Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.)

Maria Petronella Lubis*


Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Riau
Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Pekanbaru 28293
Email: mpetronella57@gmail.com

ABSTRAK

Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial


Belanda sejak datang ke Indonesia dengan keuntungan yang melimpah. Hal
tersebut merupakan salah satu sisi sejarah yang mempunyai pengaruh cukup luas
bagi bangsa Indonesia dalam waktu yang cukup panjang. Perkebunan hadir
sebagai kepanjangan dari perkembangan kapitalisme agraris barat yang
diperkenalkan melalui sistem perekonomian kolonial. Perkebunan mulai masuk ke
Indonesia sebagai sistem perekonomian pertanian komersial bercorak kolonial.
Istilah ini berbeda dengan istilah sistem kebun pada negara jajahan sebelum masa
pra kolonial. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi penghasil minyak sawit
terbesar di dunia. . Pada periode tahun 2000-2013, terjadi perubahan revolusioner
baik pada lingkungan strategis maupun pada agribisnis / industri persawitan
nasional. Setelah krisis multidimensi melanda Indonesia tahun 1998, rezim orde
baru pun berakhir dan Indonesia memasuki era baru yakni, era
reformasi.Kenaikan konsumsi minyak kelapa sawit akan memberi dampak besar
bagi perekonomian nasional. Total ekspor minyak kelapa sawit Indonesia pada
2016 yang mencapai sekitar 17,8 miliar dollar AS, dan tercatat bahwa ekspor
minyak kelapa sawit merupakan penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Pada
tahun 2015 juga tercatat bahwa jumlah pekerja kelapa sawit di Indonesia tumbuh
sekitar 2,4 juta pengusaha dan mempekerjakan sekitar 4,6 juta pekerja. Menurut
Bank Dunia pada tahun 2013, pertumbuhan perkebunan kelapa sawit di 190
kabupaten di Indonesia memiliki dampak luas pada pembangunan pedesaan,
pengentasan kemiskinan, lapangan kerja inklusif, pertumbuhan baru / terisolasi
dan kesejahteraan sosial yang berkelanjutan. Oleh karena itu, kelapa sawit dapat
dikatakan sebagai industri yang mempunyai prospek yang baik. Jika melihat
sejarah perkembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia, dapat dikatakan di
setiap masa atau periode terjadi permasalahan yang relatif berbeda sehingga cara
untuk mengatasi permasalahannya pun relatif berbeda. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari buku,
majalah, artikel baik non elektronik maupun elektonik. Tujuan dibuatnya jurnal
ini adalah untuk mengetahui sejarah dan perkembangan perkebunan kelapa sawit
dari Zaman Belanda sampai dengan masa Reformasi di Indonesia.
Kata Kunci : Sejarah, kelapa sawit, perkebunan, perkembangan, industri

*Mahasiswa Pertanian Universitas Riau


BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit memiliki nama latin (Elaeis guineensis Jacq) saat
ini merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi
penting disektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya, hal
ini disebabkan karena dari sekian banyak tanaman yang menghasilkan
minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar
per hektarnya di dunia (Balai Informasi Pertanian, 1990). Melihat pentingnya
tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan datang, seiring dengan
meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak sawit, maka perlu
dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi kelapasawit
secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai. Salah satu
diantaranya adalah pengendalian hama dan penyakit. (Sastrosayono 2003).

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan komoditas yang penting


karena kebutuhan akan minyak goreng dan derivatnya di dalam negeri terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya standar ekonomi masyarakat.
Minyak kelapa sawit merupakan sumber devisa negara yang sangat potensial
karena tidak semua negara dapat memproduksinya. Kelapa sawit hanya dapat
tumbuh dan berproduksi dengan baik pada kawasan beriklim tropis seperti di
Indonesia dan termasuk daerah Riau merupakan sangat potensial untuk
tanaman kelapa sawit.

Sektor perkebunan merupakan salah satu potensi dari subsektor


pertanian yang berpeluang besar untuk meningkatkan perekonomian rakyat
dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor
perkebunan dapat menjadi penggerak pembangunan nasional karena dengan
adanya dukungan sumber daya yang besar, orientasi pada ekspor, dan
komponen impor yang kecil akan dapat menghasilkan devisa non migas
dalam jumlah yang besar. Produktivitas kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh
teknik budidaya yang diterapkan. Pemeliharaan tanaman merupakan salah
satu kegiatan budidaya yang sangat penting dan menentukan masa produktif
tanaman. Salah satu aspek pemeliharaan tanaman yang perlu diperhatikan
dalam kegiatan budidaya kelapa sawit adalah pengendalian hama dan
penyakit. Pengendalian hama dan penyakit yang baik dapat meningkatkan
produksi dan produktivitas tanaman.

Perkebunan Indonesia sudah diperkenalkan oleh pemerintah kolonial


Belanda sejak datang ke Indonesia dengan keuntungan yang melimpah. Hal
tersebut merupakan salah satu sisi sejarah yang mempunyai pengaruh cukup
luas bagi bangsa Indonesia dalam waktu yang cukup panjang. Belanda
sebagai salah satu negara penjajah mempunyai peran dalam sejarah
Perkebunan terutama yang telah meletakkan dasar bagi Perkebunan di
Indonesia.Pada dasarnya tujuan dari kebijaksanaan perkebunan adalah
meningkatkan penghasilan devisa. Pendapatan petani perkebunan,
memperluas lapangan kerja dan meningkatkan hasil-hasil Perkebunan bagi
sektor-sektor lain terutama sektor industri.

Perkebunan hadir sebagai kepanjangan dari perkembangan kapitalisme


agraris barat yang diperkenalkan melalui sistem perekonomian kolonial.
Perkebunan mulai masuk ke Indonesia sebagai sistem perekonomian
pertanian komersial bercorak kolonial. Istilah ini berbeda dengan istilah
sistem kebun pada negara jajahan sebelum masa pra kolonial. Sistem kebun
dipahami sebagai bagian dari sistem pertanian tradisional yang merupakan
usaha tambahan / pelengkap, Dalam kerangka ekonomiskapitalis sistem
Perkebunan dipahami sebagai bentuk usaha pertanian skala besar dan
kompleks. Kartodirdjo (1991:5).

Perkebunan merupakan aspek penting dalam pengembangan ekonomi


pribumi pada masa kolonial hingga saat ini. Usaha perkebunan yang semula
diadakan di pulau jawa, menjelang awal abad ke-20 mulai dikembangkan dan
meluas di luar pulau jawa, khususnya sumatera. Usaha perluasan perkebunan
ini nampaknya sejalan dengan proses ekspansi dan pasifikasi kekuasaan
kolonial belanda dalam rangka menerapkan kebijakan politik pax
neerlamdica-nya yang sukses. Sementara itu wilayah perkebunan di tanah
Deli hingga ke Simalungun mengalami perkembangan yang pesat. Selain
tanahnya yang cocok juga dikarenakan tanaman seperti tembakau, karet, kopi,
teh dan kelapa sawit memiliki prospek yang sangat menguntungkan di
pasaran dunia.

Menurut Breman (1997 : 16), “Orang pertama yang perlu disebut dalam
hubungan ini adalah J. Nienhuys. Ia tiba di deli pada 1863 dengan niat khusus
untuk menetap sebagai pengusaha di daerah yang pada waktu itu hampir tidak
dikenal oleh orang Belanda.” Dialah peletak dasar budaya tembakau yang
dikemudian hari bakal memasyhurkan pesisir timur sumatera ke seluruh
dunia. Usaha perkebunan di sumatera timur dirintis pertama kali oleh Jacobs
Nienhuys, seorang pengusaha belanda yang mengatakan bahwa tanah ini
sangat cocok untuk usaha perkebunan. Ia memperoleh tanah dari Sultan
Mahmud, penguasa deli saat itu untuk membuka usaha perkebunan
tembakau.Usaha Jacobus Niensuysterus berkembang mulai pada saat hasil
perkebunan yang dibukanya sudah mulai menampakkan hasil dan tidak
banyak telah masuk kepasaran perdagangan Eropa yang dibuktikan sejak
pada tahun 1869 Jacobus Nienhuys mendirikanperusahaan Deli Maatschappij
yaitu suatu perseroan terbatas yang beroperasi di Hindia Belanda. Breman
(1997: 26). Tujuan dibuatnya jurnal ini adalah untuk mengetahui sejarah dan
perkembangan perkebunan kelapa sawit dari Zaman Belanda sampai dengan
masa Reformasi di Indonesia.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan jurnal ini, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah kelapa sawit pada zaman belanda?


2. Bagaimana sejarah kelapa sawit pada zaman jepang?
3. Bagaimana sejarah kelapa sawit pada zaman orde lama?
4. Bagaimana sejarah kelapa sawit pada zaman orde baru?
5. Bagaimana sejarah kelapa sawit pada zaman reformasi?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka


penelitian ini bertujua untuk menganalisis:
1. Mengetahui sejarah kelapa sawit pada zaman belanda
2. Mengetahui sejarah kelapa sawit pada zaman jepang
3. Mengetahui sejarah kelapa sawit pada zaman orde lama
4. Mengetahui sejarah kelapa sawit pada zaman orde baru
5. Mengetahui sejarah kelapa sawit pada zaman reformasi

BAB II. METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari buku, majalah, artikel baik non elektronik maupun elektonik.

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Zaman Belanda

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah


kolonial belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibit kelapa
sawit yang dibawa dari Mauritius dan amsterdam untuk ditanam di Kebun
Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan
secara komersial pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatera Utara. Perintis usaha
perkebunan kelapa sawit di indonesia adalah Adrien Haller, seorang
berkebangsan Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di
Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schdt yang menandai
lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan
kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang, Luas kebun kelapa sawit terus
bertambah dari tahun ke tahun. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi
dipantai timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat itu
sebesar 5.123 ha. Pada masa pendudukan belanda, perkebunan mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor
negara Afrika pada waktu itu, namun kemajuan pesat yang dialami Indonesia
tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan
ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing yang
berkuasa di Indonesia, termasuk Belanda.
3.2 Zaman Jepang

Memasuki masa pendudukan jepang, perkembangan kelapa sawit


mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi kelapa sawit terhenti.
Lahan perkebuanan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan
yang ada sehingga produksi Minyak sawit Indonesia hanya mencapai 56.000
ton pada tahun 1948 – 1949. Pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor
minyak sawit sebesar 250.000 ton.

3.3 Orde Lama

Setelah Belanda dan jepang meninggalkan Indonesia, pada tahun 1957


pemerintah mengambil alir perkebunan dengan alasan politik dan keamanan.
Pemerintah menempatkan perwira-perwira militer disetiap jenjang
manajemen perkebunan yang bertujuan  mengamankan jalannya
produksi.  Pemerintah juga membentk BUMIL (Buruh Militer) yang
merupaka wadah kerja sama antara buruh perkebunan dengan militer.
Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta
keamanan dalam negri yang tidak kondusif menyebabkan produksi kelapa
sawit mengalami penurunan. Pada priode tersebut posisi Indonesia sebagai
pemasok minyak sawit dunia terbesar mulai tergeser oleh Malysia.

3.4 Orde Baru

Memasuki pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan


diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan sebagai sektor penghasil devisa negara.
Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan
sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha.dengan produksi
CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu Lahan perkebunan kelapa sawit
diindonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung
oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti
rakyat perkebunan (PIR-bun). Dalam pelaksanaanya perkebunan besar
sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat disekitarnya
yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah
pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR Transmigrasi sejak
tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan da produksi
kelapa sawit. Pada tahun 1990 an luas perkebunan kelapa sawit mencapai
lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar diberbagai sentra produksi
seperti  Sumatera dan Kalimantan.  

3.5 Reformasi

Setelah rezim orde baru berakhir, selanjutnya untuk merangsang


pertumbuhan agribisnis kelapa sawit di Indonesia yang melambat akibat
adanya krisis ekonomi tahun 1997-1999, pemerintah membuat beberapa
kebijakan antara lain menurunkan tingkat bunga, perubahan regulasi yang
lebih memfasilitasi perkembangan kelapa sawit, memberi kesempatan debt
restructuring, penurunan pajak ekspor, prediksi permintaan global minyak
mentah kelapa sawit yang meningkat, dan melakukan kerjasama dengan
Malaysia.

Pada periode tahun 2000-2013, terjadi perubahan revolusioner baik


pada lingkungan strategis maupun pada agribisnis / industri persawitan
nasional. Setelah krisis multidimensi melanda Indonesia tahun 1998, rezim
orde baru pun berakhir dan Indonesia memasuki era baru yakni, era
reformasi.

Dibandingkan dengan era orde baru, pada reformasi setidak-tidaknya


ada tiga perubahan revolusioner yang mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan Indonesia: Pertama, terjadi perubahan sistem ketatanegaraan dari
rezim otoriter kepada rezim demokrasi. Kedua, adanya perubahan
pengelolaan pemerintahan dan pembangunan dari sentralisasi kepada sistem
desentralisasi (otonomi daerah) dan Ketiga, terjadinya perubahan pengelolaan
perekonomian dari rezim protektif kepada liberalisasi ekonomi. Ketiga
perubahan revolusioner tersebut yang terjadi secara bersamaan terjadi di
Indonesia sangat kontraproduktif khususnya selama periode tahun 2000-2004,
dimana terjadi euforia reformasi yang dalam praktiknya masyarakat bebas
melakukan apa saja termasuk penyerobotan lahan-lahan kebun (HGU).
Gambar 1. Perkembangan Luas Areal Kelapa Sawit di Indonesia 1917-2014
Sumber: PPKS, 2014

Jika melihat sejarah perkembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia,


dapat dikatakan di setiap masa atau periode terjadi permasalahan yang relatif
berbeda sehingga cara untuk mengatasi permasalahannya pun relatif berbeda.
Ekspansi areal perkebunan kelapa sawit mulai pesat terjadi menjelang
berakhirnya orde baru, dimana IMF (International Monetary Fund) dengan
LOI (Letter of Intent) memberikan paket bagi Indonesia untuk melakukan
liberalisasi investasi asing di sector agribisnis kelapa sawit sawit. Sebagai
konsekuensinya, para pelaku agribisnis dari luar negeri (misalnya Malaysia)
berbondong-bondong itu untuk membeli perusahaan-perusahaan perkebunan
sawit nasional yang terancam bangkrut dan masuk dalam daftar BPPN
(Badan Penyehatan Perbankan Nasional).

Pada masa reformasi, dimana terjadi pergantian presiden dan menteri


terkait, kebijakan dan pelembagaan untuk perkebunan minyak kelapa sawit
juga turut berubah-ubah. Di pihak lain otonomi daerah menyebabkan
gubernur dan bupati memiliki kewenangan luas dalam pembangunan
ekonomi, perencanaan tata ruang, dan otoritas pemberian izin usaha. Berbagai
aturan ini ujung-ujungnya mendorong ekspansi perkebunan sawit yang masif.
Namun karena ekspansi pengembangan kelapa sawit sangat masif maka pada
saat ini ketersediaan lahan yang sesuai (feasible) secara economic of scale
semakin terbatas, menyebabkan nilai pasar lahan menjadi mahal karena lahan
sudah dijadikan komoditi di daerah. Lahan yang subur sudah terbatas maka
para pelaku usaha mulai mengembangkan perkebunan kelapa sawit di areal
yang kurang subur seperti di lahan pasir dan lahan gambut. Permasalahan
dalam pengembangan agribisnis kelapa sawit pada saat ini relatif tidak
banyak dialami oleh para pelaku usaha pada masa orde baru; terutama
masalah kepastian hukum, tumpang tindih lahan, moratorium, otonomi
daerah dan kampanye negatif. Jika diamati lebih lanjut, maka hampir
keseluruhan masalah tersebut sangat berhubungan dengan masalah politik /
kekuasaan.

Pada tahun 2015, terjadi kebakaran hutan besar-besaran yang melanda


hutan dan lahan gambut di Indonesia yang diakibatkan oleh lahan industri
sawit. Namun akhir-akhir ini pemerintah Indonesia menerbitkan aturan
moratorium pembukaan lahan baru (kawasan hutan dan lahan gambut)
sehingga diperkirakan ekstensifikasi perkebunan kelapa sawit akan mulai
melambat. Sebagai gantinya, pemerintah akan meningkatkan produktivitas
tanaman kelapa sawit melalui intensifikasi. Dan pada bulan Oktober 2017
presiden Joko Widodo melakukan tanam perdana sebagai penanda
dimulainya peningkatan pengembangan agribisnis kelapa sawit melalui
intensifikasi, yakni dengan kegiatan meremajakan tanaman-tanaman kelapa
sawit yang sudah tua dan tidak produktif dengan tanaman baru yang lebih
potensial produktivitasnya.

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Bangsa Eropa datang untuk mendapatkan hasil-hasil pertanian dan


perkebunan. Kedatangan Portugis pada abad ke-16 menyebabkan
meningkatnya permintaan terhadap komoditi rempah-rempah. Disusul dengan
kedatangan bangsa Belanda, mengakibatkan semakin kerasnya persaingan
dan meningkatnya harga rempah-rempah. Belanda menggunakan VOC untuk
menguasai perdagangan di Nusantara. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit
di Indonesia mulai berkembang, Luas kebun kelapa sawit terus bertambah
dari tahun ke tahun. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi dipantai
timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya saat itu sebesar
5.123 ha.
Pada masa orde baru, pemerintah terus mendorong pembukaan lahan
baru untuk perkebunan sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai
294.560 ha.dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton Indonesia mulai
mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara
Eropa, kemudian di tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar
850 ton.

4.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan yaitu data yang seharusnya lebih
spesifik terhadap tahun, agar mempermudah dalam memahami.

DAFTAR PUSTAKA

Satyamidjaja dan Djoehana.1991. Budidaya Kelapa Sawit. Kanisius.Yogyakarta.


Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta. 410
hal. Perangin-angin, S.A. 2006.
Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Purwokerto. Agromedia Pustaka.
176 hal.

Anda mungkin juga menyukai