TINJAUAN PUSTAKA
A. Karakteristik Pedesaan
Desa adalah istilah pengertian yang beraneka ragam. Pembagian
administratif negara kita atas wilayah provinsi, kabupaten, kecamatan dan
desa sering menimbulkan kekaburan dalam pengertian masyarakat desa.
Pengertian desa dari sudut pandang sosiologi di Jawa berbeda sekali dengan
apa yang disebut dengan nama yang sama di Bali, Ambon atau Sulawesi.
Besarnya, susunan dan hubungan sosialnya berbeda-beda, walaupun
terdapat beberapa ciri yang sama seperti keakraban, tolong-menolong dan
keterkaitan pada tempat pemukiman yang sama (Luthfifatah, 2008).
Karakteristik umum wilayah pedesaan di Indonesia adalah wilayah
yang masih tertinggal laju pembangunannya dibandingkan dengan wilayah
perkotaan, akan tetapi masih merupakan tempat tinggal bagian terbesar
penduduk Indonesia. Fenomena ketertinggalan laju pembangunan di
wilayah pedesaan menyangkut isu kemiskinan, ketimpangan, dan
ketidakadilan sosial (Surya, 2007).
Kemiskinan di pedesaan merupakan masalah pokok nasional yang
penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama
dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial karena dapat
menimbulkan ketimpangan dalam masyarakat dan merupakan tantangan
dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Masyarakat miskin pada
umumnya kurang mempunyai kemampuan dalam berusaha dan memiliki
akses yang terbatas terhadap peluang-peluang yang ada seperti kurangnya
akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani
yang masih lemah. Pembangunan ekonomi nasional berbasis pertanian dan
pedesaan secara langsung maupun tidak langsung dapat berdampak pada
pengurangan penduduk miskin. Selama ini pembangunan pertanian secara
luas lebih terfokus pada produksi namun sekarang mulai beralih pada sistem
dan usaha agribisnis yang berorentasi pada kelompok. Pemerintah
meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
(PNPM-M). Salah satu kegiatan dari PNPM-M di Kementerian Pertanian
adalah kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) yang
telah dilaksanakan sejak tahun 2008 dalam rangka menanggulangi
kemiskinan dan pengangguran di desa-desa yang basis pertaniannya cukup
tinggi, program ini dimaksudkan untuk para petani miskin yang belum
tersentuh oleh modal perbankan sementara mereka memiliki usaha pertanian
yang produktif dan dilakukan secara partisipatif, dengan memberikan
bantuan modal dalam bentuk bantuan langsung masyarakat yang digunakan
untuk membiayai kegiatan on farm dan off farm (Hartati et al., 2011).
Karakteristik kemiskinan yang ada di masing-masing tipologi desa
sebenarnya tidak semata-mata ditentukan oleh tipologi wilayah, karena pada
hampir semua tipologi desa terdapat jumlah penduduk miskin yang relatif
masih besar. Kondisi ini ditentukan oleh indikator ekonomi sebagai faktor
yang paling menentukan tingkat kesejahteraan/ kemiskinan masyarakat
desa, dan akar masalah kemiskinan masyarakat desa muncul karena
hilangnya akses masyarakat terhadap sumberdaya ekonomi, yang terjadi
karena proses marginalisasi, seperti kasus masyarakat suburban, karena
lemahnya kapasitas masyarakat untuk mengoptimalkan potensi yang ada,
seperti kasus desa persawahan dan pesisir dan juga karena aspek struktural
sebagai dampak kebijakan, seperti kasus desa pegunungan
(Iskandar et al., 2010).
Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat
yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan
kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada
kehidupan masyarakat desa di Jawa. Perubahan sosial religius dan
perkembangan era informasi teknologi, terkadang sebagian karakeristik
tersebut sudah tidak berlaku lagi. Pedesaan akan mengalami perubahan-
perubahan sosial (social changes) dalam berbagai aspek kehidupan yang
disebabkan oleh pengaruh faktor eksternal maupun faktor internal. Pengaruh
kebudayaan dari luar yang masuk kedalam masyarakat pedesaan akan
menyebabkan terjadinya difusi kebudayaan yang dapat mengubah sifat-sifat
masyarakat yang tradisional menjadi modern (Soekanto,1987:281-283).
Perkembangan pedesaan di Indonesia terpola dalam tahapan-tahapan
perkembangan yang disebut tipologi desa dimulai dari desa yang masih
sangat tradisional yaitu pradesa, swadaya, swakarya, dan desa swasembada
yang sudah maju (Santoso, 2007).