9. Tahun 1927 dibuka Kursus Tani Desa (KTD) bagi wargatani di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. KTD diteruskan dengan bimbingan lanjutan, seperti
demonstrasi (percontohan cara dan hasil), perlombaan, ekskursi (wisata karya atau
widya dicampur rekreasi). Dibentuk kelompok tani, yang disebut Rukun Tani (Jawa
Barat), Kring Tani (Jawa Timur) dan nama setempat lainnya. Diadakan pula kursus
bagi wanita tani dan anak tani/pemuda tani, 1 s.d 4 tahun, kurikulum menyeluruh dan
waktu pelajarannya 2 hari @ 2 atau 3 jam per minggu.
10. Dikumpulkan informasi mengenai ekonomi pedesaan, seperti analisa usaha tani
(landbouwbedrijfs ontledingen di daerah tertentu), statistik pertanian, analisa dan
nasehat niaga hasil bumi, perkreditan dan pembebanan hutang (schuldbevrijding) dari
cengkraman pengijon, lintah darat, dll.
11. Dikumpulkan data kebutuhan air pada setiap jenis tanah dan tanaman, kandungan air
sungai, pengujian untung-rugi di daerah pengairan, dan saran pemakaian air pada
daerah rawan (kebun tebu, tembakau dan serat), dll.
B. Penyuluhan pada Zaman Jepang (19421945)
Penyuluhan pada masa pendudukan Jepang dapat dikatakan tidak ada. Para petani
dipaksa untuk mengusahakan/memproduksi bahan makanan dan bahan strategis lainnya. Son
Sidoing (Mantri Pertanian Kecamatan) dan Nogyo Kumiai (Koperasi Pertanian di setiap
kecamatan) ditugaskan memperlancar usaha produksi dan mengumpulkan hasilnya bagi
keperluan angkatan perang Jepang.
C. Penyuluhan pada Zaman Kemerdekaan (19451995)
1. Periode Liberal (1945 1959)
Pada periode 19451950, pengembangan pertanian dimulai dengan Rencana (Plan)
Kasimo, yaitu rencana produksi pertanian 3 tahun (19481950). Tidak terlaksana sepenuhnya
karena revolusi fisik. Pada periode 19501959, pemerintah memulai usaha pembangunan
pertanian lebih sistematis, rencana Kasimo yang belum terlaksana sepenuhnya digabung
dengan Rencana Wisaksono menjadi Rencana Kesejahteraan Istimewa (RKI) tahap ke-1
tahun 19501955 dan tahap ke-2 tahun 19551960.
Untuk menunjang program tersebut dilaksanakan:
1. Perbanyakan benih unggul padi dan palawija dengan memperluas dan menambah
jumlah Balai Benih dan Kebun Bibit.
2. Perbaikan dan perluasan pengairan pedesaan.
3. Peningkatan penggunaan pupuk untuk segala jenis tanaman, terutama pupuk phospat
dan nitrogen pada padi.
4. Peningkatan pemberantasan hama penyakit tanaman serta memperlancar penyaluran
pestisida dan peralatannya.
penyuluhan di Indonesia yang berbentuk suatu piramida besar yang dasarnya lebar
dan luas, di tingkat desa.
2. Seiring usaha penyempurnaan penyuluhan, Fakultas Pertanian UI (Institut Pertanian
Bogor) bekerjasama dengan Lembaga Koordinasi Pengabdian Masyarakat
Departemen PTIP (Pendidikan Tinggi Ilmu Pengetahuan) mengadakan pilot proyek
penyuluhan yang efektif, guna meningkatkan produksi padi (1963/1964) dengan
penerapan Panca Usaha Lengkap di Kabupaten Karawang. Action Research itu
dipimpin Dr.Ir. Gunawan Satari dengan asisten Ir. Achmad Affandi, Ir. Djatijanto, dan
Ir. Sukmana. Petani dibimbing intensif dan disediakan saprodi secukupnya. Hasilnya,
produksi padi meningkat dua kali lipat.
3. Demonstrasi Massal (DEMAS) dilanjutkan pada MT 1964/1965, dan diperluas lagi
MT 1965/1966. Proyek ini diubah menjadi Bimbingan Massal AABM atau BIMAS
SSBM dan akhirnya menjadi sistem Bimas, yang mengalami perbaikan menjadi
Bimas Berdikari, Bimas Biasa, Bimas Baru, Bimas Gotong Royong, dan Bimas yang
disempurnakan. Awal program Bimas, Direktur Jenderal Pertanian dijabat Ir. Sadikin
Soemintawikarta dan kepala Dirtara Ir. Soegandhi Soerjo Amidharmo. Bimas meliputi
masukan (input) yang harus dilakukan, ditetapkan dengan Inpres No. 4/1973 tentang
Unit Desa, terdiri dari: (1) penyediaan kredit oleh BRI, (2) pelayanan penyuluhan oleh
PPL dinas pertanian, (3) sarana produksi yang murah dan mudah oleh penyalur, kios
dan KUD, serta (4) pengolahan dan pemasaran hasil oleh KUD, Kelompok Tani dan
swasta perorangan.
4. Bimas dimaksudkan untuk mengembangkan program intensifikasi massal (INMAS).
Petani yang telah menjalani Bimas atas bantuan kredit dari Pemerintah pada akhirnya
akan mampu berdiri sendiri. Mereka diberi kesempatan membeli sarana produksi
secara tunai.
5. Sistem Bimas dan Inmas didasarkan pada usaha pembinaan petani dengan pendekatan
Kelompoktani oleh Penyuluh Lapangan yang berijazah SPMA, dibantu oleh penyuluh
sukarela berasal dari kalangan petani, yang dikenal dengan sebutan Kontaktani.
Kontaktani dibina secara perorangan dalam kegiatan anjangsana, kursus tani,
demonstrasi perseorangan (demplot) dan surat menyurat.
6. Usaha peningkatan produksi yang menyeluruh dan meluas ini memerlukan metode
massal, seperti penggunaan radio (siaran pedesaan), pameran, penerbitan, pertunjukan
film maupun kesenian tradisionil (wayang, sandiwara, dagelan, dst). Kesemuanya
mash secara adhoc atau insidental, belum sistematis dan berkelanjutan.
7. Pada periode ini, terjadi perubahan kemasyarakatan dan politik. Pola dan cara
penyuluhan dalam menyongsong Era pembangunan, diprogramkan oleh Orde Baru
dalam program Pembangunan Lima Tahun (PELITA) I. Bimas diartikan sebagai
kegiatan penyuluhan massal, untuk meningkatkan produksi pertanian dengan cara
intensifikasi khusus padi/beras, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani
dan masyarakat pada umumnya. Bimas dibina bersama oleh intansi dan lembaga
pemerintah di dalam dan di luar Departemen Pertanian, menuju swadaya masyarakat
tani sendiri dengan jalan Panca Usaha, pembinaan, pengolahan dan pemasaran serta
pembangunan masyarakat desa. Bimas merupakan kegiatan penyuluhan pertanian
yang bersifat: (1) Ada usaha bersama dari berbagai instansi dan lembaga melakukan