultur merupakan salah


satu tahap metode dalam kultur jaringan, yaitu suatu teknik yang
dilakukan di antara tahapan kultur. Subkultur atau overplanting adalah
pemindahan planlet yang masih sangat kecil (planlet muda) dari medium
lama ke dalam medium baru yang dilakukan secara aseptis di dalam entkas
atau Laminar Air Flow (LAF). Pada dasarnya subkultur itu memisahkan,
memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah tumbuh
sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak .
Tidak jauh berbeda dengan pendapat Hendaryono, Juansah (2009)
juga berpendapat bahwa sub kultur merupakan salah satu tahap dalam
perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan. Pada dasarnya sub kultur
kita memotong, membelah dan menanam kembali eksplan yang telah
tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Sub kultur
adalah suatu usaha untuk mengganti media kultur jaringan dengan media
yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk kalus atau protokormus dapat
terpenuhi. Selain bertujuan meremajakan nutrisi, sub kultur juga dapat
digunakan

untuk

menyelesaikan

permasalahan

misalnya

karena

kelembaban relatif ruang kultur berada dibawah 70 % makan akan


mengakibatkan media dalam botol kultur cepat menguap dan kering
sehingga eksplan dan planlet yang dikulturkan akan cepat kehabisan
media. Namun kelembaban udara dalam botol kultur yang terlalu tinggi
menyebabkan tanaman tumbuh abnormal yaitu daun lemah, mudah patah,
tanaman kecil-kecil. Hal tersebut dapat diatasi dengan sub kultur ke media
lain atau menempatkan planlet kecil ini dalam botol dengan tutup yang
agak longgar, tutup dengan filter, atau menempatkan silica gel dalam botol
kultur.
Sub kultur dilakukan karena beberapa alasan diantaranya yakni
tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol, tanaman sudah berada
lama di dalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang. Tanaman mulai
kekurangan unsur hara dan media dalam botol sudah mengering. Kegiatan
sub kultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan.

51

Tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda


sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda.
Kegiatan subkultur harus menggunakan eksplan yang baik dan
kemampuan untuk tumbuhnya juga baik. Menurut Prihatman (2006)
bagian eksplan yang disubkultur adalah pucuk dan node pertama hingga
node keempat. Setiap node terdiri atas satu helai daun. Penanaman
diusahakan daun tidak menyentuh media untuk mengurangi kemungkinan
kontaminasi. Sub kultur sendiri bertujuan untuk untuk mengganti nutrisi
pada media pertama yang sudah habis ke media baru. Dari sekian banyak
jenis media dasar yang digunakan dalam teknik kultur jaringan termasuk
subkultur, tampaknya media MS (Murashige dan Skoog). Hal ini
dikarenakan media MS mengandung jumlah hara organik yang layak
untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur.
Subkultur dilakukan karena beberapa alasan yaitu

tanaman sudah

memenuhi atau sudah setinggi botol, tanaman sudah berada lama didalam
botol sehingga pertumbuhannya berkurang, tanaman mulai kekurangan
hara dan media dalam botol sudah mengering.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dari sub
kultur adalah kesterilan eksplan, media dan lingkungan, kesesuaian media
dan konsentrasi ZPT. Apabila kondisi eksplan, media maupun lingkungan
tidak steril maka akan terdapat kontaminasi baik berupa jamur maupun
bakteri pada botol kultur yang berakibat pada terhambatnya pertumbuhan
eksplan. Sebaliknya apabila kondisinya steril, maka eksplan akan tumbuh
dengan baik ditandai dengan terbentuknya tunas, daun serta akar dari
eksplan. Sementara apabila media dan konsentrasi ZPT yang dipilih tidak
sesuai maka eksplan tidak akan dapat tumbuh walaupun dalam kondisi
yang steril.
Menurut George dan Sherrington (2010) yang menyatakan bahwa
di dalam teknik subkultur tanaman pada media padat lebih mudah
dilakukan yaitu hanya dengan meletakkan kalus yang sudah terbentukdi
atas cawan petri, kemudian membelah-belahnya menjadi bagian-bagian

52

kecil

lagi

dengan menggunakan pertolongan

Potongan-potongan

kalus

kecil-kecil

skalpel

dan pinset.

setelah terjadi, maka segera

dimasukkan kembali ke dalam erlenmeyer baru yang berisi media dengan


komposisi bahan kimia sama seperti media lama. Erlenmeyer ditutup
dan diinkubasi kan kembali. Semua pekerjaan harus dilakukan dalam
suasana steril. Pendapat George dan Sherrington yang telah di
kemukakan tersebut sesuai dengan perlakuan pada praktikum acara 4 yaitu
tentang subkultur dengan eksplan vanili (Vanilla planifolia). Berdasarkan
acara 4 yaitu subkultur vanili langkah pertama dengan menyiapkan media
subkultur, membuka plastik penutup botol media kultur yang telah
disiapkan oleh coass, melakukan penanaman media di dalam LAFC
dengan mengambil eksplan dengan pinset lalu megisi

botol

kultur

dengan 2 tanaman yang menggunakan pinset yang di dekatkan


dengan api saat melakukan penanaman, dan langkah terakhir yaitu
menutup kembali botol kultur dengan di bungkus plastik wrap.
Hasil Subkultur tanaman vanili yang ditanam dapat tumbuh dan
tidak terkontaminasi. Sangat disayangkan pertumbuhan dalam sub kultur
vanili ini tidak signifikan. Pertambahan organ yang terjadi hanyalah
bertambahan tunas saja. Organ daun hanya terjadi pertambahan panjang
daun yang sebelumnya bekas pemotongan kini bertambah panjangnya.
Hari terjadinya pertambahan jumlah tunas pada kedua sisi adalah saat 7
hari setelah tanam terdapat pertambahan tunas pada sisi kanan eksplan
dimana warna tunas hijau muda. Kemudian bertambah satu tunas
disebelah kiri eksplan pada 14 Hari setelah tanam. Ketika tunas sudah
mulai membesar terdapat satu tunas lagi yang tumbuh. Sangat
disayangkan, pertumbuhan organ akar belum terlihat sampat pada
pengamatan terakhir.

53

E. Kesimpulan dan Saran


1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan diatas adalah
sebagai berikut:
a. Salah satu tahapan yang dilakukan dalam kultur jaringan adalah
sub kultur.
b. Sub kultur merupakan pemindahan materi kultur dari satu media
kemudian yang lain.
c. Tujuan dari sub kultur adalah mendapatkan jumlah individu
tanaman yang lebih banyak serta pemenuhan nutrisi untuk eksplan
dapat tercukupi, sehingga pertumbuhan dapat optimal.
d. Bagian eksplan yang disubkultur adalah pucuk dan node pertama
hingga node keempat.
e. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dari sub
kultur adalah kesterilan eksplan, media dan lingkungan, kesesuaian
media dan konsentrasi ZPT.
f. Organ yang tumbuh dalam subkultur ini adalah tunas, yang tumbuh
saat 7 hst
g. Daun, akar dan tinggi tanaman belum menunjukkan pertumbuhan
yang berarti.
2. Saran
Saran yang dapat diberikan dalam praktikum ini yaitu
Sebaiknya di dalam melakukan subkultur media yang di gunakan
jangan yang mempunyai pH asam sehingga dapat menyebabkan
media menjadi tidak padat sehingga eksplan yang di tanam dapat
menyebabkan media kultur menjadi rusak dan mengakibatkan
kontaminasi

54

DAFTAR PUSTAKA

Dwimahyani I dan S Gandanegara. 2006. Perbanyakan tanaman krisan


(Chrysanthenum morisdium melalui kultur jaringan). Jurnal Ilmiah 5 (4) :
413-419.
George EF, Sherrington PD. 2010. Plant propagation by tissue culture. Handbook
and directory of commercial laboratories. England : Exegetics Limited.
Hendaryono D P S. 2006. Pembibitan anggrek dalam botol. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Juansah. 2009. Tentang kultur jaringan. Balai Besar Pelatihan Pertanian Lembang.
Lembang.
Prihatmani. 2006. Chromosomal variation in plant tissue culture. International
Review Of Cytology (Supplement) 2(1) :113-114.
Priyono. 2006. Regenerasi tanaman Vanili (Vanilla planifolia Andrew) melalui
kultur in vitro, Jurnal Ilmu Dasar 7 (1) : 34-41
Salisbury, B.F dan Ross, W.Cleon. 2006. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Bandung :
ITB Press.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan : Cara memperbanyak tanaman secara efisien.
Jakarta : Agromedia Pustaka.
Zaitlin M, P Palukaitis. 2008. Advances in understanding plant viruses and virus
diseases. Annu. Rev. Phytopathol. 38: 117-143.

55

56

V. AKLIMATISASI (ANGGREK)
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Anggrek merupakan tanaman bunga hias berupa benalu yang
bunganya indah. Anggrek sudah dikenal sejak 200 tahun lalu dan sejak 50
tahun terakhir mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia. Jenis anggrek
yang terdapat di Indonesia termasuk jenis yang indah antara lain: Vanda
tricolor terdapat di Jawa Barat dan di Kaliurang, Vanda hookeriana,
berwarna ungu berbintik-bintik berasal dari Sumatera, anggrek larat /
Dendrobium phalaenopis, anggrek bulan/Phalaenopsis amabilis, anggrek
Apple Blossom, anggrek Paphiopedilun praestans yang berasal dari Irian
Jaya serta anggrek Paphiopedilun glaucophyllum yang berasal dari Jawa
Tengah.
Pembudidayaan tanaman anggrek yang menjadi kendala utama
adalah sulitnya melakukan perbanyakan tanaman anggrek karena hampir
semua jenis tanaman anggrek tidak dapat berkembangbiak secara generatif
meskipun bunga menghasilkan polong. Hal ini disebabkan karena adanya
polong yang dihasilkan berisi biji berupa serbuk serperti tepung yang
sangat mudah melayang. Perkembangan tanaman anggrek secara vegetatif
juga sulit dilakukan karena kemungkinan hidup tunas tanaman sangat
rendah. Upaya mengatasi kendala tersebut salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah perbanyakan tanaman anggrek melalui kultur jaringan
dengan bahan tanam berupa polong anggrek yang sudah matang dan
dilakukan di dalam laboratorium.
Suatu tahapan yang sangat penting dalam teknik kultur jaringan
adalah aklimatisasi planlet yang ditanam secara in vitro kedalam rumah
kaca atau langsung ke lapang. Aklimatisasi merupakan kegiatan akhir
teknik kultur jaringan. Aklimatisasi adalah proses pemindahan planlet dari
lingkungan yang terkontrol (aseptik dan heterotrof) ke kondisi lingkungan
tak terkendali, baik suhu, cahaya, dan kelembaban, serta tanaman harus

56

dapat hidup dalam kondisi autotrof, sehingga jika tanaman (planlet) tidak
diaklimatisasi terlebih dahulu tanaman (planlet) tersebut tidak akan dapat
bertahan dikondisi lapang sehingga penting dilakukannya praktikum
aklimatisasi ini agar lebih dapat diketahui cara mengadaptasikan planlet
dari botol kultur ke lingkungan baru.
2. Tujuan
Praktikum Acara V Aklimatisasi (Anggrek) ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui teknik aklimatisasi pada tahapan akhir dan kultur jaringan
b. Meningkatkan pemahaman dan memberikan keterampilan melakukan
aklimatisasi planlet anggrek
c. Mengetahui adaptabilitas planlet anggrek pada tahap aklimatisasi
3. Waktu dan tempat Praktikum
Praktikum acara V Aklimatisasi (Anggrek) ini dilaksanakan pada
Jumat 22 April 2016 pukul 15.00-17.00 WIB bertempatkan di
Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
B. Tinjauan Pustaka
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur
jaringan (in vitro) yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada
kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman
juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke tanaman
autotrop. Aklimatisasi merupakan tahapan yang sanggat penting untuk dilalui
dalam proses perbanyakan in vitro. Adanya perbedaan yang sangat tajam
terutama kelembaban dan intensitas cahaya lingkungan di dalam botol dan di
luar botol menyebabkan proses aklimatisasi ini merupakan tahapan yang kritis
( Riyadi 2002).
Aklimitisasi yaitu proses pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke
media tanah, pasir, kompos, pupuk kandang, dan bahan lainnya. Proses
aklimatisasi perlu di lakukan karena tanaman yang berasal dari kultur in vitro
sangat berbeda dengan tanaman yang di kultur secara in vitro dilihat dari
struktur daun, akar, dan proses simbiosis. Tanaman hasil kultur jaringan
57

memilikis palisade yang jumlahnya sedikit dan kecil untuk dapat menerima
sinar matahari secara efektif. Stomata tidak aktif melakukan fungsinya pada
tanaman hasil kultur jaringan. Akibat stomata tidak aktif

menyebabkan

tanaman hasil kultur jaringan akan mengalami stress air yang berlebihan
setelah beberapa jam di media aklimatisasi atau di lapangan (Barahima 2011).
Umumnya Dendrobium hidup epifit pada tanaman pakis atau kayu, bagi
anggrek epifit fungsi media yang paling utama adalah sebagai tempat
bertautnya akar atau melekatnya akar. Fungsi lain sebagai tempat persediaan
makanan, agar media dapat menyediakan makan bagi anggrek memerlukan
waktu yang lama, karena media yang digunakan akan terdekomposisi dan
menyediakan suplai makanan bagi planlet (Jumin 2002). Penggunaan media
lumut, cacahan pakis,kulit kayu trembesi, arang sekam padi, akar kadaka,
sabut kelapa sama pengaruhnya terhadap pertumbuhan anggrek Dendrobium
sp pada tahap aklimatisasi (Jumin 2002).
Media tanam merupakan salah satu faktor pendukung pertumbuhan
tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Media tanam berfungsi sebagai
tempat melekat dan tempat menyimpan air yang dapat diperlukan untuk
pertumbuhan. Syarat media tanam anggrek tidak menjadi sumber penyakit,
mempunyai aerasi dan drainase yang bagus mampu mengikat air dan zat
hara (Tangti et al. 2012).
Media tumbuh dan teknik penanaman merupakan faktor penting
dalam

proses

aklimatisasi.

Diperlukan

media

yang

mempermudah

pertumbuhan akar dan menyediakan hara yang cukup bagi plantlet. Teknik
penanaman secara compot (community pot) yaitu dalam satu pot ditanami
banyak tanaman anggrek dipercaya dapat mengurangi resiko kematian
tanaman anggrek yang sedang diaklimatisasi. Teknik ini kemungkinan terjadi
persaingan dalam mendapatkan unsur hara antara tanaman satu dengan yang
lainnya (Adi 2014).
Tanaman anggrek hasil kultur in vitro bersifat heterotrop, artinya
tanaman belum mampu berfotosintesis secara optimal dan proses pemindahan
dari kondisi in vitro (aklimatisasi) menyebabkan tanaman dalam keadaan

58

stress. Proses aklimatisasi, fungsi akar belum optimal dalam proses


penyerapan unsur hara, sedangkan stomata daun dalam proses adaptasi
menghindari transpirasi yang berlebihan. Perantara pupuk sangat dibutuhkan
terutama dalam mempercepat munculnya tunas yang juga dipengaruhi oleh
kondisi planlet dengan kondisi stomata yang kurang berfungsi dengan baik.
Pemberian unsur hara selain diberi lewat tanah umumnya diberikan lewat
daun. Pupuk daun adalah bahan-bahan atau unsur-unsur yang diberikan
melalui daun dengan cara penyemprotan atau penyiraman kepada daun agar
dapat

diserap

guna

mencukupi

kebutuhan

bagi

pertumbuhan

dan

perkembangan (Wardani 2011).


Kultur Anggrek yang telah mengalami perakaran dikeluarkan dari
botol dengan menggunakan pinset secara hati-hati supaya kultur anggrek tidak
mengalami luka atau patah. Setelah dikeluarkan, kultur anggrek dicuci bersih
menggunakan air yang mengalir, diusahakan jangan ada sisa agar-agar yang
menempel di akar karena hal ini akan merangsang pertumbuhan jamur. Media
aklitmatisasi berupa sekam bakar, serbuk pakis, serbuk andam, moss, atau
akar pakis. Prinsipnya, media tersebut cukup halus, dapat memegang air
dengan baik, serta bebas dari jamur dan penyakit. Media aklimatisasi
sebaiknya distreilisasi dengan cara menggunakan autoklaf, disemprot
fungisida dan dicampur dengan furadan. Aklimatisasi anggrek bertujuan untuk
mengadaptasikan anggrek dengan lingkungan luar. Kelembapan media
aklimatisasi sekitar 80% dan kebutuhan sinar sekitar 40%. Karena itu, tempat
aklimatisasi perlu dinaungi dengan plastik supaya kelembaban media terjaga
baik dan tidak terkena sinar matahari langsung (Sandra 2000).
Keberhasilan kultur in vitro ditentukan oleh keberhasilan aklimatisasi.
Keberhasilan aklimatisasi sangat bergantung pada kondisi fisik plantlet selama
periode kultur yang responsif terhadap lingkungan yang belum sempurna,
seperti lapisan lilin dan stomata (Mariska dan Syahid 1992 dalam Kristina dan
Syahid 2012). Tanaman hasil kultur invitro memerlukan daya adaptasi tinggi
karena dipindahkan

dari

lingkungan

autotrop

ke

kondisi

heterotrop.

Keberhasilan untuk mendapatkan kultivar atau varietas baru tanaman hasil

59

kultur in vitro sangat ditentukan oleh keberhasilan memindahkan planlet yang


dihasilkan ke lingkungan luar (aklimatisasi). Kondisi planlet yang berasal dari
botol masih sangat rentan, terutama terhadap suhu dan kelembaban udara serta
patogen dalam tanah (Husni 2004).
C. Alat, Bahan dan Cara Kerja
1. Alat
a. Pot
2. Bahan
a. Planlet Anggrek (Dendrobium sp)
b. Media tanam : pakis, arang, sabut aren
3. Cara Kerja
a. Menyiapkan media tanam untuk aklimatisasi dengan pakis, arang,
sabut aren yang telah diletakkan pada pot (gelas plastik)
b. Mengambil planlet anggrek dari dalam botol dengan sangat hati-hati
c. Membersihkan planlet dari sisa-sisa media agar sampai bersih, bila
perlu dicuci dengan menggunakan air bersih
d. Menanam planlet pada media yang sudah disiapkan
e. Melakukan pengamatan pada tanaman selama 2 minggu, jumlah daun
dan tinggi tanaman

60

D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan


1. Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Aklimatisasi Anggrek (Dendrobium sp)
Jumlah
Jumlah
Gelas
Tanaman
daun awal daun akhir
1
2

Keterangan

Hidup

Hidup

Hidup

Hidup

Sumber: Hasil Pengamatan

Gambar 5.1 Aklimatisasi

Gambar

anggrek Dendrobium sp

anggrek

gelas 1

gelas 2

5.2

Aklimatisasi

Dendrobium sp

2. Pembahasan
Aklimatisasi merupakan masa adaptasi tanaman hasil pembiakan
pada kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah
pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu
tanaman juga harus mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrop ke
tanaman autotrop. Plantlet dikelompokan berdasarkan ukurannya untuk
memperoleh bibit yang seragam. Plantlet sebelum ditanam sebaiknya

61

diseleksi

dulu

berdasarkan

kelengkapan

organ,

warna,

hekeran

pertumbuhan dan ukuran (Adiputra et al. 2007).


Praktikum aklimatisasi ini dilakukan pada planlet anggrek. Planlet
anggrek yang digunakan adalah planlet anggrek yang baik. Planlet yang
memiliki kondisi baik akan mampu beradaptasi dengan baik dari pada
planlet yang memiliki kondisi tidak baik. Menurut Andriana (2009) ciriciri bibit anggrek yang baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak berjamur,
ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang
menguning, planlet tumbuh normal dan tidak kerdil, komposisi daun dan
akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian
kecil telah mengeluarkan tunas baru dan memiliki jumlah akar serabut 3-4
akar dengan panjang 1,5-2,5 cm.
Planlet anggrek yang telah dikulturkan sebelumnya diambil lalu
dicuci hingga bersih sampai tidak ada sisa media yang menempel pada
planlet. Planlet direndam pada fungisida selama 10-15 menit. Sementara
menunggu planlet yang sedang direndam fungisida, menyiapkan media
yang akan digunakan untuk aklimatisasi. Media tumbuh yang baik untuk
aklimatisasi harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu tidak lekas
melapuk, tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu
mengikat air dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah
yang diinginkan dan relatif murah harganya. Kemasaman media (pH) yang
baik untuk pertumbuhan tanaman anggrek berkisar antara 56. Media
tumbuh yang sering digunakan di Indonesia antara lain : moss, pakis,
serutan kayu, potongan kayu, serabut kelapa, arang dan kulit pinus.
Praktikum kali ini media yang digunakan adalah campuran antara
arang dan pakis. Menurut Agah (2009) Arang yang digunakan haruslah
arang yang telah mengalami pembakaran dengan sempurna dan harus
berupa pecahan kecil-kecil. Sifat arang adalah tidak mengikat air terlalu
banyak, karena itu penyiraman harus lebih sering dilakukan. Arang
memiliki banyak keuntungan diantaranya arang tidak mudah lapuk
sehingga penggantian media akan lebih lama dan arang mudah didapatkan

62

dengan harga yang relatif murah. Khusus untuk arang batok kelapa sangat
bagus untuk digunakan karena bersifat penawar bagi tanaman apabila
mengalami kelebihan pupuk, adanya tannin pada media dan sebagainya.
Pakis yang digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua warnanya
hitam, kering dan lebih ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan
dengan arang, maka frekuensi penyiraman dapat dikurangi, kerugiannya
apabila terlalu sering disiram pakis cepat lapuk dan mudah mengundang
cendawan.
Arang yang telah disiapkan sebelumnya dimasukkan kedalam
botol plastic atau pot, lalu diatasnya diberi pakis. Planlet kemudian
ditanam pada sabut aren yang telah disiapkan. Planlet anggrek yang sudah
siap diletakkan pada rumah plastik atau kain di belakang gedung D.
Tempat aklimatisasi ini memiliki kelembaban udara yang cukup dan
intensitas cahaya yang rendah. Hal ini karena apabila tanaman langsung
dipindahkan pada kondisi dengan tingkat cahaya yang tinggi maka daun
akan menjadi kering seperti terbakar.
Menurut Parnata (2005) proses aklimatisasi anggrek diperlakukan
yaitu (1) compotting, dimana ukuran pot yang digunakan untuk kompot
berdiameter sekitar 7 cm pada pot ini diisi bibit sekitar 30 bibit anggrek
atau tergantung ukuran bibitnya. (2) Seedling (penanaman ke single pot),
seedling adalah proses memindahkan bibit dari kompot ke pot individu.
Seedling dilakukan pada saat bibit berusia 5 bulan. Biasanya seedling
diletakkan di dalam gelas bekas air mineral. Media yang digunakan untuk
setiap anggrek berbeda-beda tergantung pada kebutuhan airnya. Ciri-ciri
dari bibit yang siap di seedling yaitu ditandai dengan perakaran yang
tumbuh lebih kuat dan daun tampak sudah keluar dari bibir pot. (3)
Overpot (pemindahan bibit). Overpot dilakukan ketika tanaman dalam
single pot memenuhi syarat untuk dipindahkan, yaitu ditandai denga
banyaknya umbi. Tanaman dipindahkan kepot yang lebih besar. Biasanya
dilakukan setelah seedling berumur 2-3 bulan. (4) Repotting atau
pengepotan ulang adalah pemindahan tanaman dari pot yang lama ke pot

63

yang baru. Repotting dilakukan jika anggrek pada pot seedling telah
tumbuh besar dan memenuhi pot plastik. Pengepotan ulang dilakukan
dengan alasan media dalam pot seedling telah lapuk dan hancur sehingga
ph menjadi rendah (asam) dan rentan terhadap serangan penyakit.
Menurut Empu (2009) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
aklimatisasi bibit anggrek antara lain jenis bibit anggrek, media in vitro,
umur bibit, teknik aklimatisasi, media aklimatisasi dan kemampuan
pelaksana. Yusnita (2004) mengatakan aklimatisasi bertujuan untuk
mempersiapkan planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi
mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena
planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pada pembiakan in vitro (dalam
botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor
lingkungan sulit terkontrol.
Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada
planlet yang telah di aklimatisasi tidak mengalami pertumbuhan baik
tinggi

maupun

bertambahnya

jumlah

daun.

Faktor-faktor

yang

menyebabkan keberhasilan menurut Izudin (2013) yaitu (1) kelembaban,


mempertahankan kelembaban relatif yang tinggi untuk beberapa hari
pertama setelah aklimatisasi merupakan hal yang penting untuk
meningkatkan daya hidup planlet. Penurunan kelembaban dan penurunan
intensitas cahaya harus selambat mungkin dilakukan untuk membentuk
tanaman yang makin kuat sehingga tanaman tidak stres. Beberapa teknik
mendapatkan kelembaban yang sesuai adalah dengan menggunakan sistem
penutupan dengan kantong plastik bening (sungkup), sistem ini terbukti
lebih baik dan relatif murah dan mudah dalam pengerjaannya. (2) Cahaya,
pada kondisi in vitro, tanaman disinari pada tingkat cahaya yang rendah.
Tanaman apabila langsung dipindahkan pada kondisi dengan tingkat
cahaya yang tinggi maka daun akan menjadi kering seperti terbakar.
Tanaman yang diaklimatisasi perlu diberikan naungan. Naungan akan
mengurangi transpirasi dan kelebihan cahaya yang dapat merusak molekul

64

klorofil. Beberapa waktu dibawah naungan, tanaman secara perlahan-lahan


dipindahkan ke kondisi pencahayaan sebenarnya dimana tanaman akan
ditanam. (3)Temperatur, kondisi di ruang aklimatisasi (rumah kaca)
diusahakan mempunyai suhu berkisar antara 25o 30oC. Pengaturan suhu
dapat juga dilakukan dengan melakukan penyiraman, fentilasi terkontrol
dan sistem pengkabutan.
E. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum acara Aklimatisasi Anggrek maka dapat
disimpulkan bahwa :
a. Aklimatisasi merupakan masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada
kultur jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah
pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi.
b. Anggrek yang dipindahkan adalah planlet tampak sehat dan tidak
berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada
yang menguning, planlet tumbuh normal dan tidak kerdil.
c. Media tanam yang digunakan adalah campuran arang yang memiliki
keunggulan tidak mudah lapuk dan harganya murah dan pakis yang
memiliki daya serap air yang baik.
d. Praktikum yang dilaksanakan dapat dikatakan bahwa aklimatisasi yang
dilakukan terhadap anggrek Dendrobium sp belum berhasil karena
tanaman tidak megalami pertumbuhan maupun perkembangan.
2. Saran
Saran untuk praktikum acara aklimatisasi ini adalah :
a. Sebaiknya tanaman anggrek di rawat dengan baik sehingga air tercukupi
dan media tidak kering sehingga pertumbuhan tidak terhambat.
b. Sebaiknya dalam penanaman anggrek dipilih tanaman yang memiliki
kondisi baik sehingga tanaman dapat tumbuh dengan normal.

65

DAFTAR PUSTAKA
Adi N K A P, Ida A A, Ni putu Adriani Astiti. 2014. Aklimatisasi Anggrek Hitam
(Coelogyne pandurata Lindl.) hasil perbanyakan in vitro pada media
berbeda. J. Simbiosis 2 (2):203-214
Adiputra IGK, Suardana AA, IMd Sumarya, I Sitepu dan Sudi A. 2007.Perubahan
biosintesis sukrosa sebelum pertumbuhan kuncup ketiak pada Vanilla
planifolia. Laporan hibah bersaing I, Program studi Biologi, Fak MIPA,
Universitas Hindu Indonesia, Denpasar.
Agah. 2009. Tanaman anggrek. Jakarta : Agromedia Pustaka
Andriana. 2009. Anggrek. Yogyakarta : Kanisius
Barahima, A. 2011. Prinsip dasar teknik kultur jaringan. Bandung: Alpabeta
Empu. 2009. Kultur anggrek. Jakarta : Grasindo
Husni A, S Hutami, M Kosmiatin, et al. 2004. Seleksi in vitro tanaman kedelai
untuk meningkatkan sifat ketahanan terhadap cekamam kekeringan.
Laporan Tahunan Penelitian BB-Biogen TA 2003. 16 hlm.
Izudin E. 2013. Teknik aklimatisasi tanaman hasil kultur jaringan. J. Informasi
Teknis 11(2) : 49-56.
Jumin. 2002. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta : Rajawali Press.
Kristina, Nova Natalini et al. 2012. Pengaruh air kelapa terhadap multiplikasi
tunas in vitro, produksi rimpang, dan kandungan Xanthorrhizol Temulawak
di Lapangan. Jurnal Littri 18(3) : 125-134.
Parnata AS 2005. Panduan budidaya dan perawatan anggrek. Jakarta : Agromedia.
Riyadi. 2002. Pelatihan kultur jaringan tanaman angkatan ke-enam. Aklimatisasi
bibit tanaman hasil perbanyakan dengan teknik kultur jaringan. Serpong
Sandra E. 2000. Kultur jaringan anggrek skala rumah tangga. Jakarta :Agromedia
Pustaka.
Tangti Y, Chairani S, Evi G. 2012. Pengaruh penggunaan jenis media terhadap
aklimatisasi Anggrek Dendrobium sp (hibrida). Jurnal Sains Mahasiswa
Pertanian 2 (2).
Wardani S, Hot S, Syafruddin I. 2011. Pengaruh media tanam dan pupuk daun
terhadap aklimatisasi Anggrek Dendrobium (Dendrobium sp). J. Ilmu
Pertanian Kultivar 5 (1): 11-18.
Yusnita. 2004. Kultur jaringan: cara memperbanyak tanaman secara efisien.
Jakarta : Agromedia Pustaka.

66

Anda mungkin juga menyukai