Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH RENCANA PEMBELAJARAN

PEMBANGUNAN KEBIJAKAN PERTANIAN

DISUSUN OLEH:

AHMAD TAHRIR

C1G019011

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

UNIVERSITAS MATARAM
1)
A). Hubungan sistem pemerintahan pemerintah dalam hukum komoditas terungkap Menurut de Fries
(1986), menurut kodratnya sebagai pedagang, VOC sangat tertarik pada tanaman pangan utama Berlaku
untuk karyawan VOC, tentara, angkatan laut, kantor VOC dan Orang-orang di sekitar kantor VOC dan
gudang perdagangan. Konsekuensi utama dari metode komoditas pada pembangunan pertanian adalah
Kebutuhan lahan relatif besar dan dikembangkan secara monokultur. Selain Oleh karena itu, upaya untuk
meningkatkan produktivitas dan melindungi kesehatan tanaman dilakukan Arah penelitian utama untuk
penelitian varietas unggul, pemupukan, pengendalian hama Tanaman dan infrastruktur (irigasi) juga
menjadi agenda lembaga penelitian pertanian Indonesia, konsekuensi tersebut sudah ada sejak jaman
penjajahan, bahkan beberapa Bangunan infrastruktur, terutama irigasi dan lembaga penelitian, masih
eksis hingga saat ini (vander Elst, 1986; de Fries, 1986). Dalam konteks iptek, Eksistensi penjajahan
Hindia Belanda adalah penyebaran dan perkembangannya Berbagai macam teknik tanam pertanian di
Indonesia khususnya menanam tanaman. Tidak peduli sistem kerja apa yang diterapkan, itu adalah
memperkenalkan sistem budidaya tanaman Perkebunan intensif (disengaja atau tidak disengaja) di Hindia
Belanda mengalami peningkatan, Meningkatkan pengetahuan petani dan buruh tani Indonesia. Fakta ini
adaMenulis de Fries (1986) menunjukkan bahwa pada 1808, Daendels Instruksikan untuk merencanakan
salah satu cara paling layak untuk meningkatkan takdir Petani adat, dan memperluas lahan pertanian
sebanyak mungkin. Dalam kasus ini, Pemerintah Hindia Belanda memerintahkan bupati untuk menjaga
persawahan Dapat ditanam tepat waktu di daerah ini dan membantu petani Alat pertanian, bibit kerbau
dan padi. Selain itu, bupati juga harus mengupayakan Belilah beras dengan tingkat harga yang wajar.
Dinamika produksi pertanian, terutama terjadinya musim paceklik Hal itu sering diulang-ulang, sehingga
mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan lembaga penelitian pertanian. Lembaga
penelitian pertanian terutama menghasilkan varietas yang baik dan peningkatan teknologi Dibudidayakan.
Hasil penelitian pertanian ini akan mendukung pengembangan budidaya tanaman Perkebunan besar yang
didirikan oleh pemerintah kolonial, seperti lada, tebu, Tembakau, kopi, pala, kelapa, nila dan kapas (van
der Elst, 1986; Raffles, 2014). Beberapa Komoditas utama tanaman pangan seperti beras, jagung dan ubi
kayu juga telah diperoleh Dikhawatirkan karena memiliki peran strategis selain sebagai makanan pokok
Sebagai pengontrol upah buruh tani di perkebunan (van der Elst, 1986).

B). Pembangunan pertanian berbasis komoditas pasca era pemerintahan Hindia Belanda ternyata tetap
eksis pada masa pendudukan Jepang. Terjadi pada saat itu Perubahan signifikan dalam jenis produk
pertanian yang "dibiarkan" petani untuk tumbuh Petani. Padi (beras) merupakan komoditi wajib yang
harus ditanam karena sangat dibutuhkan Mendukung logistik tentara Jepang. Selain itu, tanaman
perkebunan digunakan Produksi tekstil (kapas, rosela, sisal dan goni) juga merupakan tanaman wajib
Ditanam karena pada zaman Hindia Belanda, permintaan tekstil paling banyak terpenuhi
Dari impor. Perubahan kebijakan ini mengakibatkan luasnya perkebunan teh, kopi dan tebu
mengalami penurunan yang relatif besar (Kursawa, 2015). Terkait dengan kebijakan peningkatan
produksi beras, pemerintahan Jepang pada tahun 1943 telah menetapkan beberapa program
pembangunan, seperti: (a) pengenalan jenis padi baru, (b) pengenalan inovasi teknik budidaya, khususnya
penanaman padi, dan (c) propaganda dan pelatihan untuk petani pribumi. Upaya perluasan lahan
pertanaman padi juga diupayakan oleh pemerintahan Jepang, namun karena lahan-lahan yang dinilai
mempunyai kualitas bagus semakin sulit diperoleh; maka kebijakan pengenalan varietas baru dan teknik
penanaman padi, menjadi fokus utama (Kurasawa, 2015). Jepang pada saat menduduki Indonesia sudah
mempunyai teknologi budidaya padi yang relatif maju dan para ahli yang berpengalaman. Melihat teknik
budidaya padi petani Indonesia yang relatif tertinggal, pemerintah Jepang sangat bernafsu untuk
memindahkan teknologi mereka serta meningkatkan pengetahuan para petani pribumi mengenai teknik
budidaya padi. Untuk mendukung tekad tersebut, pemerintah Jepang melakukan serangkaian percobaan
(uji coba varietas yang sesuai dengan kondisi agroekosistem di Jawa) di Noji Shinkenjo (Stasiun
Percobaan Pertanian). Percobaan tersebut melibatkan para peneliti dari Jepang dan Indonesia. Percobaan
tersebut menghasilkan satu varietas yang sangat direkomendasikan yaitu padi Horai dari Taiwan.
Sementara untuk teknik budidaya, kebiasaan petani yang selama ini menanam padi secara acak
diharuskan menanam dalam garis lurus (larikan) diberi jarak tertentu antar barisan. Perbaikan teknik
penanaman padi dalam larikan ini merupakan salah satu kontribusi pemerintah Jepang dalam budidaya
padi di Indonesia (Kurasawa, 2015).

C). Memasuki era kemerdekaan, pendekatan komoditas masih terus berlanjut dan masih difokuskan pada
komoditas pangan utama, khususnya beras. Upaya peningkatan produksi beras domestik pada masa
pemerintahan Presiden Soekarno dimulai pada tahun 1952 melalui Rencana Kesejahteraan Kasimo atau
lebih dikenal sebagai Plan Kasimo, dengan tujuan utama mewujudkan swasembada beras pada tahun
1956. Program peningkatan produksi beras dalam Plan Kasimo terdiri atas produksi benih unggul,
perbaikan dan perluasan pengairan pedesaan, peningkatan penggunaan pupuk dan pemberantasan hama,
pemanfaatan lahan kering, dan peningkatan pendidikan masyarakat desa. Untuk memassalkan program
peningkatan produksi beras ini, pemerintah menggunakan metode “tetesan oli” (olie vlek) yang
merupakan peninggalan pemerintah Hindia Belanda. Namun karena tidak didukung oleh kemampuan
petugas pemerintah yang memadai serta minimnya ketersediaan anggaran pemerintah, program ini gagal
total dan impor beras melonjak tajam (Silitonga, et.al., 1995; Anonim, 2002).

D). Pemerintah Orde Baru telah belajar dari kegagalan masa lalu dan mencoba merumuskan rencana
pembangunan pertanian yang komprehensif dan memastikan bahwa semuanya terimplementasikan
dengan baik di bidang ini. Pemerintah dengan hati-hati menyusun rencana pembangunan pertanian jangka
pendek dan jangka panjang. Selain itu, secara cermat mempelajari karakteristik petani dan kondisi tanam
padi, serta dijadikan dasar dalam merumuskan kebijakan dan program pembangunan pertanian. Lebih
penting lagi, sejak awal, pemerintah Orde Baru menyadari pentingnya dukungan penelitian dalam
mempercepat proses peningkatan produksi beras (Timmer, 2005; Nitisastro, 2010).Dengan
mempertimbangkan faktor risiko yang dihadapi oleh petani (produsen) dan masyarakat (konsumen),
pemerintah menetapkan dua kebijakan dasar. Pertama, perlunya kebijakan jaminan harga hasil produksi
untuk mereduksi ketidakpastian harga yang diterima petani. Kedua, perlunya subsidi harga sarana
produksi untuk mengurangi biaya yang harus ditanggung oleh petani. Dua kebijakan dasar ini
dioperasionalisasikan dengan menggerakan secara penuh sumber daya dan kelembagaan yang ada. Sektor
pekerjaan umum berkontribusi dalam pengembangan, rehabilitasi dan perluasan jaringan irigasi. Sektor
pertanian mengembangkan pola “bimbingan massal” panca usahatani. Badan Urusan Logistik (Bulog)
menjamin stabilisasi harga gabah dan beras melalui kebijakan pengadaan cadangan penyangga
(bufferstock), yaitu membeli gabah/beras pada saat harga turun dan menjualnya pada saat harga naik.
Sektor industri fokus pada pembangunan industri pupuk dan perbankan menyediakan kredit usahatani
(Nitisastro, 2010). Strategi dorongan besar (big-push) dalam pembangunan pertanian ini berjalan sesuai
dengan rencana, karena pemerintah Orde Baru juga dengan sangat baik membangun sistem penyampai
(delivery system) dan sistem penerima (receiving system) berbagai bantuan dan subsidi bagi petani padi.
Kelembagaan penyuluhan, Koperasi Unit Desa (KUD), dan kelompok tani dikembangkan dan
dioperasionalkan dengan sangat baik.

SOURCE: https://www.litbang.pertanian.go.id/buku/ekoregion/Bab-IV-3.pdf
2)
1. Menurut Mosher (1966),

Pertanian adalah bentuk produksi yang unik berdasarkan proses pertumbuhan tumbuhan dan hewan.
Petani mengelola dan merangsang pertumbuhan tanaman dan hewan di usaha pertanian.Produksi adalah
bisnis, sehingga pengeluaran dan pendapatan sangat penting.

2. Menurut Van Aarsten (1953),

Pertanian adalah pemanfaatan kegiatan manusia untuk memperoleh hasil dari tumbuhan dan/atau hewan
yang pada awalnya diwujudkan dengan sengaja menyempurnakan segala kemungkinan yang telah
diberikan alam kepada tumbuhan dan/atau hewan tersebut untuk berkembang biak.

3. Pengertian Pertanian Menurut David Ray Griffin,

Pertanian adalah masalah yang paling disalahpahami, paling kompleks, paling diabaikan dan paling tidak
populer popular

4. Menurut Y.W. Memahami Berita Pertanian Winangun,

Pertanian merupakan hal yang penting dalam pembangunan, yaitu sebagai pemasok kebutuhan pangan
dan bahan baku industry

5. Pengertian Pertanian Menurut Mosher,

  Pertanian adalah suatu bentuk produksi yang khas, yang didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman
dan hewan. Petani mengelola dan merangsang pertumbuhan tanaman dan hewan dalam suatu usaha tani,
dimana kegiatan produksi merupakan bisnis, sehinggga pengeluaran dan pendapatan sangat penting
artinya.

6. Pengertian Pertanian Menurut Spedding,

 Pertanian dalam pandangan modern merupakan kegiatan manusia untuk manusia dan dilaksanakan guna
memperoleh hasil yang menguntungkan sehingga hams pula meliputi kegiatan ekonomi dan pengelolaan
di samping biologi.

7. Pengertian Pertanian Menurut Indianto Mu’in,

 Pertanian adalah kegiatan ekonomi utama penduduk Indonesia, sebab lebih dari 80% penduduk bekerja
pada sektor pertanian.

8. Pengertian Pertanian Menurut Sri Sulestari,

  Pertanian adalah jenis usaha yang menenkankan pada pengolahan tanah dan tanaman yang ditanam
berupa tanaman pangan.

9. Pengertian Pertanian Menurut Word Bank,


  Pertanian merupakan pemakai air terbanyak yang mempunyai andil peda terjadinya kelangkaan air.
Pertanian merupakan salah satu pelaku utama dalam pengurasan air tanah, polusi agrokimia, keletihan
tanah, dan perubahan iklim global, serta penyumbang hingga 30% dari emisi gas rumah kaca.

10. Pengertian Pertanian Menurut Karwan A. Salikin,

  Pertanian merupakan bagian agroekosistem yang tak terpisahkan dengan subsistem kesehatan dan
lingkungan alam, manusia dan budaya saling mengait dalam suatu proses produksi untuk kelangsungan
hidup bersama.

11. Pengertian Pertanian Menurut Dwi Haryanti,


 Pertanian merupakan suatu usaha manusia dalam bercocok tanam dimana objeknya merupakan sebuah
lahan kosong.

SOURCE: http://pertanianb.blogspot.com/2017/02/11-pengertian-pertanian-menurut-para.html

3). Proses perkembangan pertanian pada umumnya berkaitan dengan upaya transformasi dari sistem
pertanian yang mempunyai produktivitas rendah kepada sistem lebih modern yang mempunyai
produktivitasnya relatif tinggi dan yang mungkin menimbulkan dampak sampingan terhadap lingkungan
akibat penggunaan teknologi dan asupan (input) pertanian modern. Dampak sampingan tersebut tidak
hanya ditemui pada pertanian modern tetapi juga ditemui pada pertanian tradisional, sebagai akibat dari
pertumbuhan penduduk yang meningkat cepat. Meskipun selama ini pertanian tradisional telah sukses
mengelola sumberdaya pertanian tanpa melahirkan kerusakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaiki,
tetapi permasalahan lingkungan akan timbul akibat tekanan populasi penduduk terhadap lahan yang
tersedia relatife sempit sehingga daya dukungnya rendah. Pertanian tradisional di daerah tropik dicirikan
khususnya oleh adanya tekanan untuk terus melakukan perluasan areal yang menyebabkan kerusakan
lingkungan. Pengaruh langsung dari perluasan areal tersebut termasuk terjadinya pencucian hara yang
relatif cepat dan adanya degradasi dari kualitas lahan karena pembukaan hutan. Kerusakan kualitas lahan
karena pertanaman yang bersifat permanen pada lahan yang relatif miskin sehingga tidak dapat
dimanfaatkan lagi tanpa adanya upaya peningkatan kesuburan tanah. Juga terjadi erosi tanah akibat hujan
deras dan musim kering yang panjang atau banjir, dan hilangnya sumberdaya hutan akibat adanya ladang
berpindah. Meskipun kerusakan sumberdaya alam tersebut dapat dicegah dan diperbaiki jika dana
tersedia, tetapi beberapa diantaranya relatif sangat mahal, sehingga lama kelamaan menjadi tidak dapat
diperbaiki sama sekali. Kerentaan dari ekosistem tropis telah menyebabkan kerusakan sumberdaya alam
berjalan dengan cepat, dan yang lebih memprihatinkan adalah perbaikannya berjalan dengan lambat.
Namun demikian masih ada celah untuk pencegahan kerusakan sumberdaya alam dengan menyusun
perencanaan yang tepat dan tindakan antisipasi. Misalnya tenaga kerja di pedesaan yang bekerja tidak
penuh atau setengah pengangguran dapat dimobilisasi untuk membuat terasering di daerah pegunungan
atau dilibatkan dalam program reboisasi atau penghutanan kembali hutan-hutan yang telah rusak. Pada
banyak daerah di Afrika, lahan yang marginal dapat direklamasi dengan menggunakan teknik pengelolaan
yang mutakhir. Kerusakan sumber daya alam pada pertanian modern timbul terutama akibat dari
penggunaan pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit serta rerumputan, dan dari kegiatan irigasi.
Pengaruh sampingan dari penggunaan pestisida perlu dilihat secara hati- hati. Daya racunnya terhadap
ikan dan burung serta persistensi dan daya jelajahnya di alam membuatnya menjadi berbahaya jauh
melampaui sasaran areal dari penggunaan pestisida tersebut. Sedangkan proyek konstruksi sistem irigasi,
apabila tidak sesuai dengan fasilitas drainasenya kemungkinan besar dapat meningkatkan salinasi dari air
irigasi tersebut. Bahkan penggunaan varietas unggul baru baik pada komoditas padi, jagung, dan gandum
kadangkala menimbulkan efek samping, baik karena penanaman varietas unggul tersebut membutuhkan
pestisida dalam jumlah banyak maupun karena varietas unggul baru tersebut menggantikan spesies lokal
yang telah mengalami seleksi alami yang lebih cocok dengan lingkungan setempat dan yang diperlukan
untuk proses persilangan. Pengolahan tanah secara terus menerus yang dipermudah dengan adanya
mekanisasi pertanian juga dapat merusak struktur tanah. Pertanian modern tidak dapat melepaskan
ketergantungannya pada produk kimia (pupuk dan pestisida), varietas unggul baru yang mempunyai
produktivitas tinggi dan irigasi. Harus diupayakan agar efek sampingannya dapat dicegah atau
diminimalkan dengan perencanaan pembangunan pertanian yang komprehensif. Memperhatikan dampak
ikutan dari proses transformasi pertanian tradisional menjadi pertanian modern yang berorientasi pasar
atau komersial itu mungkin merupakan tindakan yang tidak realistis, jika kita mendesain suatu perubahan
yang terlalu cepat. Sebagai contoh dapat disimak upaya untuk mengintroduksikan tanaman perdagangan
dalam pertanian tradisional yang seringkali gagal membantu petani untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Menggantungkan diri pada tanaman perdagangan bagi para petani kecil lebih mengandung risiko daripada
pertanian subsisten, karena fluktuasi harga membuat keadaan menjadi lebih tidak menentu. Pengalaman
menunjukkan bahwa diversifikasi usahatani merupakan suatu langkah transisi yang efektif. Dengan
langkah ini tanaman pokok tidak lagi mendominasi karena tanaman perdagangan yang baru
diintroduksikan seperti buah-buahan, kopi dan tanaman lainnya sudah mulai dijalankan bersama dengan
usaha peternakan atau perikanan secara sederhana. Upaya diversifikasi tersebut relatif telah meningkatkan
produktifitas usahatani yang sebelumnya sering menyebabkan terjadinya pengangguran tidak kentara.
Usaha diversifikasi ini sangat diperlukan mengingat angkatan kerja di pedesaan sering berlimpah dan
dengan diversifikasi angkatan kerja tersebut dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal. Pada tahapan ini,
pemakaian alat dan mesin pertanian mulai diintroduksi, demikian pula penggunaan benih varietas unggul
baru, serta pupuk, pestisida dan irigasi. Dengan demikian para petani mampu memperoleh surplus
produksi yang dapat dijual serta mengurangi risiko kegagalan panen.Jadi kesimpulan nya ada lima faktor
yang mempengaruhi perkembangan pertanian Indonesia yang berdampak pada hasil produksi pertanian,
antara lain Irigasi, alat mesin pertanian, ketersediaan pupuk, ketersediaan benih dan penyuluh pertanian.

SOURCE: http://repository.ut.ac.id/4425/1/LUHT4219-M2.pdf

4)
1. Lahan pertanian menjadi berkurang ,Pengaruh utama yang jelas kelihatan adalah tentu lahan pertanian
menjadi berkurang. Lalu akibatnya hasil pertanian pun ikut menurun.

2. Lahan sekitarnya bisa terkena pencemaran ,Lahan pertanian yang tidak dikonversi pun bisa terkena
dampaknya. Karena berada di sekitar industri, maka riskan terkena pencemaran limbah dan polusi.

3. Alih fungsi kebanyakan meluas ke lahan di sekitarnya ,Jika salah satu lahan pertanian sudah
dikonversi, biasanya dalam waktu dekat lahan lain yang di dekatnya bisa ikut dikonversi juga. Lalu
akhirnya meluas dan berpengaruh pada kehidupan masyarakat.

4. Pekerja di bidang pertanian kehilangan pekerjaan, Lahan pertanian yang berkurang juga bisa
mengakibatkan pekerja di bidang pertanian yang belum memiliki pemahaman bidang industri kehilangan
pekerjaan. Lalu bisa menyebabkan meningkatnya angka pengangguran.

SOURCE: https://brainly.co.id/tugas/26083241
5).

Teori ekonomi klasik dan neo-klasik menunjukkan bahwa perdagangan akan mendatangkan keuntungan
ekonomi substansial melalui alokasi yang lebih efisien dari sumber daya dan terjadinya spesialisasi.
Sementara, banyak teori mengatakan bahwa keuntungan dari aktivitas pasar diperoleh dari eksploitasi
keunggulan komparatif, ruang lingkup pasar yang lebih besar yang memungkinkan pembagian kerja lebih
luas melintasi batas-batas negara (akses pada input lebih murah, lebih banyak memunculkan kreativitas
dan produktivitas) akan dapat meningkatkan keuntungan lebih besar. Liberalisasi sektor pertanian, dapat
dimengerti sebagai bentuk “keterbukaan” dalam fenomena “transnasionalisasi” ekonomi, menyangkut
komponen-komponen utama proses industri pertanian, mulai dari bibit, pupuk, tekhnologi, obat-obatan
untuk hama dan penyakit tanaman, modal kerja, bantuan tenaga ahli sampai dengan produk akhir,
sehingga liberalisasi pertanian memastikan terjadinya persaingan petani lokal dengan kekuatan asing yang
tidak terkendali, petani dengan perusahaan multinasional, Liberalisasi perdagangan diakui membawa
beberapa manfaat, antara lain harga pangan yang relatif murah, mekanisme pasar pangan dalam negeri
yang semakin sehat dan beban anggaran pemerintah yang semakin ringan untuk menjamin kebutuhan
pangan nasional. Para konsumen jelas sangat diuntungkan oleh kebijakan ini, sementara kerugian diderita
petani. Dalam jangka panjang ketergantungan semakin tinggi terhadap pasokan pangan dari impor dan
kerugian petani akan semakin berkepanjangan. Ada tiga kekawatiran atas langkah liberalisasi
perdagangan pangan (termasuk beras dan gula) tersebut: (a) Indonesia akan semakin tergantung pada
pasokan pangan dari impor untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, karena kecenderungan harga
pangan yang semakin menurun, (b) basis produksi pangan dalam negeri akan semakin keropos, karena
petani enggan menanam padi atau pangan lainnya karena tidak ada jaminan harga, dan (c) meluasnya
keresahan petani karena kegagalan pemerintah mengatasi gejolak harga pangan.

SOURCE: http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/60770/Dampak%20Liberalisasi
%20Perdagangan.pdf;sequence=1

6).
Transportasi adalah pemindahan manusia, barang atau jasa dari satu tempat ke tempat lainnya
dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi
digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. sedangkan
pengangkutan adalah alat atau sarana yang dijalankannya untuk bertransportasi, berimigrasi,
melakukan kunjungan menuju tempat tujuan. Alat Transportasi terdiri atas tiga bagian yaitu,
transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang
membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih
canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat
transportasi lainnya. Dalam proses transportasi pengangkutan menjadi sumber yang
menguntungkan. Situasi yang dijalankan lebih cepat dan mudah serta konsekuen dalam beberapa
tindakan pengangkutan. pada perusahaan juga transportasi digunakan untuk mengangkut orang
kerja ketempat tujuan guna mempercepat waktu dan cepat dalam memperoleh hasil yang
maksimal dalam bekerja. Dari aspek ekonomi pengangkutan dapat ditinjau dari sudut ekonomi
makro dan ekonomi mikro. dari sudut ekonomi makro pengangkutan merupakan salah satu
prasarana yang menunjang pelaksanaan pembangunan nasional; sedangkan dari sudut ekonomi
mikro pengangkutan dapat dilihat dari kepentingan perusahaan angkutan, dan pemakai jasa
angkutan. a. Sebagai penunjang semangat pekerja para BHL (buruh harian lepas),karyawan
tetap,serta pegawai kantor dalam mengatur, dan mengelola perusahaan dengan adanya
transportasi yang memadai dalam melakukan rutinitas perusahaan. b. Memperlancar jalannya
mobilitas pembibitan dan penanaman dalam setiap pengangkutan, c. Mempercepat situasi yang
akan terjadi, d. Alat angkutan sebagai sarana dan prasarana yang penting didalam perusahaan
maupun diluar perusahaan. Peranan transportasi dalam pengangkutan hasil pertanian sangat
penting dan dibutuhkan dalam setiap perusahaan hasil pangan,dari sejak pembibitan, penanaman
sampai pada proses pemanenan.

SOURCE: http://repository.uin-suska.ac.id/11292/1/2010_201022MP.pdf

7).
Manfaat Bioteknologi Pertanian

Bioteknologi pertanian memberikan banyak manfaat, manfaat-manfaat itu diantaranya adalah sebagai
berikut:

• Menghasilkan keturunan dengan sifat yang unggul.

• Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta melipatgandakan hasil pertanian

• Menghasilkan produk agribisnis yang berdaya saing tinggi.

• Terciptanya tanaman yang tahan dalam berbagai hama serta kondisi.

• Terciptanya tanaman yang dapat membuat pupuknya sendiri.

• Mengurangi pencemaran lingkungan serta menekan biaya produksi.

Disamping memberikan banyak manfaat, bioteknologi pertanian juga memiliki beberapa kelemahan,
kelemahan-kelemahan itu diantaranya adalah:

1. Terjadinya silang luar akibat adanya penyebaran pollen dari tanaman transgenik ke tanaman lain.

2. Adanya efek kompensasi.

3. Muncul hama target yang tahan terhadap insektisida.

4. Muncunya efek samping terhadap hama nontarget.

5. Biaya untuk memuatnya relatif tinggi.

6. Membutuhkan teknologi yang tinggi, sehingga dalam perakitannya diperlukan orang-orang yang
memiliki keahlian khusus.

1. Kultur jaringan

Kultur jaringan merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan untuk meningkatkan keragaman
genetik tanaman, termasuk di dalamnya keragaman klon sel somatik yang ditanam pada media buatan
dalam kondisi steril dalam ruangan yang terkontrol, sehingga berbagai bagian tanaman dapat tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman yang utuh (Pedrieri, 2001)). Dalam waktu singkat, sejumlah besar benih
dapat dihasilkan dari bahan tanaman yang sangat terbatas dan memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Keberhasilan ini mendorong penggunaan kultur jaringan sebagai teknik reproduksi yang menawarkan
banyak keunggulan dibandingkan teknik tradisional. Frederick C Steward melakukan kultur jaringan pada
tanaman wortel dan menghasilkan genetika tanaman yang lengkap. Eksplan atau bagian tanaman yang
akan digunakan untuk kultur jaringan terdapat pada pucuk, daun, dan ujung akar tanaman. Faktor yang
sangat memengaruhi pada proses kultur jaringan yaitu seperti temperature, cahaya, pH dan kelembaban
yang diatur pada kondisi sesuai dengan pertumbuhan eksplan.

2. Hidroponik dan Aeroponik


Hidroponik adalah membudidayakan tanaman dengan cara memanfaatkan air. Untuk metode yang
digunakan dalam hidroponik diantaranya seperti kultur air dengan menggunakan media air, metode kultur
pasir dengan menggunakan media pasir dan metode porus antara lain dengan menggunakan media kerikil
dan pecahan baru bata. Lalu bagaimana tumbuhan dapat memperoleh zat makanan mereka bila tanpa
media tanah? Nah, Anda dapat memanfaatkan pupuk organik yang dilarutkan ke dalam air sehingga akar
tanaman dapat meyerapnya dengan cepat. Dengan memanfaatkan hidroponik Anda akan mendapatkan
beberapa keuntungan yaitu tanaman akan tumbuh lebih cepat, hasil produksi lebih tinggi, penggunaan
pupuk lebih mudah dan efisien, tidak perlu banyak ruang, tidak akan terpengaruh oleh cuaca, dan
tentunya tanaman akan terbebas dari hama dan penyakit. Nah, benar-benar menguntungkan bagi Anda
yang ingin memiliki taman dengan ruang minimalis tanpa menggunakan media tanah. Selain hidroponik
ada juga aeroponik. Menariknya aeroponik tidak memanfaatkan media sama sekali. Cara kerjanya yaitu
dengan menggantungkan akar tanaman dalam suatu wadah dan tetap jaga kelembabannya. Aeroponik
memperoleh zat makanan melalui larutan nutrisi yang telah disemprotkan pada akar tanaman. Akar yang
menggantung pada aeroponik akan dapat menyerap oksigen lebih banyak sehingga dapat meningkatkan
pertumbuhan dan metabolisme tanaman.

3. Dimodifikasi secara genetic

Sesuai dengan namanya, tanaman rekayasa genetika adalah tanaman hasil rekayasa genetika, sehingga
zat-zat yang dimilikinya tidak berasal dari metabolisme normalnya, atau dapat dikatakan tanaman
memiliki ciri-ciri baru yang tidak dimiliki tanaman tersebut sebelumnya. Dalam proses transgenik,
tanaman dibumbui dengan gen bakteri, yang menghasilkan senyawa endotoksin.Senyawa ini membantu
tanaman mengatasi hama dan penyakit yang akan menyerangnya. Tanaman rekayasa genetika pasti tidak
membutuhkan pestisida, karena tidak perlu disemprotkan pada saat proses penanaman.Tanaman rekayasa
genetika tentunya memiliki keunggulan bermanfaat bagi manusia yaitu tidak perlu disemprot dengan
pestisida, karena tanaman menghasilkan toksin sendiri dan dapat memfiksasi nitrogen serta memiliki
kandungan nutrisi yang lebih tinggi serta resisten terhadap antibiotik tertentu. Contoh organisme hasil
rekayasa genetika adalah tanaman tomat yang buahnya tidak mudah rusak dan lebih unggul dari tomat
lainnya.

4. Pupuk Hayati

Pupuk Hayati atau biasa disebut biofertilizer yaitu pupuk dengan inokulum mikroba yang digunakan
untuk menyuburkan tanah. Pupuk ini memanfaatkan beberapa bakteri seperti bakteri pelarut fosfat,
bakteri penambah nitrogen atau mikoriza dengan rekayasa genetik untuk menjadikannya sebagai pupuk
penyubur tanah. Tentunya bioteknologi pertanian berperan dalam hal ini agar mengurangi pencemaran
lingkungan dan mencukupi kebutuhan unsur hara atau mineral pada tanaman.

SOURCE: https://www.bengkulutoday.com/mengenal-bioteknologi-populer-di-bidang-pertanian

8).
Pengembangan bioetanol salah satunya Implementasi Kebijakan Bioenergi Nasional Semoga menjadi
bagian darinya Alternatif penggunaan energi fosil Target penggunaan biofuel nasional. Bioetanol Dapat
digunakan sebagai bahan bakar Keluarga, industri dan Transportasi masyarakat. Singkong adalah bahan
baku Bisa diolah menjadi bioetanol. Ubi Masyarakat telah menanam kayu Keanekaragaman turun
temurun di daerah tengah Buatan Indonesia. Namun, dengan Saatnya mulai menggunakan singkong
Diversifikasi awalnya hanya untuk Bahan makanan, lalu gunakan Bahan baku untuk industri makanan
dan bahan Bahan baku bioenergi. Ada kebutuhan besar untuk mendukung peningkatan produksi untuk
mendukung pembangunan Bioetanol. Saat ini produktivitas ubi kayu di tingkat petani masih rendah,
bersaing dengan tanaman lain seperti jagung dalam hal penggunaan lahan. Di tingkat petani,
pengembangan ubi kayu juga terkendala keterbatasan dana petani, harga ubi kayu sering berfluktuasi,
persebaran varietas unggul sering tidak merata, biaya tanam dan transportasi tinggi, serta biaya pemasaran
tinggi. Sistem kelembagaan belum sempurna. berjalan dengan baik, di mana masih menempatkan petani
lemah posisi tawarnya dalam penjualan ubi kayu. Pada kegiatan usaha pengolahan bioetanol, kendala
yang dihadapi selain oleh kontinuitas bahan baku, juga harga ubi kayu yang terus meningkat
menyebabkan produksi bioetanol bagi industri dirasakan kurang kompetitif lagi. Indonesia merupakan
produsen ubi kayu potensial, dan berada diurutan keempat sebagai negara penghasil ubi kayu setelah
Nigeria, Brazil, dan Thailand. Ketersediaan ubi kayu selama ini lebih banyak digunakan sebagai bahan
baku pangan, yaitu untuk bahan baku industri tepung tapioka, konsumsi langsung, dan campuran pakan
ternak. Hanya sebagian kecil ubi kayu yang dibuat menjadi bioetanol. Dengan demikian, akan ada
persaingan penggunaan ubi kayu terutama antara untuk bahan baku pangan dan bioetanol. Kuncinya
adalah peningkatan produksi ubi kayu yang terus diupayakan dan diharapkan tidak mengganggu
kebutuhan untuk bahan baku pangan agar ketahanan pangan selalu terjaga.

SOURCE: https://media.neliti.com/media/publications/80724-ID-ketahanan-pangan-situasi-
permasalahan-ke.pdf

9).
Pertanian berkelanjutan (Sustainable Agriculture) merupakan implementasi dari konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian. Konsep pertanian berkelanjutan, ialah
yang bertumpu pada tiga pilar: ekonomi, sosial, dan ekologi. konsep pembangunan berkelanjutan
berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan, ialah:

1. Kehidupan sosial manusia (people), keberlanjutan ekologi alam (planet), atau pilar triple-p. Segitiga
pilar pembangunan (pertanian berkelanjutan) dimensi ekonomi berkaitan dengan konsep maksimisasi
aliran pendapatan yang dapat diperoleh dengan setidaknya mempertahankan asset produktif yang menjadi
basis dalam memperoleh pendapatan tersebut. Yang menjadi indikator utama dalam dimensi ekonomi ini
ialah tingkat efisiensi ekonomi, dan daya saing juga besaran dan pertumbuhan nilai tambah termasuk
dalam hal laba, serta stabilitas ekonomi.

2. Dimensi sosial adalah orientasi kerakyatan, hal ini berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan
kesejahteraan sosial yang dicerminkan oleh kehidupan sosial yang harmonis yaitu tercegahnya terjadinya
konflik sosial, preservasi keragaman budaya serta modal sosio-kebudayaan, termasuk dalam hal
perlindungan terhadap suku minoritas.

3. Dimensi lingkungan alam menekankan kebutuhan akan stabilitas ekosistem alam yang mencakup
sistem kehidupan biologis dan materi alam. Dalam hal ini mencakup terpeliharanya keragaman hayati dan
daya lentur biologis atau sumberdaya genetik, sumber air dan agroklimat, sumberdaya tanah, serta
kesehatan dan kenyamanan lingkungan

SOURCE: https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pengertian-dan-konsep-pertanian-
berkelanjutan-22

10).
Faktor utama:

a.      Adanya Pasar untuk Hasil Usahatani

Ada 3 hal yang diperlukan dalam pasar  yaitu :

1.        Adanya  konsumen  yang  mau  membeli  hasil, atau adanya suatu permintaan terhadap hasil
tersebut.

2.        Adanya  seseorang atau lembaga yang menyalurkan/membawa hasil dari tempat petani  (usahatani) 
ke  tempat  konsumen.    Dengan     perkataan lain   adanya   suatu system pemasaran atau sistem
tataniaga.

3.        Kepercayaan petani terhadap kelancaran dan keberlanjutan sistem pemasaran.

b. Teknologi yang Senantiasa Berkembang

Teknologi adalah metode atau cara-cara budidaya pertanian dan input-input yang digunakan seperti :
bibit/benih, pupuk, pestisida, pakan ternak, alat-alat dan mesin pertanian.  Termasuk juga dalam teknologi
pertanian metode-metode kombinasi usaha, seperti kombinasi tanaman dan ternak atau kombinasi
tanaman-ternak-ikan, agar pemanfaatan lahan dan tenaga kerja sebaik mungkin (optimal).

c.       Tersedianya Sarana Produksi dan Peralatan Secara Lokal

Meskipun teknologi yang sesuai  sudah ada dan hasil teknologi berupa input produksi atau bahan-bahan
produksi telah diproduksi/dihasilkan tetapi bila petani belum dapat membelinya di lokasi usahataninya,
maka petani belum menggunakan input-input atau bahan baru tersebut.  Itulah sebabnya bahwa input-
input yang diimport dan input yang diproduksi di dalam negara tetapi belum lancar distribusinya atau
pemasarannya, maka petani belum menggunakan input-input yang kurang bagus, hanya karena tersedia
secara lokal pada waktu dibutuhkan, seperti : bibit/benih yang diproduksi secara lokal.

d.   Adanya Perangsang Produksi bagi Petani

Meskipun petani bisa menaikkan produksinya, tetapi kemauan/kesediaan petani untuk menaikkan
produksi tergantung pada manfaat yang akan diterimanya dari kenaikan produksi itu.  Tujuan petani
dalam memproduksi hasil pertanian adalah memenuhi kebutuhan pangan, sandang, perumahan, kemudian
kebutuhan-kebutuhan lain seperti : pendidikan, kesehatan, angkutan dan kegiatan sosial. Peningkatan
pendapatan bersih atau laba usahatani  merupakan perangsang bagi peningkatan produksi. 

e.       Pengangkutan /Transportasi

Sebagai akibat dari sifat pertanian yang harus tersebar luas diseluruh muka bumi, maka diperlukan
pengangkutan yang sangat banyak untuk mengangkut input-input pertanian dari pasar ke usahatani dan
mengangkut hasil-hasil pertanian dari usahatani ke pasar lokal dan seterusnya dari pasar lokal ke tempat
konsumen, baik di dalam negeri atau di luar negeri.

Faktor pelancar:
1.      Pendidikan Pembangunan Pertanian

Pendidikan pembangunan pertanian yaitu pendidikan yang cocok untuk masyarakat yang ingin
maju. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani secara terus menerus adalah syarat mutlak
pembangunan pertanian.

2.      Kredit  Produksi

Untuk memanfaatkan semua peluang-peluang yang terbuka dalam usahatani/ usaha pertanian maka
diperlukan lebih banyak modal.  Modal dapat digunakan untuk modal kerja atau untuk investasi dalam
bibit ternak dan bibit tanaman dan pemeliharaan tanaman keras (TBM). Maka untuk memenuhi
kekurangan modal petani, perlu diberikan kredit produksi kepada petani.

3.      Kegiatan  Bersama  Para  Petani  (Group Action)

Kegiatan usahatani sebagian dilaksanakan oleh masing-masing petani secara individu, baik dalam
pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaannya. Dipihak lain kegiatan-kegiatan pemerintah
sangat mempengaruhi hasil dari usahatani.  Antara kedua kegiatan ini ada kebutuhan petani, untuk
melaksanakan kegiatan bersama antara sesama petani.  Kebutuhan ini didasarkan atas sifat-sifat pertanian,
seperti ketergantungan pada iklim, pentingnya keamanan, perlunya mengatasi bencana alam dan untuk
menghadapi pasar.

4. Perbaikan  dan  Perluasan  Tanah/Lahan  Pertanian

Lahan-lahan pertanian yang telah diusahakan perlu ditingkatkan produktivitasnya untuk memperoleh
pertumbuhan pertanian dan meningkatkan pendapatan petani. 

5. Perencanaan Nasional Untuk Pembangunan Pertanian

Tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban pemerintah dalam pembangunan pertanian harus direncanakan


dengan baik.  Untuk itu harus dilakukan perencanaan nasional untuk mendapat masukan dan menjadi
acuan dalam perencanaan daerah (perencanaan tingkat Propinsi dan Kabupaten).

Dalam perencanaan diputuskan apa-apa yang harus dilakukan pemerintah untuk membangun dan
mempercepat pembangunan pertanian. Untuk melakukan perencanaan nasional, maka perlukan badan
yang kompeten melakukan perencanaan yaitu Badan Perencaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Badan perencaan memperoleh masukan dari departemen-departemen (kementerian) dan dari badan
perencanaan daerah propinsi dan kabupaten.

SOURCE:

http://blogspotnoviatia.blogspot.com/2015/03/faktor-utama-dan-faktor-pelancar-dalam.html
11).

1. Model Eksploitasi Model ini menggarisbawahi bahwa pertumbuhan pertanian sebagai dampak adanya
ekploitasi (penggalian) sumberdaya alam. Pada awalnya, jumlah lahan yang masih luas menyebabkan
penduduk dapat memproduksi berbagai macam komoditas dengan cara pengeksplorasian lahan baru.
Pendekatan ini mengisyaratkan bahwa peningkatan produksi tidak dilakukan dengan meningkatan
intensifikasi akan tetapi lebih pada ekstensifikasi. Namun demikian, model ini menjelaskan bahwa setelah
adanya eksplorasi sumberdaya baru, muncul pioneer (penghuni awal suatu tempat) yang menghuni suatu
tempat dengan system tanam yang berpindah dalam suatu kawasan. Kondisi ini terus berlangsung hingga
kepadatan penduduk mulai meningkat dan selanjutnya penduduk mulai melakukan model pola tanam
tahunan. Model staple dan vent for surplus (eksploitasi) merupakan model dominan dalam pembangunan
ekonomi dan pertanian. Hal ini mengingat pada kondisi tersebut jumlah lahan masih luas dan penggunaan
tenaga kerja hanya terbatas untuk bidang pertanian. Namun, dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
karenanya luas lahan perkapita mengalami penyempitan, maka model eksploitasi dirasa tidak dapat
bertahan lama dalam jangka panjang.

2. Model konservasi Model ini hadir karena adanya kelangkaan tenaga kerja dan lahan di beberapa negara
industri terutama di Inggris sebagai dampak revolusi Industri. Model ini juga sebagai respon atas
menurunnya kesuburan tanah akibat eksploitasi yang berlebihan. Revolusi tersebut tidak terjadi secara
serentak dalam waktu yang pendek, namun lebih pada perubahan bertahap dari waktu ke waktu, sedikit
demi sedikit (evolutionary). Revolusi tersebut mencakup model pertanian penting yaitu system pertanian
yang intensive, terintegrasi, dan system integrase ternaktanaman atau dikenal dengan new husbandry
system. Revolusi dengan penggunaan teknologi tersebut dapat meningkatkan produksi total dan produksi
tiap satuan lahan. Selain meningkatkan produksi, model ini juga dianggap mampu mengembalikan
kesuburan tanah dengan proses yang alami. Sistem new husbandry merupakan reaksi dari doktrin awal di
mana telah tejadi pengekplotasian tanah yang berlebihan. Sistem tersebut dikaitkan dengan teori klasik
tentang pengembalian yang semakin menurun “classical diminishing returns” dan literature tentang
pertumbuhan sumberdaya alam. Doktrin ini mensarikan bahwa sumberdaya alam bersifat langka, dan
kelangkaan meningkat dengan adanya pertumbuhan ekonomi, sehingga adanya kelangkaan tersebut
mengancam kehidupan dan juga pertumbuhan ekonomi.

3. Model lokasi Model ini didasarkan bahwa masing-masing wilayah memiliki perbedaan geografi dan
intensitas dalam berproduksi. Hal ini berdampak pada perkembangan pembangunan pertanian. Penggagas
model ini adalah H. V. Thunen (1783-1850) yang mengikuti jejak Ricardo dengan theorinya “Rent” yang
berhipotesis bahwa urbanisasi mempengaruhi lokasi produksi pertanian dan mempengaruhi teknik dan
intensitas tanaman. Premis ini menarik ekonom-ekonom lain untuk mengkaji bagaimana dampak
pertumbuhan pembangunan industry di kota pada produktivitas dan pendapatan di daerah sekitarnya.
Diantaranya adalah T. W. Schultz (1985) yang berpendapat bahwa pembangunan ekonomi terjadi dalam
matrik lokasi yang spesifik yang biasanya terdapat dalam wilayah perkotaan-industri, perkembangan
selanjutnya akan mengacu pada perkembangan perkotaan tersebut. Meskipun demikian, model ini
memiliki keterbatasan jika diaplikasikan pada negara yang kurang berkembang di mana penggunaan
teknologi masih kurang, penyerapan luapan tenaga kerja yang masih rendah. Hal ini berdampak pada
lambatnya penyebaran teknologi dari kota ke desa. Akan tetapi lebih pada masuknnya tenaga kerja di
desa ke kota pada sektor-sektor manufaktur.

4. Model difusi Model ini lebih menggambarkan penyebaran teknologi dan pembangunan pertanian
dibandingkan upaya untuk meningkatkan produksi itu sendiri. Ketiga model di atas (model ekspolitasi,
model konservasi, model lokasi) didukung pengukuran peningkatan produksi persatuan inputnya,
sedangkan model difusi merupakan langkah untuk mentranformasi satu teknologi ke suatu wilayah.
Model ini memberikan dasar penting bahwa pembangunan pertanian tidak terlepas dari upaya
menyebarkannya hasil penemuan ke wilayah-wilayah yang jauh dari penemuan teknologi. Model ini
menjadi penting ketika tidak semua teknologi yang sebenarnya dapat meningkatkan produksi akan tetapi
tidak dapat diaplikasikan sepenuhnya oleh petani. Di negara di mana pilihan pekerjaan sudah majemuk
(negara maju), penggunaan teknologi merupakan hal yang dapat meningkatkan efesiensi karenanya
pengaplikasian teknologi 6 menjadi pilihan oleh petani. Akan tetapi di negara berkembang atau kurang
berkembang, penggunaan teknologi masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan salah satunya lemahnya
pengetahuan masyarakat akan teknologi itu sendiri yang ditunjang oleh kondisi demografis yang berbeda.
Oleh karenanya model difusi merupakan suatu hal yang penting dalam pembangunan pertanian.

5. Model induced innovation Model ini menyatukan dua hal penting dalam pembangunan pertanian yaitu
besarnya manfaat teknologi dan kelembagaan termasuk perubahaan kedua hal tersebut. Model ini muncul
karena keterbatasan model-model sebelumnya yang mengungkapkan bahwa teknologi tidak dapat terlepas
dari pengguna teknologi tersebut. Model tersebut dikemukakan oleh Hayami dan Ruttan (1985) dalam
bukunya “Agricultural Development” yang diawali dengan penelitianpenelitian terdahulunya. Dalam
model tersebut diungkapkan bahwa terdapat empat hal utama dalam peningkatan pertumbuhan pertanian,
antara lain teknologi, sumberdaya (baik alam maupun manusia), kelembagaan dan kekayaan budaya.
Teknologi diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan produksi melalui penciptaan peralatan, sarana dan
prasarana, varietasvarietas unggul dan sebagainya. Kelembagaan dapat diartikan seperangkat cara untuk
mentransfer barang dan jasa dari satu pihak ke pihak yang lain. Misalnya seperngakat cara untuk
mentranfer teknologi, sumberdaya, pengetahuan dan lainnya. Sumberdaya merupakan kekayaan alam
yang dimiliki oleh entitas wilayah, sedangkan budaya merupakan kekayaan yang dimiliki oleh wilayah.
Keempat hal tersebut saling berhubungan dan saling mendukung. Secara jelas digambarkan sebagai
berikut.

SOURCE: https://media.neliti.com/media/publications/63994-none-653d0ac9.pdf

12).
1. plus dan minus pasar bebas

 Plus :

a.Meningkatkan kualitas dan kuantitas produk dalam negeri.

b.Hambatan perdagangan cenderung menurun dan bahkan menjadi tidak ada.

c.Peningkatan ekspor sehingga dapat meningkatkan pendapatan nasional

Indonesia.

d.Tingkatkan peluang investor yang berinvestasi dan membangun basis produksi di Indonesia.

e.Meningkatkan devisa melalui bea masuk dan biaya ekspor dan impor lainnya.

f.Melalui impor, kebutuhan dalam negeri dapat dipenuhi.

g.Peningkatan lapangan kerja.

h.Mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

i.Nyalakan sektor pariwisata sehingga meningkatkan jumlah wisatawan ke Indonesia.

 Minus:

a.Produk dalam negeri cenderung kurang kompetitif dengan masuknya barang asing yang lebih murah
dan berkualitas.

b.Meningkatnya kemungkinan eksploitasi sumber daya alam oleh perusahaan.

c.Munculnya ketergantungan pada negara maju.

d.Jika tidak mampu bersaing, itu akan berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi negara dan
meningkatkan jumlah pengangguran.

e.Munculnya sifat konsumerisme.

2. plus dan minus kombinasi dan kebijakan pasar

 Plus:

a.Pendistribusian barang dan jasa akan di alokasikan ke tempat yang paling dibutuhkan. Sehingga, hal ini
akan membuat harga memengaruhi tingkat penawaran dan permintaan pasar.

b.Mampu memberikan keuntungan kepada pihak produsen yang berhasil menciptakan efisiensi dalam
bisnisnya. Hal ini juga berarti pelanggan mampu mendapatkan nilai atau pelayanan terbaik untuk setiap
uang yang mereka keluarkan.

c.Mendorong terjadinya inovasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan secara lebih kreatif, murah dan
efisien.

d.Mengalokasikan modal kepada setiap produsen yang paling inovatif dan efisien.

e.Mampu meminimalisir adanya kerugian dari mekanisme ekonomi pasar. Ekonomi pasar dapat
mengabaikan berbagai bidang-bidang seperti bidang pertahanan, teknologi dan kedirgantaraan. Peran
pemerintah yang sangat besar ini memungkinkan tejadinya mobilisasi yang cepat ke daerah-daerah yang
sudah diprioritaskan.

f.Perkembangan ekonomi dalam negeri akan cenderung bergerak lebih cepat karena adanya persaingan
bebas yang selanjutnya akan menciptakan banyak variasi produk yang muncul di pasaran dengan detail
produk yang beragam.

 Minus:

a.Jika tingkat kebebasan yang terjadi dalam mekanisme pasar terlalu besar, hal tersebut bisa membuat
produsen yang kurang kompetitif semakin tertinggal jauh tanpa adanya dukungan pemerintah.

b.Pihak pemerintah memiliki tanggungjawab yang lebih besar dibandingkan pihak swasta.

c.Perencanaan industri yang terpusat oleh pemerintah pun bisa menciptakan masalah. Misal, industi yang
bergerak dibidang pertahanan akan memiliki sifat monopolistik atau oligarki dan disubsidi pemerintah.
Hal tersebut akan meningkatkan utang negara dan memperlambat laju ekonomi dalam kurun waktu yang
panjang.

d.Pihak swasta tidak mampu memaksimalkan keuntungannya karena ada intervensi dari pihak
pemerintah.

e.Walaupun pihak pemerintah berperan aktif dalam hal perekonomian, namun masalah ekonomi yang
terjadi di dalamnya seperti inflasi, pengangguran dan lainnya tidak bisa dihindarkan.

f.Pertumbuhan laju ekonomi akan cenderung lebih lambat daripada sistem ekonomi liberal.

g.Pembatasan sumber produksi yang dimiliki oleh pemerintah serta pihak swasta akan susah untuk
ditentukan.

h.tPemerataan pendapatan cukup sulit untuk direalisasikan di lapangan.

SOURCE: https://www.terraveu.com/pasar-bebas/

13).
 Harga input & output

Kerangka teori yang digunakan untuk menunjukkan dampak kebijakan input, output, dan perdagangan
beras terhadap diversifikasi pangan pokok diturunkan dari teori ekonomi dasar penawaran dan permintaan
komoditas. Secara teori, dampak kebijakan ini terhadap diversifikasi produksi dan konsumsi pangan
pokok penduduk dapat dijelaskan dalam beberapa tahapan. Pertama, karena pengurangan subsidi, alokasi
penggunaan input oleh petani padi berubah. Kedua, pemotongan produksi akan mengubah penawaran di
pasar output, sehingga mempengaruhi harga output. Ketiga, perubahan permintaan pangan konsumen dan
pola konsumsi akan merespon perubahan harga. Pola diversifikasi produksi pangan pokok pada tahap
pertama berubah, harga output pada tahap kedua berubah, dan pola diversifikasi konsumsi pangan pokok
pada tahap ketiga berubah. Untuk melihat dampak kebijakan input, output, dan perdagangan beras
terhadap diversifikasi pangan pokok maka dilakukan beberapa simulasi kebijakan. Kebijakan input terdiri
dari perubahan harga pupuk dan harga benih sebagai pendekatan dari dampak kebijakan pengurangan
subsidi pupuk dan benih. Kebijakan output terkait dengan perubahan harga pembelian pemerintah dan
kebijakan perdagangan beras terdiri atas kebijakan tarif dan kuota impor.

SOURCE: https://media.neliti.com/media/publications/178507-ID-dampak-kebijakan-input-output-
dan-perdag.pdf

 Tarif impor

Dalam regim tariff barrier (TB), tarif impor menjadi salah satu instrumen penting dalam perdagangan
internasional. Tarif lebih transparan dan pemerintah memperoleh pendapatan dari kebijakan ini dibanding
dengan monopoli impor (Sawit, 2001b). Akan tetapi monopoli impor lebih ampuh untuk membendung
arus masuk beras ke pasar dalam negeri, karena dilakukan oleh satu lembaga sehingga mudah
mengontrolnya. Sebaliknya bea masuk (tarif impor) belum tentu dapat menjamin berkurangnya impor
karena negara kita adalah negara kepulauan dan aparat pelaksana di lapangan masih amat lemah sehingga
mudah dihinggapi KKN. Tarif impor dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu tarif spesifik, ad valorem
dan campuran. Tarif spesifik ditetapkan misalnya sekian Rp per unit barang impor, sedangkan ad valorem
ditentukan atas dasar persentase dari nilai impor. Tarif spesifik dapat mencegah importir nakal
memanipulasi dokumen impor terutama harga terlepas dari nilai dan kualitas barang. Sementara itu,
dalam pengenaan tarif ad valorem dibutuhkan adanya aparat yang kompeten dan jujur, karena jenis tarif
ini membuka peluang untuk KKN. Harga beras amat bervariasi antara satu tempat dengan tempat lain
walaupun dalam satu negara yang sama, demikian juga kualitas beras cukup beragam dengan harga yang
berbeda. Dengan instrumen tarif spesifik tersebut, hanya mungkin importir nakal menipu petugas dengan
cara memanipulasi angka jumlah impor beras seperti yang marak terjadi saat ini, Pendapatan pemerintah
dapat negatif manakala harga beras dalam negeri terlalu tinggi yaitu berada di atas titik ekuilibrium,
sehingga permintaan beras menurun, sedangkan produksi beras dalam negeri meningkat, dimana pada
kondisi ini impor beras terhenti sama sekali. Dari aspek distribusi pendapatan, tampak bahwa pendapatan
petani meningkat akibat adanya transfer pendapatan dari konsumen. Besarnya transfer pendapatan
tersebut searah dengan besarnya tarif yang diberlakukan. Namun demikian, penerapan tarif impor yang
terlalu tinggi dapat berdampak negatif terhadap efisiensi produksi padi dan konsumsi, serta sulit
diimplementasikan di negara-negara kepulauan seperti Indonesia, di samping terutama karena masih
lemahnya aparat pelaksana di lapangan

SOURCE: https://media.neliti.com/media/publications/56574-ID-dampak-tarif-impor-dan-kinerja-
kebijakan.pdf
 Quota impor & ekspor
a. Kuota impor hanya mempengaruhi kuantitas dan tidak menaikkan harga produk impor.
Sebaliknya, tarif impor menaikkan harga produk impor. Kuota menghasilkan kekurangan
(shortage) di pasar domestik, sedangkan tarif tidak. Pemerintah memberlakukan keduanya
untuk memproteksi perekonomian domestik.
b. Kuota ekspor memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri Ada banyak
faktor yang mempengaruhi perbedaan output dari berbagai negara. Faktor-faktor tersebut
antara lain: kondisi geografis, iklim, penguasaan teknologi, dll. Melalui perdagangan
internasional, setiap negara dapat memenuhi kebutuhan yang tidak dapat diproduksinya.
Manfaat dari spesialisasi Tujuan utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk
memperoleh manfaat yang diwujudkan melalui spesialisasi. Meskipun suatu negara dapat
memproduksi jenis barang yang sama dengan yang diproduksi di negara lain, terkadang lebih
baik negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri. Perluas pasar dan tingkatkan
keuntungan menambah Terkadang, pengusaha tidak menjalankan mesin (alat produksi)
dengan sebaik-baiknya karena khawatir akan terjadi overproduksi yang akan menurunkan
harga produk. Melalui perdagangan internasional, para pengusaha dapat menjalankan
mesinnya secara maksimal dan menjual kelebihan produknya ke luar negeri. Transfer
teknologi modern
SOURCE: https://cerdasco.com/kuota-impor/

 Pajak ekspor

Kebijakan pajak ekspor berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, terutama dalam jangka
panjang. Namun, jika kebijakan ekspor tersebut disertai dengan peningkatan produktivitas departemen
perpajakan, maka akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari sisi sektoral, kebijakan
perpajakan ekspor dapat meningkatkan output domestik industri pertanian dalam jangka panjang, namun
akan berdampak negatif dalam jangka pendek, terlepas dari apakah produktivitas meningkat. Kebijakan
ini juga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut, secara umum permintaan tenaga kerja
akan menurun dalam jangka pendek. Pada saat yang sama, dalam jangka panjang, lapangan kerja di
sebagian besar sektor ekonomi meningkat. Kebijakan pajak jangka pendek akan mengurangi pendapatan
riil semua kelompok keluarga, terutama kelompok berpenghasilan tinggi. Ketika kebijakan tersebut
disertai dengan peningkatan produktivitas, maka akan berdampak positif pada redistribusi pendapatan dan
kesejahteraan keluarga. Dalam jangka panjang, kebijakan pajak ekspor akan menyebabkan peningkatan
pendapatan keluarga berpenghasilan tinggi dan penurunan pendapatan keluarga berpenghasilan rendah,
terlepas dari apakah produktivitas meningkat.

SOURCE: https://jurnal.dpr.go.id/index.php/ekp/article/view/690

14).
ANALISIS DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP

AKTIVITAS PERTANIAN DI DESA SESELA

KABUPATEN LOMBOK BARAT

PENDAHULUAN

Perubahan iklim (climate change) adalah kondisi beberapa unsur iklim yang magnitude
dan atau intensitasnya cenderung berubah atau menyimpang dari dinamika dan kondisi rata-rata.
Penyebab utama perubahan iklim adalah kegiatan manusia (antropogenik) yang berkaitan dengan
meningkatnya emisi GRK. Perubahan iklim yang terjadi akibat emisi atau pelepasan gas rumah
kaca semakin hari makin mengancam kehidupan umat manusia dan keanekaragaman hayati di
muka bumi. Tanda-tanda fenomena ini semakin dirasakan, sebagaimana yang dialami Indonesia
sebagai negara kepulauan, yang sangat rentan terhadap perubahan iklim karena telah
menyebabkan berbagai bencana, seperti: banjir, longsor, kemarau panjang, angin kencang dan
gelombang air laut tinggi. Ancaman bencana bahkan dapat terjadi dalam intensitas yang lebih
besar dan secara langsung dirasakan, misalnya pada masyarakat petani dan nelayan serta pada
masyarakat yang tinggal di pesisir, pedesaan, maupun perkotaan. Dampak lebih luasnya tidak
saja merusak lingkungan tetapi juga membahayakan kesehatan manusia, mengganggu
ketersediaan bahan pangan, kegiatan pembangunan ekonomi, pengelolaan sumberdaya alam, dan
infrastruktur.
Di Indonesia, dalam 30 tahun terakhir telah terjadi beberapa kali kondisi iklim ekstrim
yang ditandai oleh frekuensi variabilitas iklim yang semakin tinggi. Variabilitas iklim Indonesia
sangat berkaitan erat dengan ENSO (El Niño Southern Oscillation) di Samudera Pasifik
(Trenberth et al. 1995, Kirono & Khakim 1999; Naylor et al. 2002) dan IOD (Indian Ocean
Dipole) di Samudera Hindia (Saji et al. 1999; Webster et al. 1999; Ashok et al.2001). Munculnya
fenomena El Niño kuat sebanyak tujuh kali sepanjang 20 tahun terakhir disertai dengan
fenomena IOD positif yang hampir terjadi bersamaan yang mengakibatkan deraan kekeringan
yang cukup serius. Kondisi tersebut menimbulkan dampak yang signifikan terhadap strategi
budaya dan produksi pertanian, terutama tanaman pangan (Hamada et al. 2002)
Dampak relatif perubahan iklim terhadap ketahanan pangan berbeda antar daerah
(Gutman et al. 2005; FAO 2005), baik di daerah tropis maupun subtropis. Namun dampak di
daerah tropis lebih besar karena mempunyai variasi curah hujan yang cukup besar (Slingo et al.
2005) yang pada gilirannya mengganggu stabilitas sistem pertanian (Koesmaryono et al. 2008).
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang didukung oleh kondisi geografis berupa
dataran rendah dan tinggi, sinar matahari yang melimpah, curah hujan yang hampir merata
sepanjang tahun di sebagian wilayah, dan keanekaragaman jenis tanah yang memungkinkan
pengembangan budi daya aneka jenis tanaman asli daerah tropis, serta komoditas introduksi dari
daerah subtropis yang telah beradaptasi dengan kondisi iklim tropis (Hadi dan Susilowati 2010).
Kajian lapangan ini bertujuan : (1) Mengetahui gambaran situasi perubahan iklim yang
dialami dalam 5 tahun terkahir (2) Mengetahui dampak perubahan iklim terhadap biaya
produksi, produksi (jumlah dan kualitas) (3) Mengetahui upaya dan efektifitas adaptasi yang
telah dilakukan terhadap perubahan iklim.
Adapun manfaat Kajian Lapangan ini adalah secara akademik dapat digunakan sebagai
bahan pedoman, acuan/ bahan informasi/ referensi dalam kegiatan pengkajian/ penelitian
berkaitan dengan dampak perubahan iklim dan secara teknis sebagai petunjuk atau acaun dalam
antisipasi pengembangan pertanian dalam kondisi perubahan iklim.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis, dimana oleh Surakhmad
(1990) didefinisikan sebagai suatu penelitian yang memusatkan perhatian pada pemecahan masalah
yang ada pada masa sekarang dan bertitik tolak pada data yang dikumpulkan, dianalisa dan disimpulkan
dalam konteks teori-teori dan hasil penelitian terdahulu. Lebih lanjut Nasir (2005) menyatakan bahwa
metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set
kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

Penelitian ini dilakukan di Kelompok Tani Banjar Berore Desa Jatisela Kecamatan Gunungsari
Kabupaten Lombok Barat yang ditetapkan secara “purposive sampling” dengan pertimbangan bahwa
Kelompok Tani Banjar Berore yang Berlokasi di Desa Jatisela tersebut mengalami dampak pada kegiatan
proses bertaninya akibat terjadinya perubahan iklim.

Metode pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan pengumpulan data sekunder
(Sjah, 2011). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran pustaka yang bersumber dari
artikel ilmiah baik dalam bentuk jurnal penelitian, buku acuan ilmiah (text book), laporan maupun dalam
bentuk data sekunder dari instansi pemerintah dan swasta. Data yang dikumpulkan meliputi data
kelompok tani, luas areal, luas panen, produksi, produktivitas pada kelompok tani Banjar Berore Desa
Jatisela Kabupaten Lombok Barat.

Data dan informasi yang sudah dikumpulkan kemudian akan dianalisis dan
diinterpretasikan serta dibahas untuk mendapatkan kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan
secara deduktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Situasi Perubahan Iklim

Dari hasil wawancara dalam kajian lapangan yang dilakukan terhadap 10 orang petani anggota
Kelompok Tani Banjar Berore Desa Jatisela dapat dijelaskan tentang persepsi petani terhadap perubahan
iklim sebagai berikut:

a. Pengetahuan petani tentang fenomena perubahan iklim.


Anggota Kelompok Tani Banjar Berore telah mengetahui adanya perubahan pada kondisi iklim mikro
di Desa Jatisela. Hal tersebut berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen, bahkan
mengalami kegagalan panen sehingga menyebabkan kerugian. Meskipun petani merasakan dampak
dari perubahan iklim tersebut, namun hanya beberapa petani yang mengetahui dan memahami
tentang fenomena perubahan iklim tersebut. Sedangkan sebagaian besar petani hanya pernah
mendengar istilah perubahan iklim dan merasakan dampaknya saja tanpa dapat menjelaskan
definisi penyebabnya lebih lanjut. Hal ini menunjukkan rendahnya tingkat pengetahuan petani
mengenai isu perubahan iklim yang sedang terjadi saat ini. Seluruh petani menyatakan bahwa
mereka mendapatkan informasi tentang perubahan iklim dari media telivisi, radio, dan sesama
petani. Petani di Desa Jatisela telah mengetahui adanya perubahan pada beberapa komponen iklim
yang biasa digunakan untuk mengukur perubahan iklim. Beberapa indikator adanya perubahan iklim
yang disampaikan oleh petani adalah adanya pergeseran musim hujan dan kemarau, peningkatan
suhu udara, angin bertambah kencang, dan terjadinya kemarau panjang.

b. Pergeseran Musim
Pada awalnya, petani di Desa Jatisela terbiasa memperkirakan musim melalui pengeahuan yang
umum digunakan masyarakat. Sebanyak 100% petani memprediksi musim hujan dimulai setiap
bulan Oktober sampai Mei dan kemarau dari bulan Juni sampai september. Seluruh petani
mengatakan bahwa di Desa Jatisela telah terjadi pergeseran musim yang menyebabkan sulitnya
memprediksi awal atau akhir dari musim hujan ataupun musim kemarau. Dampak dari perubahan
iklim ini menurut petani menyebabkan semakin panjang nya musim kemarau. Musim kemarau
cenderung tiba pada bulan Juni hingga November. Pergeseran musim memberikan dampak
terhadap peningkatan risiko gagal panen, kerusakan hasil panen, dan penurunan kualitas panen.

c. Peningkatan Suhu
Peningkatan suhu dan perubahan kecepatan angin merupakan parameter dalam pengukuran
perubahan iklim. Petani menginformasikan bahwa di Desa Jatisela telah terjadi peningkatan suhu.
Petani menggambarkan bahwa suhu udara saat musim kemarau terkadang terasa ekstrim. Saat
panas terasa lebih panas dan ketika dingin terasa lebih dingin. Hujan secara fisik dapat dilihat dan
dirasakan oleh setiap orang. Pengetahuan petani mengenai perubahan komponen iklim lebih
didasarkan pada pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman yang dirasakan secara
pribadi.

d. Ketersediaan Air Irigasi


Dari hasil wawancara dengan petani menyatakan perubahan iklim berdampak buruk bagi
ketersediaan air dan cenderung menurunkan kualitas hasil panen, Semua petani yang diwawancara
menyatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan kegagalan panen dan mengalami perubahan
hasil yang ditandakan dengan menurunnya hasil produksi/panen.
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Biaya Produksi dan Jumlah Produksi

a. Biaya Produksi
Dari hasil wawancara dengan anggota Kelompok Tani Banjar Berore di Desa Jatisela dapat
disimpulkan bahwa dengan kondisi perubahan iklim yang terjadi beberapa tahun terkahir
berdampak secara langasung terhadap pengeluaran atau biaya produksi. Pergeseran musim
menyebabkan bertambahnya biaya terutama pada biaya pengairan yaitu dengan menggunakan
mesin pompa air 3”. Penggunaan mesin pompa air 3” dilakukan dengan cara sewa harian. Disamping
itu juga biaya bahan bakar untuk mesin pompa air tersebut tentunya akan menambah beban biaya
produksi. Semakin luas lahan garapan maka akan semakin tinggi biaya tambahan produksi yang
dikeluarkan.

Selain berpengaruh langsung terhadap tingkat produksi tanaman pangan, perubahan iklim juga
memiliki pengaruh tidak langsung yang dapat menurunkan produktivitas tanaman pangan dengan
meningkatnya serangan hama dan penyakit. Pada musim hujan, berkembang penyakit tanaman
seperti kresek dan blas pada tanaman padi, antranoksa pada cabai, dan sebagainya. Pada musim
kemarau berkembang hama penggerek batang padi, hama belalang kembara, dan thrips pada cabai
(Wiyono 2007) dan semua ini berdampak pada bertambahnya biaya produksi.

b. Jumlah Produksi
Dari hasil wawancara dengan anggota Kelompok Tani Banjar Berore di Desa Jatisela dapat
disimpulkan bahwa dengan kondisi perubahan iklim yang terjadi dalam aktivitas pertanian
berdampak langsung terhadap jumlah produksi dimana rata-rata produksi komoditas yang
diusahakan terutama padi dan kedelai mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Fischer, et al, 2002 yang menyatakan bahwa dampak variabilitas dan perubahan
iklim juga dapat menurunkan produksi tanaman pangan (serealia) di kawasan Asia Tenggara antara
2,5% sampai 7,8%. Variabilitas dan perubahan iklim dengan segala dampaknya berpotensi
menyebabkan kehilangan produksi tanaman pangan, 20,6% untuk padi, 13,6% jagung, dan 12,4%
kedelai (Handoko et al. 2008).
Disamping itu juga perubahan iklim yang ekstrim sering kali menyebabkan petani tidak bisa
melakukan panen dengan normal atau bahkan sering terjadi gagal panen. Kondisi ini sejalan dengan
hasil penelitian dari Hadi et al, 2000 yang menyatakan bahwa dampak perubahan iklim ekstrim
berupa kekeringan menempati urutan pertama penyebab gagal panen. Kondisi ini berimplikasi
terhadap penurunan produksi dan kesejahteraan petani.

Upaya dan Efektifitas Adaptasi Yang Telah Dilakukan Terhadap Perubahan Iklim

Dari hasil wawancara dalam kajian lapangan yang dilakukan terhadap 10 orang petani anggota
Kelompok Tani Banjar Berore Desa Jatisela dapat dijelaskan tentang upaya adaptasi yang dilakukan
petani terhadap perubahan iklim sebagai berikut:

a. Pemilihan jenis tanaman


Dalam melakukan usahataninya, petani di Desa Jatisela selalu mempertimbangkan jenis tanaman
yang akan diusahakan sesuai dengan kondisi perubahan iklim yang dialami. Jika kondisi iklim lebih
cendrung ke kemarau panjang maka mereka mengusahakan tanaman yang tidak banyak
membutuhkan air seperti kedelai atau jagung. Akan tetapi sebagian besar dari petani di Desa Jatisela
lebih cendrung mengusahakan kedelai dibandingkan dengan jagung.

Dalam kurun waktu tertentu juga dirasakan terjadi perubahan iklim dengan curah hujan yang sangat
tinggi. Dalam kondisi seperti ini maka petani lebih memilih mengusahakan padi karena disamping
padi mempunyai harga yang cukup stabil, padi juga termasuk tanaman yang cukup tahan dengan
genangan dan limpahan air.

b. Pemilihan Teknologi
Dalam melakukan usahataninya, petani di Desa Jatisela lebih cendrung untuk tidak melakukan olah
tanah pada usahatani jagung. Penanaman dilakukan dengan sistem tugal. Hal ini dimaksudkan untuk
menjaga kelembaban tanah karena tanah tidak dibongkar. Disamping itu juga dari segi biaya dapat
diminimalisir.

Pada usahatani kedelai dilakukan dengan hanya menebar benih kedelai secara merata di areal
sawah yang kemudian ditutupi dengan jerami padi. Cara ini dilakukan beberapa hari setelah panen
padi dan tidak boleh dilakukan dengan interval yang cukup lama setelah panen padi. Hal ini juga
dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kelembaban tanah dari kekeringan sehingga benih kedelai
bisa tumbuh dengan baik.

c. Pemanfaatan Alat Mesin Pertanian

Dalam kondisi kurang air maka petani tidak bisa lepas dari penggunaan mesin pompa air untuk
membantu mengairi tanamannya. Sumber air yang digunakan adalah sumur-sumur dangkal yang
dibuat petani dilahan sawahnya. Bagi petani yang lokasinya dekat atau dipinggi kali Meninting maka
sumber airnya diambil dari air sungai yang disedot dengan menggunakan mesin pompa air 3”. Hal ini
tentunya berdampak terhadap pengeluaran atau biaya yang akan dikeluarkan oleh petani menjadi
lebih besar. Dengan melakukan pengairan menggunakan pompa air tersebut menggenangi areal
tanam dapat bertahan hingga lebih dari 1 minggu atau bahkan hingga 2 minggu tergantung dari
kondisi cuaca.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Gambaran perubahan iklim yang terjadi secara umum berdampak terhadap perubahan atau
pergeseran musim tanam, berkurangnya ketersediaan air irigasi dan meningkatnya suhu udara.
2. Perubahan iklim yang terjadi berdampak pada meningkatnya biaya produksi terutama pada
biaya pengairan dan biaya pengendalian hama penyakit. Disamping itu juga berdampak pada
menurunnya hasil produksi pertanian.
3. Upaya adaptasi yang dilakukan terhadap perubahan iklim adalah dengan melakukan pemilihan
jenis tanaman, memilih jenis teknologi dan pemanfaatan sarana pertanian seperti penggunaan
alat mesin pertanian.

Saran

Dari hasil kajian lapangan terhadap perubahan iklim, dapat disarankan beberapa hal sebagai
berikut:

1. Untuk antisipasi perubahan iklim yang akan berdampak terhadap aktifitas usahatani maka peran
pemerintah melalui penyuluh pertanian agar lebih intensive memberikan informasi kepada petani
terkait adanya perubahan iklim.
2. Untuk menghindari dan mengantisipasi ketersediaan air irigasi maka pemerintah perlu membantu
petani dengan sarana seperti bantuan alat mesin pompa air dan alat semprot untuk membantu
petani menanggulangi hama dan penyakit tanaman.
3. Disarankan kepada petani untuk mau ikut dalam program asuransi yang di luncurkan oleh
pemerintah dengan harapan bisa membantu petani jika petani mengalami gagal panen akibat
perubahan iklim.
DAFTAR PUSTAKA

Ashok K, Guan Z, and Yamagata T. 2001: Impact of the Indian Ocean Dipole on the relationship between
the Indian monsoon rainfall and ENSO. Geophys. Res. Lett., 28, 4499–4502.

Fischer G, Shah M, Velthuizen HV. 2002. Climate Change and Agricultural Vulnerability. IIASA.
Luxemburg,bAustria.

Gutman GI, Csiszar, and Romanov P. 2000. Using NOAA/ AVHRR products to monitor El Ni˜no impacts:
focus on Indonesia in 1997-98., Bull. Amer. Meteor. Soc., 81, 189–1205.

Hadi, P.U., C. Saleh, A.S. Bagyo, R. Hendayana, Y. Marisa, dan I. Sadikin. 2000. Studi kebutuhan asuransi
pertanian pada pertanian rakyat. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian. Bogor

Hamada J, Yamanaka MD, Matsumoto J, Fukao S, Winarso PA, Sribimawati, T. 2002. Spatial and
temporal variations of the rainy season over Indonesia and their link to ENSO. J Meteorol Soc
Jpn 80:285– 310.

Handoko I, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan Produksi Pangan Strategis.
Telaah kebijakan independen bidang perdagangan dan pembangunan oleh
Kemitraan/Partnership Indonesia. SEAMEO BIOTRO. PBogo.

Kirono DGC, and Khakim N. 1999. ENSO Rainfall Variability and Inpacts on Crop Production in
Indonesia.Physical Geography, Vol 20. 6, pp. 508-519.

Koesmaryono Y, Las I, Aldrian E, Runtunuwu E, Syahbuddin H, Apriyana Y, Ramadhani F, Trinugroho W.


2008. Laporan Hasil Kegiatan. Sensitivitas dan Dinamika Kalender Tanam Padi Terhadap
Parameter ENSO (El-Nino Southern Oscillation) dan IOD (Indian Ocean Dipole) di Daerah
Monsunal dan Equatorial. Laporan KKP3T. Litbang Deptan-IPB

Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Penenerbit Ghalia Indonesia. Bogor Selatan

Surakhmad, Winarno. 1982. Dasar dan Teknik Research. Pengantar Metodologi Ilmiah. Tarsito Bandung

Saji NH, Goswami BN, Vinayachandran P N, Yamagata T. 1999 : A Dipole in the Tropical Indian Ocean.
Nature, 401, 360-363.

Slingo JM, Challinor AJ, Hoskins, BJ, and Wheeler TR. 2005. Introduction: food crops in a changing
climate. Phil. Trans. R. Soc. B 360, 1983-1989. (doi:10.1098/ rstb.2005.1755)

Trenberth KE. 1997. The Definition of El Niño. Bulletin of the American Meteorological Society, Vol. 78,
No. 12, pp. 2771-2777

Webster PJ, Moore AM, Loschnigg JP, and Leben RR. 1999. Coupled ocean-Atmosphere Dynamics in the
Indian Ocean during 1997-98, Nature, 401, 356-359.

Wiyono, S. 2007. Perubahan iklim dan ledakan hama penyakit tanaman. Makalah disampaikan pada
Seminar Sehari tentang Keanekaragaman Hayati di Tengah Perubahan Iklim: Tantangan Masa
Depan Indonesia. Jakarta 28 Juni 2007.

Anda mungkin juga menyukai