Anda di halaman 1dari 16

Sistem dan Lingkungan Pemasaran Komoditas Kopi Study Kasus

Kopi Rakyat Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur


Tugas Kelompok

Diajukan Guna Memenuhi Syarat Menyelesaikan Tugas


Mata Kuliah Manajemen Pemasaran dan Rantai Pasok
Fakultas Pertanian Universitas Jember

Dosen Pengampu :
Ebban Bagus k., SP., M. Si.,

Oleh :
Subchan Dwi Arisandi
Sona Kurniawan S
Beyni Susanto
Aditya Dilianto S
Moh. Malik Muktadir
Elvan Chandra Widiyanto

131510601164
131510601165
131510601166
131510601171
131510601172
131510501173

PR OGR A M STU DI AGR I BIS N IS


FAK U LTAS P E R TAN I A N
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian di Indonesia dibagi menjadi 5 subsektor, yaitu sektor
tanaman pangan, sektor perkebunan, sektor peternakan, sektor perikanan, dan
sektor kehutanan. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu sub sektor yang
mendapat perhatian besar besar dari pemerintah. Perkebunan adalah kegiatan yang
mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam
ekosistem yang sesuai, serta mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil
tanaman tersebut. Tanaman perkebunan yang ditanam umumnya memiliki usia
yang relatif lama, antara kurang dari setahun hingga tahunan.
Perkembangan sektor pertanian di Indonesia sangat dirasakan manfaatnya
lewat hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai selama ini. Hal ini tidak dapat
dipungkiri mengingat Indonesia memiliki modal kekayaan sumberdaya alam yang
sangat besar, sehingga memberikan peluang bagi berkembangnya usaha-usaha
pertanian, yang salah satunya adalah tanaman perkebunan khususnya tanaman
kopi, yang merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak
dibudidayakan oleh petani dan perusahaan swasta. Hal ini disebabkan karena
komoditi ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan strategis, baik untuk
memberikan peningkatan pendapatan petani bahkan dapat menambah devisa bagi
negara (Saidarma, 2013).
Kopi merupakan komoditas pertanian yang paling akrab dengan
masyarakat, mulai dari kalangan ekonomi atas sampai bawah. Hingga saat ini,
kopi masih menduduki komoditas andalan ekspor hasil pertanian Indonesia selain
kelapa sawit, karet, dan kakao. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan
yang diharapkan mampu meningkatkan nilai devisa ekspor Indonesia. Provinsi
Jawa Timur merupakan daerah yang memiliki luas areal penanaman kopi yang
paling besar dibandingkan dengan daerah lainnya di Pulau Jawa (Risandewi,
2013).

Kegiatan pemasaran memiliki banyak sekali arti dalam lingkungan


masyarakat, salah satunya pemasaran memiliki arti yaitu kegiatan yang dilakukan
manusia dalam memenuhi kebutuhannya yang diinginkan dengan melakukan
tindakan saling tukar menukan barang. Kegiatan perkebunan keseluruhan seperti
halnya tanaman kopi tidak luput dengan kegiatan pemasaran yang dilaksanakan
guna mendistribusikan hasil dari tanaman kopi yang di produksi.oleh karena itu
dalam makalah ini kami ingin mengangkat beberapa pembahasan guna lebih
memahami keseluruhan kegiatan pemasaran, sehingga tertulislah makalah kami
yang berjudul Pendekatan Studi Pemasaran, Sistem, dan Lingkungan
Pemasaran Komoditas Kopi Study Kasus Kopi Rakyat Kabupaten Malang
Provinsi Jawa Timur Makalah kami tak luput dari banyaknya kesalahan yang
kami lakukan oleh karenanya kami membutuhkan kritik dan saran guna
membangun kreatifitas dan keahlian kami dalam membuat makalah kedepannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan studi sistem pemasaran tanaman kopi?
2. Bagaimana sistem pemasaran tanaman kopi rakyat di Kabupaten Malang?
3. Bagaimana lingkungan pemasaran pada tanaman kopi rakyat di Kabupaten
Malang?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang disebut dengan studi pemasaran tanaman
2

kopi?
Untuk mengetahui bagaimana sistem pemasaran tanaman kopi rakyat di

Kabupaten Malang?
Untuk mengetahui bagaimana lingkungan pemasaran pada tanaman kopi
rakyat di Kabupaten Malang?

3.1.1 Manfaat
1. Bagi Petani kopi diharapkan menjadikan referensi lanjutan untuk lebih
memajukan atau meningkatkan produksi kopi dan penanggulangan
masalah pertanian khususnya kopi.

2. Bagi Mahasiswa diharapkan mampu mendapatkan tambahan ilmu


mengenai usahatani kopi.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Studi Sistem Pemasaran
Beberapa tinjauan telah dilakukan untuk mempelajari sistem pemasaran.
Pendekatan tersebut adalah : (1) pendekatan serba barang ( commodity approach),
(2) pendekatan serba fungsi (functionalapproach), (3) pendekatan serba lembaga
(institutional approach), (4) pendekatan serba menejemen (managerial approach),
dan (5) pendekatan sistem total (total sistem approach).
1) Pendekatan serba barang
Pendekatan serba barang atau disebut juga pendekatan organisasi industri,
(industrial organization approach) merupakan suatu pendekatan pada pemasaran
yang melibatkan studi tentang bagaimana barangbarang tertentu berpindah dari
titik produksi ke konsumen akhir atau konsumen industri. Proses dan organisasi
yang digunakan disini harus dibuat untuk masing-masing barang. Jadi, pendekatan
ini hanya menggambarkan pemasaran dari segi barang-barang yang ada
didalamnya.
2)

Pendekatan serba fungsi


Pendekatan serba fungsi mempelajari pemasaran dari segi penggolongan

kegiatan atau fungsi-fungsinya. Adapun fungsi-fungsi pemasaran yang ada adalah:


Fungsi pertukaran, meliputi : pembelian dan penjualan.
Fungsi penyediaan fisik, meliputi : pengangkutan dan penyimpanan
Fungsi penunjang, meliputi : pembelanjaan, penanggungan resiko,
standardisasi barang dan grading serta pengumpulan informasi pasar
Fungsi pembelian dan penjualan berkaitan dengan pertukaran barang dari
penjual ke pembeli. Fungsi pembelian dilakukan oleh pembeli untuk memilih
jenis barang yang akan dibeli, kualitas yang diinginkan, kuantitas yang memadai,
dan penyedia yang sesuai. Sedangkan fungsi penjualan, yang umumnya
dipandang sebagai fungsi pemasaran paling luas, meliputi kegiatankegiatan untuk
mencari pasar dan mempengaruhi permintaan melalui personal selling dan

periklanan. Fungsi pengangkutan dan penyimpanan berkaitan dengan pemindahan


barang-barang dari tempat produksi ketitik konsumsi. Selain itu, fungsi tersebut
berkaitan pula dengan penyimpanan barang-barang sampai diperlukan oleh
konsumen. Fungsi pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan kereta
api, kapal, truk, pesawat udara, dan sebagainya. Sedangkan fungsi penyimpanan
dapat dilakuakan oleh produsen, pedagang besar, pengecer, dan perusahaanperusahaan khusus yang melakukan penyimpanan, seperti gudang umum (public
warehouse)
Fungsi penunjang yang meliputi fungsi pembelanjaan, penanggungan
resiko, standardisasi barang dan grading, serta pengumpulan informasi pasar dapat
membantu pelaksanaan dari fungsifungsi lainnya. Fungsi pembelanjaan bertujuan
menyediakan dana untuk melayani penjualan kredit atau pun untuk melaksanakan
fungsi pemasaran yang lain. Penanggungan resiko, seperti menanggung resiko
kerugian perusahaan, merupakan kegiatan yang selalu ada di dalam semua
kegiatan bisnis. Standardisasi merupakan fungsi yang bertujuan menyederhanakan
keputusan keputusan pembelian dengan menciptakan golongan barang tertentu
yang didasarkan pada kriteria seperti ukuran, berat, warna, dan rasa. Sedangkan
grading mengidentifikasikan golongan barang tersebut ke dalam berbagai
tingkatan kualitas. Fungsi terakhir dalam fungsi penunjang, yaitu pengumpulan
informasi pasar, bertujuan mengumpulkan berbagai macam informasi pemasaran
yang dapat dipakai oleh menejer pemasaran untuk mengambil keputusan.
3) Pendekatan serba lembaga
Pendekatan yang ketiga untuk mempelajari pemasaran adalah pendekatan
serba

lembaga.

Pendekatan

tersebut

mempelajari

pemasaran

dari

segi

organisasi/lembagalembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran, seperti :


produsen, pedagang besar, pengecer, agenagen penunjang seperti perusahaan
pengangkutan, perusahaan penyimpanan/pergudangan, dan agenagen pelengkap
seperti biro periklanan, lembaga keuangan dan sebagainya. Semua lembaga ini
membentuk satu yang disebut satu sistem pemasaran. Ini tidak berarti sam dengan
pendekatan sistem total.

4) Pendekatan serba menejemen


Pendekatan

serba

menejemen

mempelajari

pemasaran

dengan

menitikberatkan pada pendapat menejer serta keputusan yang mereka ambil.


Disini,

pemasaran

ditinjau

sebagai

suatu

kerangka

yang

terdiri

atas

variabelvariabel yang dapt dikontrol seperti produk perusahaan, tempat (saluran


distribusi), harga, dan promosi, ditambah dengan variabelvariabel yang tidak
dapat dikontrol atau variabel lingkungan seperti persaingan, permintaan dan
masyarakat. Jadi, pendekatan ini mempeajari menekankan pada masalah-masalah
pemasaran yang dihadapi oleh produsen sebagai kekurangan dari aspek lain
tentang sistem pemasaran.
5) Pendekatan sistem total
Pendekatan sistem total ini mencakup elemen-elemen yang luas dari
sistem pemasaran, termasuk keempat pendekatan di muka.
Untuk mengadakan pendekatan sistem pada pemasaran ini tentunya kita
harus mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan sistem dan sistem
pemasaran, penerapannya, serta keuntungan-keuntungan dan masalah yang
terkandung di dalamnya. Sistem dapat didefinisikan sebagai interaksi secara
teratur atau sekelompok bagian-bagian yang saling tergantung yang membentuk
satu kesatuan secara menyeluruh. Jadi, dalam suatu sistem terdapat bagian-bagian
(subsistem) yang membentuk satu kesatuan. Masing-masing bagian saling
berhubungan dan saling memberikan pengaruh. Badan manusia dapat disebut
sebagai sistem organik yang mempunyai anggota-anggota badan serta bagianbagian yang lebih kecil, sedangkan lingkungan hidup yang ada disekitar kita ini
disebut sistem ekologi. Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa suatu sistem
dapat menjadi subsistem dari sistem yang lebih luas. Sekarang kita hubungkan
definisi sistem dengan sistem pemasaran. Jadi, sistem pemasaran dapat
didefinisikan sebagai kumpulan lembaga-lembaga yang melakukan tugas
pemasaran, barang, jasa, ide, orang, faktor-faktor lingkungan yang saling

memberikan pengaruh dan membentuk saling mempengaruhi hubungan


perusahaan dengan pasarnya.
Dalam bentuk yang paling sederhana, sistem pemasaran terdiri atas dua
elemen yang berinteraksi, yakni organisasi pemasaran dan pasar yang ditujunya.
Kedua elemen tersebut dihubungkan oleh pasang aliran/arus. Salah satu dari
kedua pasang aliran tersebut terdiri atas sebuah perusahaan yang mendistribusikan
barang atau jasa pada konsumennya, yang kemudian mendapatkan pembayaran
dari konsumen sebagai imbalannya.
2.2 Sistem Pemasaran Tanaman Kopi Rakyat Di Kabupaten Malang
Saluran Pemasaran Kopi
Saluran pemasaran kopi di tingkat petani dibedakan antara saluran
pemasaran umum/tradisional dan saluran pemasaran kemitraan. Saluran
tradisional merupakan saluran yang sudah lama berjalan dengan bentuk penjualan
kopi biji asalan, hasil olah kering yang dihasilkan petani Non-SL-PHT. Sedangkan
saluran kemitraan merupakan saluran pemasaran baru bentuk kerja sama antara
eksportir dengan petani SL-PHT yang difasilitasi oleh PUSKUD. Dimana petani
menjual hasil ke PUSKUD dalam bentuk gelondongan basah.
Saluran Tradisional.
Pada saluran ini, pelaku pasar terdiri atas petani sebagai produsen,
pedagang pengumpul, pedagang besar di Pasar Dampit dan eksportir. Situasi pasar
di tingkat petani, ditandai dengan relatif banyaknya penjual (petani) dan pembeli
(pedagang) dengan struktur pasar bersifat monopsoni atau oligopsoni. Pasar
demikian terjadi akibat kurangnya kompetisi di antara pedagang (meskipun
jumlahnya banyak) karena dalam kegiatannya pedagang tersebut dikendalikan
oleh beberapa pedagang tertentu meskipun keadaan pasar tampaknya bersaing
sempurna. Kondisi pasar demikian kurang menguntungkan bagi para petani
karena harga yang diterima petani akan dikendalikan oleh para pedagang yang
memiliki kekuatan monopsoni. Petani cenderung menerima harga yang rendah
akibat perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungan.

Petani

Petani

Petani

Pedagang Pengempul

Pedagang Besar / Pasar Dampit

Eksportir

Gambar 2.1 saluran pemasaran pola tradisional

Saluran Kemitraan.
Merupakan saluran baru hasil kemitraan antara Petani SL-PHT dengan
eksportir dengan tujuan Perancis. Kemitraan ini difasilitasi oleh dinas perkebunan
provinsi, Puslit Kopi dan Kakao Jember, dan PUSKUD Jatim. Pembelian kopi
petani dalam bentuk kopi olah basah (Robusta Wet Processing = RWP) mutu
ekspor dengan wilayah pembelian meliputi petani SLPHT di Kecamatan Dampit,
Tirtoyudo, Ampelgading, Sumbermanjing, dan sekitarnya. Pada saluran
kemitraan, pelaku pasar terdiri atas petani SL-PHT, PUSKUD, dan eksportir.
Petani menjual kopi dalam bentuk gelondongan basah ke PUSKUD. PUSKUD
mengolah gelondongan basah dengan metode olah basah untuk menghasilkan biji
kopi berkualitas sesuai permintaan eksportir. Selanjutnya kopi yang dihasilkan
dikemas dan dikirimkan ke eksportir. Melalui pola kemitraan ini, banyak manfaat

diperoleh terutama dalam upaya perbaikan mutu kopi, antara lain petani dituntut
melaksanakan budidaya tanaman kopi secara ramah lingkungan melalui
penerapan prinsip-prinsip PHT
Petani
SL-PHT

Petani
SL-PHT

Petani
SL-PHT

PUS KUD

Eksportir

Gambar 2.1Saluran pemasaran pola kemitraan

Saluran Tradisional. Harga kopi di tingkat petani mengacu pada harga


ditentukan oleh eksportir dengan demikian eksportir merupakan pasar acuan
(refference market). Dengan mengacu pada harga kopi dunia, eksportir kemudian
memposisikan diri terhadap pedagang besar sebagai penentu harga dan mutu
dalam

pembelian

kopi.

Selanjutnya

harga

pembelian

ditentukan

oleh

pedagangpedagang di bawahnya secara bervariasi sampai ke harga di tingkat


petani. Tinggi rendahnya harga ditentukan berdasarkan kadar air, besar kecilnya
biji, kandungan kotoran, keutuhan biji, dan bau/aroma.
Petani (produsen kopi). Sebelum penjualan, petani terlebih dulu mencari
informasi harga dari pasar Dampit dan atau petani lain yang sudah menjual.
Kisaran harga jual petani ke pedagang pengumpul Rp 8.000,- sampai Rp10.500,
per kilogram biji asalan. Cara penjualan, yaitu barang diterima di tempat
pedagang dengan ongkos muat dan transportasi pengiriman ditanggung petani,

sedangkan biaya bongkar ditanggung pembeli. Pembayaran dilakukan secara tunai


atau paling lambat sekitar 1 sampai 2 hari setelah transaksi. Dorongan petani
untuk memilih pembeli, baik pedagang pengumpul maupun pedagang besar, tidak
semata-mata alasan harga beli yang ditawarkan lebih tinggi tetapi ada alasanalasan lain yang mengikat, terutama adanya ikatan pinjaman dengan pedagang
baik berupa pinjaman pupuk ataupun kebutuhan sehari-hari sehingga secara tidak
langsung petani harus menjual kopi ke pihak mereka. Pemberian pinjaman
merupakan usaha untuk membina relasi atau langganan dalam perdagangan
sehingga pasokan barang lebih terjamin. Pola pelangganan merupakan keberadaan
pemberi pinjaman, disatu sisi membatasi kebebasan petani dalam memilih
pembeli yang lebih menguntungkan tetapi dari sisi lain mereka dapat membantu
kekurangan modal ditengah-tengah lemahnya aksesibilitas petani kepada lembaga
permodalan formal strategi yang sangat sesuai menghadapi berbagai kelemahan
kelembagaan pasar Pemberian pinjaman juga dilakukan oleh pedagang besar ke
pengumpul dan eksportir ke pedagang besar.
Pedagang Pengumpul. Pengumpul memperoleh bahan baku kopi berasal dari
petani dan juga dari kebun sendiri. Lama masa berdagang kopi antara 3 sampai 4
bulan per tahun dan volume kopi yang diperdagangkan antara 3 sampai 25 ton per
bulan. Cara pembelian yaitu barang diterima di tempat pedagang, ongkos muat
dan pengiriman barang ditanggung petani sedangkan ongkos bongkar ditanggung
pedagang. Karung bekas wadah kopi dikembalikan ke petani. Pembayaran ke
petani dilakukan secara tunai tetapi apabila tidak ada uang petani harus menunggu
sampai barang laku dijual sekitar 1 sampai 2 hari. Pedagang pengumpul tidak
melakukan penanganan hasil melainkan hanya pencampuran biji kopi hasil
pembelian dari beberapa petani. Selanjutnya pada hari yang sama atau paling
lambat 2 hari pengumpul mengirim kopi ke pedagang besar di Pasar Dampit.
Pengumpul melakukan negoisasi harga ke pedagang besar melalui telepon atau
pengiriman contoh barang. Pengiriman kopi pada umumnya menggunakan
kendaraan umum atau ojek.
Pedagang Besar. Pada musim panen kopi, sumber pembelian kopi pedagang
besar paling banyak (90 persen) berasal dari pedagang pengumpul dan sisanya (10

persen) dari petani langsung. Pada waktu stok barang dari kabupaten Malang
sudah menipis, pedagang besar juga melakukan pembelian kopi dari pedagang
luar Kabupaten Malang. Harga kopi dari luar Kabupaten Malang umumnya lebih
murah karena kualitasnya lebih jelek terutama kandungan/kadar airnya tinggi dan
kematangan tidak seragam. Besar volume perdagangan antara 150 ton sampai 180
ton per bulan. Harga beli pedagang besar ditetapkan berdasarkan tawar menawar
dan umumnya memberikan harga lebih tinggi sekitar Rp 50,- sampai Rp 200,- per
kilogram dari harga petani. Cara transaksi pembelian, barang diterima di
pedagang besar, sehingga ongkos muat dan pengiriman ditanggung pedagang
pengumpul sedangkan pedagang besar hanya mengeluarkan ongkos bongkar.
Karung kemasan dikembalikan ke pedagang pengumpul dan pembayaran
dilakukan secara tunai. Di tingkat pedagang besar, dilakukan penanganan hasil
berupa pencampuran biji hasil pembelian dan sortasi ukuran sesuai permintaan
pasar. Pada umumnya sortasi ukuran biji menghasilkan dua kelompok ukuran
yaitu biji besar (20%) dan sisanya (80%) merupakan campuran antara medium
dan kecil. Perbedaan harga jual antara biji besar dan campuran sekitar Rp 500,per kilogram. Selama proses penanganan hasil, terjadi penyusutan sebanyak 0,5
persen. Pengemasan biji kopi menggunakan karung berkapasitas 90 kilogram per
karung selanjutnya biji kopi sudah siap dijual ke eksportir.
Eksportir. Eksportir memperoleh biji kopi dari pedagang besar Kabupaten
Malang, dan pada keadaan tertentu, ekpsortir juga melakukan pembelian kopi dari
luar wilayah seperti dari Medan, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan lainnya.
Pembelian kopi dari luar dilakukan apabila suplai kopi dari Malang sudah sedikit
dan digunakan sebagai bahan campuran. Selain itu, kopi Vietnam yang harganya
jauh lebih murah juga sudah masuk ke wilayah Malang.

2.3 Lingkungan pemasaran


Lingkungan pemasaran meliputi lingkungan internal perusahaan dan
lingkungan eksternal perusahaan. Perusahaan yang disebut merupakan petani
peserta SL-PHT sebagai produsen komoditas kopi di beberapa wilayah di
PUSKUD

kabupaten malang provinsi jawa timur. Lingkungan internal yang ada terdiri dari
para petani peserta SL-PHT, penyelenggara PASAR
program SL-PHT. Lingkungan
eksternal terbagi menjadiEKSPORTIR
2 yaitu eksternal mikro dan makro. Lingkungan
eksternal mikro merupakan faktor luar yang secara langsung mempengaruhi
PEDAGANG
pengambilan
keputusan perusahaan atau yang ada di lingkungan internal seperti
BESAR

pedagang pengepul, pedagang besar, pasar dampit, serta eksportir. Lingkungan


eksternal makro merupakan faktor yang secara luas mempengaruhi kinerja setiap

PEDAGANG
unsur yang ada berupa bentuk kebijakan, teknologi, kondisi perekonomian, sosial
PENGEPUL

dan budaya, dan lain sejenisnya.


Lingkungan Eksternal Makro :
Program peningkatan prod. kopi
Nilai ekonomis komoditas kopi
dll

Lingkungan Eksternal Mikro

Saluran Tradisional

Saluran Kemitraan
Lingkungan Internal :
Petani Kopi
Petani Kopi Peserta SL-PHT

Gambar 2.3 Struktur Lingkungan Pemasaran

BAB 3. SIMPULAN DAN SARAN


3.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan analisa studi kasus kopi rakyat Kabupaten
Malang Provinsi Jawa Timur, dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat 5 jenis pendekatan dalam studi sistem pemasaran yaitu pendekatan
serba barang, pendekatan serba fungsi, pendekatan serba lembaga,
pendekatan serba menejemen, dan pendekatan sistem total.
2. Sistem pemasaran yang ada di Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur
menggunakan saluran pemasaran tradisional yang dengan alur Produsen
(Petani) Pedagang Pengempul Pedagang Besar Eksportir.
3. Sistem pemasaran yang ada di Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur
setelah penerapan pola kemitraan menggunakan saluran pemasaran baru
dengan alur Produsen (Petani) PUSKUD Eksportir.
4. Perubahan pola saluran pemasaran yang diterapkan dianggap mampu
meningkatkan baik efektifitas dan efisiensi perpindahan produk (hasil
produksi) dan berpengaruh terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten
Malang Provinsi Jawa Timur.
5. Lingkungan pemasaran yang ada pada studi kasus kopi rakyat di Kabupaten
Malang Provinsi Jawa Timur terdiri dari;
Petani kopi SL-PHT tercakup dalam lingkungan internal.
Pedagang pengepul, pedagang besar, serta PUSKUD komoditas kopi

tercakup dalam lingkungan eksternal mikro.


Kebijakan dan program pemerintah mengenai peningkatan produksi kopi,
kondisi perekonomian di Indonesia, serta nilai ekonomis komoditas kopi
tercakup dalam lingkungan eksternal makro.

3.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka penulis mengemukakan saran yang
juga bisa menjadi bahan masukan bagi para jurnalis, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian analisis pemasaran dan aspek didalamnya perlu dilakukan di
wilayah-wilayah lain khususnya wilayah kurang berkembang di Indonesia.

2. Penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi


produksi tidak hanya terhenti pada analisa pemasaran dan aspek aspeknya,
tetapi aspek lain seperti aspek manajemen, aspek politik dan kebijakan
pemerintah serta aspek selain pemasaran lainnya perlu dilakukan analisis
dan penelitian lebih lanjut.

Daftar Pustaka
Mareta, D.T dan Shofia N.A., 2011. Pengemasan Produk Sayuran dengan Bahan
Kemas Plastik pada Penyimpanan Suhu Ruang dan Suhu Dingin. Mediagro,
7(1) : 26
Sairdarma, Syusantie S. 2013. Analisis Pendapatan Petani Kopi Arabika (Coffea
Arabica) Dan Margin Pemasaran Di Distrik Kamu Kabupaten Dogiyai.
Agribisnis Kepulauan 2(2): 44-108.
Risandewi, T. 2013. Analisis Efisiensi Produksi Kopi Robusta di Kabupaten
Temanggung. Litbang Provinsi Jawa Tengah, 11(1) : 87

Anda mungkin juga menyukai