Anda di halaman 1dari 6

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH

ILMU SOSIAL DASAR : NYIMAS NADYA IZANA, M.Si

“NCAP (National Centre for


Agricultural economics and Policy research)
dalam Diversifikasi dan Intensifikasi Pertanian
Untuk Mengatasi Permasalahan Perdesaan dan Perkotaan”

DISUSUN OLEH:
Nurnadiah Salsabila (195120301111058)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
Upaya peningkatan hasil pertanian disuatu negara tidak lepas dari intervensi
pemerintah. Indonesia merupakan satu diantara negara yang terkenal dengan kekayaan
sumber daya alamnya dalam bidang ketahanan pangan. Hal ini terbukti selama dibawah
pimpinan Presiden Soeharto, pada masa orde baru tepatnya tahun 1984 Indonesia
dinyatakan mampu mencapai swasembada pangan dengan bukti penghargaan yang
diberikan oleh FAO (Food And Agriculture). Dengan dipaparkannya fakta
perbandingan hasil pangan tahun 1969 Indonesia memproduksi beras sekitar 12,2 juta
ton dan pada tahun 1984 bisa mencapai 25,8 juta ton. Dibalik keberhasilan tersebut
tentunya terdapat berbagai tahapan yang menunjang pencapaian swasembada pangan,
diantaranya adalah pemanfaatan sistem kerja dari diversifikasi dan intensifikasi
pertanian. Beberapa faktor yang mendukung Indonesia mencapai swasembada pangan
antara lain, kuantitas maupun kualitas lahan serta sumber daya alam dan sumber daya
manusia yang masih mampu mengimbangi kuantitas pangan dalam negeri.

Sektor pertanian memiliki keterkaitan yang erat dengan eksistensi kemiskinan. Sebesar
1,09 miliar penduduk dunia merasakan kemiskinan, sekitar 74 persen atau 810 juta jiwa
hidup pada wilayah marginal dan menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian
dengan skala kecil. Penelitian terkini menemukan “Di negara-negara berkembang,
sektor pertanian menjadi sektor terpenting dalam ekonomi dan penyerap banyak tenaga
kerja” (Bage, dalam Setboonsarng, 2006). Sedangkan di wilayah Asia Tenggara, sektor
pertanian juga berkontribusi terhadap Product Domestic Bruto (PDB) yaitu sebesar
lebih dari 10 persen dan menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak lebih dari sepertiga
jumlah penduduknya (Fan and Zhuang, 2009). Oleh sebab itu, lebih lanjut menurut
Cervantes dan Dewbre (2010); Ching, Dano, dan Jhamtani (2009); Fan dan Zhuang
(2009), perkembangan sektor pertanian tersebut memiliki esensi penting untuk
mengurangi kemiskinan dan kelaparan sesuai target Millennium Development Goals
(MDGs) pada tahun 2015, yang sekarang telah berganti menjadi Sustainable
Development Goals (SDGs). Asia Tenggara ternyata berada di wilayah perdesaan dan
sangat tergantung pada sektor pertanian, bahkan berdasarkan bukti empiris per sektor
pada 25 negara tahun 2009, peningkatan pendapatan per kapita sektor pertanian mampu
mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 52 persen, peningkatan pendapatan per kapita
dari sektor non-pertanian mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 13 persen, dan 35
persennya dapat dikurangi dari peningkatan remiten (Cervantes and Dewbre, 2010: 21).

Revolusi kuantitas pangan negara Indonesia mulai menurun, ketika terjadi ketimpangan
pada sistematika pertanian dalam menunjang kesejahteraan bangsa serta ketahanan
pangan nasional. Hal ini terbukti dengan adanya kegiatan mengimpor kebutuhan pangan
untuk mencukupi produk pangan dalam negeri. Kenyataannya sekarang, kondisi ideal
pemenuhan pangan terhadap pertambahan jumlah penduduk di Indonesia belum
tercapai. Hal ini dikarenakan adanya indikasi dari beberapa faktor seperti, kurangnya
penegasan dari pihak pemerintah mengenai lahan yang layak untuk diolah pertanian
menjadi lahan yang digunakan untuk membangun gedung dan permukiman warga, rasio
infrastruktur yang tidak seimbang, perkembangan teknologi serta sumber daya manusia
yang kurang memadai dari kasus intensitas hasil pertanian yang tidak stabil
menyebabkan dilema di kalangan petani, apakah lebih baik tetap melakukan kegiatan
impor atau tetap mengupayakan untuk memperbaiki sistematika pertanian di negara
sendiri dengan intensitas persediaan Pangan yang tidak dapat dipastikan? pemaparan
tersebut memberikan wacana berupa fakta. Jika faktor jumlah kependudukan yang padat
membuat negara ini terpaksa melakukan kegiatan impor, untuk memenuhi produk
pangan dalam negeri. Lantas bagaimana dengan negara India yang termasuk intensitas
kepadatan penduduk tertinggi urutan ke dua dunia yang memiliki jumlah penduduk
1.296.160.000 (CIA World Factbook : 2016) dan mampu mencukupi produk pangan
dalam negeri tanpa melakukan kegiatan impor. Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan tersebut, maka penulis bertujuan tujuan studi ini adalah untuk
menganalisis peran sektor pertanian terhadap kemiskinan di perdesaan dan perkotaan di
Indonesia. Dengan mengandalkan sistem kebijakan pemerintah NCAP (National Centre
for Agricultural economics and Policy research) negara tersebut mampu
mengimplementasikan ketahanan pangan nasionalnya dengan baik. Oleh karena itu,
perlu diadakannya pembenahan dalam mengatasi intensitas persediaan pangan dalam
negeri. Kini pemikiran sistem pemerintahan berfokus pada ruang lingkup perkembangan
teknologi pertanian serta produktivitas lahan pertanian di Indonesia dalam mendukung
persediaan bahan pangan itu sendiri. Maka dari itu, Penerapan sistem NCAP dalam
diversifikasi dan intensifikasi pertanian diharapkan dapat membantu keberhasilan
ketahanan pangan di Indonesia. Menurut analisis Khomsan (2008), “Lambannya
pembangunan infrastruktur ikut berperan menentukan sektor pertanian dalam
mendukung ketahanan pangan, mengembangan dinamika pembangunan infrastruktur
yang stabil kini menjadi landasan utama dalam peningkatan hasil pertanian”. Beberapa
komponen dalam rasio infrastruktur seperti, tersedianya sistem dan sarana
pengangkutan yang lancar dan berkesinambungan, pembinaan lembaga tertentu dalam
melakukan kegiatan pertanian dari pihak pemerintah, kebutuhan akan bibit unggul
sertas ketersediaan lahan yang memiliki daya tahan yang signifikan. Hal tersebut
memiliki keterkaitan dalam memberikan peluang akses pangan yang baik sehingga
Indonesia mampu meningkatkan hasil pertanian.

Seperti yang kita ketahui, Diantara Beberapa Masalah dalam Masyarakat Desa
dan Kehidupan Kota
Pengotaan dan Konversi Lahan, Industrialisasi yang diikuti urbanisasi, memacu kota-
kota di Indonesia mengalami pertumbuhan demikian pesat. Pada tahap tertentu,
pertumbuhan kota nyaris tidak terkontrol. Pertumbuhan yang dicirikan dengan
menjamurnya mal , gedung,dll sentra ekonomi dan ledakan permukiman urban pada
gilirannya harus mengorbankan lahan yang semula diperentukkan untuk pertanian.
Fenomena tersebut kemudian mendatangkan setidaknya dua masalah cukup serius.
Pertama, menyempitnya lahan hijau atau lahan pertanian disebabkan alih fungsi
menjadi lahan perkotaan, Ironisnya meluasnya konversi lahan non-perkotaan menjadi
lahan kota ini kurang mendapat perhatian masyarakat. Misalnya (petani) justru merasa
diuntungkan. Bagi mereka, daripada Bertani, ternyata menjual lahan lebih
mendatangkan uang besar karena harga jual tanah yang tinggi.

Kedua, konversi lahan menjadi wilayah bernuansa urban berdampak pula pada ranah
sosio-kultural. Tatanan sosio-kultural masyarakat lama, semisal tradisi, yang sudah
bertahun-tahun berdialektika dengan masyarakat setempat dan tertanam sekian lama.
Kultur kota yang dibawa industrialisasi telah menggesernya. Mengapa terjadi demikian?
Dalam kerangka berpikir seperti apa fenomena itu dapat dijelaskan? Untuk konteks
Indonesia misalnya, benarkah konsekuensi logis industrialisasi? Maka dari itu, SDM
(Sumber Daya Manusia) juga menjadi faktor keberhasilan dalam hal tersebut.

Hal ini terbukti, kualitas SDM di indonesia khususnya di sektor pertanian sangat rendah
berdasarkan sensus pertanian (2003) lebih dari 50% dari jumlah petani merupakan dari
kategori berpendidikan rendah hanya sebatas pendidikan SD (Sekolah Dasar). Maka
dari komponen tersebut perlu ditindaklanjuti oleh pihak kebijakan pemerintah agar
penerapannya dapat di kembangkan serta di implementasikan dengan baik dalam
peningkatan hasil pertanian. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita sebagai warga
negara untuk bertindak nyata dalam intensitas hasil pertanian dalam menciptakan
katahanan pangan nasional tentunya dengan intervensi dari pihak pemerintah.

Penerapan NCAP (National Centre for Agricultural economics and Policy research)
dalam diversifikasi dan intensifikasi pertanian merupakan satu diantara tindakan nyata
yang dapat dilakukan oleh pihak pemerintah. Dalam hal ini NCAP merupakan sistem
kebijakan pertanian yang sudah diterapkan di negara India sejak tahun 1991, NCAP
diterapkan dengan tujuan untuk mendukung segala bentuk penelitian tentang pertanian
dan sebagai penyalur kebutuhan penelitian tersebut dengan memasukkannya dalam
anggaran dan kebijakan negara. Hal ini terbukti pada penerapan yang sudah dilakukan
oleh negara india yang berhasil melakukan kemandirian pangan. Tentunya penerapan
dari sistem NCAP ini diimbangi dengan pelaksanaan diversifikasi dan intensifikasi.
Kedua hal tersebut sangat berperan penting dalam mengoptimalkan hasil pertanian.
Diversifikasi adalah usaha meningkatkan hasil pertanian dengan cara memperbanyak
jenis tanaman pada suatu lahan pertanian. Diversifikasi tanaman dilakukan agar
pertanian tidak hanya menghasilkan satu jenis tanaman. Contoh diversifikasi pertanian
adalah sistem tumpang sari yaitu menanam beberapa jenis tanaman secara bersamaan
pada lahan yang sama. Misalnya, menanam secara bersama-sama ubi kayu, kedelai, dan
jagung. Diversifikasi dapat dilakukan diantara dua musim tanam atau pada satu musim
secara bersamaan sehingga hasil pertanian yang didapatkan lebih banyak dan
meningkatkan hasil pertanian. Sedangkan, Intensifikasi ialah upaya untuk meningkatkan
hasil pertanian tanpa memperluas lahan pertanian yang telah ada, tentunya diiringi
dengan menerapkan teknologi budidaya tanaman agar hasilnya meningkat seperti,
(1) perbaikan cara bercocok tanam, (2) pemakaian benih unggul, (3) penggunaan pupuk
buatan, (4) pemberantasan hama dan penyakit tanaman, dan (5) perbaikan pengaturan
pemberian air.  Program intensifikasi ini telah berhasil meningkatkan produktivitas
tanaman padi menuju swasembada beras.

Mekanisme kerja sistem NCAP ini, akan diawali dengan pembangunan perwakilan
pusat disetiap lokasi pertanian di indonesia, dengan tujuan untuk melaporkan
peningkatan atau penurunan hasil pertanian yang didapat. Sehingga setiap tahunnya
dapat di evaluasikan kembali oleh pihak pemerintah dalam kesejahteraan petani serta
peningkatan hasil pertanian. Tentunya sistem kerja NCAP ini akan berjalan seiiring
perkembangan diversifikasi dan intensifikasi didalamnya. Sebelum diterapkan, SDM
maupun teknologi akan dibagi dengan rata dalam konten SDM akan diberi penyuluhan
oleh pusat pemerintahan yang bertugas kemudian akan diberikan arahan pertanian
menggunakan teknologi yang baik dan benar. Titik fokus kebijakan yang diterapkan
NCAP ini juga akan beralih dalam pembangunan infrastruktur pertanian serta mengatasi
permasalahan fluktuasi harga dan aksesibilitas maupun penyediaan pangan di indonesia.
Kita dapat berhenti mengimpor dan mengalokasikan dananya ke arah yang Positif dan
diatur oleh kebijakan Anggaran pemerintah dengan baik. Dapat penulis simpulkan
diterapkannya sistem kebijakan NCAP (National Centre for Agricultural economics
and Policy research) dalam Diversifikasi dan intensifikasi pertanian ini, pihak
pemerintah dapat berkoordinasi dalam menunjang keberhasilan kemandirian pangan dan
kembali mengukir sejarah masa orde baru swasembada pangan yang diraih indonesia.
Hal ini dapat terlaksana dengan koordinasi sistematika yang teratur. Sehingga proses
penerapan sistem kebijakan dalam diversifikasi dan intensifikasi dilakukan secara
bertahap dan dapat mengatasi permasalahan pangan dalam negeri. Jika semua aspek
tersebut berjalan secara sinergis, maka budidaya peningkatan hasil pertanian untuk
pemenuhan kebutuhan pangan penduduk di dalam negeri akan lebih terasa
menguntungkan dibandingkan harus import untuk pencapaian target ketahanan pangan
ini. Sinergisitas antara Pemerintah, Petani, Pemilik lahan serta mereka yang memiliki
peranan penting dalam hal ketahanan pangan ini sangat diperlukan agar tidak perlu lagi
dilakukan import bahan pangan dari luar negeri dan program swasembada pangan dapat
terealisasi.
References
Dr. Ramdani Wahyu S. (2017) Ilmu Sosial Dasar. CV Pustaka Setia: Bandung
IWAN HERMAWAN.(2012). Analisis Eksistensi Sektor Pertanian terhadap
Pengurangan Kemiskinan di Pedesaan dan Perkotaan. Vol. 28, No. 2: 135-144.

Anda mungkin juga menyukai