Anda di halaman 1dari 9

STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PERKEBUNAN GUNA

MENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT


(Studi Kasus di Kabupaten Tulungagung-Jawa Timur)
TUGAS INDIVIDU

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah
Kapita Selekta Agribisnis Pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Sugeng Raharto, MS

Oleh:
Ahmad Agung Adi Prasiswo
131510601142

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAK U LTAS P E R TAN I A N
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
Salah satu sub-sektor pertanian yang dirasa perlu diperhatikan adalah sub
sector perkebunan. Komoditas tanaman perkebunan terdiri atas tanaman tahunan
maupun tanaman semusim (Susilowati, 2009). Dalam hal pengembangan pertanian
termasuk komoditas perkebunan, konsep pembangunan kawasan pertanian hingga
saat ini dipercaya sebagai suatu cara pandang yang tepat untuk mengingkatkan
perekonomian masyarakat di suatu kawasan. Dalam konsep ini, terdapat sentra-sentra
pertanian yang terkait secara fungsional dalam kegiatan produksi suatu jenis
pertanian unggulan (Permentan no. 50/tahun 2012). Lebih jauh lagi, guna
meningkatkan nilai tambah produk pertanian khususnya perkebunan ini dibutuhkan
usaha pengolahan yang efisien dengan pasar yang baik. Sehingga dengan demikian
perlu diciptakan kawasan agroindustri pengolahan sebagai tempat terjadinya
kerjasama antara petani penyedia bahan baku dan pengolahan serta pemasaran
pengolahan produk pertanian untuk meningkatkan kegiatan ekonomi dan pendapatan
di kawasan tertentu tersebut. Agroindustri mampu menstranformasikan produk primer
ke produk olahan (Suryana, 2005).
Kehadiran agroindustri pengolahan komoditas perkebunan ini akan memiliki
kaitan ke belakang (backward linkage) berupa terserapnya bahan mentah hasil
pertanian guna diolah menjadi produk olahan. Demikian juga kaitan ke depan
(forward linkage) berupa potensi hasil pengolahan hasil perkebunan. Hal ini tentunya
akan memberikan efek yang sangat bagus dalam upaya peningkatan ekonomi
masyarakat pedesaan.
Pada sisi lain Kabupaten Tulungagung adalah sebuah wilayah di Propinsi
Jawa Timur yang memiliki potensi komoditas perkebuanan yang sangat besar.
Tercatat terdapat 28.278,87 hektar. Tanaman perkebunana yang diusakan di wilayah
ini juga beragam mulai dari kelapa, tebu, tembakau, cengkeh dan kakao. Besarnya
potensi komoditas tanaman perebunan di Kabupaten Tulungagung ini sangat layak
untuk dikembangkan.

Berdasarkan atas pemikiran ini maka perlu kiranya dirumuskan sebuah


strategi upaya pengembangan agroindustri komoditas tanaman perkebunan di
Kabupaten Tulungagung. Hal tersebut akan dicapai melalaui kajian terlebih dahulu
terkait dengan (1) penentuan komoditas unggulan beserta lokasi pengembangannya;
(2) faktor pendukung pengembangan agroindustri perkebunan unggulan dan (3) dan
pengembangan produk komoditas unggulan.

BAB 2. PEMBAHASAN
Tahap awal dalam penelitian ini adalah dengan menentukan komoditas
unggulan tanaman perkebunan di Kabupaten Tulungagung. Penentuan komoditas
perkebunan unggulan di Kabupaten Tulungagung dilakukan dengan menggunakan
analisis LQ. Temuan nilai LQ ini kemudian dapat dibuat peringkat yang mampu
merepresentasikan peringkat keandalan komoditas pada wilayah tersebut.
Tabel 1. Perhitungan Komoditas Perkebunan Unggulan

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunaan LQ dapat diketahui bahwa


komoditas kelapa meruapakan komoditas perkebunan unggulan di Kabupaten
Tulungagung. Hal ini terlihat dari nilai LQ sebesar 2,09 yang lebih besar jika
dibandingkan komoditas cengkeh, tebu dan tembakau. Hal ini dapat dimaklumi
mengingat luas lahan komoditas kelapa di Kabupaten Tulungagung adalah yang
terluas (17,856.37 ha) jika dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya tebu
(5,947.00 ha), tembakau (5,947.00 ha) dan cengkeh (1,481.50 ha). Luas areal ini
memiliki kenggulan ketika dibandingan dengan luasan lahan kelapa di Jawa Timur.
Sementara itu kawasan pengembangan komoditas kelapa di Kabupaten Tulungagung
dikembangkan di 9 kecamatan (Besuki, Bandung, Campurdarat, Tanggunggunung,
Kalidawir, Pucanglaban, Rejotangan, Ngunut dan Sumbergempol. Lokasi wilayah
pengembangan kelapa tersebut sesuai dengan RTRW Kabupaten Tulungagung dalam
pengembangan industry kecil dan mikro berbahan kelapa.

Komoditas kelapa di Kabupaten Tulungagung dapat diolah menjadi beberapa


produk yang berpotensi untuk dikembangkan dan dapat mendukung untuk
pengembangan suatu kawasan. Alternatif produk olahan yang menggunakan bahan
baku kelapa tersebut dari hasil survey pendahuluan yaitu :
1. Nata de Coco
2. Kopra
3. Minyak Goreng
4. VCO
5. Sari Kelapa
Berdasarkan faktor pendukung yang dipilih maka akan dilakukan matrik
perbandingan (pairwise comparation) antara elemen-elemennya, sehingga akan
diperoleh bobot untuk masing-masing faktor pendukung.
Tabel 2. Bobot Prioritas Setiap Faktor Pendukung Agroindustri Berbasis Kelapa

Peluang pasar merupakan faktor pendukung yang paling tinggi (0,277) dalam
pemilihan agroindustri berbasis kelapa. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Subari
(2012) bahwasnya pasar merupakan factor yang berpengaruh pada kinerja sebuah
lembaga. Prospek kebutuhan terhadap produk dari agroindustri kelapa yang didirikan
baik untuk pasar dalam daerah maupun luar daerah masih sangat terbuka. Berdasar
data Susenas 2013 menyatakan bahwa rata-rata konsumsi kelapa per kapita per tahun
adalah 6.101. Sehingga dengan demikian agroindustri kelapa dapat berperan dalam
pengembangan suatu kawasan. Peluang Pasar sangat mempengaruhi hasil akhir
(profit/laba) dari agroindustri kelapa karena jika konsumen tertarik dengan

agroindustri kelapa tersebut maka industri berbasis komoditas kelapa ini dapat
diusulkan untuk didirikan atau dapat dikembangkan lebih lanjut.
Sementara itu factor yang berpengaruh kedua adalah terkait dengan
keberadaan bahan kelapa. Sebagaimana yang diketahui bahwa Indonesia memiliki
luas areal tanaman kelapa terluas di dunia dengan luas 3,88 juta hektar dan 97%
merupakan perkebunan rakyat yang mampu memproduksi 3,2 juta ton kopra. Data ini
linear dengan keberadaan lahan kelapa diTulungagung seluas 17.856,37 yang
merupakan lahan komoditas perkebunan terluas.
Factor selanjutnya adalah adanya dukungan program pemerintah, yang dalam
hal ini tentunya memberikan ruang gerak bagi pengembangan komoditas kelapa.
Kebijakan yang perlu dilakukan menurut Wicakso (2012) adalah terkait dengan
pemahaman kebijakan dan implementasi kebijakan.
Faktor selanjutnya yang penting diperhatikan adalah adanya kompetensi sumberdaya
manusia (SDM) yang mumpuni. Keberadaan SDM yang mumpuni sangat diperlukan
demi sebuah keberhasilan usaha. Khoiriyah, dkk ( 2012) menyatakan bahwa
keberadaan SDM yang tidak mumpuni melatar belakangi belum berhasilnya usaha
agroindustri kerupuk terasi.
Teknologi

merupakan

factor

pening

selanjutnya

guna

mendukung

keberhasilan pengembangan kelapa di Tulungagung ini. Keberadaan teknologi akan


mampu meningkatkan nilai tambah suatu produk yang profitable. Perlu diperhatikan
juga bahwa teknologi ini adalah selayaknya yang mampu diaplikasikan secara mudah
dan murah (Ihsannudin. 2012). Factor penting yang tidak dapat diabaikan selanjutnya
adalah terkait dengan permodalan. Permodalan ini akan memberikan suntikan awal
dalam sebuah berjalannya sebuah program. Modal dapat berasal dari sendiri maupun
berasal dari pinjaman.
Factor penting selanjutnya adalah terkait dengan infrastruktur dalam sebuah
program. Keberadaan infrastruktur ini akan memberikan pengaruh signifikan dalam
sebuah usaha terutama pembukaan usaha baru maupun peningkatan produksi.
Sebagaimana yang diungkapkan Ihsannudin (2011) menyatakan bahwa dukungan

infrastruktur baik akan mendukung terciptanya peningkatan produksi garam.


Demikian juga adanya infrastruktur produksi dan off farm akan sangat mempengaruhi
keberhasilan pengembangan kelapa di tulungagung.
Berdasarkan faktor pendukung agroindustri di atas, maka akan dapat dipilih
alternatif agroindustri berbasis komoditas tanaman kelapa yang dapat dikembangkan
di Kabupaten Tulungagung. Prioritas pilihan alternatif pengembangan agroindustri
sesuai dengan pendapat pakar dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel. 3. Alternatif Agroindustri Berbasis Komoditas Tanaman Kelapa

Agroindustri sari kelapa lebih kepada agroindustri untuk gula kelapa sehingga
berbeda dengan nata de coco. Hal ini karena nata de coco sering kali diartikan sebagai
sari kelapa. Tabel di atas menunjukkan bahwa nata de coco merupakan alternatif
agroindustri yang paling tinggi bobotnya (0,326) dibandingkan dengan agroindustri
yang lain. Nata de coco ini cukup berprospek dalam pemasarannya. Berdasarkan hasil
pengolahan data menunjukkan bahwa peluang pasar pada produk nata de coco
mempunyai bobot paling tinggi sebesar 0,277. Hal ini menunjukkan bahwa nata de
coco mempunyai harapan yang baik yaitu mendapat respon masyarakat terhadap
produk, dengan begitu bisa diperkirakan bahwa jika ada agroindustri olahan dari
kelapa berupa nata de coco akan dapat berkembang, seiring dengan kebutuhan akan
nata de coco.
Nata de coco dari bahan baku air kelapa ini merupakan produk dengan pasar
yang khusus. Kecenderungan konsumen untuk mengkonsumsi nata de coco, lebih
kepada kebutuhan untuk kepentingan konsumsi pribadi. Peluang pasar untuk jenis
nata de coco ini adalah untuk keperluan pasar dalam wilayah dan pasar wilayah
sekitar. Kebutuhan untuk anata de coco ini juga hanya menngkat pada saat-saat
tertentu seperti pada saat bulan puasa.

Keberadaan nata de coco ini justru membuka peluang khusus untuk


pengembangan kawasan industri. Hal ini terjadi karena pada kenyataannya di wilayah
kabupaten Tulungagung terdapat banyak industri dodol dengan bahan baku tepung
ketan dan kelapa butiran. Air dari kelapa butiran ini dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku untuk mengembangkan industri nata de coco. Jumlah air kelapa yang
dihasilkan oleh industri dodol ini cukup banyak, sehingga seandainya industri nata de
coco ini berkembang, tidak akan mengalami kekurangan bahan baku.

BAB 3. KESIMPULAN
Berdasarkan pemaparan ini maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Komoditas perkebunan di Tulungagung yang diunggulkan untuk dikembangkan
adalah kelapa.
2. Strategi pengembangan yang perlu dilakukan secara berurutan adalah dengan
memperhatikan beberapa factor seperti peluang pasar, ketersediaan bahan baku,
dukungan kebijakan pemerintah, kompetensi SDM, teknologi, permodalan dan
infrastruktur.
3. Sementara pengembangan produk kelapa yang dapat dilakukan adalah secara
berurutan adalah Nata de Coco, Minyak Goreng, Kopra, VCO dan Sari Kelapa.

Anda mungkin juga menyukai