Anda di halaman 1dari 10

PENANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.

Maria Petronella Lubis*

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Riau


Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Pekanbaru 28293
Email: mpetronella57@gmail.com

ABSTRAK

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai


penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Pohon Kelapa
Sawit terdiri dari dua spesies yaitu elaeis guineensis dan elaeis oleifera yang
digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.
Kelapa sawit menjadi populer setelah revolusi industri pada akhir abad ke-19 yang
menyebabkan tingginya permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan
industri sabun. Pengembangan budidaya tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat
pesat sehingga tanaman tersebut menjadi tanaman primadona. Kelapa sawit
menjadi komoditas strategis yang memiliki peranan cukup penting dalam
perekonomian Indonesia, sebagai penghasil devisa negara yang cukup besar dari
sektor perkebunan. Luas areal tanaman kelapa sawit di Provinsi Riau pada tahun
2012 mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2009, luas areal pertanaman kelapa
sawit mencapai 1.925.342 hektar (ha) dengan total produksi sebesar 5.932.308 ton
CPO. Pada tahun 2010 luas areal pertanaman kelapa sawit mencapai 2.103.174 ha
dengan total produksi sebesar 6.293.542 ton CPO dan pada tahun 2011 luas areal
pertanaman kelapa sawit mencapai 2.256.538 ha dengan total produksi 6.932.572
ton CPO. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
data yang diperoleh dari buku, majalah, artikel baik non elektronik maupun
elektonik. Tujuan dari pembuatan jurnal ini adalah untuk mengetahui norma, dan
metode yang dilakukan dalam penanaman kelapa sawit.
Kata Kunci : Penanaman, kelapa sawit, perkebunan, penyisipan, pemupukan dasar

*Mahasiswa Pertanian Universitas Riau

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai


penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Pohon Kelapa
Sawit terdiri dari dua spesies yaitu elaeis guineensis dan elaeis oleifera yang
digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.
Kelapa sawit menjadi populer setelah revolusi industri pada akhir abad ke-19 yang
menyebabkan tingginya permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan
industri sabun. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) adalah tanaman
yang berasal dari daratan Afrika. Meskipun demikian, ada yang menyatakan
bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak
ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada
kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya seperti
Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini, bahkan mampu menghasilkan
produksi per hektar yang lebih tinggi (Fauzi et al., 2005).
Pengembangan budidaya tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat pesat
sehingga tanaman tersebut menjadi tanaman primadona. Kelapa sawit menjadi
komoditas strategis yang memiliki peranan cukup peting dalam perekonomian
Indonesia, sebagai penghasil devisa negara yang cukup besar dari sektor
perkebunan. Indonesia adalah negara produsen minyak sawit Crude Palm Oil
(CPO) terbesar di dunia setelah Malaysia maka wajar bila komoditas kelapa sawit
menjadi salah satu komoditas strategis dari sektor perkebunan (Fauzi et al., 2005).
Menurut Dirjen Perkebunan RI (2010), luas perkebunan kelapa sawit pada tahun
2009 lebih dari 7,3 juta ha, dan diprediksikan pada tahun 2014 luasannya akan
mencapai 10 juta ha.
Melihat pentingnya tanaman kelapa sawit dewasa ini dan masa yang akan
datang, seiring dengan meningkatnya kebutuhan penduduk dunia akan minyak
sawit, maka perlu dipikirkan usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi
kelapa sawit secara tepat agar sasaran yang diinginkan dapat tercapai.
Permasalahan pokok dalam budidaya kelapa sawit yaitu masih rendahnya teknik
budidaya yang dikuasai oleh petani karena keterbatasan modal, serta buruknya
kualitas bahan tanam (bibit) yang digunakan. Bibit merupakan sarana utama untuk
mencapai produksi yang maksimal. Dengan menggunakan bibit yang bermutu
baik maka harapan untuk mencapai produksi yang maksimal akan diperoleh.
Masalah utama yang dihadapi oleh pengusaha atau petani kelapa sawit adalah
pengadaan bibit, terutama bibit unggul yang berkualitas. Tujuan dari pembuatan
jurnal ini adalah untuk mengeahui norma, dan metode yang dilakukan dalam
penanaman kelapa sawit.
1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penulisan jurnal ini, yaitu sebagai berikut:

1. Apa saja norma-norma penanaman kelapa sawit?


2. Bagaimana pola tanam dan titik tanam kelapa sawit?
3. Bagaimana metode pemancangan di areal datar dan di areal bukit?
4. Bagaimana teknis membuat lubang tanam ditanah mineral, gambut dan
teknis pemupukan dasar yang tepat?
5. Bagaimana teknis penanaman kelapa sawit yang dianjurkan?
6. Bagaimana teknis penyisipan yang benar?

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang ada, maka penelitian
ini bertujua untuk menganalisis:

1. Mengetahui norma-norma penanaman kelapa sawit


2. Mengetahui pola tanam dan titik tanam kelapa sawit
3. Mengetahui metode pemancangan di areal datar dan di areal bukit
4. Mengetahui teknis membuat lubang tanam ditanah mineral, gambut dan
teknis pemupukan dasar yang tepat
5. Mengetahui teknis penanaman kelapa sawit yang dianjurkan
6. Mengetahui teknis penyisipan yang benar

BAB II. METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang diperoleh dari buku, majalah, artikel baik non elektronik maupun elektonik.

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Norma Penanaman Kelapa Sawit

1. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan mengukur dan pancang di


areal datar adalah 5-7 HK/ha.
2. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan pembuatan lubang di tanah
mineral (128-130 pokok) adalah 6-8 HK/ha.
3. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan mengukur dan pancang di
tanah gambut adalah 12-14 HK/ha.
4. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan pengangkutan dan ecer bibit
ke dekat lubang tanam adalah 1-2 HK/ha.
5. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengeceran bibit ke titik pemancangan
adalah 100-150 bibit/HK
6. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk konsolidasi tanaman adalah 0,2-0,3
HK/ha.
7. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pekerjaan penanaman kelapa sawit
adalah 6-8 HK/ha.
3.2 Pola Tanam dan Titik Tanam

Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau


urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun
waktu tertentu (biasanya satu tahun). Pola tanam di daerah tropis seperti
Indonesia, biasanya disusun selama 1 tahun dengan memperhatikan curah
hujan (terutama pada daerah/lahan yang sepenuhnya tergantung dari hujan).

Gambar 1. Pola Titik Tanam Segitiga


Pola tanam terbagi 3 yaitu pola tanam monokultur, rotasi tanaman dan
pola tanam polikultur.
a. Pola Tanam Monokultur
b. Rotasi Tanaman (crop rotation)
c. Pola Tanam Polikultur
Macam-macam Pola Titik Tanam

1. Bujur Sangkar
Perhitungan :
Luas Areal : 1 Ha

Jarak Tanam : 9m x 9m

2. Segitiga

Untuk lebih mudah memahami perhitungan jumlah populasi kelapa sawit,


maka gambarlah segitiga sama sisi yang mewakili jarak antar tanaman kelapa
sawit

a = Jarak tanam
b =Jarak antar baris yang akan dicari
Perhitungan :
Luas Areal : 1 Ha
Jarak Tanam : 9m x 9m X 9m

3.3 Pemancangan

Untuk mendapatkan letak dan barisan tanaman yang teratur terlebih dahulu
diadakan pemancangan areal. Pemancangan pada areal yang rata jarak antara
barisan dan dalam barisan sesuai dengan jarak yang sebenarnya. Sedangkan untuk
areal yang berbukit dan berkontur arah barisan mengikuti arah kontur yang ada
dan jarak antara barisan adalah proyeksi jarak antar barisan. Pada umumnya areal
penanaman kelapa sawit di Indonesia terletak pada daerah yang banyak hujannya
dan tidak semuanya datar/flat. Pada bulan tertentu (musim hujan) dapat tejadi
lebih air (water excess), tetapi pada beberapa lokasi dimana terdapat perbedaan
musim hujan dan kemarau agak tegas terdapat pula kekurangan air (water deficit).
Agar air hujan yang jatuh dapat ditampung, ditahan lebih lama agar meresap
dalam tanah, persediaan air dalam tanah (water reserve) selalu cukup terutama
pada musim kemarau dan untuk mencegah erosi maka dibangunlah teras, rorak,
benteng, parit dan lain-lain dilapangan.Tindakan pengawetan tanah ini mutlak
diperlukan terutama didaerah yang memiliki jumlah dan hari hujan besar pada
lahan yang berombak, berbukit.
3.4 Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam berguna sebagai lubang penanaman bibit-bibit saat kita


membudidayakan kelapa sawit. Pembuatan lubang ini harus memperhatikan
waktu dan kondisi lahan yang dimiliki. Kesalahan dalam pembuatan lubang
penanaman juga dapat memperbesar risiko kegagalan terhadap budidaya yang kita
lakukan. Direkomendasikan membuat lubang tanam kelapa sawit sejak seminggu
sebelum proses penanaman bibit dilakukan. Tujuannya agar waktu yang tersedia
cukup untuk mengontrol lubang penanaman yang telah dibuat. Jika rentang
pembuatan lubang tanam dan penanaman bibit terlalu lama, maka lubang
berpotensi bakal tertimbun kembali. Sedangkan bila waktu penggalian terlalu
cepat, posisi dan ukuran lubang tidak bisa terkontrol dengan benar.

Pemupukan Dasar Lubang Tanam

Tujuan pemupukan yaitu menyediakan kebutuhan hara bagi tanaman


sehingga tanaman akan tumbuh dengan baik dan akan mampu berpotensi secara
maksimal. Dalam pelaksanaan pemupukan harus memperhatikan curah hujan,
untuk menghindari kehilangan unsur hara pupuk curah hujan yang ideal adalah
100-200 mm per bulan. Dosis pupuk pada TBM belum menggunakan hasil
analisis daun, tetapi berdasarkan bagan pemupukan yang dikeluarkan PPKS.

Pembuatan Lubang Tanam Manual dan Mekanik


1) Pembuatan lobang manual dilakukan dengan alat yang sederhana atau
tradisional. Seperti cangkul, sekop, linggis dan lain-lain.

2) Pembuatan lobang tanam dengan mekanik dilakukan pembuatan lubang


titik tanam yang akan dibuat, dengan excavator menekan preplant
compactor sampai seluruhnya masuk ke dalam tanah. Kemudian ditarik
kembali sehingga terbentuk lubang tanam sesuai dengan ukuran yang
diinginkan. Saat excavator membuat lubang tanam, kegiatan ini juga
berfungsi untuk memadatka jalur panen.
3.5 Penanaman Kelapa Sawit

Menurut Sunarko (2007), proses penanaman bibit kelapa sawit di lapangan


yaitu, sayat polybag dari dasar ke atas, lalu keluarkan bibit, masukkan bibit ke
dalam lubang dengan posisi tegak lurus, masukkan tanah galian bagian atas
terlebih dahulu, lalu tanah galian bagian bawah hingga membentuk gundukkan
setinggi 5 cm, padatkan tanah di sekitar tanaman agar tertanam kokoh, kemudian
dibuat piringan dengan jari-jari 50 cm. Piringan harus bebas gulma, sisa pupuk
ditaburkan di piringan, lalu ajir ditancapkan dan bekas polybag digantung pada
ujung ajir sebagai penanda bahwa polybag telah dilepaskan dan untuk
memudahkan pengawasan, keadaan tanaman diperiksa 3 sampai 4 hari setelah
tanam (HST), kegiatan ini untuk memastikan tidak ada tanaman yang miring atau
lubang tanah belum terisi penuh.
Untuk mencegah benih tercampur, maka pengangkutan harus dilakukan
secara berkelompok sesuai dengan kelompoknya di pembibitan yang mengacuh
pada nomor label kemasan pada saat kecambah diterima. Untuk itu, setiap
pengangkutan bibit harus disertai catatan atau dokumen yang jelas atau
menerapkan sistem surat perintah pengeluaran bibit (DO) dari pembibitan yang
lazim dipakai perusahaan besar. Begitu pula dengan proses pengeceran dan
penanaman bibit di lapangan harus diselesaikan menurut kelompoknya.

Pembibitan dapat dilakukan dengan satu tahap atau dua tahap pekerjaan.
Pembibitan satu tahap berarti kecambah kelapa sawit langsung ditanam di polibag
besar atau langsung di pembibitan utama (main nursery). Pebibitan dua tahap
artinya penanaman kecambah dilakukan di pembibitan awal (prenursery) terlebih
dahulu menggunakan polibag kecil serta naungan, kemudian dipindahkan ke main
nursery ketika berumur 3-4 bulan menggunakan polibag yang lebih besar
(Dalimunthe, 2009).
Pembibitan dua tahap (double stage) lebih banyak digunakan dan memiliki
keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pembibitan satu tahap. Jika
menggunakan pembibitan dua tahap, luasan pembibitan menjadi lebih kecil dan
memungkinkan untuk dibuat naungan. Keuntungan lainnya, penyiraman menjadi
mudah, jadwal pemupukan menjadi mudah, dan bibit terhindar dari penyinaran
matahari secara langsung sehingga risiko kematian tanaman menjadi kecil. Jika
menggunakan pembibitan satu tahap (langsung menggunakan polibag besar), luas
areal yang dibutuhkan cukup besar dan penggunaan naungan tidak efektif. Selain
itu, proses penyiraman dan pengawasan menjadi lebih sulit karena tidak semua
tanaman dapat dipantau (Dalimunthe, 2009).
3.6 Penyisipan

Untuk tanaman perkebunan, penyisipan atau penyulaman adalah sesuatu


yang biasa dilakukan karena tanaman yang baru ditanam tidak semuanya
hidup.Gangguan hama dan penyakit dapat menyebabkan tanaman yang baru
ditanam mati atau pertumbuhannya abnormal. Penyisipan bertujuan untuk
mengganti tanaman yang mati dan abnormal tersebut sehingga populasi tetap
optimal dan pertumbuhannya seragam.
Penyisipan pada tanaman kelapa sawit dapat dilakukan pada tahap priode
TBM dan TM, pada penyisipan TM yaitu menggantikan tanaman yang telah
ditanam pada lapangan areal tanaman yang tidak tumbuh dengan baik atau biasa
disebut dengan upnormal seperti kerdil, tidak berbuah, terserang hama dan
penyakit dan lain sebagainya.
Penyisipan pada tanaman kelapa sawit dapat dilakukan sepanjang periode
TBM (umur 1, 2 dan 3 tahun).Untuk keperluan penyisipan sebaiknya disediakan
bibit siap tanam 5 – 7% dari populasi tanaman. Namun sebelum kegiatan
penyisipan dilakukan, sebelumnya harus dilakukan kegiatan inventarisasi untuk
menentukan jumlah dan posisi tanaman yang perlu diganti.

1. Tanaman Belum Menghasilkan


Pemeliharaan tanaman pada komoditas perkebunan yang bersifat tahunan,
biasanya dikelompokkan ke dalam tanaman belum menghasilkan atau disingkat
(TBM) dan tanaman menghasilkan disingkat (TM). Anonim (2004)  menjelaskan
bahwa yang dimaksud TBM pada kelapa sawit adalah masa sebelum panen
(dimulai dari saat tanam sampai panen pertama) yaitu berlangsung 30-36 bulan.
2. Tanaman Menghasilkan
Tujuan pemeliharaan TM adalah untuk mendapatkan produksi yang
optimal dengan cara perawatan, seperti pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit serta lainnya. Manfaat pemeliharaan TM adalah untuk mengoptimalkan
pertumbuhan generatif tanaman kelapa sawit supaya bisa berproduksi tinggi.
Kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit, sejak bibit sawit selesai ditanam di
lahan sampai  tanaman mulai pertama kali berbunga.

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kelapa sawit adalah tumbuhan industri/ perkebunan yang berguna sebagai


penghasil minyak masak, minyak industri, maupun bahan bakar. Pohon Kelapa
Sawit terdiri dari dua spesies yaitu elaeis guineensis dan elaeis oleifera yang
digunakan untuk pertanian komersil dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.
Pengembangan budidaya tanaman kelapa sawit di Indonesia sangat pesat sehingga
tanaman tersebut menjadi tanaman primadona.

Pola tanam dapat didefinisikan sebagai pengaturan jenis tanaman atau


urutan jenis tanaman yang diusahakan pada sebidang lahan dalam kurun
waktu tertentu (biasanya satu tahun). Untuk mendapatkan letak dan barisan
tanaman yang teratur terlebih dahulu diadakan pemancangan areal. Pemancangan
pada areal yang rata jarak antara barisan dan dalam barisan sesuai dengan jarak
yang sebenarnya. Sedangkan untuk areal yang berbukit dan berkontur arah barisan
mengikuti arah kontur yang ada dan jarak antara barisan adalah proyeksi jarak
antar barisan.

4.2 Saran

Saran yang dapat penulis sampaikan yaitu data yang seharusnya lebih banyak
materi nya dari sumber yang terpercaya.
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Alfath, 2015. Lubang Tanam Kelapa Sawit. [Internet]. Tersedia di:
http://pupukbuahsawitnasa.blogspot.com/2015/12/lubang-tanam-kelapa-
sawit.html
Eddie Purwanto, 2018. Membangun Perkebunan Kelapa Sawit. [Internet].
Tersedia di:
https://membangunperkebunankelapasawit.blogspot.com/2018/03/tanaman-
non-valuer.html
Sihombing, Darwin., dan Fifi, Puspita. 2015. Kajian Teknik Budidaya Tanaman
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Petani Swadaya Kecamatan Lubuk
dalam Kabupaten Siak Provinsi Riau. Universita Riau Fakultas Pertanian,
Agroteknologi. Vol.2 No.2 Oktober 2015.

Anda mungkin juga menyukai