Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PENYULUHAN

PERTANIAN DI DUNIA DAN


DI INDONESIA

Disusun Oleh:
 FATHURROHMAN ABIDIN (D1A018111)
 DWI PRAHESTI (D1A0181
 INTAN MARIA C H SARAGI (D1A018140)
 ANDRE HIDAYAT SINAGA (D1A0181
 ERBY HAGANTA BARUS (D1A0181
 PRISCA NOVINA GULO (D1A0181
DEFINISI PENYULUHAN PERTANIAN

Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun


Menurut ilmu pertanian, 2006 mengenai Sistem Penyuluhan
penyuluhan pertanian adalah Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
ilmu sosial yang mempelajari (SP3K) dijelaskan bahwa penyuluhan
sistem serta proses perubahan adalah sebuah proses pembelajaran
yang terjadi pada individu dan bagi pelaku usaha tertentu guna
pula masyarakat supaya mendapatkan keuntungan dalam
terwujud perubahan yang jauh mengakses informasi pasar, modal,
lebih baik dalam bidang dan sumber daya lainnya untuk
pertanian. meningkatkan produktivitas, efisiensi
dan pendapatan dalam bekerja.

Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyuluhan pertanian


adalah sebuah kegiatan non formal yang dilakukan oleh pemerintah kepada
para petani untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan para petani.
SEJARAH PENYULUHAN PERTANIAN
DI DUNIA

Penyuluhan Pertanian sebagai ilmu, ditandai oleh tulisan William Sewell


berjudul:  Land Grant Suggestions for the Extension of the University pada tahun
1850 (Ban dan Hawkins, 1985).  Kemudian masuk ke Amerika pada awal abad 20
ketika Cooperative Extension Services mengembangkan  College. Tetapi, menurut
sejarah purbakala, kegiatan penyuluhan pertanian sudah dimulai di lembah
Mesopotamia sekitar 1800 tahun sebelum Kristus (Saad, 1990), dan di China
dimulai pada abad ke 6 SM, ditandai dengan catatan tertulis tentang teknik-teknik
esensial dan pertanian pada 535 SM pada masa Dinasti Han (Swanson et al,
1997).  

Pada abad ke 2 SM sampai dengan abad ke 4 Masehi, banyak dijumpai


tulisan-tulisan berbahasa Latin, seringkali disertai dengan gambar-gambar tentang
pengalaman praktek bertani (White, 1977). Mengutip True (1929), Swanson et al
(1984) mengemukakan bahwa akar kegiatan penyuluhan pertanian dapat ditelusuri
bersamaan dengan jaman Renaisans yang diawali sejak abad 14, yaitu sejak
adanya gerakan tentang pentingnya kaitan pendidikan dengan kebutuhan hidup
manusia.
Pada 1304, Pietro de Crescenzi menulis buku teks tentang pertanian
dalam bahasa Latin yang kemudian banyak diterjemahkan dalam bahasa
Itali dan Perancis.  Sejak saat itu, kegiatan penulisan buku-buku pertanian
semakin banyak bermunculan. 

Pada abad 17 dan 18, banyak ditulis pustaka tentang pertanian di


banyak negara Eropa. Di Inggris sendiri, sebelum tahun 1800 tercatat
sekitar 200 penulis. Dan pada tahun 1784 di London terbit majalah
pertanian yang dipimpin Arthur Young, sebagai majalah yang tersebar luas
di Eropa dan Amerika. Pada pertengahan abad 18, banyak kalangan tuan-
tanah (bangsawan) progresif yang mengem-bangkan kegiatan penyuluhan
pertanian melalui beragam pertemuan, demonstrasi, perkumpulan
pertanian,  dimana terjadi pertukaran informasi antara pemilik-tanah dengan
para tokoh-petani.
Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia

Perkembangan Penyuluhan
Pertanian pada Zaman Belanda
(1905-1942)

Perkembangan Penyuluhan
Pertanian pada Zaman Jepang
(1942–1945)

Perkembangan Penyuluhan
Pertanian pada Masa Kemerdekaan
(1945–1995)
Perkembangan Penyuluhan Pertanian pada Zaman Belanda
(1905-1942)

Penyuluhan pertanian di Tahun 1876, Dr. R.H.C.C. Scheffer


Indonesia telah dimulai sejak mendirikan Kebun Tanaman Dagang
tanggal 17-5-1817, ketika Dr. (Cultuurtuin) seluas 75 ha (bagian
CGL Reinwardt, mendirikan Kebun Raya Bogor) di Desa
Kebun Raya Bogor dan Cikeumeuh,  dan menyebarkan ke
memperkenalkan 50 jenis seluruh pelosok Indonesia tanaman
tanaman baru, antara lain: perkebunan dan tanaman makanan,
kelapa sawit, ketela pohon, seperti karet, serat (roselia, rami, dll),
dll. berbagai jenis padi, kacang tanah,
kedelai, jagung, ubi jalar dan ketela
pohon.
Pada tahun 1831,
dilaksanakan Sistem Tanam
Paksa (cultuurstelsel) yang Tahun 1877, Scheffer mendirikan
memaksa pribumi menanam Sekolah Pertanian di Kebun Raya. Tahun
nila/tarum, kopi, gula dan 1884 Sekolah Pertanian di Kebun Raya
tembakau. ditutup, karena kekurangan dana, kurang
perhatian dan kurang dukungan politis.
Tahun 1903, Direktur ke V Kebun Tahun 1908, diangkat lima orang
Raya Bogor, Dr. Melchior Treub, penasehat pertanian
mendirikan Sekolah Pertanian, (Landbouw Adviseur) dan
yang selanjutnya berkembang beberapa pembantunya (Asisten
menjadi Sekolah Pertanian Landbouw Adviseur) sebagai
Menengah Atas (SPMA), pegawai Departemen Pertanian,
lulusannya banyak menjadi yang diperbantukan kepada
penyuluh pertanian, pegawai Pangreh Praja setempat.
kehutanan dan sinder perkebunan. Tugasnya memberi nasehat
pertanian dan menyelenggarakan
pendidikan pertanian kepada
Tanggal 1 Januari 1905
petani.
Pemerintah Kolonial Belanda
mendirikan Departemen
Pertanian, Kerajinan dan
Perdagangan (Landbouw Tahun 1910, didirikan Dinas
Nijverheid en Handel) atas usul Penyuluhan Pertanian (Landbouw
Melchior Treub. Tugasnya antara Voorlichtings Dienst - LDV) dalam
lain melakukan penyuluhan yang Departemen Pertanian. Petugas-
dilaksanakan melalui Pangreh petugas penasehat pertanian bisa
Praja, dan mendasarkan berhubungan langsung dengan
kegiatannya atas perintah-perintah petani atas dasar pendidikan dan
kepada petani. kesukarelaan.
Tahun 1921, LDV dijadikan Dinas Daerah Provinsi, karena hasil nyata yang
dicapainya. Sejak itu petugas-petugas Dinas Penyuluhan berdiri sendiri dan
bertanggung jawab kepada Departemen Pertanian, disamping tetap bertindak
sebagai penasehat Pangreh Praja. LDV menangani penyuluhan tanaman
pangan dan perkebunan, dan ikut dalam bidang perkreditan.

Pada periode 1921-1942, Dinas Penyuluhan terus berkembang sampai datang


tentera Jepang.

Hasil penyuluhan yang menonjol selama masa penjajahan Belanda berupa:


1) Modernisasi usahatani berdasarkan hasil penelitian, terutama pengolahan
tanah, pengairan, pemupukan (hijau, kompos dan an-organik), pemakaian
varietas/benih unggul,dan pemberantasan hama penyakit. Adanya Panca
Usaha padi, palawija, sayuran dan buah-buahan.
2) Hama sundep dan beluk dapat dikendalikan di Karawang sampai
Pekalongan (berdasarkan hasil penelitian Dr.P.Van der Goot dan kawan-
kawannya).
3) Pupuk hijau mulai meluas digunakan di persawahan dan di perkebunan.
Jenis Crotalaria, Centrosema, Lamtoro dan lain-lain mulai banyak
diusahakan, sementara kompos mulai dikenal.
4) Penyempurnaan alat-alat
pertanian dengan introduksi
dari hasil penelitian, seperti
bajak Muara dan Kerorejo,
7) Pengembangan pendidikan
garu Madura, penyiang
pertanian melalui pendidikan
Muara, penyiang Landak
formal dan non formal.
(tunggal dan ganda), parut
Pendidikan pemuda (kelas
rotasi untuk bikin tapioka, dll.
masyarakat Sekolah Desa 5
5) Perbaikan pekarangan dengan
tahun) yang dirintis tahun 1910
menanam sayur, buah, bunga
dikembangkan menjadi 6
dan tanaman obat, menjadi
tahun, kelas pertanian untuk
lebih cantik, bersih, berfaedah
daerah pedesaan, kelas
dan menguntungkan.
perdagangan/ perkantoran
6) Pendirian 200 buah Balai
untuk daerah kota, dan kelas
Benih dan Kebun Bibit di
kerajinan/pertukangan untuk
seluruh kepulauan untuk
daerah yang banyak
menangkar benih/bibit unggul
industrinya.
padi, palawija, sayuran,
bunga, buah, tanaman keras
(karet, cengkeh, randu, kopi,
teh, tembakau, kelapa, dll).
8) Tahun 1939 ada 139 kelas pertanian. Pendidikan pertanian yang
dilaksanakan dalam bentuk sekolah adalah MLS Bogor, CS di Sukabumi
dan Malang (di Malang namanya Landbouw School/LS setara SMP).

9) Tahun 1927 dibuka Kursus Tani Desa (KTD) bagi wargatani di Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kemudian dibentuk kelompok tani,
yang disebut Rukun Tani (Jawa Barat), Kring Tani (Jawa Timur) dan
nama setempat lainnya. Diadakan pula kursus bagi wanita tani dan anak
tani/pemuda tani.
Perkembangan Penyuluhan Pertanian Pada Zaman Jepang
(1942–1945)

Jepang menguasai Indonesia, penyuluhan pertanian malah


menghilang. Selain itu, Jepang memaksa petani untuk
memproduksi bahan makanan dan bahan strategis lainnya. Son
Sidoing (Mantri Pertanian Kecamatan) dan Nogyo
Kumiai (Koperasi Pertanian di setiap kecamatan) ditugaskan
memperlancar usaha produksi dan mengumpulkan hasilnya bagi
keperluan angkatan perang Jepang. Tentunya hal ini sangat
merugikan pihak Indonesia, khususnya para petani.
Perkembangan Penyuluhan Pertanian pada Masa Kemerdekaan
(1945–1995)

1. Periode Liberal (1945 – 1959)

Pada periode 1945–1950, pengembangan pertanian dimulai dengan


Rencana Kasimo, yaitu rencana produksi pertanian 3 tahun (1948–1950).
Pada periode ini, pendekatan dan metode penyuluhan mirip sebelum perang.
Masalah dan tantangan pertanian makin luas dan kompleks, aparatur dan
cara kerjanya belum sistematis dan komprehensif. Tahun 1958 intensifikasi
padi dimulai pada sentra yang luasnya ± 1.000 ha. Petani diberi kredit natura
(bibit dan pupuk) serta uang.
Pada periode ini, pendekatan dan metode penyuluhan mirip sebelum
perang. Masalah dan tantangan pertanian makin luas dan kompleks, aparatur
dan cara kerjanya belum sistematis dan komprehensif.
Tahun 1958 intensifikasi padi dimulai pada sentra yang luasnya ± 1.000
ha. Petani diberi kredit natura (bibit dan pupuk) serta uang. Program itu
disebut Padi.
2. Periode Terpimpin (1959 - 1963)

Penyuluhan mengalami banyak perubahan. Filsafat “alon-alon asal kelakon”


menjadi ”segalanya harus cepat dan tepat”. Kegiatan-kegiatan berdasarkan
menggerakkan massa, pendekatan dan metoda penyuluhan harus sesuai.
Kesemuanya di bawah pimpinan tertentu, sesuai dengan prinsip ekonomi
terpimpin.

3. Periode Konsolidasi (1963 – 1974)

Pada masa ini berbagai usaha telah dilakukan oleh Departemen Pertanian
dengan berbagai pihak, seperti penyuluhan dijalankan oleh Jawatan Pertanian
Rakyat, Direktorat Pertanian Rakyat (Dirtara), Fakultas Pertanian, dan
organisasi massa tani
Petani yang telah menjalani Bimas atas bantuan kredit dari Pemerintah pada
akhirnya akan mampu berdiri sendiri. Mereka diberi kesempatan membeli
sarana produksi secara tunai. Kemudian terjadi perubahan kemasyarakatan
dan politik. Pola dan cara penyuluhan dalam menyongsong Era
pembangunan, diprogramkan oleh Orde Baru dalam program Pembangunan
Lima Tahun (PELITA) I
4. Periode Pemantapan I (1974-1983)

Keppres No.44 dan 45/1974 membentuk Badan Pendidikan, Latihan


dan Penyuluhan Pertanian (Badan Diklatluh) di tingkat nasional. Di daerah
dilakukan oleh berbagai dinas sesuai dengan UU No. 5/1974 tentang Pokok-
pokok Pemerintahan Daerah.
SK Mentan No. 664/1975 membentuk Forum Koordinasi Penyuluhan
Pertanian di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan Balai Penyuluhan
Pertanian (BPP). Peraturan ini merupakan landasan menggalang kerjasama
dalam penyuluhan.
Mulai tahun 1976 diterapkan sistem kerja Latihan dan Kunjungan
(LAKU). Sistem LAKU tahun 1976 dilaksanakan di 9 provinsi, tahun 1977
diperluas ke 14 provinsi dan tahun 1980 ke seluruh Indonesia untuk seluruh
subsektor pertanian. Pada masa penyuluhan itu pelayanan kebijaksanaan,
diberikan kepada swasta dan masyarakat tani sendiri. Penyediaan dan
penyaluran sarana produksi seperti pupuk, pestisida, alat-alat pertanian,
benih dan bibit, diusahakan oleh perusahaan swasta, BUMN, KUD,
Kelompok tani sendiri.
5. Periode Pemantapan II (1983-1993)

Keppres No.24/1983, membentuk Direktorat Penyuluhan pada semua


Direktorat Jenderal lingkup pertanian dan Pusat Penyuluhan pada Badan
Diklatluh. Di Dinas tingkat I dan II/cabang Dinas pertanian, dibentuk subdinas
dan seksi penyuluhan. Pada 1993, Penyuluh ditingkatkan jumlahnya menjadi
39.108 orang (PPL/PPUP 36.830 orang dan PPS 2.278 orang). Pemantapan
penyuluhan dengan adanya kesatuan aparat penyuluhan dan kesatuan
pengertian penyuluhan.
Pada MT 1987 dikembangkan pola Supra Insus. Keberhasilan Supra Insus
terletak pada kerjasama antar Kelompoktani dalam intensifikasi di satu WKPP,
menerapkan pola tanam yang menjamin terwujudnya keserempakan panen dan
keragaan varietas dalam hamparan areal usahatani se WKPP. Sesuai
perkembangan zaman, metode massal relatif berkurang dan lebih banyak
penerapan metode kelompok dan perorangan karena berkembangnya tingkat
pengetahuan petani-nelayan.
Untuk menyiapkan generasi muda pertanian, dijalin hubungan antara
taruna tani dan siswa SPP melalui kegiatan Temu Siswa dan Taruna Tani
Nasional (TESISTANAS) dan dibentuknya Kelompok Siswa dan Taruna Tani
(KOSISTA).
6. Periode Agribisnis-Agroindustri (1993-1997)

Kebijakan Menteri Pertanian pada awal kebangkitan nasional II (PJP II),


memantapkan penyelenggaraan penyuluhan di Indonesia. Dalam PELITA VI,
penyelenggaraan penyuluhan menghadapi berbagai tantangan berupa
lingkungan sosial ekonomi nasional maupun global yang dinamis.
Orientasi pembangunan pertanian ke arah penerapan pendekatan agribisnis.
Adanya peningkatan peranan dan peran-serta masyarakat, dalam hal ini petani
dan anggota masyarakat pedesaan lainnya. Dan pelaksanaan desentralisasi
mengarah kepada pelaksanaan otonomi daerah tingkat II yang lebih luas dan
lebih bertanggung jawab. Perubahan kebijakan dari petani-nelayan yang hanya
terampil berproduksi menjadi kebijakan yang dapat menciptakan iklim motivasi
petani-nelayan untuk lebih rasional dan efisien dalam mengembangkan usaha
berdasarkan kemampuan wilayah, informasi dan mengenali potensi pasar.
Pendekatan dan metode penyuluhan disesuaikan dengan perkembangan
atau tingkat kemajuan sosial ekonomi wilayah dan tujuan yang hendak dicapai
dalam wilayah bersangkutan. Pendekatan ”partisipatory and cost sharing” dalam
penyelenggaraan penyuluhan cocok diterapkan guna mengembangkan peran-
serta dan kemandirian petani/nelayan dalam pembangunan pertanian. Untuk
memberikan dukungan nyata pada penyelenggaraan penyuluhan, tahun 1994
dibentuk lembaga pengkajian teknologi pertanian di tiap provinsi.

Anda mungkin juga menyukai