edu/8330399/Pengantar_Usaha_Tani
Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dan dominan dalam kehidupan bangsa
Indonesia dari sejak sebelum kemerdekaan. Sebagian besar penduduk berada di perdesaan dan
bersandar pada sektor pertanian. Produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
hampir seluruhnya dihasilkan oleh pertanian rakyat. Namun demikian selama masa penjajahan,
pertanian rakyat tidak banyak mengalami kemajuan. Bahkan di Jawa, petani pada dasarnya
mensubsidi perusahaan besar dengan upah dan sewa tanah yang rendah. Sebagai warisan
kolonial struktur pertanian bersifat dualistik, antara sektor pertanian rakyat yang tradisional
dengan usaha pertanian besar khususnya perkebunan yang modern yang ditangani oleh kaum
pendatang.
Dalam rangka politik etis, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 mendirikan
Departemen Landbouw, Neiverheid en Handel (Departemen Pertanian, Kerajinan dan
Perdagangan), disusul dengan pembentukan Landbouw Voorlichtings Dienst (Dinas Penyuluhan
Pertanian) pada tahun 1910 sebagai cikal bakal Dinas Pertanian Rakyat. Namun lembaga
tersebut tidak efektif dalam mentransformasikan pertanian rakyat karena memang usaha ke
arah itu tidak dilakukan dengan sangat sungguh-sungguh.
Dalam situasi demikian lahirlah Orde Baru yang bertekad untukmemperbaiki seluruh
aspek kehidupan bangsa, termasuk kehidupan ekonomi, kembali secara murni dan konsekuen
pada pengamalan Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945. Setelah melalui masa stabilisasi dan
rehabilitasi, dilancarkan pembangunan nasional dengan titik berat pada pembangunan ekonomi
yang ditekankan pada pembangunan sektor pertanian dengan sasaran terutama pada peningkatan
produksi pangan dan penciptaan lapangan kerja sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani.
Upaya untuk membangun sektor pertanian pada saat itu dititik beratkan pada program
intensifikasi yang dikenal dengan Bimbingan Massal (Bimas) yang merupakan pelaksanaan
Panca Usaha lengkap didukung oleh bantuan kredit murah. Pada tahun 1968 diperkenalkan
varietas unggul baru PB5 dan PB8 yang memiliki potensi produksi lebih tinggi, tanggap terhadap
pemupukan, dan berumur pendek serta lebih tahan terhadap hama penyakit dibanding varietas
unggul sebelumnya. Dengan makin meluasnya pelaksanaan Bimas dan makin tumbuhnya
kesadaran petani untuk menerapkan teknologi anjuran, maka sejak tahun 1968 dilaksanakan
program Intensifikasi Massal (Inmas) yang merupakan program intensifikasi tanpa bantuan
kredit murah.
Melalui berbagai pola intensifikasi tersebut di atas, petani makin terbiasa bekerja dengan
menerapkan teknologi yang sesuai, sehingga produktivitas terus meningkat. Sementara itu dalam
rangka mempercepat peningkatan produksi padi dilaksanakan pula upaya rehabilitasi dan
pembangunan jaringan irigasi serta pencetakan sawah baru. Sawah-sawah baru tersebut segera
dimanfaatkan dalam perluasan areal intensifikasi. Upaya peningkatan produksi
melalui intensifikasi juga didukung oleh penyediaan pupuk yang diproduksi dalam negeri,
pengembangan benih-benih unggul baru, serta kebijaksanaan harga dan subsidi yang
memberikan perangsang pada petani untuk menerapkan teknologi baru. Terjadilah apa yang
disebut Revolusi Hijau, yang mengantarkan pada salah satu keberhasilan pembangunan yang
menonjol dalam PJP I, yaitu tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Pada tahun 1984
tersebut produksi beras mencapai 25,8 juta ton dengan luas panen 9,8 juta hektare, diantaranya
luas panen intensifikasi sekitar 7,4 juta hektare, serta melibatkan sekitar 12 juta keluarga tani.
Pada tahun terakhir PJP I produksi beras mencapai 31.318 ribu ton dengan luas panen
11,0 juta hektare diantaranya luas panen intensifikasi sekitar 9,5 juta hektare. Berdasarkan sensus
pertanian tahun 1993 jumlah keluarga tani adalah 21,5 juta dengan pemilikan rata-rata lahan 0,83
hektare, yang sebagian besar mengusahakan tanaman pangan.
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang sampai sekarang masih
menjadi topik sentral dalam berbagai diskusi di ruang publik. Gagasan mengenai langkah-
langkah perekonomian Indonesia menuju era industrialisasi, dengan mempertimbangkan usaha
mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi
pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita evaluasi kembali sesuai dengan konteks kekinian
dan tantangan perekonomian Indonesia di era globalisasi.
Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu
bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia
mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar
dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama
pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk
memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam
struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka
kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan
pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini sekarang kita menghadapi berbagai
permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah
produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena
semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang
semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung
kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian
beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare
juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang
mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang
ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi
dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin mengurangi
pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin
saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat
menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin
murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun,
kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan
bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur
perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76
persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen,
dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk
sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri
pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi,
perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88
persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya
memiliki pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh
lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang
pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat
mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan
permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua
strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
Indonesia di masa depan.
Untuk itu, pemerintah berusaha untuk mendongkrak kontribusi sektor pertanian Indonesia
terhadap perekonomian dengan mensosialisasikan sistem agrobisnis, diferensiasi pertanian,
diversifikasi pertanian dengan membuka lahan peranian baru, sistem pertanian organik, berbagai
kebijakan harga dan subsidi pertanian, kebijakan tentang ekspor-impor komoditas pertanian dan
lain-lain. Sistem pertanian organik khususnya, telah dicanangkan pemerintah sejak akhir tahun
1990-an dan mengusung Indonesia go organik pada tahun 2010, sistem ini pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian mengingat rusaknya
kesuburan tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan dalam waktu lama serta
pencemaran lingkungan oleh penggunaan pestisida kimia. Semua upaya pemerintah tersebut
bertujuan untuk meningkatkan distribusi pendapatan petani sehingga dengan ini diharapkan
dapat meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian.
KLASIFIKASI USAHA TANI
Usaha tani sebagai objek pengamatan dapat dilihat dari berbagai segi:
1. Pola Usahatani
2. Tipe Usahatani
3. Struktur Usahatani
4. Corak Usahatani
5. Bentuk Usahatani
2. Tipe usahatani
Tipe usahatani menunjukkan klasifikasi tanaman yang didasarkan pada macam dan cara
penyusunan tanaman yang diusahakan.
a. Macam tipe usahatani :
Usahatani padi
Usahatani palawija (serealia, umbi-umbian, jagung)
b. Pola tanam:
• Usahatani Monokultur
Satu jenis tanaman sayuran yang ditanam pada suatu lahan. Pola ini tidak
memperkenankan adanya jenis tanaman lain pada lahan yang sama. Jadi bila menanam
cabai, hanya cabai saja yang ditanam di lahan tersebut. Pola tanam monokultur banyak
dilakukan petani sayuran yang memiliki lahan khusus. Jarang yang melakukannya di
lahan yang sempit. Pola tanam ini memang sudah sangat mengacu ke arah komersialisasi
tanaman. Jadi perawatan tanaman pada lahan diperhatikan dengan sungguh-sungguh
(Nazaruddin, 1994).
Penataan tanaman secara tunggal (monokultur), di atas tanah tertentu dan dalam
waktu tertentu (sepanjang umur tanaman) hanya ditanami satu jenis tanaman. Setelah
dilakukan pemanenan atas tanaman itu, maka tanah yang bersangkutan itu kemudian
ditanami lagi dengan jenis tanaman yang sama dan atau dengan jenis-jenis tanaman lain.
Atau dengan kata lain : di atas tanah itu dilakukan penataan pertanaman secara bergiliran
urutan/rotasi (Tohir, 1983).
Menurut Makeham dan Malcolm, 1990, monokultur adalah mengusahakan
tanaman tunggal pada suatu waktu di atas sebidang lahan. Definisi lain adalah
“Penanaman berulang-ulang untuk tanaman yang sama pada lahan yang sama”
• Usahatani Campuran/tumpangsari
Pola tanam tumpangsari merupakan penanaman campuran dari dua atau lebih
jenis sayuran dalam suatu luasan lahan. Jenis sayuran yang digabung bisa banyak
variasinya. Pola tanam ini sebagai upaya memanfaatkan lahan semaksimal mungkin.
Tumpangsari juga dapat dilakukan di ladang-ladang padi atau jagung, maupun pematang
sawah. Pola tanam tumpangsari bisa diterapkan untuk tanaman semusim yang umurnya
tidak jauh berbeda dengan tanaman berumur panjang yang nantinya menjadi tanaman
pokok (Nazarudin, 1994).
Pola tanam tumpangsari akan berhasil guna dan berdaya guna apabila beberapa
prinsip tidak ditinggalkan. Menurut Suryanto (1990) dan Tono (1991) bahwa prinsip
tumpangsari lebih banyak menyangkut tanaman diantaranya :
- Tanaman yang ditanam secara tumpangsari, dua tanaman atau lebih mempunyai umur
yang tidak sama
- Apabila tanaman yang ditumpangsarikan mempunyai umur yang hampir sama,
sebaiknya fase pertumbuhannya berbeda.
- Terdapat perbedaan kebutuhan terhadap air, cahaya dan unsur hara.
- Tanaman mempunyai perbedaan perakaran.
Pola tanam tumpangsari memberikan berbagai keuntungan, baik ditinjau dari
aspek ekonomis, maupun lingkungan agronomis. Menurut Santoso (1990), beberapa
keuntungan dari tumpangsari adalah sebagai berikut:
- Mengurangi resiko kerugian yang disebabkan fluktuasi harga pertanian
- Menekan biaya operasional seperti tenaga kerja dan pemeliharaan tanaman.
- Meningkatkan produktifitas tanah sekaligus memperbaiki sifat tanah.
4. Corak usahatani
Tujuan kegiatan usaha tani berbeda-beda karena pengaruh lingkungan alam dan
kemampuan pengusahanya. Ada petani yang kegiatannya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
keluarganya yang disebut dengan usaha tani pencukup kebutuhan keluarga (selfsufficient farm /
subsistences farms), dan adapula kegiatannya yang bertujuan untuk mendapatkan untung
sebesar-besarnya yang disebut dengan usaha tani komersial (commercial farm).
Karena ciri dan sifat yang dimilki oleh usahatani komersial & pencukup kebutuhan
keluaraga, beberapa ahli memberikan nama lain kepada kedua usahatani ini. Usaha tani
komersial disebut juga dengan nama usahatani dinamis & usahatani tidak komersial disebut
usahatani statis. Penggolongan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan saat
tertentu, karena setiap usahatani statis dapat berubah melalui masa peralihan menjadi usaha tani
dinamis.
Para ahli telah banyak menegemukakan pendapatnya untuk membedakan apakah suatu
usahatani tergolong subsisten atau komersil. Salah satu ukuran itu adalah tindakan ekonomi
petani dalam penggunaan unsur-unsur produksi. Penggunaan unsur produksi misalnya
penggunaan tenaga kerja & pemilihan cabang usaha sering didasarkan pada kebiasaan.Hubungan
petani dengan dunia luar usahataninya merupakan dasar pengukur tingkat perkembangan usaha
tani.
Beberapa ukuran yang banyak untuk menyatakan tingkat & sifat integrasi petani dengan
desa dan kota sekitarnya adalah
Perbandingan antara jumlah produk yang dijual ke pasar dan yang dikonsumsi.
Perbandingan antara jumlah korbanan yang dibeli terhadap jumlah seluruh
korbanan yang digunakan dalam proses produksi.
Tingkat Teknologi.
Corak usahatani berdasarkan tingkatan hasil pengelolaan usahatani yang ditentukan oleh
berbagai ukuran/kriteria, antara lain:
• Nilai umum, sikap dan motivasi
• Tujuan produksi
• Pengambilan keputusan
• Tingkat teknologi
• Derajat komersialisasi dari produksi usahatani
• Derajat komersialisasi dari input usahatani
• Proporsi penggunaan faktor produksi dan tingkat keuntungan
• Pendayagunaan lembaga pelayanan pertanian setempat
• Tersedianya sumber yang sudah digunakan dalam usahatani
• Tingkat dan keadaan sumbangan pertanian dalam keseluruhan tingkat ekonomi.
5. Bentuk usahatani
Bentuk usahatanidi bedakan atas penguasaan faktor produksi oleh petani, yaitu:
• Perorangan
Dalam usahatani ini, unsur-unsur produksi ditentukan oleh seseorang dan pengelolaannya
dilakukan oleh seseorang. Tanah yang diusahakan dapat berupa miliknya atau orang lain. Jadi
pada usahatani ini masih terdapat variasi-variasi yang menghendaki penggolongan-penggolongan
yang lebih halus.
Tenaga kerja yang diperlukan didapatkan dari berbagai sumber. Ada yang berasal dari
petani sendiri beserta anggota keluarganya dan ada yang berasal dari luar keluarga berdasarkan
gotong royong atau upah. Tenaga kerja yang diupah tersebut bisa berbentuk:
Tenaga kerja tetap
Tenaga kerja harian
Tenaga kerja musiman
Di Indonesia sendiri banyak terdapat tenaga kerja yang sebagian besar dari
keluarga petani itu sendiri. Sebagian besar pendapatan petani dalam setahun berasal dari
usahataninya. Ini disebut dengan usahatani keluarga (family farm). Adapun ciri-cirinya,
yaitu:
a. Sedikitnya separo dari seluruh jumlah tenaga kerja pria yang diperlukan usahataninya
berasal dari petani penggarapnya dan anggota keluarga.
b. Sedikitnya separo dari jumlah pendapatan kotor yang diterima oleh keluarga petaninya
berasal dari usaha tani tersebut.
Luas tanah tidak dapat dijadikan ukuran untuk mendefinisikan usaha tani
keluarga. Usaha tani keluarga dapat pula terdiri dari tanah yang sempit. Karena tiap tanah
memberikan sifat dan kesuburan yang berbeda-beda maka pemakaian luas tanah untuk
mendefinisikan luas tanah tiak mudah. Jumlah kerja yang diperlukan dan pendapatan
kotor tang diterima petani lebih tepat dijadikan dasar untuk mendefenisikan usahatani
keluarga. Faktor produksi dimiliki atau dikuasai oleh seseorang, maka hasilnya juga akan
ditentukan oleh seseorang.
• Kooperatif
Faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan dibagi
berdasar kontribusi dari pencurahan faktor yang lain.Merupakan bentuk peralihan antar
usaha tani perseorangan dan usahatani kolektif.Pada usaha tani ini tidak semua unsur-
unsur produksi dan pengelolaannya dikuasai bersama.tanahnya masih milik
perorangan.Usaha bersama dituangkan dalam bentuk kerja sama di beberapa segi seperti :
Kerjasama dalam penjualan hasil
Kerjasama dalam pembelian sarana produksi
Kerjasama dalam tenaga kerja.
Usaha tani kooperatif ini terbentuk karena petani-petani kecil dengan modal yang
lemah tidak mampu membeli alat-alat pertanian yang berguna untuk mengembangkan
kegiatan usahanya. Dengan menggabungkan modal yang dimilki mereka dapat membeli
alat- alat untuk digunakan bersama yang bertujuan untuk meningkatkan efesiensi
penggunaan alat-alat pertanian.
Faktor produksi dimiliki secara bersama, maka hasilnya digunakan dibagi
berdasar kontribusi dari pencurahan faktor yang lain. Dari hasil usahatani kooperatif
tersebut pembagian hasil dan program usahatani selanjutnya atas dasar musyawarah
setiap anggotanya seperti halnya keperluan pemeliharaan dan pengembangan kegiatan
sosial dari kelompok kegiatan itu antara lain: pemilikan bersama alat pertanian,
pemasaran hasil dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bachraen Saeful. 2012. Penelitian Sistem Usaha Pertanian Di Indonesia. Bandung : IPB Press.
Isaskar, Riyanti. 2014. Modul 1. Pendahuluan: Pengantar Usaha Tani. Laboratorium Analisis
dan Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Makeham and Malcolm, 1981, Manajemen Usahatani di daerah Tropis