A. Harga
1. Definisi Harga
Menurut Stanton (1984), harga adalah Price is valueexpressed in terms of dollars and
cens, or any other monetary medium of exchange, kurang lebih memiliki arti harga adalah nilai
yang dinyatakan dalam dolar dan sen atau lainnya sebagai alat tukar. Menurut Alex S Nitisemito
(1991) Harga diartikan sebagai nilai suatu barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang
dimana berdasarkan nilai tersebut seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau
jasa yang dimiliki kepada pihak lain.
Harga merupakan satuan atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa) yang ditukarkan
agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa, Tjiptono (2001)
harga merupakan unsur satu–satunya dari unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan
atau pendapatan bagi perusahaan di banding unsur bauran pemasaran yang lainnya (produk,
promosi dan distribusi).
2. Peranan Harga
Ada dua peranan utama dalam proses pengambilan keputusan para pembeli:
a. Peranan Alokasi Dari Harga :
Fungsi harga dalam membatu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat
atau utilitas tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya beli.
Dapat membantu pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada
berbagai jenis barang dan jasa.
Dapat membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia.
Memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.
b. Peranan Informasi dari Harga :
Fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas.
Membantu pembeli dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai
faktor produk atau manfaat secara objektif.
3. Tujuan Penetapan Harga
1. Tujuan Berorientasi pada Laba
Dalam era persaingan global, kondisi yang dihadapi semakin kompleks dan semakin
banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, sehingga tidak
mungkin suatu perusahaan dapat mengetahui secara pasti tingkat harga yang dapat
menghasilkan laba maksimum. Oleh karena itu ada pula perusahaan yang menggunakan
pendekatan target laba, yakni tingkat laba yang sesuai atau pantas sebagai sasaran laba.
Ada dua jenis target laba yang biasa digunakan, yaitu target marjin dan target ROI
(Return On Investment).
2. Tujuan Berorientasi pada Volume
Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harganya
berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal
dengan istilah volume pricing objective. Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat
mencapai target volume penjualan atau pangsa pasar.
3. Tujuan Berorientasi pada Citra
Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga.
Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra
prestisius. Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai
tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya
merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu. Pada hakekatnya baik
penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen
terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.
4. Tujuan Stabilisasi Harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan
menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka.
Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industri
tertentu (misalnya minyak bumi). Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan
harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan
harga pemimpin industri (industry leader).
5. Tujuan-tujuan lainnya
Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing,
mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari
campur tangan pemerintah.
8. Penetapan Harga
a) Penetapan Harga Obat
Dalam rangka menjamin keterjangkauan harga obat sebagai upaya memenuhi
akuntabilitas dan transparansi kepada masyarakat, perlu pengaturan pemberian informasi harga
eceran tertinggi obat. Peraturan tersebut tertera pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 98 Tahun 2015 Tentang Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi Obat.
Menurut Permenkes tersebut, harga eceran tertinggi (HET) adalah harga jual tertinggi obat di
apotek, took obat, dan instalasi farmasi rumah sakit atau klinik. Sedangkan harga netto apotek
(HNA) adalah harga jual termasuk pertambahan nilai (PPN) dari pedagang besar farmasi (PBF)
kepada apotek, tokoobat, dan instalasi farmasi rumah sakit atau klinik.
Pengaturan pemberian informasi harga eceran tertinggi obat dimaksuskan untuk
memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai harga eceran tertinggi atau harga
obat yang diberikan kepada masyarakat. Pemberian informasi HET obat diatur dalam 2 kategori,
yaitu :
a. Informasi HET obat pada label obat
1) Industri farmasi wajib memberikan informasi HET dengan mencamtumkan pada label
obat.
2) Informasi tersebut dapat berupa nilai nominal dalam bentuk satuan rupiah yang
dicantumkan pada satuan kemasan terkecil atau formula HET yang dicantumkan pada
satuan kemasan sekunder.
3) Informasi HET berupa nominal dalam bentuk satuan rupiah hanya untuk obat generik
yang belum terdapat dalam katalog elektronik (e-catalogue) dan obat selain obat
generik.
4) Informasi HET berupa formula HET hanya untuk obat generik yang terdapat dalam e-
catalogue.
5) Informasi HET pada label berupa nominal untuk obat selain obat generic ditentukan
berdasarkan HNA ditambah biaya pelayanan kefarmasian sebesar 28% dari HNA.
6) Obat generik yang tidak terdapat dalam e-catalogue, maka informasi dalam label berupa
nilai nominal yang pada harga yang ditetapkan dengan keputusan menteri.
7) Informasi HET berupa formula HET yaitu harga obat katalog elektronik setiap provinsi
+ biaya pelayanan kefarmasian sebesar 28% dari harga katalog elektronik setiap
provinsi.
Informasi harga obat e-catalogue dapat diperoleh dengan mengakses website Lembaga
Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LKPP) dengan alamat website : http://e-
katalog.lkpp.go.id . Syarat pencantuman informasi HET pada label obat harus dilakukan dengan
ukuran yang cukup besardan warna yang jelas serta diletakkan di tempat yang mudah terlihat
sehingga mudah dibaca. Penulisan HET juga harus dicap menggunakan tinta pemanen yang tidak
dapat dihapus atau dicetak pada kemasan. (Permenkes RI, 2015).
b. Pemberian informasi HET obat pada pelayanan kefarmasian
1) Apotek, toko obat, dan instalasi farmasi rumah sakit atau klinik hanya dapat menjual
obat dengan harga yang sama atau lebih rendah dari HET atau terkecuali harga yang
tercantum pada label sudah tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku maka dapat
dijual dengan harga yang lebih tinggi dari HET.
2) Jika pelayanan kesehatan menjual obat dengan harga yang lebih tinggi dari HET maka
pihaknya harus melakukan penjelasan kepada masyarakat.
3) Apoteker pada pelayanan kesehatan wajib memberikan informasi HET kepada pasien
atau keluarga pasien.
4) Apoteker juga harus menginformasikan obat lain terutama obat generik yang memiliki
komponen aktif dengan kekuatan yang sama dengan obat yang diresepkan yang tersedia
pada apotek/instalasi farmasi rumah sakit/klinik kepada pasien atau keluarga pasien.
5) Pasien atau keluarga pasien berhak menentukan pilihan obat berdasarkan informasi
yang disampaikan oleh apoteker (Permenkes RI, 2015).
b) Penetapan Harga Resep
Dalam penetapan harga resep, ada 2 faktor yang perlu diperhatikan :
a. Faktor biaya
Biaya yang dimaksud adalah biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung
adalah biaya yang secara langsung disebabkan oleh pelayanan resep dan membentuk hasil
produksi. Contoh biaya langsung adalah obat itu sendiri, wadah obat dan label, biaya
pemeliharaan peralatan peracikan, dan biaya pengiriman. Sedangkan biaya yang tidak
langsung adalah biaya yang secara langsung terlibat dalam kegiatan pelayanan resep atau
bisa disebut sebagai biaya yang dikeluarkan apotek meskipun apotek tidak melayani resep.
Contoh biaya tidak langsung adalah sewa tempat, pemakaian keperluan kantor, dan gaji
karyawan.
b. Faktor non-biaya
Yang dimaksud faktor non-biaya adalah kompetisi atau persaingan usaha, kesan terhadap
apotek, dan tujuan apotek.
1) Kompetisi atau persaingan
Faktor jenis ini harus melihat kelebihan khusus yang dimiliki oleh pesaing, misalnya
lokasi yang nyaman, ketersediaan obat atau alkes yang lengkap, jumlah dan pilihan obat
yang banyak, dan pemberian pelayanan yang baik. Yang perlu dilakukan untuk
memenangi kompetisi adalah meyakinkan konsumen akan kelebihan yang dimiliki oleh
apotek kita.
2) Kesan terhadap apotek
Kesan ini biasanya muncul karena pemberian harga yang ditawarkan dan juga
pemberian pelayanan yang baik.
3) Tujuan apotek
Pada umumnya tujuan apotek adalah memaksimalkan laba dalam jangka panjang,
biasanya dengan menetapkan harga yang cukup rendah untuk menarik dan
mempertahankan konsumen. Apabila tjuan apotek membentuk volume penjualan secara
cepat, maka apotek harus mengorbankan laba untuk mendapatkan volume penjualan
yang memuaskan kemudian bertahap menaikkan harga untuk mencapai laba yang
memuaskan.
Agar berhasil dalam mencapai tujuan apotek, maka strategi yang disarankan adalah
sebagai berikut :
a. Mengklasifikasi jenis-jenis obat yang ada di apotek.
b. Menetapkan harga yang bersaing (murah) untuk obat-obat dengan permintaan yang tinggi,
seperti pil KB, obat hipertensi, obat diabetes, dan lain-lain.
Ada beberapa metode yang bisa dilakukan oleh seorang apoteker apabila pelayanan apoteker
sudah professional dalam menjalankan apotek, yaitu :
a. Metode kenaikan harga
Metode yang apabila terdapat kenaikan harga obat dari pabrik, maka harga obat disesuaikan
dengan persentase kenaikan harga obat. Contohnya :
Harga jual lama (harga netto obat + PPN x faktor jual) = Rp 30.000
Harga obat (resep) = HJA lama + HJA lama x % kenaikan
= 30.000 + (30.000 x 25%)
= Rp 37.500
b. Metode biaya pelayanan profesional
Merupakan nilai yang telah ditentukan yang ditambah pada biaya obat untuk menentukan
harga resep obat. Biayanya sama tanpa memperhitungkan biaya obat yang dilayani.
Misalnya :
Biaya pelayanan professional = Rp 10.000
Biaya obat = Rp 15.000
Maka harga obat dalam resep = Rp 25.000
Pada metode ini pada umumnya menimbulkan penurunan margin laba, mengabaikan biaya
penyimpanan. Pada biaya pelayanan profesional yang kecil ditambahkan pada produk yang lebih
murah dan biaya palayanan profesional yang besar ditambahkan pada produk yang lebih mahal.
c. Metode skala geser
Metode ini digunakan untuk menutup kekurangan atau kerugian penggunaan metode
kenaikan harga dan biaya pelayanan profesional. Pada metode kenaikan harga, pada
umumnya harga dirasa menjadi sangat tinggi dimana mark up besar ditambahkan pada biaya
obat yang murah dan mark up kecil ditambahkan pada biaya obat yang mahal.
9. Perhitungan Harga
1. HNA (Harga Netto Apotek)
HNA adalah singkatan dari harga netto apotek, harga bersih dari suatu produk. HNA
bisa diartikan sebagai harga (modal) awal suatu apotek yang didapatkan saat pembelian
dari distributor atau yang lainnya.
2. Mark Up/Margin
Mark Up adalah persen keuntungan yang didapatkan dari menjual produk. Mark Up
disini bisa disebut juga Margin. Margin/Mark Up tiap apotek berbeda-beda, ada yang
menetapkan 25% atau 1,25 dan bahkan ada yang menetapkan 30% atau 1,3.
3. PPN 10%
PPN 10% adalah pajak pertambahan yang wajib dikeluarkan dan dibayarkan ke
kantor pajak. PPN dikenakan mulai dari proses transaksi dari produsen ke konsumen.
4. HJA (Harga Jual Apotek)
HJA adalah harga jual apotek, harga yang diberikan oleh pejual ke konsumen dan
tentunya setelah diperhitungkan HNA, PPN 10% dan Margin/Mark Up.
Harga jual apotek (HJA) dapat ditentukan/dihitung dengan rumus sebagai berikut :
HJA = (HNA x PPN 10%x Margin/mark up)
Contoh Perhitungan :
1. Penetapan HET diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 98
Tahun 2015.
2. Penetapan harga yang diatur Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 98
Tahun 2015 dan pada kenyataan adalah sama, dimana harga jual apotek (HJA) tidak lebih
dari HET yang tertera pada label obat.
3. Penetapan harga jual apotek yang memiliki peran adalah apoteker.
DAFTAR PUSTAKA
Alex S. Nitisemito. 1991. Manajemen Personalia (Manajemen Sumber Daya Manusia). Jakarta.
Moh.Anief. 2014. Manajemen Farmasi. Yoyjakarta : Universitas Gadjah Mada Press.
Kepmenkes RI. 2015. Tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan dan pelaporan narkotika,
psikotropika dan prekursor farmasi.
Pappas James, Mark Hirsehey.1995. Managerial Economics (Edisi Indonesia).Jakarta :
Binarupa Aksara.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Repulik
Indonesia Nomor 98 Tahun 2015 Tentang Pemberian Informasi Harga Eceran Tertinggi
Obat. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia
_________________. 2016. Permenkes RI No. 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI
Sampurno. 2009. Manajemen Pemasaran farmasi. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.
Sukirno, Sadono.2012. Mikroekonomi Teori Pengantar. Cetakan ke-19 dan ke-27.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Tjiptono, Fandy. 2001. Strategi Pemasaran. Jakarta : Penerbit Andi.
William, J.Stanton., Michael, J.Etzel., & Bruce, J.Walker. 1994. Dasar-dasar Manajemen
Pemasaran, cetakan 1. Bandung : Penerbit Mandar Maju.