Anda di halaman 1dari 26

Pengertian dan Ciri-ciri Pertanian Rakyat

Indonesia merupakan negara agraris, yaitu negara yang bersifat pertanian, dimana sebagian
besar wilayahnya adalah lahan pertanian dan penduduknya bermatapencaharian dari bertani
atau menjadi petani.

Pengertian dan Ciri-ciri Pertanian Rakyat :

Pengertian pertanian adalah suatu kegiatan bercocok tanam, yaitu pemanfaatan atau
pengelolaan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama
tanaman yang bersifat semusim, yang meliputi perikanan, peternakan dan kehutanan.

Pengertian Pertanian rakyat adalah usaha pertanian yang dilakukan oleh rakyat, dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun untuk
dijual. Ciri-ciri: modal kecil, lahan sempit, dikelola sederhana, tenaga kerja terbatas dan
peralatan sendiri.

Definisi Pertanian rakyat adalah suatu sistem pertanian yang dikelola atau dimanfaatkan oleh
rakyat pada lahan atau tanah garapan dalam rangka memenuhi kebutuhan makanan dan
pangan dalam negeri.

Ciri-ciri Pertanian Rakyat :

1. Modal Kecil
Pada umumnya masyarakat pedesaan hidup dalam keadaan miskin, sehingga modal yang
dimiliki sedikit yang mengakibatkan teknik bertani dan peralatan pertanian yang digunakan
masih sederhana.

2. Sistem dan Cara Pengolahan Lahan yang Sederhana


Karena keterbatasan dana, maka sistem yang digunakan juga menjadi sederhana, sehingga
hasil yang diperoleh dari bercocok tanam tidak maksimal.

3. Tanaman yang Ditanam Adalah Tanaman Pangan


Pada umumnya tanaman yang ditanam hanyalah tanaman pangan. Hal ini disebabkan oleh
kondisi ekonomi para petani yang berada di bawah garis kemiskinan. Sehingga mereka hanya
menanam untuk kebutuhan sehari-hari yang dapat dikonsumsi atau dimakan sendiri.

4. Tenaga kerja terbatas


Biasanya pertanian rakyat adalah pertanian yang dikelola sendiri atau milik perorangan,
sehingga tenaga kerjanya hanya sebatas anggota keluarga sendiri.

5. Tidak Meliki Sistem Administrasi yang Baik


Para petani biasanya bekerja sendiri-sendiri tanpa ada perkumpulan petani. Sehingga sistem
administrasi seperti koperasi, tidak ada. Padahal dengan sistem administrasi koperasi yang
baik maka para petani bisa lebih memiliki nilai daya tawar dan posisi daya saing menjadi
lebih baik dibandingkan dengan bekerja sendiri-sendiri.
Memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Lokasi sesuai dengan agroekosistem, agroklimat, dan alokasi tata
ruang wilayah; 2. Dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat dalam atau masyarakat sekitar
kawasan tersebut; 3. Berbasis komoditas perkebunan unggulan dan/atau komoditas perkebunan
strategis; 4. Adanya pengembangan kelompok tani menjadi kelompok pengusaha yang mandiri dan
porofesional; 5. Sebagian besar pendapatan masyarakat berasal dari usaha agribisnis Perkebunan; 6.
Memiliki prospek pasar yang jelas; 7. Didukung oleh ketersediaan teknologi dan kualitas sumberdaya
manusia yang memadai; 8. Memiliki peluang pengembangan atau diversifikasi produk yang tinggi; 9.
Didukung oleh kelembagaan dan jaringan kelembagaan yang berakses ke hulu dan hilir. 10.
Mempunyai potensi untuk berkembang dalam jangka panjang.

PERTANIAN YANG DOMINAN DI INDONESIA ( SUMATERA SELATAN


)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sub sektor perkebunan dalam perekonomian Indonesia mempunyai peranan strategis,


antara lain sebagai penyerap tenaga kerja, penyedia pangan, penopang pertumbuhan industri
manufaktur dan sebagai sumber devisa Negara. Pengembangan subsektor perkebunan diharapkan
dapat mendorong pertumbuhan,pemerataan, dinamika ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di pedesaan dalam bentuk kegiatan agribisnis maupun agroindustri.

Menurut Dinas Pertanian dan Perkebunan Sumatera Selatan (2011), dari luas areal
perkebunan seluas 2.391.249 Ha pada tahun 2010 maka sebagian besar atau hampir 50 persen
berupa areal perkebunan karet atau seluas 1.195.111 hektar, selanjutnya berupa areal kebun kelapa
sawit, kopi, kelapa dan tanaman perkebunan lainnya. Secara umum bahwa pengembangan agribisnis
karet masih mempunyai prospek yang baik, ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan
produk termasuk di Kabupaten Musi Rawas.

Secara internal pengembangan agribisnis karet didukung oleh potensi kesesuaian dan
ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat ditingkatkan dan perkembangan industri hilir.
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan
devisa Indonesia. Ekspor karet Indonesia selama 20 tahun terakhir terus menunjukkan adanya
peningkatan dari 1,00 juta ton pada tahun 1985 menjadi 1,30 juta ton pada tahun 1995 dan 1,90 juta
ton pada tahun 2004. Pendapatan devisa dari komoditi ini pada tahun 2004 mencapai US$ 2.25
milyar, atau 5,00% dari pendapatan devisa non-migas (Anwar, 2006).

B. Rumusan Masalah

Uraian di atas menunjukkan bahwa pembangunan pertanian tidak semata-mata ditangani


oleh Departemen Pertanian tetapi juga Departemen/Lembaga lain yang menangani sarana dan
prasarana, kependudukan, pertanahan dan lain-lain. Agar kebijakan dan program peningkatan
kesejahteraan masyarakat tani efektif,diperlukan dukungan data dan informasi yang lengkap dan
akurat mengenai :

- Pengertian Pertanian rakyat atau perkebunan (perusahaan pertanian)


- pertanian karet di Sumatera Selatan khususnya Kabupaten Musi Rawas
- data dukung

- profil (gambaran umum) dari pertanian rakyat dan perkebunan kabupaten Musi Rawas

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pertanian Rakyat Atau Perkebunan (Perusahaan Pertanian)

A.T Mosher (1968;19) mengartikan, pertanian adalah sejenis proses produksi khas yang
didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Kegiatan-kegiatan produksi didalam
setiap usaha tani merupakan suatu bagian usaha, dimana biaya dan penerimaan adalah penting.
Tumbuhan merupakan pabrik pertanian yang primer. Ia mengambil gas karbondioksida dari udara
melalui daunnya. Diambilnya air dan hara kimia dari dalam tanah melalui akarnya. Dari bahan-bahan
ini, dengan menggunakan sinar matahari, ia membuat biji, buah, serat dan minyak yang dapat
digunakan oleh manusia. Pertumbuhan tumbuhan dan hewan liar berlangsung di alam tanpa campur
tangan manusia. Beribu-ribu macam tumbuhan di berbagai bagian dunia telah mengalami evolusi
sepanjang masa sebagai reaksi terhadap adanya perbedaan dalam penyinaran matahari, suhu,
jumlah air atau kelembaban yang tersedia serta sifat tanah. Tiap jenis tumbuhan menghendaki
syarat-syarat tersendiri terutama tumbuhnya pada musim tertentu. Tumbuhan yang tumbuh di
suatu daerah menentukan jenis-jenis hewan apakah yang hidup di daerah tersebut, karena beberapa
di antara hewan itu memakan tumbuhan yang terdapat di daerah tersebut, sedangkan lainnya
memakan hewan lain. Sebagai akibatnya terdapatlah kombinasi tumbuhan dan hewan di berbagai
dunia.

Pertanian terbagi ke dalam pertanian dalam arti luas dan pertanian dalam arti sempit (Mubyarto,
1989;16-17). Pertanian dalam arti luas mencakup :

1. Pertanian rakyat atau disebut sebagai pertanian dalam arti sempit

Sebagaimana telah disebutkan di atas, dalam arti sempit pertanian diartikan sebagai pertanian
rakyat yaitu usaha pertanian keluarga di mana diproduksinya bahan makanan utama seperti beras,
palawija (jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian) dan tanaman-tanaman hortikultura yaitu sayuran
dan buah-buahan. Pertanian rakyat yang merupakan usaha tani adalah sebagai istilah lawan dari
perkataan farm dalam Bahasa Inggris. pertanian rakyat: umumnya diusahakan oleh keluarga
Berskala kecil
Padat karya dan tidak padat modal
Tanaman yang dibudidayakan pada umumnya tanaman pangan
Bersifat subsisten : output pertanian dikonsumsi, baru bila ada
surplus dijual

2. Perkebunan (perusahaan pertanian)

Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu


pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalamekosistem yang sesuai; mengolah, dan
memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuandan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.[1]Tanaman yang ditanam bukanlah tanaman yang
menjadi makanan pokok maupun sayuran untuk membedakannya dengan usaha
ladang dan hortikultura sayur mayur dan bunga, meski usaha penanaman pohon buah masih disebut
usaha perkebunan. Tanaman yang ditanam umumnya berukuran besar dengan waktu penanaman
yang relatif lama, antara kurang dari setahun hingga tahunan.
Perusahaan Pertanian

- Perkebunan/plantation
- Orientasi produksi komersial, khususnya komoditas ekspor
B. Pertanian Karet Di Sumatera Selatan Khususnya Kabupaten Musi Rawas

Perkebunan karet (Hevea brasiliensis) di Provinsi Sumatera Selatan masih melibatkan banyak
perkebunan rakyat. Menurut Dinas Pertanian dan Perkebunan Sumatera Selatan (2010), kepemilikan
perkebunan oleh rakyat atau berupa perkebunan rakyat mencapai 95% dari luas areal yang ada atau
seluas sekitar 1135355 ha, memberikan banyak lapangan kerja atau sekitar 783.152 KK, sedangkan
pendapatan rata-rata petani karet sekitar Rp 6.000.000,-/ha/bulan dan peredaran uang di Sumatera
Selatan dari kegiatan perkaretan adalah sebesar Rp 75 milyar hingga Rp100 milyar per hari.

Menurut Nakajima (986), mengkaji sektor pertanian di negara sedang berkembang seperti di
Indonesia, menyangkut karakteristik tiga aspek penting, yaitu (1) karaktersistik teknologi produksi
pertanian, (2) karakteristik rumahtangga petani (farm household) sebagai satu unit ekonomi, dan (3)
karakteristik produk-produk pertanian sebagai komoditas.

1. Komposisi Penduduk menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Musi Rawas


Aspek rumah tangga petani merupakan aspek penting untuk dipelajari mengingat sebagian
besar produk sektor pertanian di Indonesia disumbang oleh kegiatan usahatani rumah
tangga Gambaran lain dari sektor pertanian di negara berkembang termasuk Indonesia umumnya di
provinsi Sumatera Selatan khususnya Kabupaten Musi Rawas terdiri dari sembilan sektor yaitu sektor
pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air; bangunan;
perdagangan, hotel & restoran; angkutan & komunikasi; keuangan, persewaan & jasa perusahaan;
jasa-jasa. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang memberikan kontribusi
terhadap pendapatan Kabupaten Musi Rawas relatif tinggi dan berdasarkan visi Kabupaten Musi
Rawas 2006-2010 sektor pertanian adalah sektor yang menjadi tumpuan dan harus terus
dikembangkan.

Tabel 1. Komposisi Penduduk menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Musi Rawas Tahun
2008

Jumlah Persentase
No Lapangan Usaha
Penduduk (%)
(jiwa)

1 Pertanian 186.94 78,44

2 Pertambangan dan Penggalian 1.668 0,70

3 Industri Pengolahan 7.96 3,34

4 Listrik & Air Minum 0 0

5 Bangunan 2.693 1,13

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 19.474 8,17

7 Angkutan & Komunikasi 7.769 3,26

8 Keuangan, Persewaan & Jasa


405
Perusahaan 0,17

9 Jasa - jasa 11.415 4,97

Jumlah Total 238.324 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Musi Rawas, 2009

Berdasarkan Tabel (16) dapat diketahui bahwa lapangan usaha mayoritas penduduk yang
bekerja di Kabupaten Musi Rawas adalah sektor pertanian yaitu 78,44% atau 186.940 orang, baik
sebagai petani sendiri maupun buruh tani. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian
disebabkan karena kondisi alam yang mendukung dan tersedianya lahan pertanian yang luas.
Biasanya sektor pertanian lebih didominasi oleh pekerja keluarga, kebanyakan pekerjaan tersebut
dilakukan secara bersama-sama oleh anggota keluarga itu sendiri sehingga sebagian penduduk yang
bekerja pada sektor ini berstatus sebagai pekerja tak dibayar. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk
tersebut tidak mendapatkan pendapatan sebagaimana pekerja pada umumnya, tetapi tetap
dikategorikan sebagai penduduk yang bekerja.

Sektor lainnya yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu
8,17% atau 19.474 orang. Komposisi penduduk menurut lapangan usaha di Kabupaten Musi Rawas
terkecil adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa sebesar 0,17% atau 405 orang. Hal ini
dikarenakan belum berkembangnya lapangan usaha penduduk di luar sektor pertanian sehingga
penduduk Kabupaten Musi Rawas menumpukan hidupnya pada sektor pertanian sebagai sumber
pendapatan.

C. Data Dukung dari Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas

1. Nilai Produksi Komoditas Subsektor Tanaman Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2007-
2008

Komoditas karet, kelapa sawit merupakan komoditas unggulan sektor perkebunan di Kabupaten
Musi Rawas. Nilai produksi komoditas subsektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2008
dapat dilihat pada Tabel (20) berikut ini.

Tabel 2. Nilai Produksi Komoditas Subsektor Tanaman Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas
Tahun 2007-2008

Nilai Produksi (Rp)


No Nama Komoditas
2007 2008

1 Karet (Ficus elastica nois.x bl) 669.088.842.473 680.840.580.370

2 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) 245.721.230.414 202.151.909.427

3 Kelapa (Cocos nucifera) 2.133.966.908 1.947.308.888

4 Kopi (Coffea arabica l) 43.052.974.156 49.447.027.429

5 Kayu manis (Cinnamomum burmani (nees) Bl.) 86.804.321 93.909.037

6 Kemiri (Aleurites moluccana) 193.240.276 219.824.305

7 Kakao (Theobroma cacao L.) 37.947.764 41.646.616

8 Aren (Arenga pinnata) 745.056.748 607.165.668

9 Tebu (Saccharum officinarum) 359.321.397 334.397.830

10 Pinang (Areca Catechu) 1.309.181.458 409.466.731

Sumber : BPS Kabupaten Musi Rawas, 2009


Berdasarkan Tabel (2) menunjukkan bahwa komoditas karet menduduki nilai produksi
urutan pertama pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 680.840.580.370 dengan kemampuan
menghasilkan produksi sebanyak 128.864 ton. Perusahaan perkebunan besar swasta komoditas
karet seperti PT. Haruma Amin yang memiliki luas lahan 120 Ha mampu mengelola produksi karet
sebanyak 31 ton di Kabupaten Musi Rawas. Komoditas kelapa sawit memiliki nilai produksi tertinggi
kedua di subsektor tanaman perkebunan sebesar Rp 202.151.909.427 pada tahun 2008. Perusahaan
perkebunan besar swasta komoditas kelapa sawit di Kabupaten Musi Rawas seperti PT. Juanda
Sawit Lestari mampu mengelola kelapa sawit berupa tandan buah segar menghasilkan 88.278,95 ton
dengan luas tanam 10.960 Ha. Komoditas kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penting yang
menghasilkan minyak kelapa sawit mentah untuk diolah menjadi bahan baku minyak goreng.

Komoditas perkebunan yang memiliki nilai produksi terkecil tahun 2007-2008 adalah
komoditas kakao dengan nilai produksi Rp 41.646.616. Komoditas kakao mampu menghasilkan
jumlah produksi sebanyak 5.100 kg di Kabupaten Musi Rawas.
Tanaman kakao tidak saja mempunyai arti ekonomi, tetapi disisi lain juga memiliki nilai tambah
yaitu dapat dijadikan tanaman yang bermanfaat untuk konservasi tanah khususnya untuk
merehabilitasi lahan-lahan kritis. Komoditas kayu manis merupakan komoditas yang memiliki nilai
produksi terkecil setelah komoditas kakao. Kayu manis memiliki nilai produksi sebesar Rp
93.909.037,00 dan menghasilkan sebesar 14 ton pada tahun 2008 Kemampuan pekebun untuk
meningkatkan mutu komoditas kayu manis masih rendah. Rendahnya mutu kayu manis disebabkan
tidak diadakan pengeringan yang sempurna sehingga kadar airnya tinggi dan terjadi pelapukan.

2. Laju Pertumbuhan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas

Pertumbuhan komoditas perkebunan di Kabupaten Musi Rawas dapat diketahui dari tingkat
laju pertumbuhan komoditas perkebunan yang dihasilkan di Kabupaten Musi Rawas dari tahun
2004-2008. Tingkat perkembangan dari masing-masing komoditas perkebunan yang dihasilkan di
Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat dari laju pertumbuhan komoditas tanaman perkebunan
tersebut. Laju pertumbuhan komoditas perkebunan disajikan secara rinci pada Tabel (3).

Tabel 3. Laju Pertumbuhan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2004-2008 (%)

Komoditas Tanaman Tahun


Rata-Rata
Perkebunan 2004 2005 2006 2007 2008

Karet 246,424 177,596 -357,660 -85,991 17,564 -0,0413


Kelapa Sawit 1,363,258 207,930 337,979 1,138,880 -177,312 574,147

Kelapa -320,305 1,003,029 620,196 -248,295 -87,470 193,431

kopi -214,286 1,487,894 405,742 0,1255 148,156 365,824

kayu manis -874,359 750,692 0,4241 205,895 81,847 33,663

kemiri 382,948 810,396 1,040,428 10,374 137,570 476,343

kakao 1,504,556 0,9595 -115,919 153,150 97,472 329,771

Aren 647,900 680,593 134,042 1,020,645 -185,075 459,621

Tebu -169,319 675,845 453,865 -134,178 -69,363 151,370

Pinang 1,257.92 707,862 130,747 99,536 -687,235 2,566,024

Berdasarkan Tabel (3) dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan komoditas perkebunan
pada tahun 2004-2008 bersifat fluktuatif. Tahun 2004 komoditas perkebunan yang mengalami nilai
laju pertumbuhan positif adalah karet, kelapa sawit, kemiri, kakao, aren dan pinang. Keenam
komoditas tersebut yang mengalami pertumbuhan paling besar adalah komoditas pinang yaitu
sebesar 1.257,92% pada tahun 2004. Hal ini dikarenakan pinang mampu memproduksi sebanyak
254.900 kg dengan harga Rp. 2.418,81/kg, selain itu tanaman komoditas pinang sering digunakan
sebagai tanaman hias. Komoditas yang memiliki laju pertumbuhan negatif adalah kelapa, kopi, kayu
manis dan tebu. Keempat komoditas tersebut yang mengalami pertumbuhan paling kecil adalah
komoditas kayu manis yaitu sebesar -87,43%. Nilai negatif ini dikarenakan komoditas kayu manis
mengalami penurunan harga menjadi Rp. 3.639,42/kg dari tahun sebelumnya dan pekebun kurang
memperhatikan pemeliharaan tanamannya (BPS Kabupaten Musi Rawas, 2009). Laju pertumbuhan
komoditas perkebuanan menginjak tahun 2005 terlihat secara keseluruhan memiliki nilai laju
pertumbuhan yang positif. Nilai positif ini dikarenakan secara keseluruhan komoditas perkebunan
mengalami peningkatan jumlah produksi di Kabupaten Musi Rawas. Sedangkan komoditas karet
pada tahun 2006 mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar -35,76%. Pertumbuhan yang negatif
ini dikarenakan komoditas karet mengalami penurunan harga menjadi Rp. 5.935,50/kg dari tahun
sebelumnya dan mampu memproduksi sebanyak 123.332.000 kg dan rendahnya produktivitas
perkebunan karet yang dihasilkan. Nilai laju pertumbuhan yang positif pada tahun 2006 terbesar
adalah komoditas kemiri dengan tingkat pertumbuhan 104,04%. Tingkat pertumbuhan positif ini
dikarenakan komoditas kemiri mengalami peningkatan harga yang cukup drastis dari tahun 2005
dengan harga Rp 5.066,67/kg menjadi Rp. 10.338,17/kg pada tahun 2006 (BPS Kabupaten Musi
Rawas, 2009).

Komoditas kelapa kembali mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2007 sebesar -
24,82% dan laju pertumbuhan positif terbesar pada tahun 2007 yaitu komodi kelapa sawit dengan
tingkat pertumbuhan sebesar 113,18%. Hal ini dikarenakan penggunaan bibit yang kurang unggul
sehingga kelapa mengalami penurunan harga hingga menjadi Rp 451,25/butir sedangkan kelapa
sawit mengalami peningkatan harga menjadi Rp. 775.83/butir dari tahun sebelumnya. Komoditas
pinang merupakan komoditas yang memiliki tingkat pertumbuhan negatif terbesar yaitu dengan
tingkat pertumbuhan -68,72% pada tahun 2008. Rantai pemasaran komoditas pinang di Kabupaten
Musi Rawas adalah pekebun ,pengumpul ,pedagang, pengecer , konsumen (biji pinang untuk ramuan
obat-obatan). Panjangnya rantai pemasaran komoditas pinang mengakibatkan keuntungan yang
diterima pekebun menjadi kecil.

Nilai laju pertumbuhan yang memiliki nilai positif terbesar tahun 2008 adalah komoditas
kemiri. Komoditas kemiri memiliki nilai laju pertumbuhan sebesar 13,75%, tingkat pertumbuhan
yang positif ini dikarenakan harga komoditas mengalami peningkatan hingga mencapai Rp.
12.930,84/kg dan didukung iklim yang sesuai dengan pertumbuhan komoditas kemiri di Kabupaten
Musi Rawas (BPS Kabupaten Musi Rawas, 2009). Rata-rata laju pertumbuhan komoditas perkebunan
untuk lebih jelasnya

dapat disajikan pada Gambar (1) berikut.


Berdasarkan Gambar (2) terlihat bahwa nilai laju pertumbuhan komoditas perkebunan
secara rata-rata yang memiliki nilai laju pertumbuhan positif adalah kelapa sawit, kelapa, kayu
manis, kemiri, kakao, aren, tebu dan pinang. Komoditas perkebunan yang mengalami pertumbuhan
paling besar adalah pinang yaitu sebesar 256,60%. Hal ini dikarenakan jumlah produksi komoditas
pinang selama tahun 2004-2007 bersifat tetap yaitu 254.900 kg namun harganya meningkat.
Komoditas perkebunan yang memiliki nilai laju pertumbuhan yang negatif adalah karet yaitu dengan
tingkat pertumbuhan -0,04%. Hal ini dikarenakan harga karet yang bersifat fluktuatif selama tahun
2004-2008 seperti harga karet pada tahun 2004 yaitu Rp. 8.811,12 dan pada tahun 2006 komoditas
karet mengalami penurunan harga menjadi Rp. 5.935,50. Komoditas karet juga memiliki beberapa
kendala antara lain keterbatasan modal pekebun, minimnya ketersediaan sarana produksi,
rendahnya pengetahuan dan keterampilan pekebun terhadap beberapa aspek teknis usahatani karet
sehingga komoditas karet memiliki nilai laju pertumbuhan yang negatif (BPS Kabupaten Musi Rawas,
2009).

D. Profil (Gambaran Umum) Dari Pertanian Rakyat Dan Perkebunan Kabupaten Musi Rawas

Peningkatan produksi karet di Indonesia terjadi pada tahun 1990-an dimana terjadi
peningkatan sebesar 3,5% pertahun. Peningkatan ini disebabkan karena terjadinya peningkatan
konsumsi dengan semakinmeningkatnya kebutuhan untuk bahan baku industri barang jadi dari
karet, menyusul investasi dari negara produsen ban (Jepang) dan sepatu karet (Korea Selatan dan
Taiwan) di Indonesia.

Di Kabupaten Musi Rawas, Sekotr Pertanian merupakan sektor andalan dalam peningkatan
pendapatan regional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Musi Rawas
yang selalu diatas 50 %, baik untuk harga konstan maupun harga berlaku, namun demikian masing-
masing Kecamatan di Kabupaten mempunyai sektor-sektor andalan dalam basis perekonomian
masyarakat, misalnya kecamatan Tugumulyo sektor andalannya adalah Padi, karena didukung oleh
pengairan water Vang, debit air mencukupi kebutuhan ribuan hektar sawah, bahkan Kecamatan
Tugumulyo sebagai lumbung padi terbesar di Sumatera Selatan, Kecamatan Jaya Loka, Padi,karet
dan Kelapa Sawit dan 12 kecamatan lainnya termasuk Batu kuning Lakitan Ulu (BKL) Ulu Terawas.
Sektor andalannya adalah tananaman kering, yaitu Karet. Dalam rangka mencapai perekonomian
yang seimbang dan mantap. Pembangunan sektor pertanian di Kabupaten Musi Rawas masih terus
ditingkatkan dengan tujuan meningkatkan produktivitas guna memenuhi kebutuhan pangan dan
kebutuhan industri serta meningkatkan pendapatan petani dan meningkat kesempatan kerja.

Dari analisis diatas terlihat bahwa usaha pengolahan karet layak dilakukan guna kesejahtraan
masyarakat.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan analisis tentang Strategi Pengembangan Komoditas Perkebunan di Kabupaten Musi
Rawas Provinsi Sumatera Selatan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Klasifikasi komoditas perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Komoditas yang sangat Potensial
adalah karet untuk kesejahtraan masyarakat.
Kencana has several oil palm estates, palm oil mills, kernel crushing plants, port and bulking
terminals, and biomass power plant across Indonesia. They include the following:

LOCATION PROPERTY QUANTITY


1
Biomass Power Plant
1
Bangka Oil Palm Estate with Palm Oil Mill and Kernel Crushing Plant
Port and Bulking Terminal
1
Biomass Power Plant 1
Beilitung
Oil Palm Estate 1
Central Sulawesi Oil Palm Estate 2
Gorontalo Oil Palm Estate 2
Oil Palm Estate 3
East Kalimantan Palm Oil Mill 1
Port and Bulking Terminal 1
West Kalimantan Oil Palm Estate 1

The port and bulking terminal in East Kalimantan (Balikpapan) is a result of a joint venture
between Kencana and Louis Dreyfus Commodities.

ntegrated Value Chain

Kencana's integrated value chain comprises plantations, palm oil mills, kernel crushing
plants, bulking facilities and logistics services, as well as a renewable biomass power plant to
support and complement our plantation operations.
Oil Palm Plantations
With a total land bank of 188,784 hectares and total planted area of 43,340 hectares
(including Plasma plantations) as at 30 September 2010, our Group has a significant
cultivatable land bank with considerable planting potential. Our oil palm plantations are
strategically located in the Sumatera, Kalimantan and Sulawesi regions of Indonesia where
the climate is well-suited for oil palm plantation. All our current plantations were
successfully cultivated from greenfield land.

As at 30 September 2010, our total planted area is 43,340 hectares (including Plasma), of
which approximately 60% are mature and approximately 40% are immature. As these young
oil palms mature, our FFB harvests will increase, thereby improving the utlisation rates of our
palm oil mills and lowering our productions costs. The average CPO extraction rates, along
with our profitability, will also improve.

Processing
Our Group has three palm oil mills and two kernel crushing plants. Our palm oil mills have a
total production capacity of 165 MT/hour, and our kernel crushing plants have a combined
production capacity of 435 MT/day.

Products
Our main products are CPO and CPKO, which are derived from the fresh fruit bunches
harvested from our plantations or purchased from third parties (including our plantations
under the Plasma Programme). We produce CPO and CPKO at our palm oil mills and kernel
crushing plants respectively. Palm kernel cake (PKC) is a by-product of the CPKO
production process and may be sold to third parties or utilised as biomass.

Bulking and Logistics Operations


We operate a bulking terminal in Belinyu, Bangka island comprising three storage tanks with
a total capacity of 19,500 MT and we are able to utilise vessels at a nearby jetty to deliver our
products. In addition, we own and operate three barges which we use primarily to transport
our own products. Having our own bulking facilities and transportation barges enable us to
exercise better control over our logistics management and to meet customers' delivery
requirements at short notice.

In May 2009, Kencana formed a joint venture with Louis Dreyfus Commodities to develop
and operate a deep-water port (accessible to vessels up to 70,000 MT) and bulking terminal in
Balikpapan, East Kalimantan to source and trade CPO and other products.

Power Generation
In line with our zero waste strategy, our Group embarked on a renewable energy project
(renewable biomass power generation) using the waste from empty fruit bunches (EFB)
and excess kernel shells to produce green electricity. Being the first commercialised
renewable biomass project in Indonesia, this project also ties in with our corporate social
responsibility programme to contribute to the local community.

Construction of our first renewable biomass project began on Bangka Island. This renewable
biomass plant is adjacent to our palm oil mill and has a capacity of 6.0 MW. It is currently
operating on a trial basis and supplying electricity to PLN following a one year renewable
contract we entered into in May 2007. In addition to using our own EFB and palm kernel
shells as biomass fuel, we also purchase from third parties if there is insufficient supply.

Following the success of the Bangka project, the local authorities in Belitung island (which is
next to Bangka island) together with PLN requested that our Group set up a similar project in
Belitung island. The plant in Belitung has a capacity of 7.5 MW and was completed in 2009.
We may add a second 7.5 MW power train to the plant should there be insufficient sources of
biomass.

Strategy and Plans

Expand Our Oil Palm Plantation Business

Focus on new plantings and expanding our current planted area


Further increase our land bank
Acquire high-yielding mature plantations

Expand Production Capacity And Improve Efficiency And Product Quality

Build a fourth palm oil mill to cater for the expected increase in our future sales volume
Increase CPO oil extraction rates by utilising the latest proven technology
Improve our transportation system and existing supporting infrastructure

Develop Seed Production Capability

Develop own seed processing capability to ensure a steady supply of high quality
germinated seeds
Build seed processing facilities close to our plantations to lower transportation costs and
minimise spoilage of germinated seeds
Develop a core plantation of parent oil palms trees to provide seeds for our seed
processing facilities

Develop Our Bulking And Logistics Services And Renewable Biomass


Power Generation Business

Increase the amount of services we provide to third party customers


Build renewable biomass power plants in Kalimantan when appropriate or commercially
viable and sell the carbon credits attributable to these future CDM projects
Construct a deep water port and bulking terminal in East Kalimantan through our joint
venture with Louis Deyfrus Commodities (expected to be operational by 2011)
Add more vessels in 2011 / 2012 to handle the greater trading volume that would follow
from the completion of a new port

Milestones

2012 - 2014

New planted area (including plasma) of approximately 11,799 ha from


FY2012 to FY2014
Commenced joint venture operations for bio-energy (JV with Enco) in
FY2014
Refinery commenced operations in FY2013
Commenced construction of the Group's first palm oil refinery in Balikpapan
(JV with Louis Dreyfus Commodities)
Acquired 23,000 hectares of land bank in Sulawesi region
Acquired 2 additional vessels to support logistics operations

2009 - 2011

Commenced joint venture port operations in East Kalimantan with Louis


Dreyfus Commodities, lifting total port and bulking capacity to 66,000 MT
Built fourth palm oil mill in East Kalimantan; commenced operations in
March 2012
Started phase 3 of palm oil cultivation in Sulawesi, after the first two phases
in Sumatra and Kalimantan
Raised S$52.5 million when the Wilmar Group became a 20% strategic
shareholder in Kencana Agri in 2010
Signed an Emission Reductions Purchase Agreement ("ERPA") with the
Danish Ministry of Climate and Energy to sell Certified Emission Reduction
("CER") credits from our biomass power plant at Bangka Island in 2010
Acquired 80,000 hectares of land in Sulawesi, Indonesia in 2009
Entered into a joint venture with Louis Dreyfus Group to build and operate a
deep water port in Balikpapan in 2009

2008

Listed on the Main Board of the Singapore Exchange in July 2008

2004 - 2007

Signed a contract to supply green electricity from our biomass power plant at
Bangka Island to the state owned electricity firm, PT Perusahaan Listrik
Negara ("PLN") in 2007
Received a "Good" and a "Very Good" classification award from the local
governor for our subsidiaries PT. Sawindo Kencana ("SWK") and PT.
Alamraya Kencana Mas ("AKM") respectively in 2006
Acquired 46,000 hectares of land in East Kalimantan in 2005
Built our first biomass power plant on Bangka Island in 2005
Built and operated our first oil barge in 2004
Carried out approximately 4,513 hectares of new planting in 2006
Acquired 12,000 hectares of land in East Kalimantan in 2004

1995 - 2003

Started CPO and CPKO storage operations at our bulking terminal in Belinyu
in 2002
Began CPKO production at our first kernel crushing plant on Bangka Island
with a capacity of 100 MT/day in 2002
Began CPO production at our palm oil mill at Bangka Island with a capacity
of 30 MT/hour in 2001
Commenced planting oil palms in South Kalimantan in 1998
Acquired 15,000 hectares of land in South Kalimantan in 1997
Began planting oil palms in Sumatra in 1996
Began operations by acquiring 9,000 hectares of land on Bangka Island in
1995

Environmentally-friendly Policies

We are always cognizant of the environmental impact that plantations may have,
and we have been deeply committed to the implementation of environmentally
friendly practices at our plantations since our establishment. Our
environmentally friendly practices include:

ZERO BURNING

We adhere strictly to a 'zero burning' policy in our land clearing methods to


avoid polluting the air and posing a health hazard in the region.

We are mindful that some aspects of our plantation and mill operations impact
the environment. Therefore, prior to expanding any of our plantation and mill
operations, we undertake a comprehensive and participatory independent social
and environmental impact assessment to identify any potential negative impact
and ensure that we comply with the prevailing governmental rules and
regulations. The findings from the assessments are taken into account when
planning and managing any new plantings.

ZERO WASTE MANAGEMENT

We apply a "zero waste" policy by recycling waste products from our


production facilities. The Empty Fruit Bunches (EFB) and liquid waste/effluents
emitted from our palm oil mills are captured and re-used as natural fertiliser in
the plantations. In addition, the EFB and kernel shells are used by our power
plant as a biomass fuel source, reducing carbon emissions.

OTHER PRACTICES

Kencana is proud to pioneer the first commercialised biomass power plant


project in Indonesia which sells "green" electricity to PLN. Located within the
Group's plantation in Sumatera, the 6.0 MW biomass power plant utilises waste
products from palm oil mills, such as EFB and palm kernel shells, as fuel for the
generation of "green" electricity.

In addition, the renewable biomass power plant has been registered as a Clean
Design Mechanism ("CDM") project, and in August 2010 we signed an
Emission Reductions Purchase Agreement ("ERPA") with the Danish Ministry
of Climate and Energy to sell Certified Emission Reduction ("CER") credits
from our biomass power plant.

We also adopt eco-friendly plantation management practices such as the use of


owls to control pests and gall flies to control weed populations.
Plasma Programme
The Plasma Programme is an initiative by the Indonesian Government that seeks to
encourage plantation owners in Indonesia to provide economic and social assistance
to surrounding villagers (small landholders) by helping them increase their income
and welfare. Under the Plasma Programme, Kencana is committed to help the
villagers till their land and purchase FFB from them at a price set by a pricing
committee established by the Indonesian government.

Through our Plasma Programme, over 3,800 local villagers who were previously
plantation workers have now become new plantation owners. As plantation owners,
local villagers benefit economically and socially with increased incomes and better
welfare. They also receive training and education in oil palm cultivation. We believe
that the improvement in their income will have a multiplier effect on the economy of
the entire local community.

http://www.kencanaagri.com/plasmaprogramme.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_perusahaan_kelapa_sawit_Indonesia

http://www.simp.co.id/BusinessSIMP/Plantation.aspx

an
an Grup SIMP terutama bergerak dalam kegiatan perkebunan kelapa sawit komersil serta pengembangan dan pemuliaan ben
it. Sebagian besar pendapatan Grup SIMP berasal dari penjualan minyak sawit (CPO), tandan buah segar (TBS) dan produk
seperti inti sawit. Divisi Perkebunan Grup SIMP juga melakukan penanaman tebu dan produksi gula serta melakukan produk
aret dan produk tanaman lainnya.

bunan 31 Maret 2012 31 Desember 2011

m Inti 255.472 254.989

m Kelapa
217.620 216.837
Menghasilkan 161.659 158.163
Belum
55.961 58.674
Menghasilkan

m Karet 21.978 22.185


Tebu 12.272 12.255
Lain-lain 3.602 3.712

Kelapa Sawit 82.190 81.720

han Grup memiliki 20 pabrik kelapa sawit. Pada 1Q2012, Grup memproduksi sekitar 190 ribu ton CPO. Sebagian besar prod
epada anak-anak perusahaan dari Grup untuk memproduksi minyak dan lemak nabati. Produk turunan dari pengolahan tanda
S) seperti inti sawit (PK) yang tidak digunakan oleh kebutuhan pabrik Grup dijual ke pihak ketiga.

nak perusahaannya yaitu PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum) adalah anggota Roundtable on Sustainable Palm O
MP percaya bahwa operasional perkebunan sesuai dengan prinsip-prinsip dan kriteria RSPO untuk menghasilkan minyak kela
elanjutan.

l 2009, seluruh perkebunan dan pabrik kelapa sawit Lonsum di Sumatra Utara menghasilkan CPO yang sudah tersertifikasi o
eria RSPO untuk produksi minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. Auditor independen dan terakreditasi RSPO yaitu TV N
etelah melalui audit selama dua bulan pada akhir tahun 2008, dimana merupakan perjalanan Lonsum selama empat tahun unt
kasi. Akan tetapi, kita mengakui bahwa pencapaian ini adalah bagian dari perjalanan yang tidak akan berakhir untuk mencap
ola sosial perseroan yang lebih tinggi.

ober 2011, Grup SIMP menerima sertifikasi RSPO untuk tiga perkebunan dan satu pabrik kelapa sawit di Sumatera Selatan d
25.000 ton minyak sawit yang berkelanjutan. Melalui pengesahan ini, Grup SIMP sekarang memproduksi sekitar 195.000 ton
elanjutan per tahun.
& Lemak Nabati

iliki dan mengelola lima lokasi pabrik yang strategis di kota-kota di Indonesia yaitu Jakarta, Surabaya, Bitung dan Medan. Pa
k dan Surabaya terletak dekat dermaga yang menguntungkan dari segi logistik dan transportasi. Pabrik-pabrik tersebut
menjadi pertama-tama RBD palm oil yang kemudian difraksinasi menjadi RBD palm olein dan RBD palm stearine. Kemud
u dikemas menjadi minyak goreng, margarin, lemak nabati bermerek untuk dijual di pasar domestik, dan juga ekspor. Grup j
iri produk-produknya.

Grup terdiri dari minyak goreng, margarin dan shortening untuk kebutuhan segmen industry dan juga konsumer. Untuk kebutu
uk Grup dijual ke konsumen di Indonesia melalui merek sendiri yaitu Bimoli, Bimoli Spesial, Delima, Happy Salad O
untuk minyak goreng dan Simas Palmia and Amanda untuk konsumer margarin. Margarin dan lemak nabati untuk indu
erek Palmia, Simas dan Amanda. Grup saat ini menikmati pangsa pasar yang signifikan di produk segmen bermerek
margarin dan lemak nabati di Indonesia dimana produk-produk tersebut di jual melalui outlet ritel. Grup mendistribusikan
ya ke seluruh Indonesia melalui distributor nasional, regional and daerah dan juga melalui penjualan langsung.

produksi dan menjual dengan skala yang kecil untuk produk turunan minyak kelapa sawit yang lain dan produk sampingan y
ine and palm fatty acid distillate.

iliki dan mengoperasikan tiga pabrik kopra yang terletak secara strategis di Indonesia yaitu Bitung Sulawesi Utara, Moutong
h and Tobelo di Sulawesi Utara, yang juga menyuling dan mengekspor minyak mentah dan RBD minyak kelapa dan produk
epada pihak ketiga. Grup tidak memiliki perkebunan kelapa dan membeli kopra dari pihak eksternal.

Pemuliaan Benih Kelapa Sawit

Sejak tahun 1997, PT SIMP telah bekerja sama dengan pusat pemuliaan benih kelapa
sawit yang terkemuka di Afrika dan Amerika Selatan untuk program pemuliaan bibit
kelapa sawitnya. Program tersebut menggunakan teknologi pemuliaan yang mutakhir
dan didukung oleh personil yang handal. Sumber terbaik plasma nutfah dari berbagai
sumber asal akan dikembangkan untuk menghasilkan materi yang memberikan hasil
panen yang tinggi. Grup melihat bahwa pemuliaan benih kelapa sawit dengan nilai
agronomi yang tinggi dan hasil panen yang tinggi sebagai inisiatif strategi utama
untuk memastikan bahwa perkebunan sendiri memiliki produktivitas yang tinggi.

Program pemuliaan benih kelapa sawit Grup di fokuskan kepada hasil minyak sawit
mentah (CPO) dan kualitas, serta mengkontrol benih yang memiliki ciri-ciri
ketinggian batang pohon tertentu dan memberikan hasil pada saat musim kemarau
dan tahan hama.

Pohon-pohon yang sudah menghasilkan dari benih tersebut sudah mulai


menunjukkan potensi hasil CPO yang meningkat dari level sekarang.

Grup memiliki kapabilitas untuk menghasilkan sampai dengan 34 juta benih kelapa
sawit yang unggul.

Program pemuliaan benih kelapa sawit Grup adalah untuk, sebagai berikut:

1. Mengkontrol kemurnian genetik benih yang di tanam, dan dengan demikian


bisa terus meningkatkan hasil panen CPO.
2. Memiliki benih kelapa sawit yang cukup untuk program penanaman sendiri.
3. Menghasilkan benih kelapa sawit yang unggul untuk dijual kepada pihak
eksternal and bisa memberikan pemasukan lebih dan keuntungan untuk Grup.

Dengan kepemilikan sebesar 59.5% di Lonsum, Grup bisa lebih meningkatkan


kemampuan produksi benih kelapa sawit yang dimiliki sekarang karena Lonsum juga
mengoperasikan fasilitas riset yang memproduksi lebih dari 25 juta benih kelapa
sawit yang unggul.

Anda mungkin juga menyukai