menciptakan surplus ekonomi melalui sediaan tenagakerja dan formasi kapital yang
usahatani hakekatnya merupakan proses produksi di mana input alamiah berupa lahan
dan unsur hara yang terkandung di dalamnya, sinar matahari serta faktor klimatologis
(suhu, kelembaban udara, curah hujan, topografi dsb) berinteraksi melalui proses
tumbuh kembang tanaman dan ternak untuk menghasilkan output primer yaitu bahan
pangan dan serat alam. Ada beberapa jenis pertanian berdasarkan perkembangannya
yaitu:
atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi. Pertanian semacam ini
2. Jenis pertanian kedua adalah pertanian generatif yaitu corak pertanian yang
1
Sistem perladangan berpindah dilakukan sebelum orang mengenal cara
mengolah tanah.
pertanian dikenal dua kategori pertanian yakni pertanian subsisten dan pertanian
komersial. Pertanian subsisten ditandai oleh ketiadaan akses terhadap pasar. Dengan
kata lain produk pertanian yang dihasilkan hanya untuk memenuhi konsumsi
keluarga, tidak dijual. Pertanian komersial berada pada sisi dikotomis pertanian
seluruh output pertanian yang dihasilkan seluruhnya dijual dan tidak dikonsumsi
sendiri.
Indonesia terletak di daerah tropik yang dilalui oleh garis khatulistiwa. Selain
pengaruh ekuator atau garis khatulistiwa, ada dua faktor alamiah lain yang ikut
kepulauan, Indonesia terletak di antara dua samudra yaitu samudra Hindia dan
samudra Pasifik, serta di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia. Kedua
kondisi alamiah ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap iklim dan
2
perubahan arah angin sehingga memungkinkan adanya variasi suhu udara. Semakin
tinggi daerah pegunungan, pengaruh iklim tropik akan semakin berkurang dan
dipengaruhi oleh posisinya yang diapit oleh dua samudra dan dua benua, sementara
perairan darat didominasi oleh sungai, danau dan rawa-rawa. Sebagai daerah
kepulauan yang beriklim tropis, Indonesia memiliki curah hujan yang tinggi. Di
daerah-daerah yang curah hujannya sangat tinggi terdapat hutan-hutan tropis yang
sangat luas. Dari ilustrasi kondisi alamiah di atas dapat diketahui bahwa Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar di sektor perikanan, pertanian dan kehutanan.
sebagian besar masih dilakukan secara tradisional. Sementara itu walaupun pada
kenyataannya tanaman pertanian iklim sub tropik dan iklim sedang seperti teh,
namun hasil pertanian Indonesia yang dominan adalah tanaman tropis seperti padi,
curah hujan dan kesuburan tanah juga dipengaruhi oleh dua faktor klimatologi
lainnya yaitu kelembaban dan suhu udara. Di daerah super humid (iklim basah)
seperti Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya yang ditandai oleh adanya rawa-rawa
dan hutan lebat hanya terdapat sedikit persediaan hijauan pakan ternak yang tidak
3
rata-rata suhu udara. Hal ini memberikan peluang yang cukup besar bagi
kelembaban rendah sangat mudah berjangkit penyakit anthrax dan surra. Dengan
demikian populasi ternak di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya tidaklah sebanyak
pada daerah-daerah di wilayah Indonesia Timur yang memiliki curah hujan sedang
dan rendah. Wilayah ini ditandai oleh adanya hutan yang tidak lebat dan padang
sabana yang menyediakan cukup banyak hijauan pakan ternak terutama sapi, kerbau,
masalah baik yang berkaitan dengan proses produksi dan pemasaran hasil pertanian
bagian hidup dari petani dan keluarganya. Mereka yang telah terlibat pada usahatani
secara turun temurun bahkan menganggap bertani sebagai way of life (jalan hidup),
sehingga usahatani tidak hanya penting dari aspek ekonomi namun sekaligus
mencakup aspek sosial, budaya, tradisi serta ritual keagamaan. Salah satu masalah
penting yang selalu dialami oleh petani adalah lebarnya jarak waktu antara
pengeluaran biaya produksi dengan penerimaan pendapatan. Hal ini dikenal dengan
istilah gestation period (Mubyarto, 1979). Petani padi misalnya harus menunggu
lebih kurang 3-4 bulan untuk dapat menjual hasil panennya. Petani pekebun bahkan
4
harus menunggu lebih lama untuk dapat menikmati hasil panennya. Gestation period
juga dikenal di sektor peternakan dan perikanan darat, namun tidak berlaku pada
yaitu bahwa pendapatan petani diperoleh hanya pada musim panen sementara
pengeluaran rutin petani harus dilakukan setiap hari. Belum lagi bila petani
menanggung pengeluaran yang sifatnya mendadak atau mendesak seperti bila ada
anggota keluarga yang sakit, anak harus membayar uang sekolah dan sebagainya.
Lebih jauh dampak gestation period dapat diamati pada perilaku petani. Salah satu
kecenderungan yang tampak nyata adalah kebiasaan petani untuk berbelanja produk-
produk non pertanian yang sifatnya konsumtif pada saat panen, seperti radio, televisi,
sepeda atau motor serta perhiasan emas yang kemudian pada saat paceklik atau ada
kebutuhan lain yang mendesak dijual kembali dengan harga murah. Selain itu
gestation period menyuburkan praktek ijon di kalangan petani. Petani gurem dengan
kepemilikan modal yang kecil tak mampu menutup biaya hidup dari hasil usahatani
yang masa panennya harus ditunggu cukup lama. Itulah sebabnya jika ada kebutuhan
yang sangat mendesak mereka terpaksa harus menjual tanaman yang diusahakannya
sebelum panen tiba dengan harga yang sangat murah kepada pengijon.
yang kecil, petani mengalami kendala yang cukup besar untuk memodali
usahataninya. Kendala ini muncul antara lain karena earning capacity sektor
pertanian yang rendah. Fluktuasi harga produk pertanian yang tajam: sangat rendah
5
pada saat panen raya dan sangat tinggi pada saat paceklik, menyebabkan rendahnya
pendapatan atau nilai tukar petani. Di sisi lain beban cost of living (biaya hidup) yang
harus ditanggung petani cukup besar. Dalam kondisi semacam ini karena ketiadaan
alternatif sumber modal atau kredit perbankan petani cenderung terjerat sistem ijon.
Hingga saat ini sistem perbankan yang ada di Indonesia dinilai kurang mampu
penerapan sistem jaminan yang merupakan prasyarat bagi prosedur pengajuan kredit
di bank, sementara petani seringkali tidak memiliki aset yang dapat dijaminkan.
Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-
sama faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan produk-produk baru. Oleh
karena modal dapat menghasilkan produk baru maka dapat dikatakan bahwa
Sebagai pelaku ekonomi, petani tentulah memiliki orientasi produksi berbasis profit.
Hal ini merupakan pendorong tumbuhnya minat untuk membentuk modal atau
hasil produksi untuk disimpan sementara waktu dan atau dialokasikan pada
Peran formasi kapital dalam usahatani sangatlah penting, namun data empiric
menyatakan bahwa petani Indonesia yang lebih banyak beroperasi pada pertanian
6
rakyat berskala kecil semakin tidak mampu melakukan formasi kapital disebabkan
oleh tingginya biaya hidup. Pada kondisi semacam ini, formasi kapital kemudian
dikaitkan dengan lembaga-lembaga keuangan baik formal maupun non formal yang
solusi atas masalah ini menuntut rancangan kebijakan yang simultan. Surplus tenaga
di sector ini. Di lain pihak pemekaran kesempatan kerja di pedesaan yang berbasis
pada produksi pertanian masih sangat terbatas. Di masa orde baru kebijakan
surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri manufaktur, akan tetapi
formasi kapital yang intensif teknologi tinggi justru bersifat menghemat tenaga kerja.
Tanpa disertai dengan investasi sumberdaya manusia yang memadai pada akhirnya
tetap relevan sebagai katup pengaman masalah tersebut yang secara makro ditujukan
aspek ketenagakerjaan dalam sektor pertanian mencakup dua kategori yaitu petani
7
sebagai manajer usahatani dan petani sebagai tenaga kerja pertanian. Sebagai manajer
unit produksi usahatani yang dikelolanya. Sebagai seorang wirausaha petani harus
memiliki sense of business dan ketrampilan mengelola resiko serta peluang usaha.
Di sisi lain petani adalah pekerja di sektor pertanian. Sudut pandang ini
menempatkan tenaga kerja sebagai input produksi. Dalam konteks ekonomi pertanian
Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu input produksi dikategorikan berdasarkan
skala usahatani di mana mereka dipekerjakan. Hal ini sangat penting sebab struktur
berbeda dengan struktur ketenagakerjaan pada usahatani skala kecil yang pada
umumnya dikerjakan oleh tenaga kerja keluarga. Dari aspek produktivitas tenaga
Dampak lain dari zero marginal productivity of labor adalah tertekannya tingkat upah
di sektor pertanian hingga level subsisten. Artinya, upah yang diterima tenaga kerja
pertanian sedemikian rendahnya hingga hanya dapat digunakan untuk bertahan hidup.
sinyal adanya inefisiensi alokasi sumberdaya ekonomi, dalam hal ini sumberdaya
8
manusia. Salah satu solusi bagi masalah rendahnya produktivitas sektor pertanian
insentif ekonomi, sebab tingkat upah relatif di daerah tujuan biasanya lebih tinggi
dibandingkan tingkat upah relatif di daerah asal migran. Pokok kajian ini dapat
dipelajari lebih mendalam pada bab yang membahas berbagai dampak kebijakan
pertanian.