Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena sebagian besar penduduk Indonesia
mempunyai pencaharian di bidang pertanian atau bercocok tanam. Pertanian di Indonesia
menghasilkan berbagai macam tumbuhan komoditi ekspor, antara lain padi, jagung, kedelai,
sayur-sayuran, cabai, ubi, dan singkong. Indonesia juga memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa
sawit, karet, dan coklat produksi Indonesiapun mulai bergerak menguasai pasar dunia.
Dalam konteks produksi pangan memang ada sesuatu yang unik. Meski menduduki posisi
ketiga sebagai Negara penghasil pangan di dunia, tetapi hampir setiap tahun Indonesia selalu
menghadapi persoalan berulang dengan produksi pangan terutama beras. Produksi Indonesia
yang begitu tinggi belum bisa mencukupi kebutuhan penduduknya, akibatnya Indonesia masih
harus mengimpor beras dari Negara penghasil pangan lain seperti Thailand.
- Penyediaan Pangan
Penyediaan pangan melalui peningkatan produksi pangan dalam negeri mempunyai
masalah pokok yaitu semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi. Desakan
peningkatan penduduk beserta aktivitas ekonomi menyebabkan terjadinya konversi
lahan pertanian ke non-pertanian, menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat
kerusakan lingkungan, semakin terbatas dan tidak pastinya penyediaan air untuk
produksi akibat kerusakan hutan, rusaknya sekitar 30% prasarana pengairan dan
persaingan pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industry dan pemukiman.
(Nainggolan, 2006)
- Distribusi Pangan
Distribusi pangan merupakan kegiatan menyalurkan bahan pangan dari petani
produksen ke konsumen akhir. Distribusi tidak hanya menyangkut distribusi pangan
di dalam negeri, namun juga menyangkut perdagangan internasional dalam suatu
sistem harga yang terintegrasi secara cepat. (Soetrisno, 2005)
Permasalahan dalam distribusi pangan diantaranya:
a. Prasarana distribusi darat dan antar pulau yang diperlukan belum memadai,
sehingga wilayah terpencil masih mengalami keterbatasan pasokan pangan pada
waktu-waktu tertentu.
b. Kelembagaan pemasaran belum mampu berperan, baik sebagai penyangga
kestabilan distribusi maupun harga pangan. Pada masa panen pasokan pangan
berlimpah ke pasar sehingga menekan harga produk pertanian dan mengurangi
keuntungan usaha tani namun sebaliknya saat masa paceklik.
c. Bervariasinya kemampuan produksi antar wilayah dan antar musim menuntut
kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan, agar pangan tersedia
sepanjang waktu di seluruh wilayah konsumen.
d. Keamanan jalur distribusi dan adanya pungutan sepanjang jalur distribusi
mengakibatkan biaya distribusi yang tinggi.
- Konsumsi Pangan
Permasalahan mengenai konsumsi penduduk Indonesia adalah belum terpenuhinya
kebutuhan pangan, karena belum tercukupinya konsumsi energi (meskipun konsumsi
protein telah mencukupi). Dengan demikian, diperlukan upaya untuk mendiversifikasi
konsumsi pangan dengan sumber karbohidrat non-beras dan pangan sumber protein,
menganekaragamkan kualitas konsumsi pangan dengan menurunkan konsumsi beras
per-kapita, selain mengembangkan industri dan bisnis pangan yang lebih beragam.
Badan Ketahanan Pangan menyusun kebijakan umum mengenai ketahanan pangan yang
arahnya adalah mewujudkan kemandirian pangan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi
pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga daerah dan
nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumber daya dan budaya lokal,
teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi kerakyatan dan mengentaskan
kemiskinan.
Strategi pelaksanaan kebijakan umum menuju kepada sasaran dilakukan melalui jalur
ganda (twin-track strategy) (Badan Ketahanan Pangan):
Impor bahan pangan memang di satu sisi dapat menjadi salah satu alternative pemenuhan
ketahanan pangan yang efektif melihat kondisi Indonesia yang sering terjadinya rawan pangan.
Kemandirian pangan juga bukan berarti menolak adanya ekspor-impor pangan, karena
perdagangan internasional yang menguntungkan dapat digunakan juga untuk mensejahterakan
rakyat. Impor dapat dilakukan dengan batas yang sewajarnya. Karena jika impor pangan terus
dilakukan untuk jangka panjang maka akan terjadi deficit perdagangan dan inflasi bisa saja
melanda Indonesia.
Di Indonesia total luas pertanian saat ini sekitar seluas 70juta Ha, yang efektif untuk
produktif pertanian hanya 60%-nya. Luas lahan sawah akan cenderung terus menurun karena
alih fungsi lahan sawah menjadi non pertanian yang mencapai 50-70 Ha per tahun. Padahal
pencetakan sawah hanya seluas 20-40 ribu Ha per tahun.
Dalam pemecahan masalah tersebut, menurut penulis sebenarnya terletak dari bagaimana
kebijakan dalam masalah pangan ini dibuat. Baik dari sisi para pertaninya maupun sisi teknologi
dan komunikasi yang terjalin antara pemerintah pusat dan pemerintah daerahnya. Jika semua
aspek berjalan bersinergis, maka budidaya tanaman pangan untuk pemenuhan kebutuhan pangan
masyarakat di dalam negeri akan lebih terasa menguntungkan dibandingkan harus impor untuk
pencapaian target ketahanan pangan ini. Selain itu juga konversi lahan produktif harus dikurangi
untuk menghindari penyempitan lahan sebagai akibat dari pembangunan atau penggunaan lahan
untuk sektor non pertanian.
Upaya meningkatkan penggunahan lahan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan
memenuhi kebutuhan pangan bisa dilakukan dengan cara lain selain mengurangi konversi lahan
yaitu dengan cara :