Anda di halaman 1dari 6

MASIHKAH NEGARA INDONESIA SEBAGAI SWASEMBADA

PANGAN

DASAR-DASAR AGRONOMI

OLEH :

Nama : Nilla Pradita

NIM : C1G020191

Prodi : Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MATARAM

2022
MASIHKAH INDONESIA SWASEMBADA PANGAN

Pengertian Swasembada

Swasembada pangan diartikan sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, yang sejauh


mungkin berasal dari pasokan domestik dengan meminimalkan ketergantungan pada
perdagangan pangan.

Swasembada pangan merupakan suatu program pemerintah yang dilaksanakan untuk


mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan yang berorientasi pada kesejahteraan petani,
menuju masyarakat adil dan makmur yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Program ini konsisten dilaksanakan pemerintah sejak NKRI berdiri, dengan capaian yang
beragam pada kondisi lingkungan strategis yang berbeda.

Swasembada di Indonesia

Indonesia pernah melakukan swasembada pangan pada era orde baru di masa
kepemimpinan Soeharto di tahun 1984. Presiden Soeharto kala itu dianggap berhasil menyusun
kebijakan yang pada akhirnya berhasil mengantarkan RI ke swasembada pangan. Saat itu
konsumsi nasional yang hanya 25 juta ton atau terdapat surplus hingga 2 juta ton. Food and
Agriculture Organization (FAO) juga mengakui Indonesia mencapai swasembada pangan saat
itu. Apa lagi Indonesia masih bisa menyumbang 100.000 ton pagi untuk korban kelaparan di
sejumlah negara di Eropa. Pencapaian ini tentu bukan perkara mudah, karena swasembada
pangan baru dicapai Soeharto setelah 17 tahun memimpin. Artinya, butuh lebih dari 3 periode
bagi Soeharto untuk bisa mencapai swasembada pangan. Selain lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk swasembada, program ini pun tercatat tidak bertahan lama. Dalam rentang
32 tahun kepemimpinan, hanya sekali saja RI mencapai predikat swasembada pangan.
Memasuki pertengahan tahun 1990-an, RI kembali impor beras dan jumlahnya terus
membengkak. Mengutip data BPS, RI mengimpor hingga 3 juta ton beras di tahun 1995. Di
akhir periode kepemimpinan Soeharto, impor beras RI mencapai puncaknya yakni sebanyak 6
juta ton di tahun 1998.

Keberhasilan berikutnya tercapai pada program yang dicanangkan pada Kabinet Kerja
Presiden Joko Widodo, yang ditandai dengan peningkatan produksi pangan utama (padi,
jagung, kedelai, cabai, dan bawang merah) yang nyata pada tahun 2016 dan keberhasilan
menyetop impor beras pada tahun tersebut yang telah berlangsung sejak lama bahkan setelah
swasembada beras 1984.
Berdasarkan ketetapan FAO tahun 1999, suatu negara dikatakan swasembada jika
produksinya mencapai 90 persen dari kebutuhan nasional. Menteri Pertanian Amran Sulaiman
menegaskan sejak 2016-2018 Indonesia sudah surplus beras dan Impor dilakukan untuk
cadangan. Pada 2016 dan 2017 tidak ada impor, impor 2016 merupakan limpahan impor 2015.
Kemudian 2018 beras surplus 2,85 juta ton berdasarkan data resmi dari BPS. Beras sudah
swasembada, karena sesuai kriteria FAO, selama yang diimpor kurang dari 10 persen, maka
sudah kategori swasembada.

Pertambahan penduduk memerlukan lahan yang semakin luas, tidak hanya untuk
perluasan pemukiman namun juga sebagai sarana perluasan kegiatan perekonomian
masyarakat agar kebutuhan masyarakat terpenuhi untuk menuju kehidupan yang lebih baik.
Hal ini menyebabkan terjadinya alih fungsi (konversi) terhadap lahan pertanian yang dilakukan
oleh pihak lain akibat adanya pelepasan hak pemilikan lahan petani kepada pihak lain yang
kemudian di manfaatkan untuk kegiatan non pertanian. Dengan adanya alih fungsi (konversi)
tersebut akan berdampak pada swasembada pangan masyarakat khususnya para petani karena
adanya penyempitan lahan pertanian.

Dengan banyaknya lahan pertanian yang dialih fungsikan menjadi lahan non petanian ,
merupakan tantangan baru bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam
mewujudkan swasembada pangan karena secara asumsinya semakin banyak lahan pertanian
yang di alih fungsikan menjadi non pertanian secara otomatis jumlah produksi pangan menurun
sehingga target dari pemerintah pusat maupun daerah untuk dapat swsembada pangan sendiri
tidak akan tercapai. Dapat diketahui bahwa hubungan antara konversi lahan dengan
swasembada sangat berpengaruh satu sama lain, karena untuk mencapai swasembada pangan
di butuhkan lahan pertnian yang cukup yang nantinya akan di gunakan sebagai lahan produksi
pangan. Namun dengan demikian yang menjadi persoalannya adalah dimana setiap tahunnya
jumlah lahan pertanian yang tersedia sebagai lahan produksi pangan mengalami pengurangan
lahan hal ini berpengaruh pada penurunan produktifitas pangan yang di hasilkan.

Apakah saat ini Indonesia masih swasembada pangan?

Dari banyaknya pertambahan penduduk yng terjadi setiap tahunnya mengakibatkan


kebutuhan akan pangan semakin meningkat sedangkan lahan pertanian semakin berkurang
karena adanya alih fungsi. Sehingga dari kasus tersebut mengakibatkan Indonesia tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Pemerintah masih banyak mengimpor hasil
pertanian salah satunya beras dari negara lain. Maka Indonesia saat ini tidak melakaukan
swasembada pangan karena total impor yang dilakukan lebih besar dari pemenuhan kebutuhan
hasil pertanian di negara sendiri. Hal ini menjadi tantangan besar bagi negara bagaimana agar
mampu mengurangi kegiatan impor yang besar dengan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk menangani permasalahan tersebut salah satunya dengan
memberikan berbagai subsidi kepada para petani. Indonesia masih sangat susah melakukan
swasembada pangan apabila kebiasaan mengimpor yang dilakukan masih belum bisa diatasi
dengan baik.

Kesimpulan

Hingga saat ini upaya pemerintah dalam mencapai tujuan ketahanan pangan melalui
swasembada beras terus digalakkan, hal ini mengingat ketergantuangan masyarakat Indonesia
yang besar terhadap beras sebagai makanan pokok dan sumber karbohidrat.

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa pencapaian ketahanan pangan merupakan


program yang sangat penting diwujudkan agar Indonesia terhindar dari ancaman kerawanan
pangan yang saat ini sedang mengancam dunia secara global. Upaya mencapai keberhasilan
swasembada pangan sebagai salah satu target mencapai ketahanan pangan yang ditetapkan
penting untuk mendapat dukungan seluruh pihak. Karena Ketahanan pangan merupakan salah
satu faktor penentu dalam stabilitas nasional suatu negara, baik di bidang ekonomi, keamanan,
politik dan sosial. Maka dari itu upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan merupakan
tantangan yang tidak mudah dan harus mendapatkan prioritas.
DAFTAR PUSTAKA

Maleha dan Susanto,”Kajian Konsep Ketahanan Pangan”, Jurnal Protein , www.ejournal.ac.

Mohammad Emil Widya Pradana dan Adjie Pamungkas, Pengendalian Konversi Lahan
Pertanian Pangan Menjadi Non Pertanian Berdasarkan Preferensi Petani di
Kecamatan Wongsorejo, Kabupaten Banyuwangi, Jurnal Teknik Pomits Vol. 2, No.
2, 2013.

Sugianto, Danang.Kisah RI Pernah Swasembada Pangan.https://finance.detik.com/berita-


ekonomi-bisnis/d-5511150/kisah-ri-pernah-swasembada-pangan.

Haryanto, J.T. 2015. Swasembada Pangan dan Reformasi Subsidi BBM. Badan Kebijakan
Fiskal Kementerian Keuangan RI.

Anda mungkin juga menyukai