Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Pertanian secara organik dikenal dengan pertanian yang lebih ramah
lingkungan. Pertanian organik tidak lagi berorientasi pada tingginya produksi,tetapi
dengan pertanian organik tersebut nantinya produksi secara berkesinambungan dapat
meningkat dengan tetap menjaga lahan, dan kualitaskelestarian lingkungan serta
menghasilkan produk yang aman dan menyehatkan untuk dikonsumsi. Pertanian
organik secara luas ialah sistem produksi pertanian menggunakan bahan alami, dan
menghindari atau membatasi penggunaan bahan kimia (Winarno, 2002).

Menurut International Federation of Organic Agriculture Movements (2002)


dalam kementrian 2010 pertanian organik sebagai kegiatan usahatani secara
menyeluruh sejak proses produksi sampai pengolahan hasil yang bersifat ramah
lingkungan dan dikelola secara alami, sehingga menghasilkan produk yang dinilai lebih
sehat dan bergizi (bbsdlp.litbang.deptan.go.id). Dalam mendukung pengembangan
pertanian organik, pemerintah juga berupaya dengan adanya “Go Organic 2010” yang
bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara produsen organik di
dunia.

Pertanian organik merupakan sebuah sistem budidaya yang tidak menggunakan


bahan-bahan kimia buatan baik dari pupuk kimia maupun pestisida kimia dengan kata
lain, pertanian organik hanya mengandalkan bahan-bahan alami dalam proses
produksinya.

Negara Indonesia merupakan negara yang berpotensi untuk dijadikan


pengembangan pertanian organik, komoditas yang bisa dikembangkan di Indonesia
seperti tanaman holtikultura sayuran dan buah, tanaman pangan serta tanaman
perkebunan (AOI, 2016).

Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem pertanaman yang berasaskan


daur ulang hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak
yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Dari definisi ini dapat
dinyatakan bahwa sistem pertanian organik harus memelihara agroekosistem, dan
menghindari penggunaan bahan-bahan kimia (Sutanto, 2002).

Di Indonesia, pertanian organik mulai berkembang pada tahun 1997, pertanian


organik timbul akibat dampak negatif dari revolusi hijau. Revolusi hijau merupakan
upaya peningkatan produksi pangan melalui usaha pengembangan teknologi pertanian
yang meliputi penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk kimia, penggunaan
pestisida kimia, mekanisasi pertanian, dan penyuluhan pertanian secara massal
(Sriyanto, 2010).

Revolusi hijau menjadikan Indonesia mampu swasembada beras pada tahun


1984. Diluar peningkatan hasil pertanian tersebut, revolusi hijau mengakibatkan
kerusakan lingkungan akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan
dan tak terkendali. Hal inilah yang membuat pertanian organik mulai berkembang di
Indonesia (Isnaini, 2006).

Pertanian organik merupakan teknik budidaya pertanian tanpa menggunakan bahan-


bahan kimia.Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk
pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumen
serta tidak merusak lingkungan.Pertanian organik diusahakan memberi keuntungan
yang cukup besar kepada pembangunan pertanian rakyat.Hal ini disebabkan karena
harga jual dari produk pertanian organik lebih tinggi dan juga dalam hal konservasi
sumber daya lahan dan lingkungan.

Salah satu produk dari pertanian organik yang banyak dikembangkan yaitu
berbagai macam jenis sayuran.Sayuran organik diperoleh dari hasil budidaya secara
organik tanpa menggunakan bahan-bahan kimia, seperti pupuk kimia, pestisida,
herbisida, insektisida, dan bahan kimia lainnya.Jadi pembudidayaannya hanya
digunakan pupuk organik seperti pupuk kompos dan pupuk kandang.Selain itu, bibit
sayuran organik juga tidak boleh berasal dari rekayasa genetik, kecuali bibit unggul
dari hasil persilangan biologis atau hasil manipulasi genetik dengan menggunakan
selective breeding.
Pertanian diharapkan dapat berperan dalam penyediaan pangan yang cukup
bagi para penduduk, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan bahan
baku industri dan ekspor, meningkatkan pemerataan kesejahteraan petani melalui
penyediaan kesempatan kerja dan berusaha, memberi sumbangan pada pengembangan
wilayah. Misi penting dari sektor pertanian adalah menghasilkan pangan yang cukup
dan berkualitas bagi seluruh penduduk. Pencapaian dalam hal ini akan memberi
sumbangan yang besar kepada pembangunan nasional (Abdoel R Djamali, 2000: 2).

B.Tujuan

Melindungi dan melestarikan keragaman hayati serta fungsi keragaman dalam


bidang pertanian, Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang
sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan
sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan, Membatasi terjadinya
pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia
pertanian lainnya, Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang
berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.

C.Manfaat

Menghasilkan makanan yang aman dan bergizi sehingga meningkatkan


kesehatan masyarakat, Menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat, karena
pertanian organik tidak menggunakan bahan kimia sintetis..

Pertanian organik mengurangi jumlah limbah melalui daur ulang limbah


menjadi pupuk organik. Kotoran ternak, jerami dan limbah pertanian lainnya yang
selama ini dianggap limbah, justru menjadi bahan yang mempunyai nilai sebagai
sumber nutrisi dan bahan organik bagi pertanian organik.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Kompos

2.1 Limbah Kota

Kompos merupakan materi organik sederhana yang relatif stabil menyerupai


humus sebagai hasil dari penguraian (dekomposisi) materi organik yang kompleks oleh
konsorsium mikroorganisme dalam kondisi aerob dan termofilik yang terkendali
(Sahwan, F.L, 2010)

Parameter utama yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses komposting yang


baik adalah rasio C/N, kadar air, konsentrasi oksigen, ukuran partikel, suhu, pH dan
ketersediaan konsorsium mikroorganisme. Faktor-faktor tersebut perlu dibahas satu
persatu dikaitkan dengan sifat dan karakteristik sampah kota (Sahwan, F.L, 2010)

Proses pengomposan merupakan proses aerob. Paling sedikit 50 % konsentrasi


oksigen yang ada di udara dapat mencapai seluruh bagian materi yang dikomposkan.
Untuk itu aerasi dari materi yang dikomposkan harus baik, dan hal tersebut bisa dicapai
apabila ukuran bahan baku berkisar antara 2,5-7,5. Secara umum, sampah kota sudah
memiliki ukuran tersebut. Untuk sampah kota yang memiliki ukuran terlalu besar,
misalnya daun-daun yang lebar, ranting pohon, kayu dan lain-lain, perlu dilakukan
pencacahan atau pengecilan ukuran terlebih dahulu (Sahwan, F.L, 2010)

Proses komposting merupakan proses dekomposisi secara biologis oleh


konsorsium mikroorganisme. Oleh karena itu konsorsium mikroba merupakan mesin
utama dalam proses dekomposisi, sehingga keberadaannya mutlak diperlukan.
Keberadaan konsorsium mikroba dalam sampah kota sudah berlimpah dan tidak perlu
dirisaukan lagi. Untuk itu penambahan mikroba khusus dari luar menjadi tidak
diperlukan (Sahwan, F.L, 2010).
2.2 Limbah Hijau

Sampah organik, adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati yang
dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah
dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan
bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa
makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah,
daun dan ranting. Selain itu, pasar tradisional juga banyak menyumbangkan sampah
organik seperti sampah sayuran, buah-buahan dan lain-lain.

Sampah Anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non


hayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan
tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi : sampah logam dan produk-produk
olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah
detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/ mikroorganisme
secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat
diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga
misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng, (Gelbert dkk, 1996).

Sampah yang ada diarea green campus, mayoritas adalah sampah daun (sampah
organik). Kebermanfaatan sampah daun sangat tinggi. Hal ini dibenarkan oleh
penelitian mengenai sampah pernah dilakukan oleh Sulistyorini (2005) yang
menyatakan bahwa sampah dari sayuran termasuk daun-daunan sangat bagus hasilnya
apabila dibuat menjadi kompos organik. Kompos daun ini akan sangat bagus
digunakan kembali untuk menyuburkan tanah pertanian. Hal yang serupa juga
dikemukakan oleh Arief Budiharjo (2006) yang menyatakan bahwa ada 7 komponen
sampah yang akan sangat bermanfaat untuk dijadikan kompos apabila ada penambahan
EM4. Hal ini juga diperkuat dengan penelitiannya Herawati dan Wibawa (2010) yang
memanfaatkan sampah sayur sawi hijau menjadi bahan tambahan pembuatan biogas.
B.Tricoderma

Cendawan Trichoderma sp. merupakan mikroorganisme tanah bersifat saprofit


yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat menguntungkan bagi
tanaman. Cendawan Trichoderma sp. merupakan salah satu jenis cendawan yang
banyak dijumpai hampir pada semua jenis tanah dan pada berbagai habitat yang
merupakan salah satu jenis cendawan yang dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati
pengendali patogen tanah. Cendawan ini dapat berkembang biak dengan cepat pada
daerah perakaran tanaman.

Spesies Trichoderma sp. disamping sebagai organisme pengurai, dapat pula


berfungsi sebagai agens hayati. Trichoderma sp. dalam peranannya sebagai agens
hayati bekerja berdasarkan mekanisme antagonis yang dimilikinya (Wahyuno et al.,
2009). Purwantisari (2009), mengatakan bahwa Trichoderma sp. merupakan cendawan
parasit yang dapat menyerang dan mengambil nutrisi dari cendawan lain. Kemampuan
dari Trichoderma sp. ini yaitu mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan
bersifat antagonis, karena memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan cendawan lain.

Mekanisme yang dilakukan oleh agens antagonis Trichoderma sp. terhadap


patogen adalah mikoparasit dan antibiosis selain itu cendawan Trichoderma sp. juga
memiliki beberapa kelebihan seperti mudah diisolasi, daya adaptasi luas, dapat tumbuh
dengan cepat pada berbagai substrat, cendawan ini juga memiliki kisaran
mikroparasitisme yang luas dan tidak bersifat patogen pada tanaman (Arwiyanto,
2003). Selain itu, mekanisme yang terjadi di dalam tanah oleh aktivitas Trichoderma
sp. yaitu kompetitor baik ruang maupun nutrisi, dan sebagai mikoparasit sehingga
mampu menekan aktivitas patogen tular tanah (Sudantha et al., 2011).

Kemampuan masing-masing spesies Trichoderma sp. dalam mengendalikan


cendawan patogen berbeda-beda, hal ini dikarenakan morfologi dan fisiologinya
berbeda-beda (Widyastuti, 2006).
C.EM4

Effective Microorganism4 (EM4) merupakan mikroorganisme (bakteri)


pengurai yang dapat membantu dalam pembusukan sampah organik (Maman
Suparman, 1994:3). Effective Microorganism4 (EM4) berisi sekitar 80 genus
mikroorganisme fermentasi, di antaranya bakteri fotositetik, Lactobacillus sp.,
Streptomyces sp., Actinomycetes sp. dan ragi (Redaksi AgroMedia, 2007:33).

EM4 digunakan untuk pengomposan modern. EM4 diaplikasikan sebagai


inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah
dan tanaman yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kualitas
dan kuantitas produksi tanaman (Maman Suparman, 1994:3). Kompos yang dihasilkan
dengan cara ini ramah lingkungan berbeda dengan kompos anorganik yang berasal dari
zat zat kimia. Kompos ini mengandung zat-zat yang tidak dimiliki oleh pupuk
anorganik yang baik bagi tanaman.

Effective Microorganism4 (EM4) adalah suatu larutan kultur (biakan) dari


mikroorganisme yang hidup secara alami di tanah yang subur serta bermanfaat untuk
peningkatan produksi (Maman, 1994:4).

Menurut Maman Suparman (1994:3), Effective Microorganism4 (EM4) dapat


ditambahkan dalam pengomposan sampah organik karena ia dapat mempercepat proses
pengomposan. Effective Microorganism4 (EM4) diaplikasikan sebagai inokulan untuk
meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman
(Maman Suparman, 1994:3).

Selain itu, Effective Microorganism4 (EM4) dapat digunakan untuk


mempercepat dekomposisi sampah organik juga dapat meningkatkan pertumbuhan
serta dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi tanaman (Maman Suparman,
1994: 3).
BAB III METODE PRAKTIKUM

A.Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan mulai tanggal April 2019 sampai 13 Mei 2019 di
Lahan Atas Kebun Percobaan Pertanian di Fakultas Pertania, Universitas Andalas ,
Padang Sumatra Barat.

B.Alat dan Bahan

Alat yang digunakan saat praktikum adalah cangkul, sabit dan ember. Bahan
yang digunakan saat praktikum adalah sisa daun tanaman, sampah kota, tricoderma,
dan EM4.

C.Cara Kerja

3.1 Limbah Hijau Menggunakan EM4

EM4 yang sudah anda beli tidak langsung di berikan kepada bahan kompos,
namun anda harus menambahkan gula sebagai campuran. Gula ini berfungsi sebagai
makanan mikroorganisme yang akan melapukan bahan organik. Anda cukup
menambahkan 20 ml larutan EM4 kemudian 10 gr gula pasir dan air bersih 1000 ml di
dalam jerigen. Jerigen yang sudah berbentuk bahan di dalamnya membutuhkan
fermentasi selama 24 jam kocok jerigen sampai merata, kemudian larutan yang anda
buat tadi siap di aplikasikan kepada bahan. Sebenarnya anda bisa memasukan EM4
langsung ke tong yang berisi bahan organik, namun disini banyak sedikitnya jumlah
mikroba atau mikroorganisme yang akan mengurai bahan kompos sangat berpengaruh
tarhadap waktu dan kualitas kompos yang dibuat.

Sampah dapur dipotong kecil-kecil, kemudian masukan ke dalam tong plastik.


Campur dengan daun kering dengan perbandingan 1:1. Lalu aduk dan tambahkan
larutan EM4 yang sudah dioplos tadi.

Kemudian tahap selanjutnya memisahkan jenis sampah, pilih lah sampah


berjenis organik usahakan jangan tercampur dengan bahan sampah non – organik,
semakin kecil ukuran sampah semakin cepat proses pembusukan. Pembuatan kompos
menggunakan EM4 sangat mudah sekali di lakukan, hanya sajah dengan cara ini
mungkin bagi sebagian orang tergolong memakan waktu karena proses setengah bulan.

Proses pengomposan bisa secara terus menerus dengan cara ditambahkan bahan
organik kedalam tong di atasnya, kemudian aduk setiap tiga hari sekali, tujuanya di
aduk adalah memasukan oksigen kedalam larutan kompos dan menurunkan panas yang
di akibatkan proses pengoposan. Kompos yang sudah jadi di tandai dengan aroma yang
tidak bau dan warna cairan kehitaman atau berwarna coklat. Keadaan suhu tidak tinggi
atau kondisi dingin artinya kompos sudah siap di berikan kepada tanaman. Pada
dasarnya organik sangat lama namun jika di bandingkan dengan proses pengomposan
yang lain EM4 lebih tergolong cepat.

3.2 Limbah Kota

Pisahkan sampah organik (sisa makanan/dedaunan) dengan sampah plastik.


Sampah organiklah yang nantinya akan digunakan sebagai pupuk kompos. Siapkan
wadah berukuran besar untuk membuat pupuk kompos. Jangan lupa bahwa terpal harus
dilengkapi dengan penutup agar pupuk yang dibuat tidak akan terkontaminasi.
Masukkan tanah secukupnya ke dalam terpal yang telah diisi dengan sampah organik.
Ketebalannya bisa Anda sesuaikan dengan wadah dan banyaknya sampah organic.
Siram permukaan tanah tersebut menggunakan air secukupnya. Masukkan sampah
organik yang sudah disiapkan ke dalam terpal. Pastikan sampah disimpan secara
merata. Sebisa mungkin ketebalan sampah setara dengan ketebalan tanah. Masukkan
lagi tanah ke dalam terpal. Kali ini tanah berperan sebagai penutup sampah.

Pastikan tanah disimpan dengan merata dan menutupi sampah organik dan
siram dengan air. Tutup wadah dengan rapat dan biarkan sekitar tiga minggu. Pastikan
wadah pembuat pupuk kompos tidak terkontaminasi oleh air hujan dan hewan. Pastikan
juga wadah tak terkena paparan sinar matahari.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Hasil

Hasil dari praktikum ini berbentuk data gambar yang dilampirkan pada
lampiran dokumentasi.

B.Pembahasan

EM4 sangat bermanfaat untuk menghilangkan bau pada limbah dan


mempercepat pengolahan limbah. EM4 dapat digunakan untuk memproses bahan
limbah menjadi kompos dengan proses yang lebih cepat dibandingkan dengan
pengolahan limbah secara tradisional.

Bahan yang telah dicacah tadi dicampur dengan kotoran sapi dan kotoran
kambing, dan disemprot rata dengan larutan EM4 untuk membantu mempercepat
proses pengomposan, diatur kelembabannya, apabila terlalu kering maka perlu
disiram/ditambahkan air. Setelah rata ditambahkan abu dapur untuk menetralisasi pH
serta menambah unsur hara Ca, K dan Mg. Ditambahkan pula larutan gula sebagai
makanan organisme sehingga dapat mempercepat pengomposan pula.

Pembalikan dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan


udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian
tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi
partikel kecil-kecil.

Kompos sendiri dapat dibuat dari bahan-bahan organik seperti kotoran ternak
baik kotoran sapi, kambing, ayam, kuda, kerbau dan sebagainya, sisa-sisa pertanian
seperti hasil pangksasn sisa tanaman (tanaman kacang-kacangan/legum), jerami padi,
sampah kota, sampah rumah tangga, sampah pasar, hijau-hijauan, dan limbah industri.
Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : mengandung unsur hara
dalam jenis dan jumlah yang bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan unsur
secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas dan mempunyai fungsi utama
memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Kehadiran kompos pada tanah menjadi
daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah dan,
meningkatkan meningkatkan kapasitas tukar kation. Hal yang terpenting adalah
kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan.

Sifat khusus dari pupuk organik antara lain kandungan hara rendah dan sangat
beragam, pelepasan hara terjadi secara lambat, penyediaan hara dengan jumlah
terbatas. Keunggulan dalam pemanfaatan pupuk organik antara lain adalah perbaikan
pada sifat fisik tanah, perkayaan kandungan kimiawi tanah lebih berimbang,
meningkatkan biodiversitas kehidupan biologi tanah, dan aman bagi lingkungan.
Walaupun demikian pupuk organik juga memiliki kelemahan antara lain memerlukan
jumlah besar bagi satu musim tanaman, jumlah dan jenis hara sangat beragam,
voluminous/bulky dalam transportasi dan dosisi lapangan, berdampak negatif jika
diberikan belum matang benar.

Kompos dikatakan sudah matang apabila bahan berwarna coklat kehitam-


hitaman dan tidak berbau busuk, berstruktur remah dan gembur (bahan menjadi rapuh
dan lapuk, menyusut dan tidak menggumpal), mempunyai kandungan C/N rasio
rendah. Dibawah 20, tidak berbau ( kalau berbau, baunya seperti tanah ), suhu ruangan
kurang lebih 30ºC, kelembapan dibawah 40 %.

Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi


lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka
dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik.
Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan
dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum
untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu
sendiri.
BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : mengandung unsur hara
dalam jenis dan jumlah yang bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan unsur
secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas dan mempunyai fungsi utama
memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Kehadiran kompos pada tanah menjadi
daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah dan,
meningkatkan meningkatkan kapasitas tukar kation. Hal yang terpenting adalah
kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan.

B.Saran

Sebaiknya untuk praktikum berikutnya, praktikum lebih intensif dan jadwal


yang jelas sehingga praktikan dan asisten bias melaksanakan praktikum tepat waktu
dan mendapatkan hasil pupuk kompos yang baik.

C.Pesan dan Kesan

5.1 Pesan

Pesannya yaitu saya berharap ilmu pengetahuan dan laporan ini akan berguna
bagi penulis dan bagi orang yang membacanya, sehingga dapat menerapkan dan
mengaplikasikan dalam kegiatan pertanian umtuk pertanian organik.

5.2 Kesan

Terimakasih kepada asisten yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan


membantu kami dalam melaksanakan praktikum sistem pertanian organik ini.

Kemudian terimakasih juga kepada teman – teman yang telah membantu dalam
melaksanakan praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arwiyanto T. 2003. Pengendalian hayati penyakit layu bakteri tembakau. Jurnal


Perlindungan Tanaman Indonesia 3(1): 54-60.

Arief Budiharjo, Muhammad. 2006. Studi Pengomposan Sampah Kota Sebagai Salah
Satu Alternatif Pengelolaan Sampah Di TPA Dengan Menggunakan Aktivator EM4
(Effective Microorganism). Jurnal PRESIPITASI. Vol 1, No 1, p.25-30.

Maman Suparman, 1994, EM4 Mikroorganisma Yang Efektif, Sukabumi: KTNA.

Redaksi AgroMedia, 2007, Petunjuk Pemupukan, Jakarta: AgroMedia Pustaka

Sudantha IM, Kesratarta I, Sudana. 2011. Uji antagonisme beberapa jenis jamur
saprofit terhadap Fusarium oxysporum f. sp. cubense penyebab penyakit layu pada
tanaman pisang serta potensinya sebagai agens pengurai serasah. UNRAM, NTB.
Jurnal Agroteksos 21 (2): 2-3.

Wahyuno D, Manohara D, dan Mulya K. 2009. Peranan bahan organik pada


pertumbuhan dan daya antagonisme Trichoderma harzianum dan pengaruhnya
terhadap P. capsici. pada tanaman lada. Jurnal Fitopatologi Indonesia 7: 76−82.

Widyastuti SM, Sumardi, Irfa dan Harjono, 2006. Aktivitas penghambatan


Trichoderma spp. terformulasi terhadap jamur patogen tular tanah secara in-vitro.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 8: 27-39.
LAMPIRAN

A.Dokumentasi

GAMBAR KETERANGAN
Pengamatan terakhir dalam praktikum.
Saat membalikkan pupuk kompos
lembah hijau.

Anda mungkin juga menyukai