Dosen Pengampu :
Ebban Bagus k., SP., M. Si.,
Oleh :
Subchan Dwi Arisandi
Sona Kurniawan S
Beyni Susanto
Aditya Dilianto S
Moh. Malik Muktadir
Elvan Chandra Widiyanto
131510601164
131510601165
131510601166
131510601171
131510601172
131510501173
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian di Indonesia dibagi menjadi 5 subsektor, yaitu sektor
tanaman pangan, sektor perkebunan, sektor peternakan, sektor perikanan, dan
sektor kehutanan. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang
mendapat perhatian besar besar dari pemerintah. Perkebunan adalah kegiatan yang
mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam
ekosistem yang sesuai, serta mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil
tanaman tersebut. Tanaman perkebunan yang ditanam umumnya memiliki usia
yang relatif lama, antara kurang dari setahun hingga tahunan.
Perkembangan sektor pertanian di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya
lewat hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini. Hal ini tidak dapat
dipungkiri mengingat Indonesia memiliki modal kekayaan sumberdaya alam yang
sangat besar, sehingga memberikan peluang bagi berkembangnya usaha-usaha
pertanian, yang salah satunya adalah tanaman perkebunan khususnya tanaman
kopi, yang merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak
dibudidayakan oleh petani dan perusahaan swasta. Hal ini disebabkan karena
komoditi ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis, baik untuk
memberikan peningkatan pendapatan petani bahkan dapat menambah devisa bagi
negara (Saidarma, 2013).
Kopi merupakan komoditas pertanian yang paling akrab dengan
masyarakat, mulai dari kalangan ekonomi atas sampai bawah. Hingga saat ini,
kopi masih menduduki komoditas andalan ekspor hasil pertanian Indonesia selain
kelapa sawit, karet, dan kakao. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan
yang diharapkan mampu meningkatkan nilai devisa ekspor Indonesia. Provinsi
Jawa Timur merupakan daerah yang memiliki luas areal penanaman kopi yang
paling besar dibandingkan dengan daerah lainnya di Pulau Jawa (Risandewi,
2013).
kopi?
Untuk mengetahui bagaimana sistem pemasaran tanaman kopi rakyat di
Kabupaten Malang?
Untuk mengetahui bagaimana lingkungan pemasaran pada tanaman kopi
rakyat di Kabupaten Malang?
3.1.1 Manfaat
1. Bagi Petani kopi diharapkan menjadikan referensi lanjutan untuk lebih
memajukan atau meningkatkan produksi kopi dan penanggulangan
masalah pertanian khususnya kopi.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Studi Sistem Pemasaran
Beberapa tinjauan telah dilakukan untuk mempelajari sistem pemasaran.
Pendekatan tersebut adalah : (1) pendekatan serba barang ( commodity approach),
(2) pendekatan serba fungsi (functionalapproach), (3) pendekatan serba lembaga
(institutional approach), (4) pendekatan serba menejemen (managerial approach),
dan (5) pendekatan sistem total (total sistem approach).
1) Pendekatan serba barang
Pendekatan serba barang atau disebut juga pendekatan organisasi industri,
(industrial organization approach) merupakan suatu pendekatan pada pemasaran
yang melibatkan studi tentang bagaimana barangbarang tertentu berpindah dari
titik produksi ke konsumen akhir atau konsumen industri. Proses dan organisasi
yang digunakan disini harus dibuat untuk masing-masing barang. Jadi, pendekatan
ini hanya menggambarkan pemasaran dari segi barang-barang yang ada
didalamnya.
2)
lembaga.
Pendekatan
tersebut
mempelajari
pemasaran
dari
segi
serba
menejemen
mempelajari
pemasaran
dengan
pemasaran
ditinjau
sebagai
suatu
kerangka
yang
terdiri
atas
Petani
Petani
Petani
Pedagang Pengempul
Eksportir
Saluran Kemitraan.
Merupakan saluran baru hasil kemitraan antara Petani SL-PHT dengan
eksportir dengan tujuan Perancis. Kemitraan ini difasilitasi oleh dinas perkebunan
provinsi, Puslit Kopi dan Kakao Jember, dan PUSKUD Jatim. Pembelian kopi
petani dalam bentuk kopi olah basah (Robusta Wet Processing = RWP) mutu
ekspor dengan wilayah pembelian meliputi petani SLPHT di Kecamatan Dampit,
Tirtoyudo, Ampelgading, Sumbermanjing, dan sekitarnya. Pada saluran
kemitraan, pelaku pasar terdiri atas petani SL-PHT, PUSKUD, dan eksportir.
Petani menjual kopi dalam bentuk gelondongan basah ke PUSKUD. PUSKUD
mengolah gelondongan basah dengan metode olah basah untuk menghasilkan biji
kopi berkualitas sesuai permintaan eksportir. Selanjutnya kopi yang dihasilkan
dikemas dan dikirimkan ke eksportir. Melalui pola kemitraan ini, banyak manfaat
diperoleh terutama dalam upaya perbaikan mutu kopi, antara lain petani dituntut
melaksanakan budidaya tanaman kopi secara ramah lingkungan melalui
penerapan prinsip-prinsip PHT
Petani
SL-PHT
Petani
SL-PHT
Petani
SL-PHT
PUS KUD
Eksportir
pembelian
kopi.
Selanjutnya
harga
pembelian
ditentukan
oleh
persen) dari petani langsung. Pada waktu stok barang dari kabupaten Malang
sudah menipis, pedagang besar juga melakukan pembelian kopi dari pedagang
luar Kabupaten Malang. Harga kopi dari luar Kabupaten Malang umumnya lebih
murah karena kualitasnya lebih jelek terutama kandungan/kadar airnya tinggi dan
kematangan tidak seragam. Besar volume perdagangan antara 150 ton sampai 180
ton per bulan. Harga beli pedagang besar ditetapkan berdasarkan tawar menawar
dan umumnya memberikan harga lebih tinggi sekitar Rp 50,- sampai Rp 200,- per
kilogram dari harga petani. Cara transaksi pembelian, barang diterima di
pedagang besar, sehingga ongkos muat dan pengiriman ditanggung pedagang
pengumpul sedangkan pedagang besar hanya mengeluarkan ongkos bongkar.
Karung kemasan dikembalikan ke pedagang pengumpul dan pembayaran
dilakukan secara tunai. Di tingkat pedagang besar, dilakukan penanganan hasil
berupa pencampuran biji hasil pembelian dan sortasi ukuran sesuai permintaan
pasar. Pada umumnya sortasi ukuran biji menghasilkan dua kelompok ukuran
yaitu biji besar (20%) dan sisanya (80%) merupakan campuran antara medium
dan kecil. Perbedaan harga jual antara biji besar dan campuran sekitar Rp 500,per kilogram. Selama proses penanganan hasil, terjadi penyusutan sebanyak 0,5
persen. Pengemasan biji kopi menggunakan karung berkapasitas 90 kilogram per
karung selanjutnya biji kopi sudah siap dijual ke eksportir.
Eksportir. Eksportir memperoleh biji kopi dari pedagang besar Kabupaten
Malang, dan pada keadaan tertentu, ekpsortir juga melakukan pembelian kopi dari
luar wilayah seperti dari Medan, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan lainnya.
Pembelian kopi dari luar dilakukan apabila suplai kopi dari Malang sudah sedikit
dan digunakan sebagai bahan campuran. Selain itu, kopi Vietnam yang harganya
jauh lebih murah juga sudah masuk ke wilayah Malang.
kabupaten malang provinsi jawa timur. Lingkungan internal yang ada terdiri dari
para petani peserta SL-PHT, penyelenggara PASAR
program SL-PHT. Lingkungan
eksternal terbagi menjadiEKSPORTIR
2 yaitu eksternal mikro dan makro. Lingkungan
eksternal mikro merupakan faktor luar yang secara langsung mempengaruhi
PEDAGANG
pengambilan
keputusan perusahaan atau yang ada di lingkungan internal seperti
BESAR
PEDAGANG
unsur yang ada berupa bentuk kebijakan, teknologi, kondisi perekonomian, sosial
PENGEPUL
Saluran Tradisional
Saluran Kemitraan
Lingkungan Internal :
Petani Kopi
Petani Kopi Peserta SL-PHT
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengemukakan saran yang
juga bisa menjadi bahan masukan bagi para jurnalis, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian analisis pemasaran dan aspek didalamnya perlu dilakukan di
wilayah-wilayah lain khususnya wilayah kurang berkembang di Indonesia.
Daftar Pustaka
Mareta, D.T dan Shofia N.A., 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan
Kemas Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin. Mediagro,
7(1) : 26
Sairdarma, Syusantie S. 2013. Analisis Pendapatan Petani Kopi Arabika (Coffea
Arabica) Dan Margin Pemasaran Di Distrik Kamu Kabupaten Dogiyai.
Agribisnis Kepulauan 2(2): 44-108.
Risandewi, T. 2013. Analisis Efisiensi Produksi Kopi Robusta di Kabupaten
Temanggung. Litbang Provinsi Jawa Tengah, 11(1) : 87