Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang

melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan

mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga

diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk

membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.

Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Dalam

pertanian juga harus menimbangkan unsur lokasi. Hal ini berguna untuk

memudahkan para petani dalam menjual hasil produksinya.

Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga

memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat

usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi

produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila

seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi

untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian

intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini

dikenal sebagai agribisnis.

Program yang dikeluarkan oleh menteri pertanian pada saat ini adalah

menjaga ketahanan pangan. Untuk hal ini perlu peran pemerintah pula agar

kebijakan ini terlaksana dan dijalankan dengan baik oleh para petani,
diantaranya memberikan fasilitas pendukung, ketersedian pupuk yang stabil,

serta adanya sosialisasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah:

1. Sumberdaya Lahan
2. Teori Lokasi Pertanian
3. Ketersedian Pupuk
4. Tenaga Kerja
5. Kemampuan Manajerial

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk memperluas pengetahuan serta sebagai wawasan baru dalam

pembelajaran di bidang pertanian


2. Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan sumberdaya lahan, lokasi,

ketersediaan pupuk, tenaga kerja dan kemampuan manajerial dalam

peningkatan di bidang pertanian.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 SUMBER DAYA ALAM (LAHAN)

2.1.1 Pengertian Sumberdaya Lahan

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting

untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan

manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan

untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara

kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001) mendefinsikan

sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari

iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya

sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu

sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya

hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut

dengan lingkungannya (Mather, 1986).

Pertanian adalah pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam

hayati terutama tanaman produktif yang menghasilkan dan dapat di

pergunakan sebagai kehidupan manusia. (Idianto, 2005 : 54). Sedangkan

pengertian pertanian dalam arti sempit adalah suatu proses becocok tanam di

suatu lahan yang telah di siapkan sebelumnya dalam skala kecil pola

perdagangan lokal, serta mengunakan cara manual tanpa terlalu banyak

memakai manajemen.

Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah

sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting

untuk dikembangkan di negara kita.


Secara umum, sistem pertanian yang diterapkan oleh penduduk Indonesia

dapat kita golongkan menjadi 4 macam yakni pertanian lahan basah, pertanian

lahan kering, pertanian ladang dan sistem perkebunan.

1) Sistem Pertanian Lahan Basah


Sistem pertanian lahan basah lebih dikenal dengan istilah pertanian

sawah. Pertanian sawah kaya akan air. Di Indonesia, pertanian jenis ini

banyak dijumpai terutama di daerah Jawa, Sumatera dan beberapa di

Kalimantan. Hasil utama dari pertanian ini adalah padi. Padi memiliki

kualitas sangat baik jika ditanam di dataran rendah dimana kurang dari 300 m

dari permukaan laut.


Beberapa jenis sawah yang umumnya diupayakan penduduk antara lain

sebagai berikut.
a) Sawah irigasi
Sawah irigasi yaitu sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi

yang airnya berasal dari danau buatan. Sawah irigasi disuplai dengan air

yang cukup (dengan sistem irigasi) dan area sawahnya sangat subur

sehingga mampu panen 3 kali dalam 1 tahun. Sawah ini terletak di daerah

Jawa.

b) Sawah tadah hujan


Sawah tadah hujan merupakan sawah yang kebutuhan airnya hanya

bisa mengandalkan dari air hujan. Sawah jenis ini akan dikelola pada saat

musim hujan saja.


c) Sawah pasang surut atau sawah bencah
Sawah pasang surut atau sawah bencah yaitu sawah yang letaknya

berdekatan dengan rawa atau muara dan pengairannya tergantung dari


pasang surut air laut. Biasanya panen 1 kali dalam setahun dimana suplai

airnya masih tergantung pada pasang-surut air sungai.


d) Sawah kambang
Padi kambang adalah jenis tanaman padi yang panjang batangnya

dapat disesuaikan dengan tinggi muka air pada lahan sawah. Tipe

persawahan yang seperti ini menuntut pengetahuan petaninya dalam

mengetahui karakteristik air di daerahnya.


e) Sawah padi gog
Sawah padi gogo akan ditanami padi seperti pada umumnya hanya

pada saat musim hujan. Tapi pada saat musim kemarau, penanaman padi

dilakukan dengan cara huma (padi gogo)

2) Sistem Pertanian Lahan Kering atau Tegal Pekarangan


Pertanian tegalan adalah usaha pertanian yang mengolah lahan-lahan

kering menjadi lebih produktif. Sistem ini cocok untuk lahan yang jauh dari

sumber air. Hasil dari sistem pertanian ini biasanya berupa tanaman palawija.
3) Sistem pertanian ladang
Sistem pertanian jenis ini merupakan sistem pertanian primitif dimana

hanya memerlukan lahan yang sempit, hasilnya pun tergantung pada kondisi

kesuburan tanah. Tanaman yang dihasilkan dari sistem ini adalah jangung,

dan umbi-umbian.

4) Sistem perkebunan
Sistem pertanian model ini sering kali dianggap sebagai pertanian industri

karena hasil dari pertanian ini biasanya digunakan sebagai bahan baku

industri. Sistem pertanian ini memerlukan lahan yang sangat luas disertai

managemen yang profesional. Adapun tanaman yang dihasilkan antara lain:

kopi, sawit, getah karet, teh, tembakau, coklat dll.

2.1.2 Upaya Peningkatan Produksi Pertanian


Upaya peningkatan produksi pertanian dapat dilakukan dengan cara-

cara sebagai berikut :

a) Intensifikasi pertanian
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang

ada dengan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian

dengan menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi pertanian banyak

dilakukan di pulau Jawa dan bali yang memiliki lahan pertanian

sempit. Pada awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan

program panca usaha tani, yang kemudian dilanjutkan dengan

program sapta usaha tani.


Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian meliputi

kegiatan sebagai berikut.


1) Pengolahan tanah yang baik
2) Pengairan yang teratur
3) Pemilihan bibit unggul
4) Pemupukan
5) Pemberantasan hama dan penyakit tanaman
6) Pengolahan pasca panen
b) Ekstensifikasi pertanian
Ekstensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan hasil

pertanian dengan cara memperluas lahan pertanian baru,misalnya

membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar rawa-rawa, dan

daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi

juga dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut.


Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang

penduduk seperti di luar pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah

tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan irian jaya.


c) Diversifikasi pertanian
Diversifikasi pertanian adalah usaha penganekaragaman jenis

usaha atau tanaman pertanian untuk menghindari ketergantungan pada


salah satu hasil pertanian. Diversifikasi pertanian dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu :


1) Memperbanyak jenis kegiatan pertanian, misalnya seorang petani

selain bertani juga beternak ayam dan beternak ikan.


2) Memperbanyak jenis tanaman pada suatu lahan, misalnya pada

suatu lahan selain ditanam jagung juga ditanam padi ladang.


d) Mekanisasi pertanian
Usaha meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan mesin-

mesin pertanian modern. Mekanisasi pertanian banyak dilakukan di

luar pulau Jawa yang memiliki lahan pertanian luas. Pada program

mekanisasi pertanian, tenaga manusia dan hewan bukan menjadi

tenaga utama melainkan mesin yang menjadi tenaga utama,karena hal

ini akan sangat membantu kinerja petani.


e) Rehabilitasi pertanian
Usaha memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif

atau sudah tidak berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti

tanaman yang sudah tidak produktif menjadi tanaman yang lebih

produktif. Sebagai tindak lanjut dari program-program tersebut,

pemerintah menempuh langkah-langkah sebagai berikut.


1) Memperluas,memperbaiki dan memelihara jaringan irigasi yang

meluas di seluruh wilayah Indonesia


2) Menyempurnakan sistem produksi pertanian pangan melalui

penerapan berbagai paket program yang diawali dengan program

bimbingan masal (bimas) pada tahun 1970. Kemudian disusul

dengan program intensifikasi masal (inmas), intensifikasi khusus

(insus) dan supra insus yang bertujuan meningkatkan produksi

pangan secara berkesinambungan.


3) Membangun pabrik pupuk serta pabrik insektisida dan pestisida

yang dilaksanakan untuk menunjang proses produksi pertanian.

2.2 LOKASI

2.2.1 Teori Lokasi Pertanian oleh Von Thunen

Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850) adalah seorang warga negara

Jerman uang merupakan ahli ekonomi pertanian yang mengeluarkan

teorinya dalam buku Der Isolirte Staat. Von Thunen mengembangkan

teori ini berdasarkan pengamatan di sekitar tempat tinggalnya. Menurutnya

pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Dalam teori

ini ia memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola

tersebut termasuk variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai

komoditas pertanian. Ia menggambarkan bahwa jenis penggunaan tanah

yang ada di suatu daerah dipengaruhi perbedaan ongkos transportasi tiap

komoditas ke pasar terdekat.

Melalui teorinya, Von Thunen menciptakan bagaimana cara berfikir

efektif yang didasarkan atas penelitian dengan menambahkan unsur-unsur

baru sehingga didapatkan hasil yang mendekati konkret. Von Thunen

berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian berhubungan dengan

pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia

mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan

dengan daerah pedalamanya yang merupakan satu-satunya daerah


pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi pertanian

(Isolated Stated).
b. Daerah perkotaan hanya menjual kelebihan produksi daerah

pedalaman, tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain

(Single Market).
c. Daerah pedalaman hanya menjual kelebihan produksinya ke

perkotaan, tidak ke daerah lain (Single Destination).


d. Daerah pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen)

dengan kondisi geografis kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman

dan peternakan dataran menengah.


e. Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk

memperoleh keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaikan

hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang terdapat di

daerah perkotaan (Maximum Oriented).


f. Pada waktu itu hanya ada angkutan berupa gerobak yang dihela oleh

kuda (One Moda Transportation).


g. Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh.

Semua biaya transportasi ditanggung oleh petani. Petani mengangkut

semua hasil dalam bentuk segar. (Equidistant).

2.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen

Pada dasarnya teori pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya

masing-masing. Demikian dengan teori lokasi juga memiliki kelebihan

dan kekurangan.

a) Kelebihan Teori Lokasi Von Thunen


Menjadi acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama

dalam menentukan berbagai kegiatan perekonomian.


Dapat menentukan berbagai Kawasan ( Zoning )
b) Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen
Kemajuan transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
Ada beberapa daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket center saja,

tetapi juga 2 market center.


Adanya berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk

pada pengiriman jarak jauh.


Kondisi topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian

yang akan dihasilkanpun akan berbeda.


Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak

terpengaruh pada kota.


Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut

pemasarannya.

2.2.3 Karakteristik Tenaga Kerja dalam Usahatani


Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karekteristik yang sangat
berbeda dengan tenaga kerja di bidag usaha lain yng selain pertanian.
Karakterisik menurut Tohir (1983) adalah sebagai berikut:
1. Keperluan akan tenaga kerja dalam ushatani tidak kontinyu dan
tidak merata.
2. Penyerapan tenaga kerja dalam usaha tani sangat terbatas.

3. Tidak mudah distandarkan, dirasioalkan, dan dispesialisasikan.

4. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan


satu sama lain

Karakteristik diatas akan memerlukan sistem-sistem menejerial tertentu


yang harus dipahami sebagai usaha peningkatan usahatani itu sendiri. Selama ini
khususnya di Indoesia sistem menejerial bisanya masih sangat sederhana.

2.4.2 Fungsi Petani sebagai Tenaga Kerja


Dalam jangka pendek faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor produksi
variabel yang penggunaannya berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume
produksi.
Yang dimaksudkan disini adalah kedudukan petani dalam usahatani, yakni tidak
hanya sebagai penyumbang tenaga kerja (labour) melainkan menjadi seorang
manajer pula. Kedudukan si petani sangat menentukan dalam usahatani. Dalam
usahatani yang semakin besar, maka petani makin tidak mampu merangkap kedua
fungsi itu. Fungsi sebagai tenaga kerja harus dilepaskan, dan memusatkan diri
pada fungsi sebagai pemimpin usahatani (manajer)..

2.4.3 Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi


Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan
perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja
dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja
perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor
produksi tenaga kerja adalah:
a) Tersedianya tenaga kerja
Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang cukup memadai.
Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai
tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan
ini memang masih banyak dipengaruhi dan dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja,
jenis kelamin, musim dan upah tenaga kerja.
b) Kualitas tenaga kerja
Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang
pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja
spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi
pekerjaan tertentu, dan ini tersedianya adalah dalam jumlah yang terbatas. Bila
masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi kemacetan
dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak
dioperasikan karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi
untuk mengoperasikan alat tersebut.
c) Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam
proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang
pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan
tanam.
d) Tenaga kerja musiman
Pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja
musiman dan pengangguran tenaga kerja musiman. Bila terjadi pengangguran
semacam ini, maka konsekuensinya juga terjadi migrasi atau urbanisasi musiman
(Soekartawi, 2003). Dalam usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari
keluarga petani sendiri. Tenaga kerja keluarga ini merupakan sumbangan keluarga
pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak perlu dinilai dengan uang
tetapi terkadang juga membutuhkan tenaga kerja tambahan misalnya dalam
penggarapan tanah baik dalam bentuk pekerjaan ternak maupun tenaga kerja
langsung sehingga besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh jenis kelamin.
Upah tenaga kerja pria umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan upah
tenaga kerja wanita. Upah tenaga kerja ternak umumnya lebih tinggi daripada
upah tenaga kerja manusia (Mubyarto, 1995). Soekartawi (2003), Umur tenaga
kerja di pedesaan juga sering menjadi penentu besar kecilnya upah. Mereka yang
tergolong dibawah usia dewasa akan menerima upah yang juga lebih rendah bila
dibandingkan dengan tenaga kerja yang dewasa. Oleh karena itu penilaian
terhadap upah perlu distandarisasi menjadi hari kerja orang (HKO) atau hari kerja
setara pria (HKSP). Lama waktu bekerja juga menentukan besar kecilnya tenaga
kerja makin lama jam kerja, makin tinggi upah yang mereka terima dan begitu
pula sebaliknya. Tenaga kerja bukan manusia seperti mesin dan ternak juga
menentukan basar kecilnya upah tenaga kerja. Nilai tenaga kerja traktor mini akan
lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai tenaga kerja orang, karena
kemampuan traktor tersebut dalam mengolah tanah yang relatif lebih tinggi.
Begitu pula halnya tenaga kerja ternak, nilainya lebih tinggi bila dibandingkan
dengan nilai tenaga kerja traktor karena kemampuan yang lebih tinggi daripada
tenaga kerja tersebut (Soekartawi, 2003).
Sebagai salah satu dari faktor produksi, dalam usaha untuk meningkatkan
produktivitas, SDM sangat dipengaruhi oleh pasar tenaga kerja, pertemuan antara
penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja. Berhasilnya usaha
peningkatan produksi maupun faktor-faktor produksi menjadi salah satu ukuran
bagi kemajuan pembangunan ekonomi. Pembinaan terhadap petani diarahkan
sehingga menghasilkan peningkatan pendapatan petani. Kebijaksanaan dasar
pembangunan pertanian mencakup aspek produksi, pemasaran, dan
kelembagaannya dan memungkinkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan
industri.

2.4.4 Produktivitas Tenaga Kerja


Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai
(keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per
satuan waktu.
Peningkatan produktivitas faktor manusia merupakan sasaran strategis karena
peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat tergantung pada kemajuan
tenaga manusia yang memanfaatkannya.
Produktivitas rendah karena;
Teknologi yang dipakai masih didominasi oleh teknologi tradisional.
Rendahnya laju pertumbuhan daya serap tenaga kerja
Rendahnya kualitas sumber daya pertanian dan rendahnya curahan jam kerja
Upah yang rendah
Tingkat pendidikan dan tingkat keterampilan yang rendah.

2.4.5 Efisiensi Tenaga Kerja


Efisiensi tenaga kerja atau produktivitas tenaga kerja dapat diukur dengan
memperhatikan jumlah produksi, penerimaan per hari, dan luas lahan atau luas
usaha.
a) Memperhitungkan produksi
Produktivitas yang berhubungan dengan tenaga kerja dapat dihitung
melalui jumlah produksi per hektar dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang
dicurahkan per hektar. Perhitungan produktivitas akan membandingkan antara
usaha yang dibantu dengan mesin traktor dengan usaha yang tanpa menggunakan
bantuan mesin traktor. Jika tidak menggunakan traktor maka jumlah tenaga kerja
yang dibutuhkan akan semakin banyak, sehingga pembaginya akan menjadi
semakin besar dan nilai produktivitas akan semakin kecil. Tetapi jika
memanfaatkan bantuan mesin traktor maka tenaga kerja yang dibutuhkan akan
semakin sedikit sehingga pembagi jumlah produksi per hektar akan semakin kecil
sehingga memperoleh nilai produktivitas yang lebih besar. Hal ini justru akan
semakin meningkatkan efisiensi tenaga kerja.

b) Memperhatikan penerimaan per hari kerja


Penerimaan per hari kerja dapat dihitung dengan formula, jumlah produksi
fisik dikali harga per hektar dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan
per hektar.

c) Memperhatikan luas usaha per lahan


Efisiensi tenaga kerja dapat juga dihitung melalui luas usahatani dibagi
dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan perhari.

2.4.6 Curahan Tenaga Kerja


Curahan tenaga kerja pada usahatani sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yakni:

1. Faktor alam yang meliputi curah hujan, iklim, kesuburan tanah, dan
topografi;

2. Faktor jenis lahan yang meliputi sawah, tegal, dan pekarangan;

3. Luas, petak, dan penyebaran.


Faktor-faktor tersebut menyebabkan adanya perbedaan kesibukan tenaga
kerja, misalnya yang terjadi pada usaha tani lahan kering yang benar-benar hanya
mengandalakan air hujan maka petani akan sangat sibuk hanya pada saat musim
penghujan. Sebaliknya, pada musim kemarau akan mempunyai waktu luang
sangat banyak karena lahannya tidak dapat ditanami (bero). Pada lahan sawah
beririgasi, petani akan sibuk sepanjang tahun karena air bukan merupakan kendala
bagi usahataninya.

2.4.7 Intensif dan Ekstensif


Usahatani dikatakan intensif jika banyak menggunakan tenaga kerja dan
atau modal per satuan luas lahan. Contoh usahatani intensif adalah jika seorang
petani menggarap tanah sesuai dengan kebutuhan sampai siap untuk ditanami
jagung, menggunakan pupuk awal, bibit unggul, melakukan penyiangan dan
pemupukan periodik. Tiga setengah bulan kemudian petani akan memperoleh
hasil panen sekitar 12 kg per satuan luas lahan.
Sedangkan suatu usahatani dikatakan ekstensif jika usahatani tersebut
tidak banyak menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan.
Sebagai contoh adalah, jika seseorang menggarap tanah ala kadarnya, lalu
menebar bibit, biji (untuk serealia). Setelah itu lahan dibiarkan aja. Tetapi tiga
setengah bulan, petani juga sambil menunggu mendapat seluruh hasil panen dan
diperoleh 2 kg per satuan luas lahan.

2.5 KEMAMPUAN MANAJERIAL


Petani adalah pelaku usahatani. Menurut A.T.Mosher (1966) dua peranan
penting seorang petani yaitu sebagai juru tani (cultivator) dan sebagai pengelola
(manajer). Dalam hal ini petani berfungsi sebagai pengelola atau seorang manajer
bagi usahatani yang mereka kerjakan. Berhasil dan tidaknya usahatani yang
mereka kerjakan pada dasarnya sangat tergantung pada kemampuan mereka dalam
mengatur dan mengelola faktor-faktor produksi yang mereka kuasai. Jika seorang
petani piawai dalam mengelola usahatani yang mereka kerjakan maka usahatani
mereka akan berhasil. Sedangkan jika seorang petani tidak mampu mengelola
usahataninya dengan baik maka usahatani yang mereka akan besar
kemungkinannya mengalami kegagalan. Artinya, petani sebagai seorang manajer
usahatani harus mampu mengorganisakian alam, kerja dan modal agar produksi
dan produktivitas usahatanianya dapat bernilai optimal.
Kemampuan manajerial dan style manajerial oleh petani akan diwarnai
oleh beberapa hal. Salah satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan
ini akan berafilasi dengan pola pikir dan kualitas SDM. Pendidikan yang tinggi
tentunya akan membentuk pola pikir dengan wawasan yang luas dan memiliki
tingkat kualitas SDM yang baik. Sedangkan tingkat pendidikan yang rendah akan
mencetak petani-petani yang sulit menerima inovasi baru bahkan
cenderung laggard (menolak dan menghalangi) serta rendah dalam penguasaan
teknologi yang berujung pada rendahnya kualitas SDM-nya.
Petani memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengelola usahataninya
tergantung pada faktor-faktor produksi yang mereka kuasai. Petani yang memiliki
lahan yang luas membutuhkan sarana produksi pertanian yang lebih banyak
dibandingkan petani dengan lahan sempit. Petani berlahan luas akan
menggunakan alat dan mesin pertanian yang dapat memudahkan mereka dalam
pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman, pemanenan serta pengolahan
hasil. Mereka membutuhkan tenaga kerja dan modal yang lebih besar untuk
menjalankan kegiatan usahatani yang mereka usahakan.
2.5.1 Kelemahan Petani di Indonesia untuk Sebuah Manajemen
a) Skala Usaha Kecil
Petani di Indonesia mayoritas adalah petani gurem atau petani kecil, yaitu
petani yang hanya memiliki luas lahan usaha tani kurang lebih 0,25 ha. Pada
luasan lahan itu petani melakukan kegiatan usahatani mereka. Ada yang
menanami lahannya dengan jenis tanaman pangan semisal padi, jagung, atau ubi
kayu. Sebagian mengusahakan tanaman hortikultura/sayuran misalnya terong,
cabai, kacang panjang, buncis, kol dan tanaman sayuran yang lain. Beberapa
petani menanam tanaman-tanaman perkebunan seperti kakao, kopi, lada dan lain-
lain. Lahan yang memiliki asupan air cukup melimpah dimanfaatkan oleh petani
untuk membudidayakan ikan. Beternak juga menjadi salah satu pilihan dalam
usahatani yang tidak sedikit dipilih sebagai usaha di bidang pertanian. Tetapi
apapun usahatani yang dijalankan, pada lahan seluas itulah mayoritas petani
Indonesia berusahatani.

b) Usahatani adalah way of life


Usahatani di Indonesia telah menjadi semacam cara hidup mengingat nilai-
nilaisubsiten masih melekat pada kegiatan usahatani petani Indonesia. Meski
sedikit demi sedikit, sesuai kemajuan teknologi dan hadirnya inovasi-inovasi baru,
petani Indonesia telah bermigrasi kea rah pertanian komersial namun jika diamati
maka sebenarnya yang dilakukan adalah usahatani campuran, yaitu antara
subsisten dan campuran. Sebenarnya sudah tidak ada lagi petani-petani Indonesia
yang murni subsisten, kecuali daerah-daerah pedalaman, namun karena karakter
budaya yang didukung oleh kondisi alam dan lingkungan membuat usahatani
sebagai sebuah way of life ini sulit dilepaskan dari petani di Indonesia.

c) SDM berkualitas Rendah


Tidak bisa kita pungkiri bahwa petani di Indonesia memiliki kualitas SDM
yang masih rendah. Rendahnya kualitas SDM ini dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang rendah. Rata-rata petani kita adalah petani yang tidak pernah
sekolah, tidak lulus SD, atau lulusan SD. Hanya sedikit yang lulus sekolah
menengah atau perguruan tinggi.
Kondisi ini semakin diperparah dengan rendahnya minat generasi muda
yang notabenememiliki pendidikan yang relatif lebih tinggi untuk berprofesi
sebagai petani. Mereka banyak berbondong-bondong untuk bekerja di sektor lain
sebagai buruh. Agaknya memang pendidikan yang bersifat link and
match banyak diarahkan ke arah dunia industry sehingga support dan motivasi
lulusan ke sektor pertanian relatif rendah.
Sementara itu, akses petani terhadap informasi dan teknologi baru masih sangat
terbatas. Hal ini diakibatkan karena mayoritas petani tersebar di daerah perdesaan
yang relatif terbatas sarana dan prasarana transportasi dan
komunikasinya. Akibatnya tingkat serapan petani terhadap inovasi dan teknologi
baru masih rendah.
d) Posisi Tawar Lemah
Diakui atau tidak, petani di Indonesia memiliki posisi tawar yang
rendah. Posisi petani berada pada posisi yang tidak menguntungkan dalam hal
pemasaran dan permodalan. Petani belum mampu mengontrol harga pasar dan
sangat sulit untuk memperoleh modal. Akibatnya tidak sedikit petani yang
merugi besar ketika hasil panennya ternyata dibeli pedagang dengan nilai tukar
yang sangat rendak. Tidak jarang pula petani jatuh di tangan pengijon dan
tengkulak yang menjerat dengan hutang dalam bunga tinggi. Petani selalu sebagai
pihak yang dirugikan.

2.5.2 Manajemen dalam Usahatani


Berbicara tentang sebuah system manajemen tentunya akan akan selalu
terkait dengan 5 hal pokok, yaitu :

1) Planning / Perencanaan
Selayaknya sebuah usaha, usahatani juga sangat membutuhkan
perencanaan yang matang. Mulai dari jenis tanaman yang akan ditanam, pola
budidaya yang akan dijalankan, tenaga kerja yang dibutuhkan, sampai kepada
kegiatan-kigiatan panen dan pasca panen. Semua rencana seharusnya tersusun
rapi tercatat.
Biasanya, petani yang telah tergabung dalam kelompok tani menuangkan
perencanaan mereka dalam wujud RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok). Namun sayangnya RDKK yang dibuat, oleh petani belum diartikan
sebagai sebuah perencanaan dalam usaha tani. RDKK hanya digunakan untuk
mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah saja.
Secara teoritis, untuk mewujudkan sebuah perencanaan yang mantap, kita bisa
menggunakan pertanyaan 5W 1H, yaitu :
What/apa?
Why/mengapa.?
Who/siapa.?
When/kapan..?
Where/dimana ?, dan
How/Bagaimana?

2) Organizing / Pengorganisasian
Setelah segala sesuatu yang terkait dengan usahatani direncanakan dengan
baik, maka tahapan berikutnya adalah pengorganisasian. Pada saat ini, petani
harus mengorganisasikan setiap masalah dan faktor produksi yang
dimilikinya. Persiapan alat dan mesin pertanian, sarana-sarana produksi yang
dibutuhkan juga termasuk tenaga kerja yang akan digunakan.
Pengorganisasian yang baik akan memudahkan pelaksanaan agar sesuai dengan
rencana yang dibuat dan tujuan yangh ditetapkan.

3) Actuating/Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah hal yang paling menentukan pada suatu kegiatan usaha
tani jika ingin usahatani yang dijalankan berhasil. Dalam pelaksanaan segala
sesuatu yang dikerjakan diusahakan sesuai dengan perencanaan yang
dibuat. Sebab apabila tidak maka hasil tidak akan sesuai dengan yang diharapkan
oleh pelaku usahatani.

4) Controlling/Pengawasan
Semua pelaksanaan kegiatan usahatani harus diawasi agar sesuai dengan
perencanaan yang dibuat. Jika ada masalah dan kekurangan, sebagai seorang
manajer, petani harus segera mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Caranya
adalah dengan melihat sumber daya yang ada dan menyelaraskan dengan tujuan
pelaksanaan usahatani.

5) Evaluating/Penilaian
Tahap ini hanya akan optimal jika semua hal yang dilakukan oleh petani
terdokumentasi dalam sebuah catatan. Evaluasi yang dilakukan tanpa informasi
yang jelas hanya akan menghasilkan penilaian yang keliru terhadap obyek
evaluasi. Akibatnya tentu tidak aka nada perbaikan untuk kegiatan usaha tani
berikutnya sebab fungsi dari evaluasi yang utama adalah sebagai bahan untuk
perencanaan usahatani.
Hal-hal yang perlu dievaluasi disesuaikan dengan tujuan awal
dilaksanakannya usahatani, misalnya :
1. Apakah produksi total telah mencapai hasil sesuai yang diinginkan?
2. Apakah biaya produksi yang dikeluarkan telah sesuai dengan rencana awal?
3. Bagaimanakah produktivitas ekonomis dari usahatani yang dilaksanakan?
4. Apakah masalah-masalah yang dihadapi pada pelaksanaan usahatani?
Hasil evaluasi yang dilakukan tersebut akan lebih memudahkan bagi
petani untuk membuat perencanaan usahatani berikutnya dengan lebih
baik. Lambat laun maka usahatani yang dilaksanakan menjadi lebih maju dengan
pencapaian hasil yang optimal.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pertanian merupakan salah satu sektor terpenting dalam pertumbuhan
ekonomi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Indonesia memiliki
sumber daya alam yang sangat potensial yang dimana banyak masyarakat dan
pihak pengusaha baik swasta mapun pemerintah yang menjadikan sektor pertanian
sebagai pendapatannya. Untuk meningkatkan kemakmuran dalam pelaku usaha
tani dan untuk menjaga ketahanan pangan, maka hal yang dilakukan adalah
dengan memanfaatkan lahan pertanian dengan lebih baik lagi serta memperluas
lahan pertanian yang ada.
Lahan dalam pertanian sangat berkaitan dengan lokasi. Hal ini dilakukan
agar para usaha tani dapat menjual hasil pertaniannya ke lokasi yang terdekat
dengan harga yang memuaskan karena biaya transportasi akan lebih murah dan
dekat dengan para konsumen yang memubutuhkan hasil pertanian tersebut.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan produktivitas
pertanian adalah kemampuan pelaku usaha tani (manajerial) dalam melaksanakan
kegiatan pertaniannya dengan cara melakukan sistem manajemen yaitu;
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan serta penilaian. Apabila
hal ini dilakukan dengan baik, maka resiko akibat dari kegagalan panen (gagal
panen) dapat diminimalisirkan atau bahkan dihilangkan. Karena akan menghemat
tenaga kerja dan memperkerjakan tenaga kerja yang profesional sehingga hasilnya
akan mensejahterakan petani itu sendiri.
Adapun peran pemerintah yang perlu dan yang terus dilakukan adalah
dengan menjaga ketersediaan pupuk dengan baik dan tentunya dengan harga yang
terjangkau. Hal ini akan sangat membantu para petani dalam melaksanakan
kegiatan usaha taninya terutama petani kecil karena tersedianya pupuk bersubsidi.
Apabila semua hal ini dilakukan dengan baik, maka bangsa Indonesia
tidak perlu lagi mengimpor hasil pertanian, serta akan membuat para petani
semakin sejahtera dan tentunya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang
lebih baik lagi.

3.2 Saran
Untuk membantu para petani dalam meningkatkan kualitas pertaniannya
maka pemerintah perlu melakukan perbaikan, meningkatkan fasilitas yang terkait
dalam membangun pertanian, serta memberikan penyuluhan sosial secara terdidik
kepada petani kecil terutama di daerah pedalaman atau perkampungan agar lebih
memanfatkan lahan yang dimiliki agar meningkatkan hasil produksi serta nilai
guna hasil pertanian tersebut.
Kepada masyarakat untuk lebih menerima sosialisasi dari pemerintah dan
turut membantu pemerintah dalam kebijakan yang dapat membantu para petani
untuk menjadi pelaku mikro yang lebih sejahtera.

DAFTAR PUSTAKA
http://funstudyclub.blogspot.com/2014/09/makalah-pemanfaatan-sumber-daya-alam.html
Tarmedi, Eded Dkk. 2007. Sumber Daya Dan Kesejahteraan Masyarakat. Bandung : UPI
Press
http://latahzanovi.blogspot.com/2013/06/teori-lokasi.html
http://pinterdw.blogspot.com/2012/01/teori-lokasi.html
Fadholi Hernanto. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Tjeppy d. Soedjana. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons
Petani Terhadap Faktor Risiko. Jurnal Perrtanian. Bogor.
Nur Ainun Jariyah dkk. 2003. Kajian Finansial Usahatani Hutan Rakyat Pada
Beberapa Strata Luas Kepemilikan Lahan (Studi Kasus di Desa Sumberejo,
Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri). Jurnal Pengelolaan DAS Kajian
Finansial Usaha Tani Surakarta
http://contoh-materi-pelajaran.blogspot.com/2014/01/makalah-pertanian-di-
indonesia.html
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3369

Anda mungkin juga menyukai