Anda di halaman 1dari 27

INTER DAN INTRASPESIFIK

MAKALAH SOSIOLOGI PERTANIAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sosiologi pertanian adalah suatu pengetahuan sistematis dari suatu hasil penerapan
metode ilmu dalam mempelajari masyarakat pedesaan, struktur sosial dan organisasi
sosial, dan juga sistem perubahan dasar masyarakat dan proses perubahan sosial yang
terjadi.
Tapi dalam pengertian ini tidak hanya cukup mempelajari saja, tetapi kita harus benar-
benar paham tentang penyebab terjadinya dan dampak atau akibat dari segala tindakan sosial
yang terdapat pada desa tersebut (Nasution, 1983).
Sosiologipertanian cenderung mengarah pada kehidupan keluarga petani yang mencakup
dalam hubungannya dengan kegiatan pertanian dikehidupan bermasyarakat, misalnya
tentang pola-pola pertanian, kesejahteraan masyarakat, kebiasaan atau adat istiadat, grup
sosial, organisasi sosial, pola komunikasi dan tingkat pendidikan masyarakat.
Dalam sosiologi pertanian pula pastinya terjadi relasi struktural-fungsional dan simbolis
antara petani dengan pemerintah dan pasar dalam tatanan lokal yang membentuk sebuah struktur
sosial. Relasi-relasi inilah yang menjdi tonggak bagaimana petani, pemerintah, pasar, dan aspek
lainnya saling menunjang untuk pembangunan bidang pertanian ke arah yang lebih baik.
Selain itu, terbangunnya relasi petani tersebut disebabkan oleh banyak faktor salah-
satunya ialah problem mendasar bagi mayoritas petani Indonesia yaitu ketidakberdayaan dalam
melakukan negosiasi harga hasil produksinya. Posisi tawar petani pada saat ini umumnya lemah,
hal ini merupakan salah satu kendala dalam usaha meningkatkan pendapatan petani. Menurut
Branson dan Douglas (1983), lemahnya posisi tawar petani umumnya disebabkan petani kurang
mendapatkan/memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan yang kurang memadai.
Petani kesulitan menjual hasil panennya karena tidak punya jalur pemasaran sendiri,
akibatnya petani menggunakan sistim tebang jual. Dengan sistim ini sebanyak 40 % dari hasil
penjualan panenan menjadi milik tengkulak. Peningkatan produktivitas pertanian tidak lagi
menjadi jaminan akan memberikan keuntungan layak bagi petani tanpa adanya kesetaraan
pendapatan antara petani yang bergerak di sub sistem on farm dengan pelaku agribisnis di sub
sektor hulu dan hilir. Kesetaraan pendapatan hanya dapat dicapai dengan peningkatan posisi
tawar petani.Hal ini dapat dilakukan jika petani tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi menghimpun
kekuatan dalam suatu lembaga yang betul-betul mampu menyalurkan aspirasi mereka.Oleh
karena itu penyuluhan pertanian harus lebih tertuju pada upaya membangun kelembagaan.
Lembaga ini hanya dapat berperan optimal apabila penumbuhan dan pengembangannya
dikendalikan sepenuhnya oleh petani sehingga petani harus menjadi subjek dalam proses tersebut
(Jamal, 2008).
Peningkatan posisi tawar petani dapat meningkatkan akses masyarakat pedesaan dalam
kegiatan ekonomi yang adil, sehingga bentuk kesenjangan dan kerugian yang dialami oleh para
petani dapat dihindarkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Petani
Petani merupakan seseorang yang terlibat dalam bidang pertanian.Mereka memelihara
tumbuhan dan hewan untuk dijadikan makanan atau bahan mentah.Antaranya, kegiatan
membiakkan binatang (sapi, ayam, kerba, kambing, domba dan lain-lain) dan menanam tanaman
(padi, bunga, buah dan lain-lain). Seorang petani mengusahakan tanah miliknya atau bekerja
sebagai buruh di kebun orang lain. Pemilik tanah yang mengusahakan tanahnya dengan
mempekerjakan buruh jugadikenalsebagaipetani.
Kata petani umumnya merujuk kepada orang yang mengelola kebun atau ladang dan
menjalankan peternakan hewan (di negara maju). Biasanya hasil pertanian digunakan sendiri
atau dijual kepada orang lain atau pihak lain misalnya melalui pemborong sebagai perantara
untuk disalurkan ke pasar.
Petani secara tradisional didefinisikan dalam sosiologi sebagai anggota komunitas
dalam masyarakat agraris pedesaan.
Pekerjaan sebagai petani adalah suatu pekerjaan yang sangat penting bagi sebuah negara, karena
pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang dapat menghasilkan kebutuhan primer (pangan)
manusia di berbagai belahan dunia.Contohnya di Indonesia terdapat petani yang bekerja di
sawah untuk menanam padi, dimana padi tersebut merupakan makanan pokok masyarakat
Indonesia yaitu beras.Tetapi sayangnya, pekerjaan sebagai petani saat ini kurang diminati karena
kurangnya perhatian pemerintah dan gengsi yang tinggi.
Di negara-negara berkembang, kebanyakan petani-petani di negara tersebut melakukan
agrikultur subsistence yang sederhana yaitu sebuah pertanian organik sederhana dengan cara
penanaman bergilir yang sederhana pula atau teknik lainnya untuk memaksimalkan hasil yang
didapat dengan menggunakan benih yang diselamatkan yang "asli" dari ecoregion.

B. Relasi Petani dengan Pemerintah


Mengorganisasikan petani secara formal merupakan pendekatan utama pemerintah untuk
pemberdayaan petani.Hampir pada semua program, petani disyaratkan untuk berkelompok,
dimana kelompok menjadi alat untuk mendistribusikan bantuan (material atau uang tunai), dan
sekaligus sebagai wadah untuk berinteraksi baik antar peserta maupun dengan pelaksana
program (Badan SDM Deptan, 2007; Balitbangtan, 2006).Untuk mewujudkan ini, telah
dihabiskan anggaran dan dukungan tenaga lapang yang cukup besar.
Permasalahannya, kelompok-kelompok tersebut tidak berkembang sesuai harapan.
Kapasitas keorganisasian mereka lemah, sehingga tidak mampu mendukung pencapaian tujuan
program (Bourgeois et al., 2003), bahkan menjadi kendala dalam pelaksanaan program (PSEKP,
2006). Banyak studi membuktikan bahwa tidak mudah membangun organisasi petani (Hellin et
al., 2007: 5; Grootaert, 2001), karena petani cenderung merasa lebih baik tidak berorgansiasi
(Stockbridge et al., 2003). Penyebab kegagalan ini adalah karena kurang dihargainya inisiatif
lokal (Taylor dan Mckenzie, 1992), pendekatan yang seragam (blue print approach) (Uphof,
1986), kurang mengedepankan partisipasi dan dialog (Amien, 2005), lemahnya kemampuan
aparat pemerintah (Bourgeois et al., 2003), dan karena menggunakan paradigma yang kurang
tepat (Chambers, 1987; Nordholt (1987). Namun demikian, sampai sekarang berbagai kebijakan
masih tetap menjadikan organisasi formal sebagai keharusan, misalnya Peraturan Menteri
Pertanian No: 273/kpts/ot.160/4/2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani dan
Keputusan Menko Kesra No: 25/Kep/Menko/Kesra/vii/2007 tentang Pedoman Umum Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri.
Menghadapi hal tersebut, petani yang juga telah berkembang tingkat pendidikannya,
serta mengalami perubahan struktur ekonomi dan politik local, telah membentuk suatu
karakter sosial, ekonomi, dan politik tersendiri.Mereka mengembangkan keorganisasian
bertani yang sesuai dengan kondisi dan pemahaman mereka, misalnya mempertimbangkan
kebutuhan spesifik komoditas yang mereka usahakan.
Dengan demikian, bagaimana petani baik sebagai pembudidaya, pengolah, maupun
pelaku pemasaran mengorganisasikan dirinya; membutuhkan pemahaman secara
sosiologis yang mendalam.Mereka membangun berbagai relasi berpola dengan berbagai
pihak.Relasi tersebut dapat berupa relasi horizontal yaitu dengan sesama petani, dan relasi
vertikal dengan pemasok sarana produksi, permodalan, dan teknologi serta dengan pelaku
pengolahan dan pedagang hasil pertanian.Dalam setiap relasi petani memiliki dua pilihan
yaitu relasi yang bersifat individual atau relasi dalam bentuk aksi kolektif.
Penumbuhan dan pengembangan kelembagaan petani disatu sisi dilakukan secara
partisipatoris dan disisi lain kelembagaan petani dijadikan instrumen negara dalam
mengendalikan, mengorganisir aktifitas petani. Keterlibatan pemerintah dalam menumbuh-
kembangkan kelembagaan petani lebih banyak menguntungkan negara ketimbang pihak petani
yang seharusnya menjadi sasaran utama. Asumsi-asumsi yang didoktrinasi oleh negara terhadap
pola pikir petani adalah bahwa kelembagaan petani menjadi satu-satunya wadah yang mutlak
diperlukan dalam meningkatkan posisi tawar petani dan pada akhirnya meningkatkan kualitas
dan taraf hidup mereka. Akan tetapi patut juga mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam
mewujudkan hal tersebut diatas. Tindakan pemerintah dalam menumbuh-kembangkan
kelembagaan petani justru dipenuhi dengan muatan-muatan politik dan bisnis yang ujung-
ujungnya petani menjadi korban kerakusan para penguasa dan para elit. Pengelompokan petani
pada sebuah wadah atau organisasi formal sesungguhnya bukan semata-mata untuk memperkuat
posisi tawar petani terhadap aksesibilitas sumberdaya dan pasar, melainkan untuk mempermudah
penguasa dalam mengontrol dan mengendalikan aktifitas petani. Selain itu juga menjadi objek
proyek-proyek pemerintah baik pusat maupun daerah berupa distribusi bantuan dana sosial.
Tindakan pemerintah yang ringan tangan juga nampak pada realitas penyelesaian konflik
dan sengketa yang melibatkan petani dengan penguasa dan pengusaha, yang mana petani selalu
menjadi pihak yang diabaikan hak-haknya untuk mendapat perlindungan. Boleh jadi pepatah
Maju Tak Gentar Membela yang Bayar layak disandangkan untuk para penguasa di negeri ini
terutama para penegak hukum. Tindakan koersif yang dilakukan aparat penegak hukum beserta
para kapitalis bisa dikatakan sebagai dominasi terhadap pihak-pihak yang tersubordinasi -
misalnya petani.
Dalam konteks kelembagaan yang dimiliki petani, tidak luput dari sasaran tindakan
hegemonik dan dominasi para elit penguasa dan pengusaha dalam memuluskan dan
mempertahankan kepentingan masing-masing. Persengkongkolan pemerintah dengan pengusaha
sebenarnya sah-sah saja sepanjang untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat luas tanpa
mengabaikan hak-hak dasar dari semua elemen bangsa. Akan tetapi persekongkolan negara dan
pengusaha lebih banyak menguntungkan negara dan kapitalis ketimbang kepentingan para
petani.
Keberadaan kelembagaan petani memang memiliki peranan yang sangat penting dalam
melanjutkan program atau kebijakan pemerintah yang ditelurkan. Misalnya kelompoktani,
gabungan kelompoktani dan KUD adalah sarana yang aman dan terjamin karena sebagai
bangunan kondifikasi negara juga merupakan representasi kahadiran petani. Dengan demikian
kelembagaan petani mempunyai peran ganda yang memang menjadi alat dan sarana memasung
petani dalam aktifitas produksi maupun pemasaran produk yang dihasilkan petani.
Kelembagaan petani berupa kelompoktani, gabungan kelompoktani maupun
kelembagaan lainnya, pada satu sisi menjadi sarana negara dan bisnis untuk menjalankan proyek
atau program kerja dari pemerintah dan pada sisi lain kelembagaan petani justru bukan
manjalankan asasnya yang berdasarkan pada asas yang sesungguhnya(dari, oleh dan untuk
petani), melalinkan berperan sebagai afirmasi tindakan dominasi dan hegemoni yang secara tidak
sadar memperburuk keadaan masyarakat khususnya petani. Inilah kerangka hegemonis dan
dominatif negara dan bisnis yang bermain dibalik ide pembangunan yang mengatup kesadaran
bebas masyarakat petani sekaligus mengadopsi atau mereduksi penyusunan program program
yang bersifat sentralistik dan top down bagi petani melalui tahap bintek dan bimas serta
sosialisasi perencanaan yang sudah menjadi format baku. Melalui jaringan- jaringan kekuasaan
negara yakni pemerintah dari tinngkat atas sampai ke jenjang paling bawah sekaligus dengan
mendirikan kelembagaan formal bagi petani sebagai sebuah wahana pengklaiman hak petani
adalah sebuah panorama hegemoni dan dominasi yang diaktualisasikan.
Kelompok tani sebenarnya menjadi sarana untuk membantu dan melayani anggotanya
yakni petani, ternyata memainkan peran gandanya untuk mengenyangkan atau berpihak pada
pemerintah dan bisnis. Petani tepaksa menerima dan menyetujui peran dan fungsi Kelompoktani
karena posisi tawar petani lemah. Kehadiran kelompoktani tidak serta-merta membawa
perubahan terhadap posisi tawar petani terhadap pemerintah dan pasar, akan tetapi ironi yang
terjadi justru kelompoktani dijadikan sarana pemerintah dan kapitalis untuk memperkuat
hegemoni dan dominasinya terhadap petani tanpa petani menyadarinya.
Menurut Gramsci (1971), bahwa kekuasaan agar dapat abadi dan langgeng membutuhkan
paling tidak dua perangkat kerja. Pertama, adalah perangkat kerja yang mampu melakukan
tindak kekerasan yang bersifat memaksa atau dengan kata lain kekuasaan membutuhkan
perangkat kerja yang bernuansa law enforcemant. Perangkat kerja yang pertama ini biasanya
dilakukan oleh pranata Negara (state) melalui lembaga-lembaga seperti hukum, militer, polisi
dan bahkan penjara. Kedua, adalah perangkat kerja yang mampu membujuk masyarakat beserta
pranata-pranata untuk taat pada mereka yang berkuasa melalui kehidupan beragama, pendidikan,
kesenian dan bahkan juga keluarga (Heryanto, 1997). Perangkat kerja ini biasanya dilakukan
oleh pranata masyarakat sipil (civil society) melailui lembaga-lembaga masyarakat seperti LSM,
organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban-paguyuban dan kelompok-kelompok kepentingan
(interest groups) termasuk kelompoktani dan kelembagaan petani yang lain.
Jika direfleksikan antara implementasi penumbuhan dan pengembangan kelembagaan
petani dengan teori yang dikemukakan Gramsci tentang Hegemoni Kekasaan, maka
kelompoktani termasuk dalam perangkat kerja yang sengaja dibentuk oleh penguasa untuk
mengabadikan kekuasaannya melalui tindakan hegemoni. Hegemoni adalah sebuah rantai
kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus (consenso) dari pada melalui
penindasan terhadap kelas sosial lain. Ada berbagai cara yang dipakai, misalnya melalui yang
ada di masyarakat yang menentukan secara langsung atau tidak langsung struktur-struktur
kognitif dari masyarakat itu. Itulah sebabnya hegemoni pada hakekatnya adalah upaya untuk
menggiring orang agar menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang
ditentukan (Gramsci, 1976). Dalam konteks tersebut, Gramsci lebih menekankan pada aspek
kultural (ideologis). Melalui produk-produknya, hegemoni menjadi satu-satunya penentu dari
sesuatu yang dipandang benar baik secara moral maupun intelektual. Hegemoni kultural tidak
hanya terjadi dalam relasi antar negara tetapi dapat juga terjadi dalam hubungan antar berbagai
kelas sosial yang ada dalam suatu negara.
Kelembagaan petani dibentuk lebih merupakan strategi negara dalam mempertahankan
kekuasaannya dengan mencoba mengakumulasi persetujuan (consensus) dari pihak yang
tersubordinasi tanpa mereka menyadarinya. Kelembagaan petani - termasuk kelompoktani dan
gabungan kelompok tani merupakan perangkat yang sengaja disusun oleh penguasa untuk
mengendalikan, menjinakan serta melakukan aliansi dengan kekuatan moral dan intelektual yang
ada sehingga kekuatan itu kemudian berfungsi sebagai aparat hegemoni politik dan budaya .
Selanjutnya kelas penguasa bersama aliansi aparat hegemonik tersebut membentuk suatu tatanan
sosial, politik, idiologi dengan menyeragamkan dan mengkontruksi definisi sosial. Hal ini
dilakukan melalui penyebaran dan internalisasi nilai-nilai, gagasan-gagasan, asumsi-asumsi
kepada seluruh formasi sosial budaya yang ada. Penyebaran dan internalisasi nilai-nilai, gagasan-
gagasan dan asumsi-asumsi bertujuan agar tatanan dan formasi sosial politik yang dibentuk dapat
diterima, dianggap sah (legitimate) secara konsensus, sukarela dan tanpa sadar (consent)
melewati batas-batas kelas, gender dan faktor sosial lainnya. Hal inilah yang kemudian oleh
Gramsci disebut sebagai Hegemoni.
Mekanisme Hegemoni Negara dan Dominasi Kapitalis dalam Penumbuhan dan
Pengembangan Kelembagaan Petani dilakukan melalui:
1. Internalisasi nilai-nilai, Gagasan-gagasan, dan asumsi-asumsi tentang pentingnya lembaga
formal bagi petani dalam meningkatkan posisi tawar petani, kesejahteraan dan taraf hidupnya.
Penyebaran dan internalisasi nilai-nilai, gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi bertujuan agar
tatanan dan formasi sosial politik yang dibentuk dapat diterima, dianggap sah (legitimate) secara
konsensus, sukarela dan tanpa sadar (consent) melewati batas-batas kelas, gender dan faktor
sosial lainnya. Sehingga nilai-nilai, definisi situasi, gagasan-gagasan, dan asumsi-asumsi tentang
pentingnya lembaga formal bagi petani yang disebarkan oleh pemerintah tersebut dianggap alami
(natural) dan masuk akal (common sense)
2. Legitimasi melalui aturan-aturan normatif yang menggiring petani untuk membentuk
kelembagaan sebagaimana yang dikehendaki pemerintah. Untuk melegitimasi apa yang
dilakukan negara, maka disusun berbagai peraturan yang sifatnya memayungi dan membenarkan
tindakan aparatus negara. Aturan yang sifatnya mengikat, membuat petani tidak memiliki pilihan
selain mengikuti apa yang dikehendaki penguasa.
3. Tindakan koersif melalui aparatus negara dan instrumen lainnya. Misalnya elit desa, tokoh
informal, penyuluh pertanian lapang, dll.

C. Relasi Petani dengan Pasar


Pasar merupakan kekuatan yang cukup kuat mempengaruhi bagaimana petani menjalankan
hidupnya.Jika pemerintah menginginkan petani untuk berorganisasi secara formal dari bawah
sampai atas, pasar menuntut hal yang berbeda. Sesuai dengan kultur pasar yang penuh kalkulasi
ekonomi, petani dituntut berperilaku secara efisien dan menguntungkan.
Lingkungan yang sesuai merupakan prasyarat keberhasilan program pengembangan pasar
di tingkat petani.Sayangnya, yang paling sering terjadi adalah hambatan akibat pola budaya yang
sudah terbentuk di kalangan masyarakat perdesaan yang sebenarnya juga merupakan hasil yang
tidak diharapkan dari implementasi program-program pemerintah sebelumnya.
Hambatan juga bisa terjadi karena implementasi kebijakan yang tidak tepat.Dalam
mengimplementasikan sebuah program untuk membantu petani agar bisa memiliki akses ke
pasar, seringkali kita mengabaikan faktor-faktor penentu yang sebenarnya sangat penting.
Faktor-faktor tersebut antara lain keberadaan dan peran sektor swasta yang selama ini dianggap
sebagai pesaing bahkan pemangsa petani kecil. Karena tidak dilibatkan di dalam program
tersebut, maka mereka menciptakan jaringan pemasaran sendiri yang seringkali tidak bisa
dimanfaatkan oleh petani pada umumnya terlebih-lebih secara individual, bahkan terkesan
eksploitatif.
Langkah awal yang perlu dipersiapkan terutama adalah menetapkan tipe hubungan antara
petani dan pasar berikut dukungan eksternal yang diperlukan.Kemitraan dengan swasta perlu
dimanfaatkan karena swasta juga perlu meminimalkan biaya transaksi.Kemampuan bisnis
fasilitator (lembaga pemerintah atau LSM) perlu dipersiapkan dengan baik agar tidak terjadi
kesalahan dalam mengarahkan petani.Beberapa strategi yang perlu dipersiapkan untuk
membantu petani agar bisa mengakses pasar antara lain pembentukan kelompok tani, kiat
menghadapi pungutan dan subsidi, kesaling-percayaan, negosiasi untuk kontrak dan
pembiayaan.Selanjutnya, perlu dipersiapkan exit strategy dan pengembangan SDM agar petani
bisa melakukan pemasarannya secara mandiri dan replikasi.
D. Relasi Petani dengan Komunitas
Petani adalah mahluk manusia dan manusia adalah mahluk sosial yang dalam
kehidupannya tidak dapat lepas dari manusia lain. Petani juga memiliki keluarga, Dahulu
sebagian besar petani, anggota keluarganya juga ikut bertani meski bukan pekerjaan
utamanya.Antara petani dan keluarganya tersebut memiliki suatu pola hubungan yang saling
mendukung.Hubungan yang saling mendukung tersebut yang membuat keluarga petani hidup
dengan tentram.Pola hubungan yang saling mendukung seperti ini dari tahun ke tahun sudah
mulai berkurang kadarnya.Dapat dilihat saat ini petani mudah drop/menyerah/strees menghadapi
kesulitan hidup.Keluarga yang seharusnya mendukung lebih fokus kepada pekerjaan mereka
mulai ada sikap antipati. Hal tersebut terjadi biasanya karena 2 faktor yaitu tidak terjadi atau
tidak adanya kontak sosial dan interaksi sosial.
Di desa desa para petani menjunjung tinggi rasa persaudaraan. Itu terbukti dengan
semangat gotong royong yang kuat, pembuatan rumah yang tidak perlu menyewa tukang
bangunan, penanaman padi yang dilakukan secara beramai ramai, panen yang juga dilakukan
secara beramai ramai, bila ada hajatan terdengar suara sound yang keras mereka langsung
berbondong bondong mengungkapkan rasa simpati mereka. Hubungan antara petani satu dan
yang lain sangat harmonis. Masalah memang ada dalam masyarakat pertanian, sebagai contoh
saat petani kesulitan air dimusim kemarau mereka berebut mendapatkan jatah air, pertikaian
antar kampung lantaran rasa solidaritas tinggi tanpa dibarengi logika, dll.
Interaksi lain yang membuat pola hubungan social adalah antara petani dengan pedagang.
Petani memperoleh benih, bibit, pembasmi hama, dan alat pertanian dari pedagang. Pedagang
memperoleh untung dari transaksi dengan petani. Antara petani dengan pedagang memiliki pola
hubungan yang saling bergantung karena petani tidak memiliki waktu dan transportasi yang
memadahi untuk membeli ke kota, pedagangpun tidak dapat menjual barangnya bila petani
membeli sendiri kebutuhannya.
Petani juga biasa menjual hasil panennya kepada pedagang atau biasa disebut
tengkulak.Hubungan antara petani dan tengkulak sudah wajar dan normal dilakukan di desa
desa. Petani tidak ingin repot repot menjemur dan menggiling padi. Mereka lebih suka
langsung menujualnya dan uangnya mereka belikan beras di pasar.
Pola hubungan tersebut menciptakan suatu pekerjaan baru yaitu buruh jemur yang
banyak terdapat di penggilingan padi. Hubungan antara tengkulak denga petani sebenarnya tidak
terlalu kejam seperti yang ada di media massa. Petani membutuhkan tengkulak demikian pula
tengkulak membutuhkan petani.
Petani memiliki hubungan yang sangat luas dengan masyarakat sekitarnya. Hubungan
tersebut terjadi karena petani sebagai pekerja, sebagai manajer, dan juga sebagai warga
masyarakat.Petani berhubungan dengan sesama petani, dengan pedagang, dengan masyarakat
sekitar, dengan kelompok tani, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
Pemberdayaan petani dengan pendekatan pengorganisasian secara formal merupakan hal
yang umum tidak hanya di Indonesia, namun kurang berhasil. Negara menginginkan petani
diorganisasikan secara formal, sementara pasar cenderung menekan petani (secara individu dan
kelompok) untuk berperilaku efisien dan menguntungkan. Sesuai dengan tekanan kultur pasar,
petani tidak harus berperilaku secara kolektif dalam kelompok-kelompok formal.
Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi perkembangan pertanian, oleh karena itu
diharapkan pihak-pihak yang berperan secara struktural-fungsional dapat meningkatkan kinerja
dan potensi pertanian tanpa adanya kerugian yang dirasakan petani.
Perlu ditekankan bahwa relasi-relasi berbasis pemerintah, pasar, dan juga komunitas pada
hakekatnya adalah sebuah organisasi dalam arti luas. Di dalamnya juga dijumpai pelaku-pelaku
yang dapat dibatasi secara sosial, relasi-relasi dan struktur relasi yang terpola, norma yang
dipegang dan dijaga bersama (meskipun tidak tertulis), serta transaski yang murah dan efektif.
Namun, bentuk pengorganisasian berbasis pasar tidak selalu lebih baik. Bagaimana bentuk
pengorganisasian yang sesuai bergantung pada kompleks norma, aturan, serta kultural
kognitifnya yaitu bagaimana petani memahami kondisi yang dihadapinya.

USAHA PERTANIAN (MAKALAH SOSIOLOGI PERTANIAN)

USAHA PERTANIAN
(Makalah Sosiologi Pertanian)
JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2013

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang


dilakukanmanusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau
sumberenergi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan
sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang
sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam serta pembesaran hewan ternak,
meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan
bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe,
atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.

Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seorang petani


mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.

Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani


tertentu.Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon)
dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar
(hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya
semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga. Perikanan memiliki
subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air).Suatu
usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan
alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian
lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi
bagian dalam usaha pertanian.
1.2 Tujuan

1. Mempelajari mengenai usaha pertanian dan aspek-aspeknya

2. Mengenal perkembangan pertanian di Indonesia


II. PEMBAHASAN

Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga


memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha,
pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk,
pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani
memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai
keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming).
Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang
demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu
menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.

2.1 Ekonomi Pertanian

Pembangunan ekonomi pedesaan terutama di daerah yang terpencil (tertinggal) tidak terlepas dari
pembangunan sektor pertanian. Kondisi ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat pedesaan
(sekitar 80%) mencari nafkah dari sektor pertanian yakni: perkebunan, perikanan, peternakan,
kehutanan, tanaman pangan dan hortikultura. Apabila ingin memacu pertumbuhan ekonomi di
pedesaan salah satu prioritasnya adalah pengembangan sektor pertanian yang berbasis agribisnis.Untuk
jenis agribisnis skala besar seperti perkebunan boleh dikatakan tidak banyak kendala, karena sektor
perkebunan yang dikembangkan selama ini berorientasi ekspor yang dikelola oleh perusahan
besar.Namun yang jadi masalah adalah pengembangan ekonomi pedesaan dari usahatani skala kecil
yang dikelola secara swadaya oleh masyarakat.
Dalam pengembangan sektor pertanian skala kecil tersebut masih ditemui beberapa kendala, terutama
dalam pengembangan sistem pertanian yang berbasiskan agribisnis dan agroindustri. Kendala yang
dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya petani skala kecil, antara lain: pertama, lemahnya
struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan. Secara umum pemilikan modal bagi
masyarakat pedesan masih relatif kecil, karena modal ini biasanya bersumber dari penyisihan
pendapatan usaha sebelumnya. Untuk memodali usaha selanjutnya masyarakat desa (petani) terpaksa
memilih alternatif lain, yaitu meminjam uang pada orang lain yang lebih mampu (pedagang) atau
segala kebutuhan usaha tani diambil dulu dari toko dengan perjanjian pembayarannya setelah panen.
Kondisi seperti inilah yang menyebabkan petani sering terjerat pada sistem pinjaman yang secara
ekonomi merugikan pihak petani.

Kedua, ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. Kesuburan tanah si pedesaan sebagai faktor
produksi utama dalam pertanian makin bermasalah.Permasalahannya bukan saja menyangkut makin
terbatasnya lahan yang dapat dimanfaatkan petani, tetapi juga berkaitan dengan perubahan perilaku
petani dalam berusaha tani. Dari sisi lain mengakibatkan terjadinya pembagian penggunaan tanah
untuk berbagai subsektor pertanian yang dikembangkan oleh petani.

Ketiga, pengadaan dan penyaluran sarana produksi. Sarana produksi sangat diperlukan dalam proses
produksi untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Pengadaan sarana produksi di pedesaan itu bukan
hanya menyangkut ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, tetapi yang lebih penting adalah jenis
dan kualitasnya.

Keempat, terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi. Usaha pertanian di pedesaan


merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses tersebut akan
terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi
yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang
bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki pengetahuan dan
keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani, sehingga mampu memberikan
pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha yang dilakukan.

Kelima, lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani.Organisasi merupakan wadah yang sangat
penting dalam masyarakat, terutama kaitannya dengan penyampaian informasi (top down) dan
panyaluran inspirasi (bottom up) para anggotanya. Dalam pertanian organisasi yang tidak kalah
pentingnya adalah kelompok tani. Selama ini kelompok tani sudah terbukti menjadi wadah penggerak
pengembangan pertanian di pedesaan. Hal ini dapat dilihat dari manfaat kelompok tani dalam hal
memudahkan koordinasi, penyuluhan dan pemberian paket teknologi.

Keenam, kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis.Petani
merupakan sumberdaya manusia yang memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan
suatu kegiatan usaha tani, karena petani merupakan pekerja dan sekaligus manajer dalam usaha tani
itu sendiri.Ada dua hal yang dapat dilihat berkaitan dengan sumberdaya manusia ini, yaitu jumlah yang
tersedia dan kualitas sumberdaya manusia itu sendiri.Kedua hal ini sering dijadikan sebagai indikator
dalam menilai permasalahan yang ada pada kegiatan pertanian.

Keadaan Petani yang Menghambat Pembangunan Pertanian


Kesejahteraan petani yang relatif rendah dan menurun saat ini akan sangat
menentukan prospek ketahanan pangan. Kesejahteraan tersebut ditentukan oleh
berbagai faktor dan keterbatasan, diantaranya yang utama menurut (Bayu
Krisnamurthi 2008:1) adalah (a) Sebagian petani miskin karena memang tidak
memiliki faktor produktif apapun kecuali tenaga kerjanya (they are poor becouse
they are poor); (b) Luas lahan petani sempit dan mendapat tekanan untuk terus
terkonversi; (c) Terbatasnya akses terhadap dukungan layanan pembiayaan; (d)
Tidak adanya atau terbatasnya akses terhadap informasi dan teknologi yang lebih
baik; (e) Infrastruktur produksi (air, listrik, jalan, telekomunikasi) yang tidak
memadai (f) Struktur pasar yang tidak adil dan eksploitatif akibat posisi rebut-tawar
(bargaining position) yang sangat lemah; dan (g) Ketidak-mampuan, kelemahan,
atau ketidak-tahuan petani sendiri.

2.2 Teknologi Pertanian

Tenologi yang tepat guna adalah teknologi yang bermakna bagi masyarakat
penggunanya.Jadi Iptek yang bermakna adalah yang secara ekonomis
menguntungkan dan dapat meningkatkan kesejahteraann, secara teknis dapat
dikerjakan dan dimanfaatkan, dan secara sosial-psikologus dapat diterima serta
sejalan dengan kebijakan pemerintah.Mungkin saja Iptek baru itu tidak/belum
dirasakan dibutuhkan masyarakat dan mungkin pula Iptek tersebut benar-benar
telah dibutuhkan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.Hal ini tergantung
pada keadaan masyarakat sasaran (Asngari 2008:11).
Usahatani sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim, curah hujan, dan ketersediaan air
irigasi dan sifat-sifat tanah.Oleh karena itu, teknologi usahatani yang sesuai untuk
suatu lokasi belum tentu sesuai untuk lokasi lainnya.Dalam kaitan itu, untuk
menetapkan anjuran teknologi untuk suatu lokasi, harus didasarkan leh hasil
percobaan/penelitian verifikasi di lokasi yang bersangkutan (Tjitropranoto 2005:96).
Teknologi pertanian yang ada saat ini tidak selalu sesuai dengan yang dibutuhkan
petani, tetapi didominasi oleh upaya program/proyek untuk pencapaian target
produksi yang telah ditetapkan. Pada dasarnya, petani akan mencari teknologi,
informasi atau materi penyuluhan kalau dirasakannya berguna untuk kegiatan
usaha pertaniannya. Teknologi, informasi ataupun materi penyuluhan pertanian
yang dibutuhkan petani adalah yang benar-benar diyakini petani akan
menguntungkannya, terjangkau oleh kemampuannya, dan memiliki pasar yang
dekat dengan usaha pertaniannya. Materi penyuluhan yang dibutuhkan petani
harus didasarkan pada keempatan, kemauan, dan kemampuan petani untuk
menrapkan/memanfaatkannya, bukan karena perhitungan yangsecara ilmiah akan
menguntungkan.
Pemanfaatan Iptek tergantung pada klien dan juga tergantung pada para penyuluh.
Tentu akan lebih cepat prosesnya bilamana kedua belah pihak tersebut saling aktif
dan dinamis mencari sampai menemukan teknologi tepat guna pertanian (TTP).
Meningkatnya harga sarana produksi terutama benih, pupuk, pestisida, pakan
ternak dan ikan, menyebabkan adanya kecenderungan teknologi yang dikehendaki
petani adalah teknologi yang tidak memerlukan modal besar, lebih kearah teknologi
sederhana, walaupun produktivitasnya tidak begitu besar tetapi terjangkau oleh
petani, baik dengan modal uang tunai maupun kredit. Teknologi pertanian yang
memerlukan sarana produksi yang mahal akan diterapkan oleh pertani selama ada
bantuan untuk menerapkannya, misalnya pemberian saranann produksi oleh
proyek, tetapi begitu proyek meninggalkan petani, maka mereka akan kembali ke
teknologi semula.

Kajian Iptek yang disponsori oleh pemerintah di masa lalu yang cenderung
sentralistis, cenderung bias padi dan kurang kondusif dengan perkembangan
inovasi yang spesifik lokal. Hal seperti ini kurang efektif menjawab tantangan
kebutuhan inovasi bagi upaya peningkatan pendapatan petani.
Meskipun kebijakan pengembangan Balai Pengembangan Teknologi Pertanian
(BPTP/LPTP) dinilai lebih kondusif bagi pengembangan inovasi yang berbasis pada
Iptek unggul spesifik lokal beragam komoditi yang sesuai dengan kebutuhan petani,
namun nampaknya lembaga ini kurang didukung olehtanga ahli baik dalam jumlah
maupun kualitas, maupun pendanaan yang memadai untuk menjangkau wilayah
kerjany. Dalam hal ini tentu saja masih diperlukan energi untuk mengatasi
kelemahan tersebut, baik berupa komitmen pemerintah terhadap pengembangan
SDM maupun terhadap pengembangan Iptek dan kelembagaan petani.

Teknologi juga dimanfaatkan dalam penternakan akuakultur dalam sangkar. Udang


diternak secara besar-besaran di dalam sangkar dengan mewujudkan suasana
seperti habitat asal, terutamanya kandungan pH air yang disesuaikan dengan
penggunaan teknologi penternakan akuakultur ini. Penbenihan udang juga
menggunakan kaedah teknologi membolehkan udang ini dibiakkan dalam jumlah
yang banyak untuk membekalkan keperluan pasaran udang. Selain itu, ikan-ikan
laut dalam seperti siakap juga dipelihara di kolam dengan menggunakan teknologi
moden bagi tujuan pembenihan pembiakan dan pengekalan kesesuaian air untuk
pembesaran ikan ini.

Bagi tanaman pertanian, kacukan baka padi membolehkan padi ditanam tiga musim
setahun dengan menghasilkan tuaian yang lebih banyak dan berkualiti. Padi
kacukan ini tahan daripada serangan penyakit, mempunyai butiran padi yang lebih
panjang, dan besar serta matang dalam masa yang lebih singkat. Ini dapat
menjamin bekalan beras yang berterusan untuk pasaran tempatan.Selain baka padi
kacukan, terdapat juga tanaman buah-buahan untuk pasaran tempatan yang
dikacukkan.Tanaman buah-buahan kacukan ini imun pada penyakit dan
mengeluarkan hasil yang lebih banyak dalam masa yang lebih singkat.

Penggunaan baja organik dan aplikasi bioteknologi juga menyumbang


pembangunan pertanian dan meningkatkan pengeluaran bekalan makanan. Baja
organik yang digunakan untuk tanaman sayur-sayur bebas daripada pencemaran
baja kimia dan bahan kimia yang lain. Sayur-sayuran yang menggunakan baja
organik mempunyai kadar tumbesaran yang cepat dan subur. Selain itu,
penggunaan bioteknologi dalam penghasilan makanan ternakan kambing dan
lembu menggunakan hampas kelapa sawit telah berjaya menghasilkan lembu yang
cepat membesar dan kurang mengandungi lemak dalam daging berbanding dengan
penggunaan dedak sebagai makanan.

Berikut adalah temuan mesin-mesin pertanian yang membawa dampak bagi


kehidupan sosial masyaratan pertanian:

a) Traktor Roda Dua atau Traktor Tangan (Power Tiller)

Traktor roda dua atau traktor tangan (power tiller/hand tractor) adalah mesin
pertanian yang dapat dipergunakan untuk mengolah tanah dan pekerjaan pertanian
lainnya dengan alat pengolah tanahnya digandengkan/dipasangkan di belakang
mesin.Mesin ini mempunyai efisiensi tinggi, karena pembalikan dan pemotongan
tanah dapat dikerjakan dalam waktu yang bersamaan.Traktor roda dua merupakan
mesin serba guna karena dapat juga sebagai penggerak untuk alat-alat lain seperti
pompa air, alat prosesing, gandengan (trailer) dan lain-lain. (Hardjosentono, 79-
86:2002).

b) Pompa Pengairan (water pumps)

Kebanyakan petani tidak dapat mempergunakan air dari sumber air. Dan meskipun
sumber air ada, mungkin akan lebih ekonomis bila seseorang memasang unit
pompa untuk menyedotnya, asalkan sumber air itu cukup banyak mengandung
persediaan air. Unit pompa yang dipasang harus disesuaikan dengan keadaan
sumber air. Persediaan air yang ideal adalah sumur artesis atau dari sungai yang
letaknya cukup tinggi, sehingga air dapat dipergunakan tanpa memakai pompa.
Tetapi sumber air seperti itu sangat jarang, sedangkan sumber air lainnya seperti
mata air, danau, sungai, dan sumur yang bermacam-macam dari mana air dapat
dipompa lebih umum didapat.

c) Mesin Penyemprot

Alat penyemprot tangan/penyemprot gendong (hand sprayer) yang digunakan di


kalangan pertanian adalah penyemprot tipe gendong.Dua jenis mesin penyemprot
yang paling populer di Indonesia adalah penyemprot otomatis dan semi otomatis.
Pengabut bermotor tipe gendong (power mist blower and duster) berdasarkan
prinsip kerjanya dibagi menjadi dua, yakni: pengabut bermotor dengan
perlengkapan pompa (mist pump)/agitasi mekanis dan pengabut bermotor dengan
sistem tekanan udara (air pressure)/agitasi udara. Pengabut bermotor dengan
sistem tekanan udara mempunyai konstruksi yang jauh lebih praktis, bobot yang
sangat ringan, dan pelayanan untuk pergantian sebagian kecil perlengkapan untuk
fungsi pengabutan yang sangat sederhana dan memerlukan waktu yang singkat
(Hardjosentono, 104-113:2002).

d) Mesin Prosesing Hasil


Mesin perontok gabah (paddy thresher)

Jenis padi yang ditanam di Indonesia ada dua macam, yaitu padi bulu dan padi cere
(tak berbulu).Padi bulu umumnya tidak mudah rontok, dituai secara gedengan
(buliran), dan dirontok ketika hendak digiling menjadi beras.Padi cere mudah rontok
dan biasanya dipotong dengan tangkai pendek atau pada pangkal batang;
kemudian dirontok.Cara merontok yang paling sederhana adalah
dengan diiles (diinjak-injak dengan kaki).Alat-alat perontok yang sederhana berupa
kayu atau bambu pemukul, tongkat perontok, sisir perontok, rak perontok pondok
pengerik, dan lain-lain, bergantung pada kebiasaan di daerah masing-masing.

Mesin perontok yang digerakkan dengan motor biasanya dilengkapi dengan alat
(blower) pengembus kotoran-kotoran yang tidak diinginkan. Berdasarkan jumlah
drumnya, ada mesin perontok dengan drum tunggal dan drum ganda. Butir-butir
gabah yang masih menempel pada malai akan dihantam gigi-gigi perontok hingga
rontok dari bulirnya. Gabah hendaknya sudah betul-betul tua dengan kadar air 20-
22% (maksimum). Gabah akan hancur/pecah jika kadar airnya lebih besar. Cara
pengoperasian alat ini berbeda-beda.Ada yang dipegangi pangkal malai/batang padi
dan ada pula yang dilemparkan langsung ke dalam ruangan perontok.

Pada sistem yang terakhir ini, malai padi dipotong sependek mungkin agar
perontokan sempurna. Pada alat perontok tersebut terdapat saringan gabah yang
terletak di bawah drum perontok yang berfungsi sebagai saringan kotoran. Gabah
turun ke bawah dan melewati saringan itu. Kotorannya, yang tidak dapat melewati
saringan, akan dihembuskan ke luar oleh kipas pengembus. Dengan sebuah screw
conveyor (pendorong berbentuk uliran/sekrup), gabah yang turun ke bawah ini
didorong ke samping, ke luar dari badan perontok, dan ditampung dalam karung.
Cara pembersihan gabah oleh alat pengembus dapat berlangsung dengan
pemisahan tunggal, pemisahan ganda, maupun pemisahan 3 tingkat.

Mesin pengupas gabah (huller)

Penggilingan gabah menjadi beras sosoh, dimulai dengan pengupasan kulit gabah.
Syarat utama proses pengupasan gabah adalah kadar keringnya gabah yang akan
digiling. Gabah kering giling berarti gabah yang sudah kering dan siap untuk
digiling.Ada beberapa model dan tipe mesin pengupas gabah.Besarnya kapasitas
penggunaannya sangat bervariasi; ada yang kecil, sedang, dan besar.Mesin ini
sering disebut huller atau husker.Beras yang dihasilkan dari alat ini dinamakan
beras pecah kulit.Beras ini berwarna kelabu putih, karena masih dilapisi lapisan
dedak halus. Untuk menyosohnya menjadi beras sosoh, dibutuhkan alat lain yang
akan memproses lebih lanjut.

Mesin Penyosoh Beras

Beras pecah kulit yang dihasilkan alat pengupas kulit, berwarna gelap kotor dan
tidak bercahaya, karena bagian luarnya masih dilapisi lapisan kulit ari.Kulit ari atau
lapisan bekatul (dedak halus) dapat dilepaskan dari beras pecah kulit ini, sehingga
berasnya nampak lebih putih, lebih bersih, dan bercahaya. Proses perubahan beras
pecah kulit dengan cara menghasilkan bekatul menjadi beras sosoh disebut proses
penyosohan (atau proses pemutihan beras). Hasil akhir proses ini adalah beras
sosoh dengan hasil samping (ikutan) berupa bekatul atau dedak halus.

Dewasa ini, berbagai macam model dan tipe mesin penyosoh beras yang sudah
banyak digunakan di Indonesia, baik yang diimpor maupun yang telah dibuat di
dalam negeri.Alat ini dapat berdiri sendiri dan terpisah dari alat pengupas gabah,
atau dapat pula merupakan suatu kesatuan (unit) mesin pengupas gabah dan
penyosoh beras yang digabungkan sekaligus.Masing-masing model mempunyai diri
dan spesifikasi tertentu, yang harus diperhitungkan oleh pemilik dan
operatornya.Keterampilan operator ikut menentukan tingginya efisiensi kerja mesin
yang digunakan.

e) Pupuk

Petani memerlukan pupuk untuk merawat tanamannya.Sebelum ditemukannya


pupuk anorganik, para petani menggunakan pupuk alami (pupuk kandang dan
pupuk hijau).Tetapi setelah ditemukannya pupuk anorganik yang dipercaya bisa
memaksimalkan hasil produksi tanamannya, sebagian besar petani pindah
menggunakan pupuk kimia.Pupuk jenis ini selain bisa memaksimalkan hasil
produksi juga bisa membuat kerusakan lingkungan.Berikut adalah bagan jenis-jenis
pupuk baik organik maupun anorganik (Redaksi Agromedia, 2007).

2.3 Perkembangan Pertanian

Pembanguna Pertanian (A.T.Mosher) Ada 5 syarat pokok yang harus tersedia:


(1) Tersedia pasar untuk hasil usaha tani; implikasinya harus ada permin taan (pasar
dlm negeri maupun ekspor), lembaga atau perusahaan pemasaran yang bekerja
harus efisien.
(2) Adanya teknologi yg selalu berubah; perlu teknologi shg produktivitas dapat
meningkat dan menghemat input menggeser Kurva Produksi Total. Teknologi baru
hasil penelitian, harus dicoba dilokasi petani (demplot dll).
(3)Tersedia bahan-bahan & alat-alat produksi secara lokal; artinya harus dekat dg
petani sehingga saat petani membutuhkan input tersebut ada dekat usahatani.
Lima sifat input yang harus ada (a) dpt digunakan secara tekhnis & efektif, (b) mutu
dpt dipercaya, (c) harga murah, (d) tersedia setiap petani membutuhkan dn (e)
penjualan harus dalam ukuran yang sesuai keinginan petani
(4) Ada Perangsang produksi (insentif); artinya untuk meningkatkan produksi harus
bersifat ekonomi : harga yang menguntungkan, pembagian hasil yang wajar &
tersedia barang/jasa yang ingin dibeli petani dan kel (RTP)
(5) Adanya pengangkutan (transportasi); artinya sarana dan prasarana pengankut
hrs baik, shg biaya pengankutan dpt murah dn hasil ushtani dpt dijual kepsr.
Ke lima syarat pokok ini, menurut AT Mosher harus tersedia, sehingga
Pembangunan Pertanian dapat terjadi.

Perkembangan pertanian berhubungan erat dengan perkembangan dari setiap


kondisi masyarakatnya.

Contoh:

1. Primitif masih dengan sistem berburu dengan mengumpulkan hasil hutan.

2. Masyarakat yang sudah lebih maju misalnya didapatkannya api berpengaruh


terhadap perkembangan pertanian.

3. Setelah mengenal manajemen sederhana, juga berpengaruh dalam usaha


peningkatan kualitas tanaman dan hewan, dimulai dari penjinakan, seleksi dan
sampai ke adaptasi.

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam


struktur pembangunan perekonomian nasional.Sektor ini merupakan sektor yang
tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah dalam pembangunan
bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain tidak satu pun yang
menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan pertanian yang
tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini pada
kehancuran.Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak
menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung
padanya.

Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat
menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan
kontribusinya pada pendapatan nasional.Pembangunan pertanian di Indonesia
dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang
mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan
penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, pangsa
terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor
nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada
sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis
pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian Indonesia yang besar namun pada
kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih banyak yang
termasuk golongan miskin.Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah pada masa
lalu bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor
pertanian keseluruhan.

Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan, yakni


hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan kebijakan makro, serta
pendekatannya yang sentralistik. Akibatnya usaha pertanian di Indonesia sampai
saat ini masih banyak didominasi oleh usaha dengan: (a) skala kecil, (b) modal yang
terbatas, (c) penggunaan teknologi yang masih sederhana, (d) sangat dipengaruhi
oleh musim, (e) wilayah pasarnya lokal, (f) umumnya berusaha dengan tenaga kerja
keluarga sehingga menyebabkan terjadinya involusi pertanian (pengangguran
tersembunyi), (g) akses terhadap kredit, teknologi dan pasar sangat rendah, (h)
pasar komoditi pertanian yang sifatnya mono/oligopsoni yang dikuasai oleh
pedagang-pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan
petani. Selain itu, masih ditambah lagi dengan permasalahan-permasalahan yang
menghambat pembangunan pertanian di Indonesia seperti pembaruan agraria
(konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian) yang semakin tidak
terkendali lagi, kurangnya penyediaan benih bermutu bagi petani, kelangkaan
pupuk pada saat musim tanam datang, swasembada beras yang tidak
meningkatkan kesejahteraan petani dan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Petani,
menuntut pemerintah untuk dapat lebih serius lagi dalam upaya penyelesaian
masalah pertanian di Indonesia demi terwujudnya pembangunan pertanian
Indonesia yang lebih maju demi tercapainya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya dihadapkan untuk
memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga dihadapkan pula pada
tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di Indonesia yang
mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan otonomi daerah dan
pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan pula pada tantangan untuk
mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi
dunia.Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut
untuk menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun
juga mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan
masyarakat. Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua
apabila menginginkan pertanian kita dapat menjadi pendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pembangunan
bangsa. Strategi pembangunan pertanian di Indonesia, yaitu sebagai berikut:

1. Optimalisasi program pertanian organik secara menyeluruh di Indonesia serta


menuntut pemanfaatan lahan tidur untuk pertanian yang produktif dan ramah
lingkungan.
2. Regulasi konversi lahan dengan ditetapkannya kawasan lahan abadi yang
eksistensinya dilindungi oleh undang-undang.
3. Penguatan sistem kelembagaan tani dan pendidikan kepada petani, berupa
program insentif usaha tani, program perbankan pertanian, pengembangan pasar
dan jaringan pemasaran yang berpihak kepada petani, serta pengembangan
industrialisasi yang berbasis pertanian/pedesaan, dan mempermudah akses-akses
terhadap sumber-sumber informasi IPTEK.
4. Indonesia harus mampu keluar dari WTO dan segala bentuk perdagangan
bebas dunia pada tahun 2014.
5. Perbaikan infrastruktur pertanian dan peningkatan teknologi tepat guna yang
berwawasan pada konteks kearifan lokal serta pemanfaatan secara maksimal hasil-
hasil penelitian ilmuwan lokal.
6. Mewujudkan kedaulatan pangan di Indonesia.
7. Peningkatan mutu dan kesejahteraan penyuluh pertanian.
8. Membuat dan memberlakukan Undang-Undang perlindungan atas Hak Asasi
Petani.
9. Memposisikan pejabat dan petugas di setiap instansi maupun institusi
pertanian dan perkebunan sesuai dengan bidang keilmuannya masing-masing.
10. Mewujudkan segera reforma agraria.
11. Perimbangan muatan informasi yang berkaitan dengan dunia pertanian serta
penyusunan konsep jam tayang khusus untuk publikasi dunia pertanian di seluruh
media massa yang ada
12. Bimbingan lanjutan bagi lulusan bidang pertanian yang terintegrasi melalui
penumbuhan wirausahawan dalam bidang pertanian (inkubator bisnis) berupa
pelatihan dan pemagangan (retoling) yang berorientasi life skill, entrepreneurial
skill dan kemandirian berusaha, program pendidikan dan pelatihan bagi generasi
muda melalui kegiatan magang ke negara-negara dimana sektor pertaniannya telah
berkembang maju, peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi pertanian, pengembangan program studi bidang pertanian yang
mampu menarik generasi muda, serta program-program lain yang bertujuan untuk
menggali potensi, minat, dan bakat generasi muda di bidang pertanian serta
melahirkan generasi muda yang mempunyai sikap ilmiah, professional, kreatif, dan
kepedulian sosial yang tinggi demi kemajuan pertanian Indonesia, seperti olimpiade
pertanian, gerakan cinta pertanian pada anak, agriyouth camp, dan lain-lain.
13. Membrantas mafia-mafia pertanian.
14. Melibatkan mahasiswa dalam program pembangunan pertanian melalui
pelaksanaan bimbingan massal pertanian, peningkatan daya saing mahasiswa
dalam kewirausahaan serta dana pendampingan untuk programprogram
kemahasiswaan.
Banyak hal yang harus kita lakukan dalam mengembangkan pertanian pada masa
yang akan datang. Kesejahteraan petani dan keluarganya merupakan tujuan utama
yang menjadi prioritas dalam melakukan program apapun.Tentu hal itu tidak boleh
hanya menguntungkan satu golongan saja namun diarahkan untuk mencapai
pondasi yang kuat pada pembangunan nasional.Pembangunan adalah penciptaan
sistem dan tata nilai yang lebih baik hingga terjadi keadilan dan tingkat
kesejahteraan yang tinggi.Pembangunan pertanian harus mengantisipasi tantangan
demokratisasi dan globalisasi untuk dapat menciptakan sistem yang adil.Selain itu
harus diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, khususnya petani
melalui pembangunan sistem pertanian dan usaha pertanian yang kuat dan
mapan.Dimana Sistem tersebut harus dapat berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan dan desentralistik.
III. KESIMPULAN

1. Usahatani merupakan kegiatan dimana seorang petani mengalokasikan sumber


daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi
pada waktu tertentu.

2. Teknologi moden banyak membantu peningkatan pengeluaran makanan


berasaskan pertanian dan penternakan.

3. Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam


struktur pembangunan perekonomian nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.http://dherinz-poenya.blogspot.com/2010/11/makalah-ekonomi-
pertanian.html.diakses pada 20 November 2013 pukul 20.00 WIB.

Anonim. 2010.http://materipertanian10.blogspot.com/.diakses pada 20 November


2013 pukul 20.00 WIB.
Hardjosentono, Mulyoto., Wijanto., Elon Rachlan dkk. 2002. Mesin-mesin
Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara.

Redaksi Agromedia. 2007. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis: Petunjuk


Pemupukan. Jakarta: Agromedia Pustaka.

Soekartawi, et al. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani
Kecil. Jakarta : UI Press.

Anda mungkin juga menyukai