Anda di halaman 1dari 13

POKOK BAHASAN V

TANTANGAN DAN PELUANG DALAM SEKTOR PERTANIAN

A. KOMPETENSI DASAR
Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan dan merumuskan peluang dan
tantangan usaha dalam sektor pertanian

B. INDIKATOR
1. Mahasiswa dapat menjelaskan peran pertanian dalam perekonomian dan
kehidupan manusia
2. Mahasiswa dapat menguraikan penguasaan lahan pertanian di Indonesia
3. Mahasiswa dapat menguraikan tenaga kerja dan modal dalam pertanian
4. Mahasiswa dapat menjelaskan kelembagaan dalam pertanian
5. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang agribisnis

C. SUB POKOK BAHASAN


1. Peran Pertanian dalam perekonomian dan kehidupan Masyarakat
2. Penguasaan Lahan Pertanian di Indonesia
3. Tenaga Kerja dan Modal dalam Pertanian
4. Kelembagaan dalam Pertanian
5. Agribisnis

D. BAHAN BACAAN
1. Adiwilaga, A. 1980. Ilmu Usahatani. Penerbit Alumni. Bandung
2. Aisyah D. Suyono dan Suyono M. 2005. Metode dan Teknik Analisis Tanah
Pertanian. Uvula Press. Bandung
3. Amintakusumah, K. 1985. Pengantar Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian
Universitas Padjajaran
4. Badan Ketahanan Pangan. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan
5. Mosher, A.T.. 1966. Menggerakkan dan Membangun Pertanian.
Terjemahan. Penerbit CV. Yasaguna. Jakarta.
6. Mubyarto, 1976. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit LP3ES. Jakarta
7. Nurmala, T. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian. Penerbit Graha Ilmu.
Yogyakarta

8. RINGKASAN DAN ORIENTASI MATERI


1. Peran Pertanian dalam perekonomian dan kehidupan Masyarakat
Sektor pertanian di negara-negara yang sedang berkembang
(developing country) peranannya sangat besar sekali karena merupakan
mata pencaharian pokok sebagian besar penduduknya. Peranan sektor
pertanian dalam perekonomian suatu negara dapat dilihat dari besarnya
persentase Produk Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertanian negara
tersebut. Makin besar kontribusi sektor pertanian terhadap PDBnya berarti
negara tersebut tergolong negara agraris, sebaliknya apabila kontribusi
sektor pertanian terhadap PDB persentasenya kecil maka negara tersebut
dapat disebut negara industri.
Peranan sektor pertanian bagi masyarakat perdesaan adalah :
- Sektor pertanian merupakan sumber mata pencaharian pokok sebagian
besar penduduk desa
- Sektor pertanian termasuk subsektor peternakan, merupakan tempat
utama untuk lapangan kerja keluarga perdesaan terutama di desa-desa
terpencil
- Usaha pertanian merupakan tempat lapangan kerja buruh tani dan
petani berlahan sempit
- Pertanian menjadi sumber karbohidrat, protein nabati dan hewani,
vitamin dan mineral dari tumbuhan bagi keluarga tani
- Usaha pertanian sebagai tempat mengembangkan hobi dan
kesenangan hidup orang tertentu, dan juga sebagai tempat rekreasi
penduduk kota jika ke desa
- Usaha pertanian sebagai penghasil bahan-bahan ritual keagamaan dan
upacara-upacara tradisional penduduk di desa atau kota

Bagi masyarakat perkotaan, sektor pertanian mempunyai peranan


sebagai berikut :
- Penghasil bahan makanan, terutama penduduk kota yang bekerja di
pabrik-pabrik, jasa dan perdagangan
- Tempat wisata penduduk kota dalam bentuk agrowisata yang pada
awal Pelita VI dijadikan primadona sebagai penarik wisatawan asing
dan wisatawan domestik
- Sektor pertanian dipakai sebagai alat rekreasi keluarga orang kota dan
desa
- Penghasil bahan obat-obatan tradisional
- Penghasil bahan baku untuk kecantikan

Peranan sektor pertanian dalam perekonomian suatu negara adalah


sebagai berikut :
- penghasil produk-produk ekspor yang dinyatakan dengan nilai devisa
sektor pertanian pada periode tertentu
- penghasil bahan baku industri khususnya agroindustri
- penghasil bahan baku pangan dunia, bahan papan, dan bahan
sandang
- alat membangun hubungan ekonomi antar negara baik secara bilateral
atau unilateral dan alat menjalin hubungan persahabatan antar negara
di suatu Kawasan
- alat menjaga stabilitas perekonomian rakyat dan stabilitas
pemerintahan
- alat menjaga ketahanan nasional
Pengembangan sektor industri harus didukung oleh sector pertanian
yang tangguh. Oleh karen itu, pada PJP II sector pertanian harus
berperan sebagai : Penghasil bahan baku, pasar hasil sector industry
non pertanian, penyelamat inflamasi.

2. Penguasaan Lahan Pertanian di Indonesia


Lahan pertanian ditinjau dari ekosistemnya dapat dibedakan menjadi dua
kelompok besar yaitu :
a. Lahan Pertanian Basah
Ciri-ciri lahan pertanian basah (sawah) yaitu :
- Setiap petak sawah dibatasi oleh pematang
- Permukaan datar atau topografi rata
- Dikerjakan pada kondisi jenuh air atau berair
- Kesuburannya lebih stabil
- Produktivitas lebih tinggi
- Sumber perairan yang relative teratur
Ditinjau dari system irigasinya lahan pertanian basah (sawah) dapat
dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut :
1) Sawah irigasi teknis
2) Sawah irigasi setengah teknis
3) Sawah irigasi perdesaan (sawah irigasi sederhana)
4) Sawah tadah hujan
5) Sawah rawa
6) Sawah rawa pasang surut
7) Sawah lebak
8) Tambak
9) Kolam

b. Lahan Pertanian Kering


Lahan pertanian kering secara umum mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
- Produktivitas tanah rendah
- Topografi bervariasi dari datar, berbukit dan bergunung
- Tidak dibatasi oleh pematang
- Tingkat erosi tinggi
- Tidak dapat diusahakan secara intesif
- Umumna diusahakan pada musim hujan sedangkan pada musim
kemarau diberakan.
Lahan pertanian kering dapat dibedakan menjadi beberapa tipe
sebagai berikut :
1) Pekarangan
2) Tegalan
3) Kebun
4) Ladang
5) Penggembalaan ternak

Status penguasaan lahan pertanian dinyatakan dengan hak atas


lahan tersebut. Hak-hak penguasaan atas lahan ini menyatakan
hubungan antar petani atau seorang atau suatu badan usaha atau
suatu institusi dengan lahan yang dikelolanya atau ditempatinya, baik
untuk permukiman atau untuk tempat usaha.
Hak-hak atas lahan tanah di Indonesia menurut UUPA (Undang-
Undang Pokok Agraria) No.5 tahun 1960 pasal 16 ayat 1 sebagai
berikut :
- Hak milik
- Hak guna usaha
- Hak guna bangunan
- Hak pakai
- Hak sewa
- Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
- Hak gadai
- Hak garapan (hak bagi hasil)
- Hak ulayat

3. Tenaga Kerja dan Modal dalam Pertanian


Jenis tenaga kerja pertanian terdiri dari :
a) Tenaga Kerja Manusia
b) Tenaga Ternak
c) Tenaga Mesin
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan per satuan luas lahan pertanian
tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
- Jenis tanaman yang diusahakan, misalnya usaha tani sayuran
memerlukan tenaga kerja yang lebih banyak daripada tanaman
padisawah atau tanaman tahunan
- Tingkat pengusahaan atau pengelolaan usaha tani, semakin intensif
pengelolaan usaha tani maka tenaga kerja yang diperlukan semakin
banyak, meskipun tanaman yang diusahakan sama
- Jenis tanah dan sifat tanah, tanah yang “berat” akan memerlukan
tenaga yang lebih banyak daripada tanah yang “ringan”
- Musim tanam dan system irigasi pada lahan sawah, sawah tadah hujan
biasanya membutuhkan tenaga kerja lebih banyak daripada sawah
beririgasi teknis, karena pada sawah tadah hujan sering kekurangan air
jika telah diolah sehingga perlu diolah lagi
- Pola tanam, pola tanam diversifikasi lebih banyak membutuhkan
tenaga kerja daripada pola tanam spesialisasi

Cara memenuhi tenaga kerja pada usaha tani pertanian rakyat


dan perkebunan besar negara dan swasta sangat berbeda. Pada
pertanian rakyat kebutuhan tenaga kerja sebagian besar dicukupi
dengan tenaga kerja keluarga, terutama petani yang berlahan sempit.
Petani yang berlahan luas kebutuhan tenaga kerja untuk usaha taninya
sebagian besar atau seluruhnya dipenuhi dengan tenaga buruh tani.
Pekerjaan pada pertanian rakyat sebagian besar belum terspesialisasi
sehingga buruh tani atau pekerja dapat saja mengerjakan pekerjaan
yang berbeda. Pada perkebunan besar negara atau swasta, tenaga
kerja dipenuhi dengan mengangkat tenaga kerja tetap dan tenaga
kerja tidak tetap atau buruh tani harian.
Beberapa sistem kerja yang sudah biasa berlaku di sektor pertanian
yaitu :
- Sistem kerja harian (tetap dan tidak tetap)
Yaitu buruh tani yang bekerja pada seorang petani, kemudian setelah
buruh tani tersebut selesai bekerja maka pada hari itu juga dibayar
upahnya.
- Sistem kerja bulanan
Pada sistem kerja bulanan buruh/karyawan dibayar sebulan sekali
- Sistem kerja ceblokan
Pada sistem kerja ini buruh tani yang bekerja pada seorang petani
untuk mengerjakan semua pekerjaan dalam usaha taninya sejak mulai
bertanam sampai dengan panen. Upahnya dibayar oleh hasil usaha
tani seperti sistem bagi hasil.
- Sistem kerja borongan
Pada sistem kerja borongan ini, buruh tani upahnya dibayar pada saat
semua pekerjaan selesai dikerjakan yang nilainya sesuai dengan
perjanjian.
- Sistem kerja gotong royong
Sistem kerja ini biasanya digunakan pada pekerjaan yang menyangkut
kepentingan umum petani, misalnya dalam perbaikan saluran irigasi.

Satuan- satuan tenaga kerja yang biasa digunakan sebagai


dasar untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dalam pertanian
adalah :
- Hari Kerja Pria (HKP) atau HOK adalah waktu kerja seseorang tenaga
laki-laki dewasa selama 6 jam kerja per ahri
- Hari Kerja Wanita (KHW) adalah waktu kerja seseorang tenaga wanita
dewasa selama 6 jam kerja per hari
- Hari kerja Anak (HKA) adalah waktu kerja anak-anak 10 tahun ke atas
selama 6 jam kerja per hari
- Hari Kerja Ternak (HKT) adalah waktu kerja sepasang ternak selama 5-
6 per hari
- Hari Kerja Mesin (HKM) adalah waktu kerja mesin dalam
menyelesaikan suatu luas lahan pertanian per satuan waktu tertentu

Perbandingan antar satuan-satuan tenaga kerja tersebut


biasanya didasarkan ke nilai upah buruh tani yang berlaku di suatu
daerah tertentu. Sebagai Patokan konversi antara satuan-satuan
tenaga kerja tersebut adalah sebagai berikut :
1 HKW = 0,7 (0,8) HKP
1 HKA = 0,5 HKP
1 HKT = 5 HKP atau 6 HKP
1 HKM = 25 – 30 HKP
Misalkan upah buruh tani wanita besarannya sekitar 0,7-0,8 dari upah
buruh tani laki-laki. Hal ini berarti jika buruh tani laki-laki per hari
upahnya Rp10.000,- maka upah buruh tani wanita bernilai Rp8.000,-.
Dengan demikian, konversi 1 HKW sama dengan 0,8 HKP.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja buruh
tani adalah :
1) Jenis kelamin
2) Usia
3) Kesehatan
4) Waktu kerja
5) Alat bantu kerja
6) Upah kerja
Masalah-masalah tenaga kerja pertanian yang perlu mendapat
perhatian didalam pembangunan pertanian adalah :
1) Buruh tani tidak diminati generasi muda desa karena dianggap
tidak bergengsi
2) Upah buruh tani cenderung terus meningkat nilai nominalnya tetapi
nilai riilnya relative tetap jika dikonversikan ke harga beras yang
berlaku
3) Tingkat Pendidikan tenaga kerja pertanian sebagian besar rendah
sehingga produktivitas rendah
4) Mekanisasi pertanian dimasa yang akan datang akan merupakan
alternative yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan produksi
pertanian.

Selain tanah dan tenaga kerja maka modal (uang) termasuk


faktor produksi pertanian, karena apabila petani tidak mempunyai
modal uang ia tidak akan dapat membeli pupuk, membayar tenaga
kerja buruh tani yang ia pergunakan dalam kegiatan usaha taninya.
Modal ditinjau dari sifatnya dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu :
1) Modal tetap adalah modal yang dapat digunakan untuk beberapa
kali proses produksi. Contohnya yang termasuk modal tetap antara
lain : tanah atau lahan, mesin-mesin pertanian, alat penyeprot hama
dll
2) Modal tidak tetap (modal variabel) adalah nilai sarana produksi yang
hanya dipakai satu kali produksi, contohnya adalah pupuk, pestisida,
tenaga kerja, dan benih tanaman.

Modal yang digunakan petani untuk mengusahakan lahan usaha


taninya berasal dari :
1) petani sendiri
2) Lembaga kredit formal contohnya : dari BRI, KUD, BPR dll
3) Lembaga non fomal petani yang mempunyai modal sendiri, sumber
berasal dari penjualan hasil usaha tani atau ternak dan dari hasil
tabungannya.
Alasan-alasan petani lebih mengandalkan sumber kredit dari tidak
formal karena :
a) Caranya mudah dan cepat pelayanannya
b) Administrasinya tidak berbelit-belit cukup dengan satu kuitansi
meskipun tidak bermaterei
c) Jumlahnya tidak dibatasi secara ketat tetapi sesuai dengan
kebutuhan petani
d) Waktunya tidak dibatasi jam kantor
e) Jaminan cukup “kepercayaan saja” atau tanaman yang belum
dipanen

Jenis kredit yang perlu disediakan pemerintah atau Lembaga kredit lain
dalam membantu petani mengembangkan usaha taninya adalah :
1) Kredit Produksi
Adalah kredit yang disediakan pemerintah dengan tujuan untuk
membantu petani dalam meningkatkan produksi pertanian.
Contoh : kredit yang disalurkan melalui Binmas, Inmas, Insus dan
Supra Insus padi sawah. Sekarang Namanya Kredit Usaha Tani
(KUT), penyalurannya melalui KUD, BPR serta kelompok tani
2) Kredit Konsumsi
Adalah kredit yang diberikan kepada petani untuk kebutuhan-
kebutuhan yang bersifat konsumtif selama menunggu masa panen
tiba.
3) Kredit Investasi
Adalah kredit yang diberikann kepada petani dalam bentuk alat-alat
produksi tahan lama seperti traktor tangan, sprayer, huller dll.
Kredit ini dikenal dengan nama Kredit Investasi Kecil (KIK) dan
Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP). Penyaluran jenis kredit ini
sebagian besar dilaksanakan oleh BRI melalui KUD.

4. Kelembagaan dalam Pertanian


Setiap kegiatan pembangunan, baik langsung atau tidak
langsung dalam pelaksanaannya pasti melibatkan berbagai kelembagaan
atau institusi. Yang dimaksud Lembaga adalah organisasi atau kaidah-
kaidah, baik formal maupun non formal yang mengatur perilaku atau
tindakan anggota masyarakat tertentu, baik dalam kegiatan-kegiatan
maupun dalam mencapai tujuan tertentu (Mubyarto, 1976)
Kelembagaan pertanian ditinjau dari fungsinya dapat dibedakan menjadi
beberapa kelompok yaitu :
1) Kelembagaan yang menghasilkan atau menyediakan prasarana
penunjang peningkatan produksi pertanian. Contoh Lembaga ini antara
lain Dinas Pengairan di bawah Departemen PU (Departemen
Pemukiman dan Prasarana Wilayah). Lembaga-lembaga penelitian
(tanaman pangan, hortikultura, tanah, peternakan dan perikanan).
2) Kelembagaan yang menghasilkan sarana produksi pertanian seperti
benih, pupuk, dan pestisida. Contoh Lembaga ini antara lain: PT.
Sanghyang Sri di Sukamandi Subang, PT. PUSRI di Palembang Sumsel,
dan PT. Pupuk Kujang di Cikampek Karawang;
3) Kelembagaan yang melakukan produksi komoditi pertanian untuk
ekspor. Contohnya PT. Perkebunan Nusantara I sampai VIII, Kelompok
Tani Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang mengelola pengairan
di tingkat usaha tani;
4) Kelembagaan yang melakukan pengelolaan hasil pertanian. Contohnya
perusahaan pabrik gula, pabrik teh hitam dan pabrik pengelola kelapa
sawit dan karet;
5) Kelembagaan yang berdasarkan hasil-hasil pertanian atau hasil
olahannya. Contohnya antara lain tengkulak, KUD, bandar pengumpul
di tingkat kota dan eksportir komoditi pertanian;
6) Kelembagaan yang membuat atau menentukan kebijaksanaan makro
pertanian seperti peningkatan produksi atau penyaluran produk-produk
pertanian yang mempunyai arti strategis (beras, terigu, gula dan
minyak goreng). Contoh Lembaga-lembaga ini adalah Bulog dan
Kementrian Pertania, dengan pelaksana di tiap-tiap wilayah
administrasi provinsi dan kabupaten dilakukan oleh Dinas-dinas
Pertanian, Peternakan dan Perikanan, dan kelembagaan yang
menyampaikan teknologi pertanian dari Lembaga penghasil dan
pengembang teknologi baru budidaya tanaman atau budidaya ternak
kepada petani produsen. Contoh Lembaga ini adalah BPP, PPL dan
Lembaga-lembaga pemerintah di tingkat kecamatan dan desa.

Ditinjau dari sifat terbentuknya, kelembagaan pertanian dapat


dibedakan menjadi :
1. Lembaga yang bersifat asli berasal dari adat kebiasaan turun-temurun.
Contoh kelembagaan ini antara lain pemilikan tanah, sewa-menyewa
tanah, bagi hasil, gotong-royong, arisan, liliuran, mapalus, dan lain-
lain;
2. Kelembagaan yang baru diciptakan, baik dari dalam maupun dari luar
masyarakat desa. Contoh kelembagaan ini antara lain Lembaga
Pelaksanaan Intensifikasi padi sawah yaitu Badan Pengendali Bimas di
tingkat pusat. Badan Pembina Bimas di tingkat provinsi dan kabupaten,
dan Badan Pelaksana Bimas di tingkat kecamatan, sedangkan Bulog
dan Depolog yang mengatur persediaan beras, terigu dan gula pasir.
3. Kelembagaan yang dibentuk Bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Artinya Lembaga tersebut sudah ada di desa kemudian
diformalkan atau diresmikan oleh pemerintah. Contoh Lembaga ini
adalah Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) atau Kelompok Tani
Dharma Tirta. Sebelum ada P3A, di Bali sudah ada Subak dan di Jawa
Barat ada yang disebut Ulu-ulu Desa yang berfungsi mengatur air
irigasi di desa
Ditinjau dari luas dan sempitnya wilayah operasional
kelembagaan pertanian tersebut dalam menunjang kegiatan
pembangunan pertanian di Indonesia khususnya dapat dikelompokkan
menjadi empat kelompok, besar yaitu:
1. Lembaga-lembaga yang beroperasi di tingkat internasional baik
langsung atau tidak langsung mempengaruhi pembangunan
pertanian di Indonesia. Contoh Iembaga ini adalah FAO, Bank
Dunia dan WTO (World Trade Organization);
2. Lembaga-lembaga yang beroperasi di tingkat regional (kawasan)
misalnya APEC, NAFTA, ASEAN dan ACFTA;
3. Lembaga-Lembaga yang beroperasi di tingkat nasional, sepeni
BULOG, BAPENAS dan kementerian-kementerian;
4. Lembaga-lembaga yang beroperasi di tingkat provinsi dan
kabupaten dan kecamatan serta desa. Di tingkat provinsi Dolog dan
Badan Pembina Bimas, di tingkat kabupaten Badan Pelaksana
Bimas dan BRI Cabang sedangkan di tingkat desa antara lain P3A,
Kelompok Tani Harapan, KUD, Kelompok Tani UPSA dll.

Contoh-contoh bentuk pembinaan pemerintah dalam mengembangkan


kelembagaan pertanian itu adalah sebagai berikut:
1. Mengirimkan petani atau tokoh tani untuk magang di luar negeri
seperti ke Jepang. Thailand, Taiwan dan Filipina;
2. Mengadakan kursus-kursus singkat terpogram atau widyakarya ke
Iokasi-Iokasi sentra produksi pertanian yang maju di dalam negeri
atau di luar negeri;
3. Mengadakan pameran-pameran produk-produk pertanian, peri
kanan, peternakan dan hasil hutan secara berkala atau membuat
petak-petak percontohan budidaya tanaman atau budidaya internal
dan ikan dengan teknologi baru;
4. Mengadakan perlombaan-perlombaan produksi padi, ternak dan
ikan baik yang bersifat individual ataupun kelompok di tingkat
regional, nasionai atau tingkat internasional; .
5. Merintis kerjasama antara lembaga-lembaga pertanian dan
lembaga-lembaga industri dan perbankan dalam bentuk kerjasama
kemitraan yang saling menguntungkan;
6. Mengadakan kerjasama antara lembaga pertanian di tingkat
nasional dan lembaga pertanian di tingkat internasional seperti FAO
dan Bank Dunia dalam masalah perkreditan pertanian atau
pengembangan teknologi pertanian yang baru;
7. Memberikan bantuan berupa fasilitas-fasilitas kredit dan
permodalan dengan syarat-syarat yang mudah kepada kelompok
tani yang maju.
8. Mengadakan kelompok-kelompok tani binaan yang dikaitkan
dengan pemasaran atau pengolahan hasil usaha tani atau
pembinaan Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) yang
dikaitkan dengan pengembangan komoditi pertanian unggulan atau
pembentukan Kelompok Tani Sistem Agribisnis Pembinaannya
diiakukan dengan pembentukan “Inkubator Agribisnis'.
Masalah-masalah kelembagaan pertanian
a. Sebagian besar petani dalam memperoleh input usaha tani dan
dalam menjual hasil usaha tani selalu ada pada posisi pengambil
harga (price taker).
b. Harga hasil usaha tani selalu ditentukan oleh pembeli bukan oleh
petani sehingga harga jual petani jauh di bawah harga pasar, yang
berlaku meskipun pemerintah menentukan harga dasar ( floor
price) dan harga atap (ceiling price) untuk padi atau beras. Namun,
dalam kenyataannya sebagian besar petani tidak pernah menikmati
kedua macam harga patokan itu.
c. Lembaga pemasaran hasil usaha tani seperti KUD yang
seharusnnya menjadi 'dewa penolong” dalam memasarkan hasil
usaha tani ternyata sangat rendah. Hal ini terjadi karena SDM
pengelola KUD kualitasnya rendah, permodalan kecil serta
prasarana dan sarana yang dimilikinya pun tidak memadai
kebutuhan. Oleh karena itu, sampai akhir PJP l sebagian besar
petani kesejahteraannya masih di bawah kelompok masyarakat
non pertanian seperti masyarakat industri atau masyarakat
subsektor jasa dan perdagangan. Oleh karena itu, mungkin saja
dari 25,2 juta penduduk Indonesia yang ada di bawah garis
kemiskinan sebagian besar adalah petani, khususnya petani yang
berlahan sempit dan nelayan.

5. Agribisnis

Menurut Wibowo (1994) sistem agribisnis adalah segala aktivitas


mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi sampai kepada
pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh suatu usaha tani atau
suatu usaha agroindustri yang saling berkaitan satu sama lain. Dengan
demikian, sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari
berbagai subsistem yaitu:
1. Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi
dan pengembangan sumberdaya pertanian.
2. Subsistem produksi pertanian atau usaha tani.
3. Subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian atau agroindustri.
4. Subsistem pemasaran hasil-hasil pertanian.

Subsistem Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi, Teknologi ,


serta Pengembangan Sumberdaya Pertanian
Subsistem ini mencakup semua kegiatan perencanaan, pengelolaan,
pengadaan dan penyaluran sarana produksi yang memungkinkan
terlaksananya penerapan suatu teknologi usaha tani dan pemanfaatan
sumberdaya pertanian secara optimal
Lembaga-lembaga yang berfungsi dan berperan dalam subsistem
penyediaan dan penyaluran sarana produksi ini adalah:
1. Kios-kios atau pedagang eceran pupuk, pestisida dan alat-alat
pertanian yang beroperasi di tingkat desa atau kecamatan,
2. KUD atau PT. Pertani yang menyediakan benih, bibit tanaman,
pupuk, pestisida, dan lain-lain,
3. BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) yang kemudian bernama BIPP
merupakan pusat informasi teknologi atau penyebar teknologi
kepada petani dengan pelaksananya PPL (Penyuluh Pertanian
Lapangan), dan
4. BRI sebagai penyalur kredit usaha tani.

Subsistem Produksi atau Usaha tani


Dalam subsistem produksi (usaha tani), kegiatan yang ditangani
mencakup pembinaan dan pengembangan usaha tani dalam rangka
peningkatan produksi pertanian, baik usaha tani pertanian rakyat
maupun usaha tani skala besar (perkebunan negara dan swasta). Di
dalamnya termasuk kegiatan perencanaan mengenai lokasi, komoditi.
teknologi, pola usaha tani dan skala usahanya untuk mencapai tingkat
produksi optimal. Lembaga-lembaga yang bergerak dalam subsistem
produksi ini adalah:
1. Petani yang berfungsi sebagai pengelola usaha tani dan sebagai
pengambil keputusan dalam memilih berbagai alternatif usaha tani
yang akan diusahakannya;
2. Kelompok tani yang mengusahakan usaha tani secara kooperatif
atau kolektif;
3. Badan usaha koperasi atau Badan Usaha Swasta yang
mengusahakan produksi petemakan, perikanan dan pengambilan
hasil hutan dan hasil laut sebagai usaha ekonomi.

Subsistem Pengolahan Hasil


Subsistem pengolahan hasil mencakup aktivitasaktivitas pengolahan
hasil secara sederhana di tingkat petani dan penanganan pasca panen
komoditi pertanian yang dihasilkan sampai pada tingkat pengolahan
lanjut selama bentuk, susunan dan citarasa komoditi tersebut tidak
berubah.
Lembaga-lembaga yang bergerak dalam subsistem ini antara lain:
1. Pabrik-pabrik pengolahan hasil yang diusahakan secara
perseorangan atau kelompok pada skala kecil dan menengah dan
skala besar yang diusahakan oleh BUMN atau swasta besar
nasional atau swasta asing;
2. f’erusahaan pengolah padi (huller padi) yang ada di daerah
perdesaan atau ibukota-ibukota kecamatan/desa atau penyosoh
buah kopi, pabrik tapioka, pabrik pengolah teh rakyat yang
diusahakan petani atau koperasi;
3. Perusahaan-perusahaan BUMN atau swasta asing yang bergerak I
dalam pengolahan susu, tepungterigu, buah-buahan, dagingdalam
kaleng, hasil Iaut dan hasil hutan. Dewasa ini Iembaga~lembaga
yang mengoiah hasii-hasii pertanian skala besar dan skala kecil
terus bertémbah sejalan dengan meningkatnya permintaan akan
produk-produk pertanian olahan akibat pengaruh meningkatnya
pendapatan per kapita penduduk yang bergerak di iuar sektor
pertanian pada khususnya dan pendapatan penduduk Indonesia
pada umumnya.

Subsistem Pemasaran HasiI-hasil Usaha Tani


Subsistem pemasaran hasil usaha tani yang masih segar atau hasii
olahannya mencakup kegiatan distribusi dan pemasaran di dalam
negeri dan ekspor.
Lembaga-Iembaga yang terlibat dan berperan besar dalam subsistem
ini antara Iain:
1. Tengkulak yang beroperasi di desa-desa atau pelosok-pelosok desa
terpencil penghasil komoditi pertanian. Lembaga ini yang paling
berjasa kepada petani dalam membantu petani memasarkan usaha
taninya;
2. Pedagang pengumpul (pedagang Besar/Bandar) di tingkat keca
matan, kabupaten yang menampung hasil usaha tani dari
tengkulak-tengkulak desa kemudian mendistribusikannya ke
daerah-daerah atau antarpulau atau untuk diekspor ke
mancanegara;
3. Para eksportir yang berfungsi mengekspor hasil pertanian segar
atau hasil olahannya ke mancanegara;
4. Pedagang eceran adalah pedagang yang beroperasi di pasar-pasar
desa, kecamatan atau kabupaten dengan skala usaha umumnya
kecil-kecil langsung melayani konsumen. Selain itu pedagang
eceran ini ada yang beroperasi ke desa-desa atau kampung-
kampung yang terpencil konsumen yang dilayaninya adalah ibu-ibu
rumah tangga;
5. Supermarket atau toko-toko swalayan di kota-kota besar.
Lembaga-lembaga ini melayani konsumen-konsumen yang
berpendapatan menengah ke atas sehingga produk-produk
pertanian yang dijualnya harus mempunyai kualitas yang cukup
baik atau berkualitas tinggi. Oleh karena itu, masalah grading dan
sortasi merupakan hal yang penting diperhatikan, baik oleh petani
produsen maupun oleh lembaga tataniaga hasil pertanian pemasok
kepada kedua lembaga tataniaga tersebut.

9. TUGAS DAN LATIHAN


1. Bagaimanakah peranan koperasi di suatu wilayah pertanian yang
menghasilkan komoditas pertanian (hortikultura, tembakau tanaman
buah, teh, kopi, karet, kelapa, dsb.)
2. Bagaimanakah peran kelembagaan pertanian daiam pembangunan
pertanian di suatu areal pertanian
3. Uraikan tinjauan suatu perusahaan agrobisnis tanaman hias, tanaman
buah, kopi, coklat, beras, dsb.!

Anda mungkin juga menyukai