Anda di halaman 1dari 12

HAMBATAN DAN TANTANGAN INDUSTRI PERBENIHAN DI

INDONESIA

Oleh
Agung sugiharto

NIM A41120111

Agustin Karunia U

NIM A41120200

Alviyan Tono A

NIM A41120127

Amniyah

NIM A41120180

M. Hanif Syamsi

NIM A41120161

Yandi Dinar P

NIM A41120118

KEMENTRIAN RISET, DAN PENDIDIKAN TINGGI


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI BENIH
JURUSAN PRODUKSI PERTANIAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2015

BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Salah satu tujuan terpenting dalam pembentukan Undang-undang No. 29
Th. 2000 Tentang Perlindungan VarietasTanaman adalah membangun industr
perbenihan dan perbibitan swasta nasional, yang mampu memanfaatkan potensi
bangsa secara keseluruhan, yaitu potensi keanekaragaman biogeofisik dan sosial
budaya bangsa bagi terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya dan khususnya masyarakat tani di pedesaan dan di kota. Sudah barang
tentu undang-undang tersebut mendorong tumbuhnya kreativitas bangsa dalam
menghasilkan terciptanya varietas-varietas unggul baru berbagai komoditi
pertanian berdaya saing tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun di luar negeri
untuk tanaman pangan, holtikultura, kehutanan, perikanan dan peternakan, serta
tanaman perkebunan. Undang-undang tersebut juga memberikan suasana kondusif
bagi investasi di bidang industri perbenihan dan pembibitan swasta nasional.
Sektor pertanian, sebagaimana telah terbukti, merupakan sektor penopang
stabilitas perekonomian makro kita. Sektor pertanian pun sebenarnya merupakan
sektor penciptaan nilai yang besar dan apabila diupayakan sebagaimana mestinya
akan terwujud terjadinya pertanian nasional yang maju dengan produk-produk
berdaya saing tinggi. Visi pembangunan pertanian yang dibangun oleh
Departemen Pertanian sampai dengan tahun 2025, bertujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat pertanian melalui sistem pertanian industrial. Industri
perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan salah satu industri hulu di
sektor pertanian praproduksi, yang berperan sangat menentukan keberhasilan
sektor pertanian secara keseluruhan, termasuk industri pasca panen, seperti
industri pangan dan lain-lain.
Industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional adalah seluruh kegiatan
dalam menghasilkan benih/bibit unggul baru berproduktivitas tinggi dan
berkualitas tinggi dengan daya saing tinggi, memperbanyaknya, mengedarkannya
dan memasarkannya, baik dalam satu kelembagaan usaha ataupun bagiannya,
seperti: penangkar benih dan lain-lain, yang memanfaatkan potensi sumber daya

hayati nasional secara bijak dan lestari. Membangun industri perbenihan dan
perbibitan swasta nasional merupakan upaya mendasar dalam pembangunan
sektor pertanian keseluruhan. Sebab benih dan bibit varietas unggul bermutu
merupakan penentu batas atas produktivitas dan kualitas produk suatu usaha tani,
baik itu usaha tani besar maupun usaha tani kecil. Membangun industri
perbenihan dan perbibitan swasta nasional merupakan landasan yang baik bagi
proses produksi dan industri pangan dan industri lainnya yang berbasis produk
pertanian.
Produk industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional yang unggul
dan berkualitas tinggi serta murah akan menjamin keuntungan dan memperkecil
resiko bagi petani produsen, baik itu dari usaha tani kecil ataupun besar (komoditi
pangan dan komoditi lainnya). Bagi petani tanaman pangan penggunaan benih/
bibit unggul yang spesifik wilayah dari produk industri benih, akan memberikan
jaminan keuntungan bagi usaha taninya. Dengan demikian upaya tersebut
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan para petani di desa-desa, serta
membantu mengentaskan kemiskinan di desa-desa.
Namun demikian, khusus untuk komoditi tanaman, sekalipun UU No. 29
Pusat Perlindungan Varietas Tanaman telah bertugas selama kurang lebih 4 tahun
terakhir, kenyataan menunjukkan jumlah varietas unggul yang diusulkan untuk
dilindungi di Kantor Pusat PVT relatif masih sedikit, sekalipun dalam tahun yang
sedang berjalan ini tendensinya menunjukkan adanya peningkatan dalam jumlah
varietas yang didaftarkan untuk dilindungi. Sebagian besar varietas yang akan
dilindungi tersebut bersal dari industri benih multinasional. Industri perbenihan
swasta nasional nampaknya belum bangkit seperti yang diharapkan. Demikian
juga varietas unggul produk kelembagaan penelitian milik Pemerintah masih
sedikit yang diajukan untuk dilindungi.
Kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi pembangunan pertanian dan
khususnya para petani produsen, serta menghambat upaya pengentasan
kemiskinan di kalangan petani produsen usaha tani kecil. Pembangunan dan
pengembangan usaha industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional tingkat
menengah dan kecil perlu dipacu. Sementara itu impor benih cenderung

meningkat dan industri benih multinasional berupaya mendominasi pasar benih


dalam negeri. Belum bangkitnya industri perbenihan dan perbibitan swasta
nasional perlu dicari kendalanya. Demikian juga penyebab masih sedikitnya
produk pemuliaan lembaga penelitian pemerintah yang didaftarkan untuk
dilindungi. apabila diupayakan sebagaimana mestinya akan terwujud terjadinya
pertanian nasional yang maju dengan produk-produk berdaya saing tinggi.
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perbenihan Di Indonesia Dan Dunia


Perbaikan yang pertama dalam pembenihan di Jerman dimulai pada tahun
1869 ketika Friendrick Nobbe pada suatu penelitian di kota kecil Tharandt,
sekarang terletak di Jerman Selatan. Para petani primitif di Eropa hanya
mengusahakan tanaman serealian dan tanaman sejenis. Biji dipanen, dimana
sebagian besar untuk dikonsumsi, tetapi pada beberapa tahun setelah itu
digunakan untuk tujuan pembibitan atau diusahakan. Benih yang diusahakan ini
mempunyai lahan benih dimana pengawasanya tidak terkontrol dengan mudah,
biji yang dipanen sebagian besar tidak murni, tetapi lama-kelamaan petani tahu
bagaimana menghasilkan panen dengan benih bermutu (Thomson, 1979).
Kata revolusi merupakan perubahan yang besar, tetapi tidak lain istilah
yang cukup memberikan pengaruh benih baru (unggul) terhadap negara miskin
dimana benih menggunakan teknologi peralihan terus-menerus diperoleh oleh
pusat pengembangan pertanian yang memberi perubahan dalam ekonomi, sosial
dan tatanan politik negara miskin (Brown, 1970).
Pemerintah Hindia Belanda yang sangat berkepentingan untuk mengeruk
dan memeras usaha keringat para petani Indonesia, semenjak tahun 1920-an
telah mulai menaruh perhatian terhadap masalah pembenihan ini, sejalan dengan
meningkatnya perbaikan cara-cara bercocok tanam. Dalam pengadaan benih padi
yang baik misalnya, usaha pengadaan benih ini dengan pendirian lumbunglumbung benih untuk para petani. Sesudah tahun 1930-an kegiatan pengadaan
benih ditingkatkan lagi dengan pembangunan Balai Benih. Pembangunan sekolah
pertanian di Sukabumi, Bogor yang pada waktu itu terkenal dengan hasil-hasil
penelitianya sangat membantu usaha Benih tersebut, yang berfungsi sebagai
sumber benih yang agak lebih baik mutunya, yang secara terus-menerus dapat
memenuhi kebutuhan para petani beserta tanah-tanah pertaniannya di desa-desa
(Kartasapoetra, 2003)

Pengembangan industri pemuliaan melalui teknologi rekayasa genetika


sudah barang tentu memerlukan pengembangan sumber daya manusia/SDM yang
profesional melalui pendidikan dan pelatihan. Di samping itu, pengembangan
industri pemuliaan dan pembenihan memerlukan waktu pula yang lama dan dana
investasi yang besar. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan daya tarik yang kuat
bagi pengembangan industri ini diperlukan antara lain adanya suatu peraturan atau
perundangan tentang perlindungan varietas tanaman. Sudah saatnya pihak-pihak
terkait dengan penyusunan dan penerbitan peraturan/perundangan tersebut bekerja
keras untuk segera dapat menyelesaikannya secara tuntas (Rasaha, dkk. 1999).
2.2 Perkembangan Industri Benih Di Indonesia
Di Indonesia, pada zaman Belanda tahun 1920 telah mulai adanya
perhatian terhadap soal perbenihan dan meningkatkan perbaikan dengan cara-cara
bercocok tanam. Usaha-usahanya diarahkan kepada pengadaan benih yang
kemudian diikuti dengan pendirian lumbung-lumbung benih untuk menyediakan
benih bagi para petani. Pada tahun 1930 kegiatannya meningkat yaitu dengan
dibangunnya balai Benih (khususnya di Jawa). Balai Benih ini berfungsi sebagai
sumber benih yang agak lebih baik mutunya dan secara terus menerus dapat
memenuhi kebutuhan para petani. Suatu cara yang sangat disayangkan ketika itu
adalah tentang pendistribusiannya tertuju pada basis yang tidak efisien, sehingga
terjadi kontaminasi yang terasa kurang manfaatnya, sebab sebagian besar petani
yang produktif tidak memanfaatkannya (Kartasaputra, 2003).
Sejak tahun 1958 khusus mengenai benih padi varietas unggul, semakin
banyak diperkenalkan melalui usaha-usaa intensifikasi (KOGM, SSBM, BIMAS).
Dan pada tahun 1970 pemerintah menganggap perlu adanya kesatuan dalam
kebijkaan mengenai kegiatan-kegiatan baik dalam hal usaha peningkatan produksi
pertanian, maupun yang berkaitan dengan masalah perbenihan. Sehingga dibentuk
Badan Balai nasional (BBN) dalam lingkungan administratif Departemen
Pertanian. Badan ini berfungsi untuk membantu Menteri Pertanian dalam
merencanakan dan merumuskan kebijaksanaan dalam bidang pembenihan. Salah
satu di antara tugas pokok badan Benih nasional yaitu membentuk lembaga yang

tugasnya memperbanyak dan memproduksi benih dari varietas-varietas yang


ditingkatkan dan berkualitas tinggi bagi kepentingan masayarakat, khususnya para
petani. Varietas-varietas ini berasal dari program Seleksi Balai Penelitian
(Kartasaputra, 2003).
Untuk pengembangan industri benih nasional perlu terus dikembangkan
kebijaksanaan operasional, terutama dengan optimalisasi fungsi dan pembinaan,
pelayanan dan pengawasan dari pemerintah, serta meningkatkan peran swasta
dalam industri benih. Upaya-upaya tersebut ditempuh antara lain: peningkatana
kualitas sumber daya manusia di bidang perbenihan, pembenihan kelembagaan
perbenihan, peningkatan peran Indonesia dalam organisasi benih internasional
serta penciptaan iklim yang kondusif untuk mengembangkan agribisnis dan
industri benih (Rasah dkk, 2003).
Ketersediaan benih yang unggul bermutu dengan paket teknologi dan
kebijakan pemerintah yang memadai merupakna faktor-faktor penting penentu
keberhasilan swasembada pangan disamping ketekunan berbagai pihak yang
terkait dalam usaha produksi. Khusus mengenai ketersediaan benih unggul,
keanggapan para pemulia tanaman dan Balai-balai Penelitian Tanaman Pangan
dalam menghasilkan varietas baru yang lebih unggul daripada varietas-varietas
yang ada sebelumnya dipertahankan dan ditingkatkan dengan memperhatikan
spesifikasi wilayah pengembangan pertaniannya. Sementara itu pembinaan mutu
benihnya jangan sampai tertinggal oleh permintaan petani maju sehingga juga
memerlukan penanganan yang serius oleh semua pihak yang berada pada setiap
subsisten perbenihan (Mugnisjah dan Setiawan, 1995).
2.3 Industri Benih
Sektor industri sebagaimana yang dimaksud dalam APBN 98/99 adalah
usaha industri yang berciri ekonomi masyarakat sebagai penggerak ekonomi
melalui pemerataan pembangunan menetapkan program penghapusan kemiskinan
serta memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Dengan demikian
usaha pengembangan sektor agroindustri akan dapat mempercepat pengentasan
kemiskinan yang dirasakan masyarakat Indonesia saat ini.

Industri benih merupakan syarat penting bagi pertanian tangguh yang


berorentasi pasar. Industri benih merupakan tahap akhir perkembangan perbenihan
dan termasuk dalam kelompok agribisnis. Disebut industri menurut Sadjad
(1997), karena prosesnya berawal dari produk yang belum siap pakai dn berakhir
menjadi produk siap pakai yang berupa benih suatu varietas tanaman. Selanjutnya
dinyatakan sebagai industri hilir,industri benih menghadapi permintaan benih
berkualitas yang bersumber dari permintaan pasar untuk suatu komoditas dengan
syarat syarat tertentu.
Dalam pertanian maju,benih memegang peranan penting sebagai sistim
penyalur(delivery system) atau pembawa teknologi baru (carrier of new
technology). Beberapa teknologi baru (varietas baru) disampaikan ke petani
melalui benih bermutu.kualitas benih varietas unggul harus diketahui baik sebagai
komponen sebagai komponen kunci didalam paket input yang dibutuhkan untuk
memperbaiki produksi tanaman maupun sebagai katalis untuk mengeksploitasi
teknologi baru dalam produksi tanaman Untuk memenuhi permintaan, benih tidak
dapat diproduksi secara mendadak atau secara langsung,tetapi memerlukan
perencanaan yang baik. Perencanaan dan penanganan yang kurang baik dapat
merugikan produksi benih.
Pemuliaan tanaman yang aktif dan produktif merupakan dasar untuk
industri benih.varietas baru yang dilepas harus sampai kepetani atau kebun dengan
sifat sifat yang unggul(produksi tinggi,resisten tehadap hama dan penyakit utama
dll).keaslian kultival atau klon dapat dijamin melalui pengawasan mutu yang ketat
yang merupakan komponen industri benih.
Berdasarkan teknologi yang digunakan industri benih dapat dibagi menjadi
lima tingkat yaitu:
1. Industri benih tingkat satu. Teknologi yang digunakan sederhana,
pembersihan benih hanya menggunakan tampah.
2. Industri benih tingkat dua. Industri menggunakan mesin mesin pembersih
seperti air screen cliner.
3. Industri benih tingkat tiga. Industri ini melaksanakan pemilahan bemnih yang
sudah bersih. setelah dibersikan benih dipilah berdasarkan besar, panjang,
lebar, tebal, atau berat butiran. Industri benih ini benih yang prima.

4. Industri benih tingkat empat. Industri ini selau berhubungan dengan kegiatan
lembaga penelitian dan pengembangan disamping proses produksinya seperti
industri tingkat tiga.
5. Industri benih tingkat lima. Industri ini memiliki kemampuan untuk
memproduksi benih hasil litbang sendiri. Kegiatan penelitian dan
pengembangan

disini,

selain

memproduksi

hibrida

yang

selalu

diperbaharui,juga melakukan penelitian dan pengembangan bioteknologi.


Industri benih tingkat lima menerapkan teknologi sangat canggih dan
memiliki kemampuan dalam mengusahankan rekayasa genetik sehingga
benih yang dihasilkan memiliki keunggulan yang sangat spesifik. Industri
benih tingkat lima tidak memerlukan lembaga sertifikasi eksternal karena
program sertifikasnya diakreditasi sehingga kebenaran informasi mutunya
terpercaya (Sadjad 1997).
Berdasarkan dasar usahanya industri benih dapat dibgi menjadi;
1. Usaha perbenihan kecil (UPK), yaitu usaha benih yang dikelola oleh rakyat
dan relatif kecil serta pemasarannya terbatas pada daerah setempat.
Kelompok ini mungkin dapat disamakan dengan industri benih tingkat satu.
2. Usaha perbenihan besar (UPB), yaitu usaha benih yang dilakukan oleh
perusahaan atau koperasi dengan skala yang relatif besar dan jangkauan
pemasaran yang lebih luas (Direktorat bina perbenihan,1998).
3. Untuk benih ortodoks, kelompok ini bias digolongkan pada industri benih
tingkat IIV seperti untuk benihkapas, rosella, kenap, yute, linum, wijen,
bungamatahari, jarak, ketumbar, jinten, adas dan juga jambu mete asal
teknologinya disesuaikan.
Untuk UPK dan UPB biasanya dilakukan oleh lembaga lembaga
penelitian,sedangkan untuk usaha usaha ketiga dan keempay bias dilakukan oleh
pengusaha baik pemerintah atau swasta. Bila usaha usaha tersebut suda terlaksana
dengan baik sesuai persyaratan maka usaha-usaha tersebut suda dapat dianggap
sebagai suatu industri benih.
Di negara maju benyak tanaman kehutanan yang telah diproduksi melalui
pembuatan benih sintetik Leluet,at al,1994;Rout at el,1995). Untuk produksi

masal digunakan bioreactor yang dapat menghasilkan bibit berjut juta banyaknya
hanya dalam wadah tertentu saja. Melalui bioreactor embrio somatic dapat
menggandakan diri sebanyak banyaknya secar berkelanjutan. Nutrisi, zat pengatur
tumbuh,dan oksigen diberikan secara otomatis yang telah deprogram dalam
computer. Banyak harapan telah dijanjikan oleh bioteknologi untuk produksi
benih sintetik dalam memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah besar,seragam dan
kemurniannya tinggi.
Komponen dalam Industri Benih untuk Mengembangkan Perusahaan
Dalam menganalisis komponen-komponen yang terdapat dalam industri benih,
maka perlu dikaji segala permasalahan dan tantangan dalam peningkatan produksi
benih, kemudian dijabarkan pula upaya mengatasi hambatan industri benih.
Berikut permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan produksi benih antara
lain adalah :
1. Kebijakan
a. Pemberlakuan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Pusat Derah
berdampak pada keberagaman kebijakan, sehingga terjadi keberagaman
kelembagaan perbenihan di daerah.
b. UU No. 12 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman tidak sesuai untuk
pembangunan industri khususnya benih hortikultura.
c. Keppres No. 27 tahun 1971 tentang Badan Benih Nasional tidak sesuai
lagi dengan organisasi Dept. Pertanian dan perkembangan industri
perbenihan saat ini.
d. Lemahnya pemahaman tentang manfaat UU No. 29 Th. 2000 tentang
Perlindungan Varietas Tanaman (PVT), baik di kalangan para pengusaha
maupun di kalangan para pejabat,
e. Belum efektifnya penegakan

hukum

di

bidang

perbenihan.

2. Kelembagaan
a. Badan Benih Nasional hanya berfungsi dalam pelepasan varietas.
b. Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu benih TPH belum tersosialisasikan
dengan baik.
c. BPSB berada di bawah Dinas Pertanian propinsi sehingga kurang leluasa
dalam pengawasan mutu dan peredaran benih.

d. Di propinsi kedudukan Balai Benih Hortikultura berada di bawah


seksi/kasubdin produksi pada Dinas Pertanian Provinsi sehingga kurang
leluasa dalam mengalokasikan kegiatan dalam pengembangan perbenihan.
e. Sebagian besar penangkar benih belum mampu memproduksi benih
bersertifikat.
f. Asosiasi perbenihan belum sepenuhnya mendukung upaya pemerintah
dalam membangun industri benih dalam negeri.
3. Infrastruktur
a. Keterbatasan sarana dan prasarana di balai benih hortikultura, BPSB dan
penangkar
b. Keterbatasan sarana dan prasarana dalam mendukung penerapan Sistem
Informasi Manajemen perbenihan.
c. Sarana laboratorium kultur jaringan milik pemerintah maupun swasta
belum dimanfaatkan secara optimal.
4. Teknologi
a. Perakitan varietas hortikultura oleh pemulia dalam negeri dan promosi
hasilnya masih terbatas.
b. Keterbatasan ketersediaan benih sumber untuk diperbanyak oleh produsen
dan penangkar benih
c. Teknologi produksi benih belum diterapkan secara luas.
5. Sumberdaya Manusia (SDM)
a. Terbatasnya jumlah dan kualitas pemulia terutama pada produsen benih
kelas menengah ke bawah.
b. Terbatasnya kemampuan penyuluh dalam aspek perbenihan
c. Keterbatasan jumlah pengawas benih yang menjadi Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS).
d. Keterbatasan jumlah dan kemampuan petugas balai benih dan BPSB.
e. Terbatasnya kemampuan penangkar benih dalam memproduksi benih.
f. Dirasakan masih kurangnya minat para pemulia dan teknolog perbenihan
untuk terjun ke dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional.
6. Lain-lain
a. Keterbatasan modal usaha untuk penangkaran benih.
b. Keterbatasan dana operasional bagi Balai Benih dan BPSB.
c. Keterbatasan mendapatkan informasi dan data akurat yang diperlukan
dalam perencanaan kebutuhan, penyediaaan dan penggunaan benih.
d. Belum optimalnya pemasyarakatan penggunaan benih bermutu.
e. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan benih bermutu.
f. Ketergantungan produsen benih pada proyek pemerintah.

g. Nasionalisme dan patriotisme di kalangan industriawanperbenihan dan


perbibitan masih perlu dibangkitkan,
2.4 Tantangan Dalam Industri Benih
1. Pancaroba Musim
2. Alih Fungsi Lahan
3. Modal
Tidak dapat disangkal bahwa industri perbenihan/perbibitan merupakan
industri pertanian hulu yang paling beresiko dan bersifat khusus karena
menyangkut benda hidup, yaitu tanaman dan hewan ternak, serta sifatnya sangat
spesifik. Berlainan sifatnya dengan industri pangan dan industri manufaktur, serta
pada taraf produksi komoditi. Industri perbenihan/perbibitan yang utuh, tidak
parsial, membutuhkan taraf penelitian dalam membentuk varietas unggul baru
yang bermutu, memakan waktu lama untuk memperoleh return dan beresiko
tinggi, serta peluang sukses tidak terlampau besar. Oleh karena itu dalam sistem
perbankan nasional belum pernah atau jarang yang memberikan kredit pada usaha
ini. Padahal dewasa ini Bank Indonesia sedang kerepotan memikirkan bagaimana
menyalurkandana yang tersimpan 150160 triliun rupiah di dalam perbankan
nasional kita. Sebaiknya dana tersebut sebagian disalurkan ke sektor riil di bidang
pertanian, yaitu investasi dalam industri perbenihan dan perbibitan swasta
nasional. Untuk itu Bank Indonesia diharapkan dapat merekayasa skema (scheme)
perkreditan khusus untuk industri perbenihan dan perbibitan swasta nasional, baik
untuk tanaman (semusim, tahunan, tanaman kehutanan, hortikultura), maupun
untuk hewan ternak.
4. Keuntungan Setiap Tahun
5. Persediaan Benih

Anda mungkin juga menyukai