Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BENIH MENTIMUN LOKAL PADA

PROGRAM KEMITRAAN DENGAN PT. EASTWEST SEED INDONESIA


(Kasus Di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember Musim Tanam 2005)
Ari Wahyu Diarsa 11 pt]
Mahasiswa Strata 1, Universitas Jember
email: ari.wahyu.diarsa@gmail.com

ABSTRACT
Sukowono farmers in the district of Jember has sought local cucumber cultivation for seeds in
partnership with PT. East West Seed Indonesia. Partnership offered by PT. East West Seed
Indonesia is a partnership in the form of seed production contracts, one of the plants that are
cultivated local cucumber fruit is white. Determination of research area is done intentionally
(purposive method). The method used is descriptive and correlational. Samples are taken as
much as 30 farmers cucumbers lokal.Data used are primary data and secondary data. The
analysis is the analysis of income. Cucumber seed farm income locally in partnership with PT.
East West Seed Indonesia Rp. 5,642,579 / ha in the district of Jember Sukowono the growing
season of 2005 profitable because the cost is lower USD. 7,504,637 / ha of revenues earned Rp.
13,147,216 / ha.
Keywords: Cucumbar,Iincome, Profitable

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu
negara berkembang dengan sektor pertanian
sebagai
sumber
mata
pencarian
penduduknya, dengan demikian sebagian
besar penduduknya menggantungkan hidup
pada sektor pertanian. Kenyataan yang
terjadi bahwa sebagian besar penggunaan
lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan
sebagai lahan pertanian, dan hampir 50
persen dari total angkatan kerja masih
menggantungkan kebutuhan hidupnya pada
sektor pertanian. Sektor pertanian memiliki
peranan yang sangat penting dalam
perekonomian
Indonesia,
hal
ini
dikarenakan sektor pertanian berfungsi
sebagai basis atau landasan pembangunan
ekonomi (Yamin, 2005).
Pertanian adalah suatu jenis
kegiatan produksi yang berlandaskan proses
pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan
hewan. Pertanian dalam arti sempit
dinamakan pertanian rakyat sedangkan
pertanian dalam arti luas meliputi pertanian
dalam arti sempit, kehutanan, peternakan,
dan perikanan. Secara garis besar,

pengertian pertanian dapat diringkas


menjadi: (1) proses produksi; (2) petani
atau pengusaha; (3) tanah tempat usaha; (4)
usaha pertanian (Soetriono dkk, 2003).
Dalam
penyelenggaraan
pembangunan
pertanian
Indonesia,
Departemen Pertanian menetapkan ruh
pembangunan pertanian yaitu bersih dan
peduli. Bersih berarti bebas korupsi, kolusi,
dan nepotisme (KKN), amanah, transparan,
dan akuntabel. Peduli berarti memberikan
fasilitasi,
pelayanan,
perlindungan,
pembelaan, pemberdayaan dan kepihakan
terhadap kepentingan umum (masyarakat
pertanian) di atas kepentingan pribadi dan
golongan, serta aspiratif (Departemen
Pertanian
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Pertanian, 2005).
Agenda dan prioritas pembangunan
nasional tahun 2005 dan 2009 telah
menetapkan revitalisasi pertanian sebagai
salah satu prioritas pembangunan bidang
ekonomi. Revitalisasi pertanian diarahkan
untuk meningkatkan kesejahteraan sebagian
besar rakyat dan meletakkan landasan
yang kokoh bagi pembangunan ekonomi.

JSEP Vol. 1No.1 November 2015

Konsep
tersebut
merupakan
komitmen politik yang harus
didukung
dan
dijabarkan
lebih
lanjut
operasionalnya oleh semua
instansi
yang
terkait dengan
pertanian
(Departemen Pertanian Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 2005).
Dalam memperhatikan prioritas
pembangunan nasional dan dinamika
lingkungan
strategis
pembangunan
pertanian,
maka
visi
pembangunan
pertanian periode 2005-2009 adalah,
Terwujudnya pertanian tangguh untuk
pemantapan ketahanan pangan, peningkatan
nilai tambah dan
daya saing
produk pertanian, serta peningkatan
kesejahteraan
petani
(Departemen Pertanian Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, 2005).
Untuk mencapai visi pembangunan
tersebut Departemen Pertanian mengemban
misi sebagai berikut:
1. Mewujudkan birokrasi pertanian yang
profesional dan memiliki integritas
moral yang tinggi.
2. Mendorong pembangunan pertanian
yang tangguh dan berkelanjutan.
3. Mewujudkan ketahanan pangan melalui
peningkatan
produksi
dan
penganekaragaman konsumsi.
4. Mendorong peningkatan peran sektor
pertanian
terhadap
perekonomian
nasional.
5. Meningkatkan akses pelaku usaha
pertanian terhadap sumberdaya dan
pelayanan.
6. Memperjuangkan kepentingan dan
perlindungan terhadap petani dan
pertanian dalam sistem perdagangan
domestik dan global
(Departemen Pertanian Badan
Penelitian dan pengembangan Pertanian,
2005).
Kebijakan
perekonomian
pemerintah yang tertuang dalam GarisGaris Besar Haluan Negara (GBHN) tahun
1999 menyebutkan bahwa kegiatan
pertanian yang mencakup tanaman pangan,
tanaman perkebunan, perikanan, peternakan
dan
kehutanan
diarahkan
pada
perkembangan dan pertumbuhan yang
maju, efisien dan tangguh. Pembangunan
pertanian bertujuan untuk meningkatkan
1

hasil dan mutu produksi, peningkatan


pendapatan dan taraf hidup petani, peternak
dan nelayan, memperluas lapangan
pekerjaan dan kesempatan berusaha,
menunjang
kegiatan
industri
serta
peningkatan ekspor (MPR, 1999).
Memasuki Asian Free Trade Area
(AFTA) di tahun 2003 ini produk pertanian
dari luar negeri bebas masuk ke dalam
negeri, hal ini membuat produk pertanian di
dalam negeri harus mempunyai daya saing
yang tinggi agar tidak mengalami kerugian
yang terlalu besar sehingga pembangunan
pertanian harus mendapat prioritas utama
karena Indonesia merupakan negara agraris,
yang berarti sektor pertanian memegang
peranan penting dari keseluruhan sistem
perekonomian nasional mengingat sebagian
besar penduduk yang hidup atau bekerja
pada sektor pertanian, sehingga sektor
pertanian merupakan salah satu syarat
berhasilnya pelaksanaan pembangunan di
bidang ekonomi. Melalui tahap demi tahap
dalam pembangunan yang sifatnya jangka
panjang maka pembangunan pertanian
dilaksanakan supaya dapat digunakan
sebagai landasan yang kuat sehingga dapat
menunjang secara serasi bidang industri
pada tahap berikutnya dan produk pertanian
mampu
bersaing
dengan produk
pertanian dari luar negeri (Mubyarto,
1991).
Kondisi sosial budaya petani
merupakan masalah utama dalam fungsi
sektor pertanian di dalam pembangunan
nasional dan kemampuan sektor tersebut
untuk bersaing pada abad yang akan
datang. Berdasarkan data statistik yang ada,
saat ini sekitar 75% penduduk Indonesia
tinggal di wilayah pedesaan. Lebih dari
54% diantaranya menggantungkan hidup
pada sektor pertanian, dengan tingkat
pendapatan yang relatif rendah jika
dibandingkan dengan penduduk yang
tinggal di perkotaan. Perbedaan pendapatan
tersebut berkaitan erat dengan produktivitas
para petani Indonesia, yang tidak dapat
dilepaskan dari berbagai faktor, antara lain
luas lahan yang dimiliki, kebijakan
pemerintah dalam hal pemberian insentif
pada petani, dan sebagainya (Soetrisno,
2002).

JSEP Vol. 1No.1 November 2015

Petani umumnya menerapkan pola


usahatani tertentu yang disesuaikan dengan
lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi.
Petani dalam menerapkan teknologi
dihadapkan pada keterbatasan sumberdaya
yang dimilikinya. Keberhasilan suatu
usahatani dapat dinilai dari besarnya
pendapatan
yang
diperoleh
untuk
membayar
semua
biaya
yang
dikeluarkannya. Selisih antara total
penerimaan yang diperoleh dengan total
biaya yang dikeluarkan merupakan
pendapatan bersih petani (Soekartawi,
1995).
Mentimun di Indonesia merupakan
sayuran yang sangat populer dan digemari
oleh
hampir
seluruh
masyarakat.
Kebanyakan usahatani mentimun masih
dianggap usaha sampingan, sehingga ratarata hasil mentimun secara nasional masih
rendah, yakni antara 3,5 - 4,8 ton per
hektar (Rukmana, 1994) .
Mentimun adalah salah satu jenis
sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap
negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya
di Asia Utara. Saat ini, budidaya mentimun
sudah meluas ke seluruh wilayah tropis atau
subtropis. Mentimun memiliki berbagai
nama daerah seperti timun (Jawa), Bonteng
(Jawa Barat), temon atau antemon
(Madura), ketimun atau antimun (Bali),
hantimun (Lampung) dan Timon (Aceh)
(Rukmana, 1994).
Peningkatan
produksi
dan
produktivitas mentimun penting artinya
bagi
pemenuhan
kebutuhan
pasar
(konsumen) dalam negeri maupun luar
negeri (ekspor). Menurut data dari World
Bank dan World Development Report tahun
1993, jumlah penduduk dunia pada tahun
1991 sebanyak 5.350.000.000 jiwa akan
meningkat menjadi 6.168.000.000 jiwa
pada
tahun
2000,
dan
mencapai
8.345.000.000 jiwa untuk perkiraan tahun
2025. Tahun 1991 di Indonesia jumlah
penduduknya 181.000.000 jiwa, pada tahun
2000 diperkirakan menjadi 209.000.000
jiwa,
dan
tahun
2025
mencapai
275.000.000 jiwa (Rukmana, 1994) .
Peningkatan jumlah penduduk
Indonesia maupun dunia akan berpengaruh
terhadap naiknya persediaan konsumsi
sayuran. Anjuran konsumsi sayuran di
1

Indonesia untuk mencapai sehat gizi adalah


sebesar 65,5 kg/kapita/tahun, saat ini
konsumsi tersebut baru terpenuhi 80%.
Salah satu upaya untuk
meningkatkan
persediaan
sayuran
adalah
dengan
meningkatkan
produksi
mentimun
(Rukmana, 1994)
Upaya
meningkatkan
produktivitas
mentimun lokal untuk memenuhi konsumsi
sayuran bagi penduduk Indonesia tidak
hanya terbatas pada kegiatan produksi buah
mentimun lokal yang siap dikonsumsi, akan
tetapi juga dapat dilakukan kegiatan
usahatani mentimun lokal untuk produksi
benih, seperti halnya petani di Kecamatan
Sukowono Kabupaten Jember telah
mengusahakan budidaya mentimun lokal
untuk benih yang bermitra dengan PT. East
West Seed Indonesia. Kemitraan yang
ditawarkan oleh PT. East West Seed
Indonesia merupakan kemitraan dalam
bentuk kontrak produksi benih, salah satu
tanaman yang diusahakan adalah mentimun
lokal yang buahnya berwarna putih. Petani
yang mengikuti kemitraan ini nantinya
harus menjual hasil panen mentimun lokal
dalam bentuk benih/ biji yang sudah
dikeringkan bukan lagi buah mentimun
lokal yang umum dijual di pasar.
Fenomena yang terjadi di atas, maka
penulis
mempunyai
inisiatif
untuk
melakukan penelitian mengenai pendapatan
dan penggunaan faktor produksi usahatani
benih mentimun lokal yang dilakukan
petani Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember melalui kemitraan dengan PT. East
West Seed Indonesia. Penelitian ini
dititikberatkan bukan pada kemitraan antara
petani dengan PT Eas West Seed Indonesia,
akan tetapi pada kegiatan usahatani benih
mentimun lokal yang dilakukan oleh petani
di Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember. Berdasarkan uraian di atas,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
pendapatan petani pada usahatani benih
mentimun lokal di Kecamatan Sukowono
Kabupaten Jember.
METODE PENELITIAN
Penelitian
ini
dilakukan
di
Kecamatan Sukowono, Kabupaten jember.
dengan pertimbangan bahwa Kecamatan
Sukowono merupakan daerah yang
JSEP Vol. 1No.1 November 2015

potensial dalam usahatani benih mentimun


lokal karena daerah Sukowono secara
geografis berada pada ketinggian 300
sampai dengan 900 meter dari permukaaan
laut sehingga sesuai untuk komoditi
mentimun lokal dan petani di Sukowono
telah maju, dimana petani tersebut telah
melakukan kemitraan dengan PT. East West
Seed Indonesia.
Jenis data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui
pengisian kuesioner dan wawancara
langsung dengan responden. Data sekunder
diperoleh dari instansi-instansi yang terkait.
Untuk menguji hipotesis pertama
tentang pendapatan petani usahatani benih
mentimun lokal digunakan pendekatan
pendapatan yang diformulasikan sebagai
berikut (Wibowo, 1995):
Y = TR-TC
TR = P x Q
TC = TFC + TVC
Keterangan:
Y
=
pendapatan
bersih
atau
keuntungan (Rp).
TR
= total penerimaan (Rp).
TC
= total biaya (Rp).
P
= harga produk (Rp).
Q
= jumlah produksi (Rp).
TFC = total biaya tetap (Rp) .
TVC = total biaya variabel (Rp).
Kreteria pengambilan keputusan :
TR > TC, maka usahatani benih mentimun
lokal menguntungkan.
TR < TC, maka usahatani benih mentimun
lokal tidak menguntungkan atau rugi.
TR = TC, maka usahatani benih mentimun
lokal dalam keadaan Break
Event Point atau tidak untung
dan tidak rugi.
HASIL DAN PEMBAHASAN [11 pt]
Pendapatan
usahatani
benih
mentimun lokal diperoleh dari total
penerim`aan dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi
berlangsung. Total penerimaan ini berasal
dari hasil produksi benih mentimun lokal
yang sudah kering dikalikan dengan harga
jual, dimana harga jual ditentukan oleh
PT. East West Seed Indonesia yaitu per kilo
benih mentimun lokal kering seharga Rp.
1

38.500. Total biaya yang dikeluarkan petani


berasal dari berbagai unsur yaitu biaya
variabel dan biaya tetap. Biaya variabel
terdiri atas; biaya pupuk, biaya obat, dan
biaya tenaga. Biaya tetap terdiri atas; biaya
sewa lahan, biaya pajak,
dan biaya
penyusutan peralatan.
Rata-rata produksi benih mentimun
lokal di Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember untuk musim tanam tahun 2005
mencapai 342,62 kg/ha. Hasil produksi
benih sebesar 342,62 kg/ha. Diperoleh
karena petani menggunakan benih yang
memiliki kualitas baik dan varietas unggul,
umur panen sekitar 60 75 hari,
menghasilkan buah dengan rasa manis dan
daging buah tebal, warna buah hijau agak
keputihan ada garis putih dan bentuknya
oval panjang.
Biaya pupuk diperoleh dari hasil
penjumlahan biaya dari masing-masing
jenis pupuk yang dipakai oleh petani.
Petani di Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember , dalam usahatani mentimun lokal
memakai pupuk SP36, Za, dan KCl. Pupuk
tambahannya adalah Urea dan NPK,
terdapat dua jenis NPK Mutiara dan NPK
Ponska. Harga NPK Mutiara Rp. 3000/kg
lebih mahal dibandingkan dengan NPK
Ponska Rp. 1500/kg, meskipun demikian
petani banyak yang memakai pupuk NPK
Mutiara karena kualitasnya lebih baik.
Pemberian pupuk umumnya dilakukan
petani sebanyak 3 kali yaitu pemupukan
dasar diaplikasikan pada saat pengolahan
tanah, pemupukan susulan I diberikan
paling lambat pada saat tanaman berumur
15 hari setelah tanam dan selannjutnya
pemupukan susulan II diberikan pada
sekitar umur 30 35 hari setelah tanam.
Pupuk tambahan yang juga dipakai untuk
usahatani mentimun lokal berupa pupuk
daun, seperti; Growtonic, Vitamax, Topsil
B, Topsil D, Fitablon, Supertonik, Plant
Cataliyst,
Evergreen, semuanya
itu
digunakan untuk perangsang pertumbuhan
tanaman dan untuk perangsang perumbuhan
buah. Pupuk daun ini diaplikasikan dengan
cara dipercikan diatas daun.
Biaya Obat-obatan diperoleh dari
hasil penjumlahan biaya dari masingmasing jenis obat. Obat-obatan
yang
dipakai petani umumnya dibeli dari toko
JSEP Vol. 1No.1 November 2015

pertanian. Jenis obat yang digunakan petani


bervariasi dan berbeda-beda antara satu
petani dengan petani lainnya, namun jenis
obat-obatan tersebut dapat digolongkan
menjadi 2 jenis yaitu jenis insektisida dan
fungisida. Insektisida dapat berupa;
Drusban, Desis, Calicron, Confidor, Topsin,
Fastac, Lanit, Buldok, Mitendo, Acrobat,
Marsal, Kiltop, Krakkon, Cobra, dan
Sidametrin tergantung dari kebutuhaan
yang akan digunakan oleh masing-masing
petani. Fungisida yang digunakan berupa;
Ditan, Tesen, Antracol, Binglet, Agrisan,
dan Caromil juga tergantung pada
kebutuhan obat yang akan digunakan oleh
masing-masing petani.
Biaya tenaga kerja diperoleh dari
penjumlahan
upah
masing-masing
pekerjaan yang dicurahkan dalam usahatani
mentimun lokal dari mulai pembajakan,
membuat
bedengan,
penanaman,
pemasangan mulsa/ jerami, pemupukan,
pengairan,
penyiangan,
pengobatan,
pemasangan lanjaran dan pita/ kentengan,
mengarahkan
penjalaran
batang,
pemanenan, pengambilan biji, pencucian
dan yang terakhir penjemuran. Petani yang
memakai jerami untuk menutup bedengan
masih memerlukan biaya penyiangan
karena rumput msih tumbuh diatas jerami,
akan tetapi petani yang memakai mulsa
tidak melakukan penyiangan karena rumput
akan sulit tumbuh jika ditutup dengan
mulsa sehingga akan menghemat biaya
tenaga kerja. Biaya untuk tenaga kerja
untuk masing-masing petani berbeda-beda
mulai dari Rp. 6000 orang/hari sampai
dengan
Rp. 7500 orang/hari. Curahan
waktu kerja juga berbeda, tapi umumnya
dimulai dari pukul 06.30 sampai dengan
pukul 12.00.
Biaya sewa lahan diperuntukkan
bagi petani yanng tidak memiliki lahan
sendiri akan tetapi mereka menyewa dari
orang lain. Rata-rata biaya sewa per musim
per hektar sebesar Rp. 707.176. Petani yang
memiliki lahan sendiri akan dibebankan
biaya pajak. Pajak yang dibebankan
masing-masing petani juga berbeda-beda
antara Rp. 6000 sampai Rp 100.000 per
hektar.
Biaya
penyusutan
peralatan
meliputi biaya penyusutan untuk cangkul,
1

sabit, mulsa, lanjaran dan pita/ kentengan.


Peralatan cangkul biasanya digunakan
untuk mengolah tanah, sabit digunakan
pada waktu membersihkan rumput/
penyiangan, mulsa digunakan untuk
menutup permukaan bedengan yang
bertujuan agar nantinya tidak tumbuh
rumput, lanjaran sebagai tempat untuk
merambatnya batang mentimun lokal yang
terbuat dari kayu, sedangkan pita/
kentengan digunakan untuk mengikat
batang mentimun lokal ke lanjaran.
Berdasar perhitungan diperoleh
hasil untuk rata-rata penerimaan per hektar,
rata-rata total biaya per hektar dan rata-rata
pendapatan per hektar untuk usahatani
benih mentimun lokal untuk musim tanam
tahun 2005 adalah seperti pada Tabel 11.
[kosong satu spasi tunggal, 11pt]
Tabel 1. Rata-rata Penerimaan Per Hektar,
Rata-rata Total Biaya Per Hektar
dan
Rata-rata Pendapatan Per
Hektar Usahatani Benih Mentimun
Lokal pada Musim tanam Tahun
2005 di Kecamatan Sukowono
Kabupaten Jember
Jenis
Perhitungan

Jumlah (Rp/ha)

Penerimaan

13.147.216

Total Biaya
Pendapatan

7.504.637
5.642.579

Sumber: Data Primer Diolah Tahun 2005

Berdasar Tabel 11, diperoleh hasil


bahwa rata-rata pendapatan per hektar
usahatani benih mentimun lokal di
Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember
untuk musim tanam tahun 2005 adalah
sebesar Rp 5.642.579 per hektar
Pendapatan usahatani benih mentimun lokal
tersebut dikatakan menguntungkan secara
ekonomis, berarti hipotesis pertama yang
diajukan yaitu usahatani benih mentimun
lokal di Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember menguntungkan diterima, hal ini
JSEP Vol. 1No.1 November 2015

disebabkan karena biaya yang dikeluarkan


selama usahatani benih mentimun lokal
berlangsung lebih rendah Rp. 7.504.637 per
hektar dari penerimaan yang diperoleh
Rp13.147.216 per hektar.
Rata-rata pendapatan sebesar Rp
5.634.479 per hektar dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yang pertama adalah
kemampuan petani dalam menekan biaya
produksi dan meningkatkan produktivitas.
Biaya produksi ini meliputi; biaya variabel
dan biaya tetap, sedangkan untuk benih
mentimun lokal, petani memperolehnya
dengan tidak membeli akan tetapi oleh
perusahaan diberikan secara gratis atau
cuma-cuma
sehingga
mengurangi
pengeluaran biaya. Faktor yang kedua
adalah
kemampuan
petani
dalam
mengendalikan masalah-masalah yang
terjadi dalam usahatani mentimun lokal,
seperti; timbulnya hama dan penyakit
tanaman serta kemampuan petani untuk
selalu merawat dan meninjau pertumbuhan
tanaman mentimun lokal sehingga tanaman
mentimun lokal akan tumbuh normal.
Faktor yang ketiga adalah kemudahan
petani menjual hasil produksi benih
mentimun lokal kepada penjual tunggal,
yaitu pihak PT. East West Seed Indonesia,
karena sudah ada kesepakatan dalam
kontrak perjanjian kemitraan ini bahwa
petani harus menjual produksi benih
mentimun lokal kepada perusahaan, dimana
per kilonya dijual seharga Rp. 38.500.

besar dibandingkan
tembakau.

KESIMPULAN
Pendapatan
usahatani
benih
mentimun lokal yang bermitra dengan PT.
East West Seed Indonesia Rp. 5.642.579/ha
di Kecamatan Sukowono Kabupaten
Jember pada musim tanam tahun 2005
menguntungkan karena biaya
yang
dikeluarkan lebih rendah Rp. 7.504.637/ha
dari penerimaan yang diperoleh Rp.
13.147.216/ha,
sedangkan
rata-rata
pendapatan komoditas lain di Kecamatan
Sukowono,
seperti
tembakau
Rp.
19.017.360/ha. Pendapatan usahatani benih
mentimun lokal lebih kecil dibandingkan
dengan usahatani tembakau, hal ini
disebabkan
karena
usahatani
benih
mentimun lokal perawatannya lebih sulit
dan biaya-biaya yang dikeluarkan lebih

Hafsah, M.J. 1999. Kemitraan Usaha


Koperasi dan Strategi. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.

dengan

usahatani

DAFTAR PUSTAKA[11pt]
Adiwilaga, A. 1990. Ilmu Usahatani.
Jakarta: Yasaguna.
Agisnarsih. 1995. Budidaya Tanaman
Kacang Panjang, Mentimun
dan Cabai Merah Untuk
Produksi Benih di PT. East
West
Seed
Indonesia
Kabupaten Jember Tingkat II.
Jember: Departemen Pendidikan
Nasional
Politeknik
UniversitasJember.
Boediono, 1993.
Yogyakarta: BPFE.

Ekonomi

Mikro.

Departemen Pertanian Badan Penelitian dan


pengembangan Pertanian. 2005.
Rencana
Strategis
Badan
Penelitian dan pengembangan
Pertanian.
www.litbang.deptan.go.id.
Diakses pada tanggal 24 April
2005.
Hadisapoetro,
S.
1990.
Usaha
Meningkatkan
Produksi
Pertanian Sebagai Salah Satu
Sumber Utama Devisa Negara.
Surabaya: Baria Ilmu.

Haryanto, I. 1995. Laporan Penelitian:


Studi
Pengembangan
Kemitraan Usaha Agribisnis
Kopi di Jawa Timur. Jember:
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
Universitas Jember.
Heidar, A. 1995. Pengantar Ekonomi
Mikro. Jember: Fakultas Ekonomi UNEJ.
Hernanto, F. 1991. Ilmu
Jakarta: Penebar Swadaya.

Usahatani.

JSEP Vol. 1No.1 November 2015

. 1996. Ilmu Usahatani.


Jakarta: Penebar Swadaya.

Rukmana, R. 1994. Budidaya Mentimun.


Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Mahekam, JP. dan R.L. Malcolm. 1991.


Manajemen Usahatani daerah
tropis. Lembaga Penelitian,
Pendidikan,
Penerangan,
Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Jakarta: LP3ES.

Soekartawi.
1990.
Teori
Ekonomi
Produksi. Jakarta: Rajawali Pers.

Media

Sehat. 2004. Bosan Makan


Sayuran? Diminum Saja!.
www.mediasehat.com. Diakses
pada tanggal 19 Juni 2005.

MPR. 1999. Garis-Garis Besar Haluan


Negara. Jakarta: Sinar Grafika.
Mubyarto.
1991. Pengantar Ekonomi
Pertanian. Jakarta: LP3ES.
. 1995. Pengantar Ekonomi
Pertanian. Jakarta. LP3ES.
Nazaruddin.
2000.
Budidaya
dan
Pengaturan Panen Sayuran Dataran
Rendah.
Jakarta:
Penebar
Swadaya.
Nazir, M. 1999. Metodologi Penelitian.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Nurmalinda dan Suwandi. 1995. Potensi
Wilayah
Pengembangan
Bawang Merah. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
PT. East West Seed Indonesia. 2004.
Standart Teknologi Produksi
Benih Ketimun Area Jember
Per 2004. Jember: PT. East West
Seed Indonesia.
Rijanto,

dkk. 1997. Pengantar Ilmu


Pertanian. Jember: Fakultas
Pertanian Universitas Jember.

Rudyct.

2004. Pendapatan Tanaman


Komersial.
www.rudyct.tripod.com. Diakses
pada tanggal 23 November 2005.

1995. Analisis Usahatani.


Jakarta:UI Press.
1999. Agribisnis: Teori dan
Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Soenarjono dan Rismunandar. 1990.
Pengantar Pengetahuan Dasar
Hortikultura I. Bandung: CV
Sinar Baru.
Soetrisno,

L. 2002. Pembangunan
Pertanian Sebuah Tinjauan
Sosiologis. Yogyakarta: Kanisius
.

Soetriono, dkk. 2003. Pengantar Ilmu


Pertanian. Jember: Bayumedia.
2003. Pengantar Ilmu
Pertanian. Jember: Bayumedia.
Sukidjo, dkk. 1999. Pertumbuhan dan
Hasil Dua Varietas Mentimun Lokal
(Cucumis sativus L.)/Growth and
Yield of Two Cucumber (Cucumis
sativus L.).
Sukirno, S. 1999. Pengantar Teori Mikro
Ekonomi. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
. 2002. Pengantar Teori
Mikroekonomi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Sumpena, U. 2002. Budidaya Mentimun
Intensif Dengan Mulsa dan
Secara Tumpang Gilir. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Supriyadi, C. 2003. Budidaya Tanaman
(Cucumis sativus) dan Kacang
Panjang (Vigna sinencis) di
Petani Haryanto Kerjasama
PT. East West Seed Indonesia.
JSEP Vol. 1No.1 November 2015

Jember: Departemen Pendidikan


Nasional
Politeknik
UniversitasJember.
Sutarya, dkk. 1995. Pedoman Bertanam
Sayuran Dataran Rendah.
Yogyakarta:
Gadjah
Mada
University Press.
Warintek

Progressio. 2001. Mentimun.


Warintek.progressio.or.id.
Diakses pada tanggal 24 April
2005.

Wibowo,
R.
1995.
Pengantar
Ekonometrika. Jember: Fakultas Pertanian
Universitas
Jember.
1999. Pengantar
Ekonometrika. Jember: Fakultas Pertanian
Universitas
Jember.
.
2000. Ekonometrika :
Analisis Data Parametrik. Jember :
Fakultas
Pertanian
Universitas
Jember.
2001. Teori Ekonomi Mikro.
Jember:
Fakultas
Pertanian
Universitas Jember.
Supranto, J. 2004. Ekonometri. Buku
Kedua. Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia.

Disertasi/Tesis/Sripsi
Aprianto, E. 2006. Peramalan Dampak
Kebijakan Tarif Impor Beras
terhadap
Kesejahteraan
Pelaku
Ekonomi Perdagangan Beras. Skripsi
Sarjana. Jember: Jurusan Sosial
Ekonomi
Pertanian,
Fakultas
Pertanian, Universitas Jember.
Mulyana, A. 1998. Keragaan Penawaran
dan Permintaan Beras Indonesia dan
Prospek Swasembada Menuju Era
Perdagangan
Bebas.
Disertasi
Doktor.
Bogor:
Sekolah
Pascasarjana,
Institut
Pertanian
Bogor.
Purwanto, S. K. 2002. Dampak Kebijakan
Domestik dan Faktor Eksternal
terhadap Perdagangan Dunia Minyak
Nabati. Tesis Magister Sains.
Sekolah
Pascasarjana,
Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Artikel Online
United States Department of Agriculture.
2012.
Sugar
and
Sweeteners
Yearbook.http://www.ers.usda.gov/B
riefing/suggar/Data.htm.
Diakses
tanggal 10 Maret 2012.
Leung, D.H. and Tang, W. 2000. Functions
of
Baire
Class
One,.
http://www.arxiv:math.ca/0005013v1
. Diakses 12 Nopember 2007.

JSEP Vol. 1No.1 November 2015

Anda mungkin juga menyukai