MAKALAH
MATA KULIAH EKONOMI PERTANIAN
SUMBER DAYA LAHAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan
pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan
manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang
lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Dalam pertanian juga harus
menimbangkan unsur lokasi. Hal ini berguna untuk memudahkan para petani dalam menjual
hasil produksinya.
Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan
dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit,
metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk,
dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan
efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive
farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis.
Program yang dikeluarkan oleh menteri pertanian pada saat ini adalah menjaga ketahanan
pangan. Untuk hal ini perlu peran pemerintah pula agar kebijakan ini terlaksana dan dijalankan
dengan baik oleh para petani, diantaranya memberikan fasilitas pendukung, ketersedian pupuk
yang stabil, serta adanya sosialisasi.
1.
2.
3.
4.
5.
Untuk memperluas pengetahuan serta sebagai wawasan baru dalam pembelajaran di bidang
pertanian
2. Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan sumberdaya lahan, lokasi, ketersediaan pupuk,
tenaga kerja dan kemampuan manajerial dalam peningkatan di bidang pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SUMBER DAYA ALAM (LAHAN)
2.1.1 Pengertian Sumberdaya Lahan
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan
hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah
industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang
dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya lahan
(land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta
benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena
itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis
antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986).
Pertanian adalah pengembangan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati terutama
tanaman produktif yang menghasilkan dan dapat di pergunakan sebagai kehidupan manusia.
(Idianto, 2005 : 54). Sedangkan pengertian pertanian dalam arti sempit adalah suatu proses
becocok tanam di suatu lahan yang telah di siapkan sebelumnya dalam skala kecil pola
perdagangan lokal, serta mengunakan cara manual tanpa terlalu banyak memakai manajemen.
Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan
perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.
Secara umum, sistem pertanian yang diterapkan oleh penduduk Indonesia dapat kita golongkan
menjadi 4 macam yakni pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, pertanian ladang dan
sistem perkebunan.
1)
kualitas sangat baik jika ditanam di dataran rendah dimana kurang dari 300 m dari permukaan
laut.
Beberapa jenis sawah yang umumnya diupayakan penduduk antara lain sebagai berikut.
a) Sawah irigasi
Sawah irigasi yaitu sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi yang airnya berasal
dari danau buatan. Sawah irigasi disuplai dengan air yang cukup (dengan sistem irigasi) dan area
sawahnya sangat subur sehingga mampu panen 3 kali dalam 1 tahun. Sawah ini terletak di daerah
Jawa.
b) Sawah tadah hujan
Sawah tadah hujan merupakan sawah yang kebutuhan airnya hanya bisa mengandalkan
dari air hujan. Sawah jenis ini akan dikelola pada saat musim hujan saja.
c) Sawah pasang surut atau sawah bencah
Sawah pasang surut atau sawah bencah yaitu sawah yang letaknya berdekatan dengan
rawa atau muara dan pengairannya tergantung dari pasang surut air laut. Biasanya panen 1 kali
dalam setahun dimana suplai airnya masih tergantung pada pasang-surut air sungai.
d) Sawah kambang
Padi kambang adalah jenis tanaman padi yang panjang batangnya dapat disesuaikan
dengan tinggi muka air pada lahan sawah. Tipe persawahan yang seperti ini menuntut
pengetahuan petaninya dalam mengetahui karakteristik air di daerahnya.
e) Sawah padi gogo
Sawah padi gogo akan ditanami padi seperti pada umumnya hanya pada saat musim
2)
hujan. Tapi pada saat musim kemarau, penanaman padi dilakukan dengan cara huma (padi gogo)
Sistem Pertanian Lahan Kering atau Tegal Pekarangan
Pertanian tegalan adalah usaha pertanian yang mengolah lahan-lahan
kering menjadi lebih produktif. Sistem ini cocok untuk lahan yang jauh dari sumber air. Hasil
dari sistem pertanian ini biasanya berupa tanaman palawija.
3)
4)
Sistem perkebunan
Sistem pertanian model ini sering kali dianggap sebagai pertanian industri karena hasil
dari pertanian ini biasanya digunakan sebagai bahan baku industri. Sistem pertanian ini
memerlukan lahan yang sangat luas disertai managemen yang profesional. Adapun tanaman yang
dihasilkan antara lain: kopi, sawit, getah karet, teh, tembakau, coklat dll.
2.1.2
a)
Intensifikasi pertanian
Intensifikasi pertanian adalah pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaikbaiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Intensifikasi
pertanian banyak dilakukan di pulau Jawa dan bali yang memiliki lahan pertanian sempit. Pada
awalnya intensifikasi pertanian ditempuh dengan program panca usaha tani, yang kemudian
Ekstensifikasi pertanian
Ekstensifikasi pertanian adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara
memperluas lahan pertanian baru,misalnya membuka hutan dan semak belukar, daerah sekitar
rawa-rawa, dan daerah pertanian yang belum dimanfatkan. Selain itu, ekstensifikasi juga
dilakukan dengan membuka persawahan pasang surut.
Ekstensifikasi pertanian banyak dilakukan di daerah jarang penduduk seperti di luar
pulau Jawa, khususnya di beberapa daerah tujuan transmigrasi, seperti Sumatera, Kalimantan dan
irian jaya.
c)
Diversifikasi pertanian
d)
Mekanisasi pertanian
Usaha meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan mesin-mesin pertanian
modern. Mekanisasi pertanian banyak dilakukan di luar pulau Jawa yang memiliki lahan
pertanian luas. Pada program mekanisasi pertanian, tenaga manusia dan hewan bukan menjadi
tenaga utama melainkan mesin yang menjadi tenaga utama,karena hal ini akan sangat membantu
kinerja petani.
e)
Rehabilitasi pertanian
Usaha memperbaiki lahan pertanian yang semula tidak produktif atau sudah tidak
berproduksi menjadi lahan produktif atau mengganti tanaman yang sudah tidak produktif
menjadi tanaman yang lebih produktif. Sebagai tindak lanjut dari program-program tersebut,
2.2
LOKASI
2.2.1
Johan Heinrich Von Thunen (1783-1850) adalah seorang warga negara Jerman uang
merupakan ahli ekonomi pertanian yang mengeluarkan teorinya dalam buku Der Isolirte
Staat. Von Thunen mengembangkan teori ini berdasarkan pengamatan di sekitar tempat
tinggalnya. Menurutnya pertanian merupakan komoditi yang cukup besar di perkotaan. Dalam
teori ini ia memperhatikan jarak tempuh antara daerah produksi dan pasar, pola tersebut termasuk
variabel keawetan, berat, dan harga dari berbagai komoditas pertanian. Ia menggambarkan
bahwa jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah dipengaruhi perbedaan ongkos
transportasi tiap komoditas ke pasar terdekat.
Melalui teorinya, Von Thunen menciptakan bagaimana cara berfikir efektif yang
didasarkan atas penelitian dengan menambahkan unsur-unsur baru sehingga didapatkan hasil
yang mendekati konkret. Von Thunen berpendapat bahwa suatu pola produksi pertanian
berhubungan dengan pola tata guna lahan di wilayah sekitar pusat pasar atau kota. Ia
mengeluarkan asumsi-asumsi sebagai berikut:
a) Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah pedalamanya
yang merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang merupakan komoditi
b)
c)
(Single Destination).
d) Daerah pedalaman atau kota mempunyai ciri yang sama (homogen) dengan kondisi geografis
kota itu sendiri dan cocok untuk tanaman dan peternakan dataran menengah.
e) Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh keuntungan maksimum
dan mampu untuk menyesuaikan hasil tanaman dan peternakannya dengan permintaan yang
f)
Transportation).
g) Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak yang ditempuh. Semua biaya transportasi
ditanggung oleh petani. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar. (Equidistant).
Setiap keuntungan yang ingin dicapai petani dapat dirumuskan sebagai berikut:
K = N - ( P+ A)
Keterangan:
K = Keuntungan
N = Imbalan yang diterima petani dan dihitung berdasarkan satuan hitung, misalnya hektar.
P = Biaya produksi yang dihitung atas dasar sama dengan N
A = Biaya angkutan
Dari rumus tersebut dapat dikatakan petani yang berdiam diri di daerah dekat perkotaan
mempunyai alternative komoditas pertanian yang lebih banyak untuk diusahakan. Sedangkan
petani yang jauh dari perkotaan mempunyai pilihan yang lebih terbatas. Jumlah pilihan yang
menguntungkan menurun sejalan dengan jarak dari daerah perkotaan.
Teori Von Thunnen dapat dimodifikasi dengan unsur yang mengalir melalui daerah
perkotaan. Sungai ini memungkinkan pengangkutan dengan biaya yang lebih rendah.
Dari asumsi diatas mendesak para petani berani menyewa lahan yang dekat pusat pasar
atau kota, sehingga keuntungan yang di peroleh dari hasil pertaniannya maksimal. Tentunya
mereka juga harus mengorbankan nominal yang cukup besar untuk menyewa lahan. Karena
semakin dekat suatu lahan dengan pusat pasar atau kota, semakin besar harga sewa lahannya.
Petani yang berperan sebagai pelaku produksi memiliki kemampuan yang berbeda-beda
untuk menyewa sewa lahan. Makin tinggi kemampuan pelaku produksi untuk membayar sewa
lahan, maka makin besar peluang untuk melakukan kegiatan di lokasi dekat pusat pasar atau
kota. Hal ini menunjunjukkan bahwa perbedaan lokasi mempengaruhi nilai harga lokasi tersebut
sesuai dengan tata guna lahannya. Hingga saat ini teori Von Thunen masih dianggap cukup
relevan. Contohnya persediaan lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum ekonomi,
semakin langka barang, permintaan meningkat maka harga akan semakin mahal. Sama halnya
seperti lahan di daerah perkotaan, semakin dekat dengan pusat kota akan semakin mahal nilai
sewa atau beli lahannya. Harga lahan di perkotaan akan semakin bertambah dari tahun ketahun
mengikuti dengan perkembangan zaman. Penggunaan teknologi modern yang berkembang saat
ini menjadikan teori Von Thunen menjadi kurang relevan.
2.2.2
Menjadi acuan penting dalam pengembangan Wilayah terutama dalam menentukan berbagai
kegiatan perekonomian.
Dapat menentukan berbagai Kawasan ( Zoning )
b) Kekurangan Teori Lokasi Von Thunen
Kemajuan transportasi dapat menghemat banyak waktu dan biaya.
Ada beberapa daerah yang tidak hanya memiliki 1 merket center saja, tetapi juga 2 market center.
Adanya berbagai bentuk pengawetan, sehingga mencegah resiko busuk pada pengiriman jarak
jauh.
Kondisi topografis setiap daerah berbeda-beda, sehingga hasil pertanian yang akan dihasilkanpun
akan berbeda.
Negara industri mampu membentuk kelompok produksi sehingga tidak terpengaruh pada kota.
Antara produksi dan konsumsi telah terbentuk usaha bersama menyangkut pemasarannya.
Permasalahan pabrik pupuk yang sudah berusia tua sehingga efisiensi produksinya makin
menurun.
b) Pasokan gas bumi untuk produksi pupuk sangat terbatas. Dengan demikian pabrik tidak dapat
beroperasi optimal. Padahal 60 persen bahan bakunya untuk pupuk urea adalah gas alam.
Keterbatasan supply gas alam dikarenakan mayoritas perusahaan gas alam dimiliki oleh swasta
yang memiliki orientasi yang besar pada keuntungan. Hal itu seiring dengan diresmikannya
liberalisasi sektor migas di Indonesia yang diatur dalam UU 22 Tahun 2001 tentang Migas.
c)
Kebutuhan pupuk yang semakin meningkat, sementara produksinya terbatas, sehingga terjadi
kelangkaan pupuk. Kelangkaan pupuk juga melanda Indonesia pada tahun 2008 kemarin. Di
sinyalir permasalahan kelangkaan pupuk tersebut dikarenakan : (a) Rayonisasi yang tidak
fleksibel, sehingga tidak mudah melakukan penyesuaian supply antar wilayah. (b) Pengawasan
yang lemah dari Pemda di dalam pengelolaan pupuk bersubsidi juga menyebabkan permasalahan
pupuk terjadi. (c) Rendahnya margin (fee) yang diterima distributor dan penyalur di Lini IV yang
berkisar Rp 30-40/ kg. (d) Tingginya disparitas harga terjadi pada pupuk bersubsidi dengan
pupuk non subsidi, sehingga memicu terjadinya penyelewengan pupuk bersubsidi dan pada
akhirnya menyebabkan kelangkaan pupuk.
d)
Harga pupuk yang cenderung semakin mahal karena pupuk kimia yang beredar di pasar
Indonesia sangat begantung pada bahan baku impor yang harganya terus merangkak naik
mengikuti kurs dollar di pasar mata uang internasional.
e) Jumlah distributor daerah dan kios penyalur di Lini IV cenderung masih terkonsentrasi di Ibu
Kota Kecamatan/ Kabupaten/ Kota.
f)
Penggunaan pupuk anorganik meningkat drastis akibat fanatisme petani dan bertambahnya luas
areal tanam, sementara penggunaan pupuk organik belum berkembang.
Langkah-langkah Penanganannya
Permasalahan tersebut telah mendorong instansi terkait untuk membuat kebijakankebijakan sebagai solusi. Adapun kebijakan-kebijakan yang dibuat terdiri dari kebijakan jangka
pendek dan kebijakan jangka panjang.
mengembangkan
pabrik
pupuk
melalui
kerjasama
dengan
negara
lain.
Selain kebijakan diatas, Instansi terkait juga telah dan akan melakukan beberapa langkah
untuk mengantisipasi kelangkaan pupuk.
a) Menambah alokasi pupuk urea bersubsidi tahun 2008 dari 4,3 juta ton menjadi 4,8 juta ton, dan
tahun 2009 ditingkatkan lagi menjadi 5,5 juta ton.
b)
Pemerintah juga melakukan kelonggaran atau fleksibilitas penyaluran pupuk bersubsidi yang
diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 05/Permentan/OT.140/1/2009, pasal 9, ayat (2)
dimana disebutkan perlu dilakukan fleksibilitas penyaluran yang dilaksanakan melalui
koordinasi dengan Dinas Pertanian setempat.
c) Mengusulkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan No 21/2008 yang mencakup ketentuan stok
pupuk pada puncak musim tanam, penyaluran maksimal 20 persen diatas alokasi, dan pengaturan
lebih lanjut mengenai pemanfaatan cadangan pupuk nasional.
d) Melakukan operasi pasar langsung kepada petani.
e) Mengubah pembayaran gas dan transaksi untuk produk hilir pabrik pupuk dalam negeri menjadi
rupiah yang pada mulanya dengan dollar Amerika.
Perlu diyakini bahwa permasalahan pupuk bukanlah permasalahan teknis semata. Dengan
demikian produksi dan distribusi pupuk tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme
pasar. Diharapkan langkah-langkah tersebut dapat memberikan fondasi yang kuat terhadap
perpupukan di Indonesia sehingga selanjutnya akan mendorong ketahanan pangan yang kuat dan
dapat memberikan kesejahteraan pada petani.
2.4 TENAGA KERJA
Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang tergantung
pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehigga berpengaruh
pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usaha tani keluarga (family farms),
khususnya tenaga kerja petani bersama anggota keluarganya. Rumah tangga tani yag umumnya
sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat
menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sediri maka tidak perlu
mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya.
Baik dalam usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja belum
belum sepenuhnya diatasi dengan tekologi yang menghemat tenaga (teknologi mekanis). Hal ini
dikarenakan selain mahal juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja manusia tidak
dapat digantikan.
2.4.1
kerja di bidag usaha lain yng selain pertanian. Karakterisik menurut Tohir (1983) adalah sebagai
berikut:
1. Keperluan akan tenaga kerja dalam ushatani tidak kontinyu dan tidak merata.
2. Penyerapan tenaga kerja dalam usaha tani sangat terbatas.
a)
b)
yang terbatas. Bila masalah kualitas tenaga kerja ini tidak diperhatikan, maka akan terjadi
kemacetan dalam proses produksi. Sering dijumpai alat-alat teknologi canggih tidak dioperasikan
karena belum tersedianya tenaga kerja yang mempunyai klasifikasi untuk mengoperasikan alat
tersebut.
c)
Jenis kelamin
Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, apalagi dalam proses produksi
pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti
mengolah tanah, dan tenaga kerja wanita mengerjakan tanam.
d)
Sebagai salah satu dari faktor produksi, dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas,
SDM sangat dipengaruhi oleh pasar tenaga kerja, pertemuan antara penawaran tenaga kerja dan
permintaan tenaga kerja. Berhasilnya usaha peningkatan produksi maupun faktor-faktor produksi
menjadi salah satu ukuran bagi kemajuan pembangunan ekonomi. Pembinaan terhadap petani
diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan pendapatan petani. Kebijaksanaan dasar
pembangunan pertanian mencakup aspek produksi, pemasaran, dan kelembagaannya dan
memungkinkan dukungan yang kuat terhadap pembangunan industri.
2.4.4
2.4.5
a)
produksi per hektar akan semakin kecil sehingga memperoleh nilai produktivitas yang lebih
besar. Hal ini justru akan semakin meningkatkan efisiensi tenaga kerja.
b)
c)
2.4.6
2.4.7
dengan kebutuhan sampai siap untuk ditanami jagung, menggunakan pupuk awal, bibit unggul,
melakukan penyiangan dan pemupukan periodik. Tiga setengah bulan kemudian petani akan
memperoleh hasil panen sekitar 12 kg per satuan luas lahan.
Sedangkan suatu usahatani dikatakan ekstensif jika usahatani tersebut tidak banyak
menggunakan tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan. Sebagai contoh adalah, jika
seseorang menggarap tanah ala kadarnya, lalu menebar bibit, biji (untuk serealia). Setelah itu
lahan dibiarkan aja. Tetapi tiga setengah bulan, petani juga sambil menunggu mendapat seluruh
hasil panen dan diperoleh 2 kg per satuan luas lahan.
2.5 KEMAMPUAN MANAJERIAL
Petani adalah pelaku usahatani.
seorang petani yaitu sebagai juru tani (cultivator) dan sebagai pengelola (manajer). Dalam hal ini
petani berfungsi sebagai pengelola atau seorang manajer bagi usahatani yang mereka kerjakan.
Berhasil dan tidaknya usahatani yang mereka kerjakan pada dasarnya sangat tergantung pada
kemampuan mereka dalam mengatur dan mengelola faktor-faktor produksi yang mereka kuasai.
Jika seorang petani piawai dalam mengelola usahatani yang mereka kerjakan maka usahatani
mereka akan berhasil. Sedangkan jika seorang petani tidak mampu mengelola usahataninya
dengan baik maka usahatani yang mereka akan besar kemungkinannya mengalami kegagalan.
Artinya, petani sebagai seorang manajer usahatani harus mampu mengorganisakian alam, kerja
dan modal agar produksi dan produktivitas usahatanianya dapat bernilai optimal.
Kemampuan manajerial dan style manajerial oleh petani akan diwarnai oleh beberapa hal.
Salah satunya adalah tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan ini akan berafilasi dengan pola
pikir dan kualitas SDM. Pendidikan yang tinggi tentunya akan membentuk pola pikir dengan
wawasan yang luas dan memiliki tingkat kualitas SDM yang baik.
Sedangkan tingkat
pendidikan yang rendah akan mencetak petani-petani yang sulit menerima inovasi baru bahkan
cenderung laggard (menolak dan menghalangi) serta rendah dalam penguasaan teknologi yang
berujung pada rendahnya kualitas SDM-nya.
Petani memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengelola usahataninya tergantung pada
faktor-faktor produksi yang mereka kuasai. Petani yang memiliki lahan yang luas membutuhkan
sarana produksi pertanian yang lebih banyak dibandingkan petani dengan lahan sempit. Petani
berlahan luas akan menggunakan alat dan mesin pertanian yang dapat memudahkan mereka
dalam pengolahan tanah, pemeliharaan tanaman, pemanenan serta pengolahan hasil. Mereka
membutuhkan tenaga kerja dan modal yang lebih besar untuk menjalankan kegiatan usahatani
yang mereka usahakan.
2.5.1
a)
melakukan kegiatan usahatani mereka. Ada yang menanami lahannya dengan jenis tanaman
pangan
semisal
padi,
jagung,
atau
ubi
kayu.
Sebagian
mengusahakan
tanaman
hortikultura/sayuran misalnya terong, cabai, kacang panjang, buncis, kol dan tanaman sayuran
yang lain. Beberapa petani menanam tanaman-tanaman perkebunan seperti kakao, kopi, lada
dan lain-lain. Lahan yang memiliki asupan air cukup melimpah dimanfaatkan oleh petani untuk
membudidayakan ikan.
Beternak juga menjadi salah satu pilihan dalam usahatani yang tidak
sedikit dipilih sebagai usaha di bidang pertanian. Tetapi apapun usahatani yang dijalankan, pada
lahan seluas itulah mayoritas petani Indonesia berusahatani.
b)
c)
Kondisi ini semakin diperparah dengan rendahnya minat generasi muda yang notabene memiliki
pendidikan yang relatif lebih tinggi untuk berprofesi sebagai petani.
Mereka banyak
berbondong-bondong untuk bekerja di sektor lain sebagai buruh. Agaknya memang pendidikan
yang bersifat link and match banyak diarahkan ke arah dunia industry sehingga support dan
motivasi lulusan ke sektor pertanian relatif rendah.
Sementara itu, akses petani terhadap informasi dan teknologi baru masih sangat terbatas. Hal ini
diakibatkan karena mayoritas petani tersebar di daerah perdesaan yang relatif terbatas sarana dan
prasarana transportasi dan komunikasinya. Akibatnya tingkat serapan petani terhadap inovasi
dan teknologi baru masih rendah.
d)
2.5.2
1)
Planning / Perencanaan
Selayaknya sebuah usaha, usahatani juga sangat membutuhkan perencanaan yang
matang. Mulai dari jenis tanaman yang akan ditanam, pola budidaya yang akan dijalankan,
tenaga kerja yang dibutuhkan, sampai kepada kegiatan-kigiatan panen dan pasca panen. Semua
rencana seharusnya tersusun rapi tercatat.
Biasanya, petani yang telah tergabung dalam kelompok tani menuangkan perencanaan
mereka dalam wujud RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Namun sayangnya
RDKK yang dibuat, oleh petani belum diartikan sebagai sebuah perencanaan dalam usaha tani.
RDKK hanya digunakan untuk mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah saja.
Secara teoritis, untuk mewujudkan sebuah perencanaan yang mantap, kita bisa menggunakan
pertanyaan 5W 1H, yaitu :
What/apa?
Why/mengapa.?
Who/siapa.?
When/kapan..?
Where/dimana ?, dan
How/Bagaimana?
2)
Organizing / Pengorganisasian
Setelah segala sesuatu yang terkait dengan usahatani direncanakan dengan baik, maka
tahapan berikutnya adalah pengorganisasian. Pada saat ini, petani harus mengorganisasikan
setiap masalah dan faktor produksi yang dimilikinya.
sarana-sarana produksi yang dibutuhkan juga termasuk tenaga kerja yang akan digunakan.
Pengorganisasian yang baik akan memudahkan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana yang
dibuat dan tujuan yangh ditetapkan.
3)
Actuating/Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah hal yang paling menentukan pada suatu kegiatan usaha tani jika ingin
usahatani yang dijalankan berhasil.
diusahakan sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Sebab apabila tidak maka hasil tidak akan
sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaku usahatani.
4)
Controlling/Pengawasan
Semua pelaksanaan kegiatan usahatani harus diawasi agar sesuai dengan perencanaan
yang dibuat. Jika ada masalah dan kekurangan, sebagai seorang manajer, petani harus segera
mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Caranya adalah dengan melihat sumber daya yang
ada dan menyelaraskan dengan tujuan pelaksanaan usahatani.
5)
Evaluating/Penilaian
Tahap ini hanya akan optimal jika semua hal yang dilakukan oleh petani terdokumentasi
dalam sebuah catatan.
menghasilkan penilaian yang keliru terhadap obyek evaluasi. Akibatnya tentu tidak aka nada
perbaikan untuk kegiatan usaha tani berikutnya sebab fungsi dari evaluasi yang utama adalah
sebagai bahan untuk perencanaan usahatani.
Hal-hal yang perlu dievaluasi disesuaikan dengan tujuan awal dilaksanakannya usahatani,
misalnya :
1.
2.
3.
4.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pertanian merupakan salah satu sektor terpenting dalam pertumbuhan ekonomi bangsa
Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat
potensial yang dimana banyak masyarakat dan pihak pengusaha baik swasta mapun pemerintah
yang menjadikan sektor pertanian sebagai pendapatannya. Untuk meningkatkan kemakmuran
dalam pelaku usaha tani dan untuk menjaga ketahanan pangan, maka hal yang dilakukan adalah
dengan memanfaatkan lahan pertanian dengan lebih baik lagi serta memperluas lahan pertanian
yang ada.
Lahan dalam pertanian sangat berkaitan dengan lokasi. Hal ini dilakukan agar para usaha
tani dapat menjual hasil pertaniannya ke lokasi yang terdekat dengan harga yang memuaskan
karena biaya transportasi akan lebih murah dan dekat dengan para konsumen yang
memubutuhkan hasil pertanian tersebut.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan produktivitas pertanian
adalah kemampuan pelaku usaha tani (manajerial) dalam melaksanakan kegiatan pertaniannya
dengan cara melakukan sistem manajemen yaitu; perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan serta penilaian. Apabila hal ini dilakukan dengan baik, maka resiko akibat dari
kegagalan panen (gagal panen) dapat diminimalisirkan atau bahkan dihilangkan. Karena akan
menghemat tenaga kerja dan memperkerjakan tenaga kerja yang profesional sehingga hasilnya
akan mensejahterakan petani itu sendiri.
Adapun peran pemerintah yang perlu dan yang terus dilakukan adalah dengan menjaga
ketersediaan pupuk dengan baik dan tentunya dengan harga yang terjangkau. Hal ini akan sangat
membantu para petani dalam melaksanakan kegiatan usaha taninya terutama petani kecil karena
tersedianya pupuk bersubsidi.
Apabila semua hal ini dilakukan dengan baik, maka bangsa Indonesia tidak perlu lagi
mengimpor hasil pertanian, serta akan membuat para petani semakin sejahtera dan tentunya akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi.
3.2 Saran
Untuk membantu para petani dalam meningkatkan kualitas pertaniannya maka
pemerintah perlu melakukan perbaikan, meningkatkan fasilitas yang terkait dalam membangun
pertanian, serta memberikan penyuluhan sosial secara terdidik kepada petani kecil terutama di
daerah pedalaman atau perkampungan agar lebih memanfatkan lahan yang dimiliki agar
meningkatkan hasil produksi serta nilai guna hasil pertanian tersebut.
Kepada masyarakat untuk lebih menerima sosialisasi dari pemerintah dan turut membantu
pemerintah dalam kebijakan yang dapat membantu para petani untuk menjadi pelaku mikro yang
lebih sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
http://funstudyclub.blogspot.com/2014/09/makalah-pemanfaatan-sumber-daya-alam.html
Tarmedi, Eded Dkk. 2007. Sumber Daya Dan Kesejahteraan Masyarakat. Bandung : UPI Press
http://latahzanovi.blogspot.com/2013/06/teori-lokasi.html
http://pinterdw.blogspot.com/2012/01/teori-lokasi.html
Fadholi Hernanto. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta
Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Tjeppy d. Soedjana. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons Petani Terhadap
Faktor Risiko. Jurnal Perrtanian. Bogor.
Nur Ainun Jariyah dkk. 2003. Kajian Finansial Usahatani Hutan Rakyat Pada Beberapa Strata Luas
Kepemilikan Lahan (Studi Kasus di Desa Sumberejo, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten
Wonogiri). Jurnal Pengelolaan DAS Kajian Finansial Usaha Tani Surakarta
http://contoh-materi-pelajaran.blogspot.com/2014/01/makalah-pertanian-di-indonesia.html
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=3369
http://sahatsijabat22.blogspot.co.id/2015/05/makalah-mata-kuliah-ekonomipertanian_89.html