SKRIPSI
MAHARANI HASIBUAN
160822054
SKRIPSI
MAHARANI HASIBUAN
160822054
SKRIPSI
Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan
dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.
Maharani Hasibuan
160822054
PENGESAHAN SKRIPSI
Disetujui di:
Medan, April 2018
ABSTRAK
Uji Skrining Fitokimia dan Antibakteri dari Ekstrak Etanol Daun Ceremai
(Phyllantusacidus (L) skeels). Serbuk daun ceremai diekstraksi dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 96% selama 48 jam. Dan di rotary
evaporator sehingga menghasilkan ekstrak pekatnya. Hasil uji skrining fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun ceremai menunjukkan positif saponin
dan tanin. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun
ceremai memberikan diameter zona hambat yang lebih efektif adalah bakteri
Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli pada
konsentrasi 20% dengan diameter zona hambat bakteri 10,05 mm, 10,05 mm,
dan 9,00 mm.
ABSTRACT
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati
dan diri kepada Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“UJI SKRINING FITOKIMIA DAN ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK ETANOL
DAUN CEREMAI TERHADAP Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus
aureus, Escherichia coli”yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Sains (S.Si) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara Medan.
Terima kasih kepada Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS selaku Dosen
Pembimbing yang telah membimbing penulis dengan kesabaran tinggi mulai tahap awal
orientasi penelitian sampai tahap akhir selesainya penulisan skripsi ini. Terima kasih Ibu
Dr.Cut Fatimah Zuhra, M.Si selaku Ketua Departemen Kimia dan Bapak Dr.Firman
Sebayang MS selaku Kordinator Kimia Ekstensi. Dan seluruh staf dosen pengajar
jurusan Kimia FMIPA USU yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat bagi
penulis.
Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak skripsi ini tidak
akan terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua yang selalu sabar membimbing penulis,
kepada ayahanda Alm. P Hasibuan dan Ibunda Tina Sahara Nasution dengan do’a dan
kerja kerasnya telah ikhlas membesarkan, membiayai, dan mendidik agar dapat menjadi
manusia yang berguna dan juga kepada seluruh pihak keluarga dan sahabat-sahabat
penulis jurusan ekstensi kimia FMIPA USU angkatan 2016 atas bantuan dan motivasi
yang diberikan dan atas kebersamaannya selama ini.
Maharani Hasibuan
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
DAFTAR SINGKATAN xi
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Permasalahan 2
1.3. Pembatasan Masalah 2
1.4. Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biologi Daun Ceremai (Phyllantus acidus (L) skeels) 4
2.1.1. Klasifikasi 4
2.1.2. Morfologi Tumbuhan 5
2.1.3. Kandungan Daun Ceremai 5
2.2. Metabolit Sekunder 6
2.2.1.Alkaloid 6
2.2.2. Flavonoid 6
2.2.3. Tanin 7
2.2.4. Terpenoida 7
2.2.5. Saponin 8
2.3. Ekstraksi 8
2.4. Bakteri 9
2.4.1. Penggolongan Bakteri 10
2.5. Bakteri 12
2.5.1. Bakteri Escherichia coli 12
2.5.2. Bakteri Staphylococcus aureus 13
2.5.3. Bakteri Staphylococcus epidermidis 14
2.6. Antibakteri 15
2.7. Resistensi Bakteri 17
2.8. Uji Aktivitas Antibakteri 17
2.8.1. Pengukuran Aktivitas Antibakteri 18
2.8.2. Mekanisme Kerja Antibakteri 19
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 21
3.2. Bahan dan Alat Penelitian 21
3.3. Prosedur Penelitian 21
3.3.1. Persiapan Sampel Penelitian 21
3.3.2. Ekstraksi Serbuk Daun Ceremai 22
3.3.3. Uji Skrining Fitokimia Daun Ceremai 22
3.3.4. Uji Tanin 22
3.3.5. Uji Terpenoid 22
3.3.6. Uji Alkaloid 22
3.3.7. Uji Saponin 22
3.3.8. Flavonoid 23
3.4. Pengujian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Ceremai 23
3.4.1. Sterilisasi Alat 23
3.4.2. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA) 23
3.4.3. Pembuatan Media Agar Miring dan Stok Kultur Bakteri 23
3.4.4. Pembuatan Media Mueller Hinton Agar (MHA) 23
3.4.5. Pembuatan Suspensi Bakteri 24
3.4.6. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak Etanol Daun Ceremai 24
3.4.7. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceremai 24
3.5. Bagan Penelitian 25
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR SINGKATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1. Konsentrasi ekstrak etanol yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5%,
10%, 15%, dan 20%.
2. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini bakteri Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus,dan Escherichia coli.
3. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ceremai (Phyllantus
acidus (L) skeels) yang berasal daridaerah Tanjung Anom, Kabupaten Deli
Serdang, Kecamatan Pancur Batu, Sumatera Utara.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Phyllanthaceae
Genus : Phyllanthus
Spesies : Phyllanthus acidus
(L) Skeels
Bila tangkai gugur akan meninggalkan bekas yang nyata pada cabang.
Perbungaan berupa tandan yang panjang 1,5 cm hingga 12 cm, keluar di
sepanjang cabang, kelopak bentuk bintang, mahkota merah muda. Terdapat bunga
betina dan jantan dalam satu tandan. Buahnya buah batu, bentuknya bulat pipih,
berlekuk 6 cm hingga 8 cm, panjang 1,25 cm hingga 1,5 cm, lebar 1,75 cm hingga
2,5 cm, warnanya kuning muda, berbiji 4 hingga 6, rasanya asam. Biji bulat pipih
berwarna coklat muda (Dalimartha dan Agriwidya, 1999).
2.1.3 Kandungan Daun Ceremai (Phyllantus acidus (L) skeels)
Daun Ceremai memiliki banyak zat aktif yang sangat berkhasiat dalam
mencegah dan mengatasi berbagai penyakit. Berikut adalah kandungan senyawa
berkhasiat yang terdapat dalam daun ceremai : Daun Ceremai berkhasiat untuk
mengobati kanker selain itu juga berkhasia tmengobati batuk berdahak, menguruskan
badan, mual, dan sariawan. Sedangkan kulit berkhasia tmengatasi penyakit asma dan
sakit kulit. Biji berkhasiat untuk mengobati sembelit serta mual akibat perut kotor
(Dalimartha dan Agriwidya, 1999).
2.2.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih asam nitrogen, umumnya tidak berwarna dan berwarna jika mempunyai
struktur kompleks dan bercincin aromatik. Alkaloid pada umumnya juga mempunyai
kereaktifan fisiologi yang menonjol, sehingga oleh manusia alkaloida sering
dimanfaatkan sebagai pengobatan. Secara kimia alkaloida merupakan suatau
golongan heterogen. Secara fisik alkaloida dipisahkan dari kandungan tumbuhan
lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat
(Harborne,1987).
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar.
Alkaloid memiliki kemampuan sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah
dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
sehingga lapisan dinding sel terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut (Robinson, 1995).
2.2.2 Flavonoid
Flavonoida adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6. Flavonoid umumnya
terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau
lebih grup hidroksil fenolik. Gugus hidroksil atau alkoksil terdapat pada karbon
C5dan C7 pada cincin A. Pada cincin B gugus hidroksil atau alkoksil terdapat pada
karbon C3 dan karbon C4 (Sirait, 2007).
2.2.3 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein yang tidak larut dalam air. Tanin adalah senyawa yang berasal dari
tumbuhan yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai
(Harborne,T.1987).
Struktur tanin yaitu :
OH
OH
OH
O
OH
OH
OH
OH O
OH OH
OH
OH
OH O
OH
OH
OH
2.2.4 Terpenoida
Senyawa terpenoida terdapat bebas dalam jaringan tanaman, tidak terikat
dengan senyawa-senyawa yang lain, tetapi banyak diantara mereka yang terdapat
sebagai glikosida, ester dari asam organik dan dalam beberapa hal terikat dengan
protein (Sastrohamidjojo, 1996).
Terpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis
terdistribusi luas dalam dunia tumbuhan dan hewan, terpenoid tidak saja ditemukan
pada tumbuhan tingkat tinggi namun juga pada terumbu karang dan mikroba.
Struktur terpenoida dibangun oleh molekul isoprena, CH2=C (CH3)- CH+ CH2,
Kerangka terpenoid terbentuk dari dua atau lebih banyak satuan unit isoprena.
Terpenoid dapat juga dikelompokkan menjadi monoterpen, seskuiterpen, diterpen,
triterpen, dan tetraterpen (Sirait, 2007).
Triterpenoid merupakan golongan terpenoida yang berpotensi sebagai
antimikroba. Selain itu senyawa ini banyak digunakan untuk menyembuhkan
penyakit gangguan kulit. Triterpenoida memiliki sifat antijamur, insektisida,
antibakteri, dan antivirus (Robinso, 1995).
2.2.5 Saponin
Saponin berasal dari kata sapo yang berarti sabun, karena sifatnya
menyerupai sabun. Saponin adalah glikosida triterpenoid. Saponin merupakan
senyawa yang berasa pahit, berbusa dalam air serta larut dalam air dan alkohol tetapi
tidak larut dalam eter. Saponin paling cocok diekstraksi dengan menggunakan
metanol dan etanol (Robinson. 1995).
Saponin dapat digunakan sebagai racun dan antimikroba (jamur, bakteri, dan
virus). Saponin terdiri dari dua, yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.
Saponin memberikan hasil yang lebih baik sebagai antibakteri jika mengunakan
pelarut polar seperti etanol 70%. Pada konsentrasi rendah saponin menyebabkan
hemolisis sel darah merah sehingga berfungsi sebagai antibakteri (Harborne, 1987).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat menjadi
komponen-komponen yang terpisah. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan
bagian-bagian tertentu dari suatu bahan yang mengandung komponen-komponen.
Ekstraksi yang tepat sudah tentu bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan
tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi (Harborne,1987).
Proses pemisahan senyawa dalam simplisia, menggunakan pelarut tertentu
sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan. Pemisahan pelarut
berdasarkan‘like dissolved like’ artinya suatu senyawa polar akan larut dalam pelarut
polar. Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, tergantung dari
tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan. Metode
ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi Maserasi adalah perendaman bahan
alam yang dikeringkan (simplisia) dalam suatu pelarut. Metode ini dapat
menghasilkan ekstrak dalam jumlah banyak, serta terhindar dari perubahan kimia
senyawa-senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009).
Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
Maserasi
Maserasi adalah dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan diestraksi.
Teknik maserasi adalah teknik pengekstraksian yang paling klasik. Sampel yang
telah dihaluskan direndam dalam suatu pelarut organik selama beberapa waktu.
Kemudian disaring danhasilnya dapat berupa filtrat. Proses maserasi dapat dilakukan
dengan dan tanpa pemanasan dengan pengocokan dan juga dengan ultrasonik
(Ibrahim,H.M.S dan Sitorus,M.2013).
2.4 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata”bakterion” (bahasa yunani) yang berarti tongkat
atau batang. Sekarang namanya dipakai untuk menyebutkan sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, pembiakan dengan cara pembelahan diri, serta
demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro,
1998).
Bakteri adalah sel prokariot yang berukuran sekitar 0,1 -10,0 µm
(Elliott,T,dkk.2002). Sel prokariot yang merupakn sel sederhana, yang mempunyai
inti yang tidak sempurna, dengan kromosom yang terdiri dari lingkaran tertutup
DNA. Bakteri dapat ditemukan di hampir semua bagian bumi termasuk di tempat
yang tidak layak untuk dihuni organisme lainnya. Banyak bakteri dapat
menyebabkan penyakit bagi manusia, tetapi berbagai bakteri menguntungkan
kesehtan manusia bahkan merupakan organisme yang diperlukan dalam kehidupan
manusia. (Soedarto,2015).
Tabel 2.1 Perbedaan bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Fardiaz, 1992).
Perbedaan Relatif
2.5 Bakteri
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana aktivitas antibakteri
ekstrak etanol daun ceremai (Phyllantus acidus (L) skeels) terhadap bakteri
Staphylococcus Epidermidis, Staphylococcus Aureus, dan Escherichia Coli.
jaringan tubuh manusia. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang
berbentuk batang pendek (kokobasil) yang mempunyai flagel yang berukuran 0,4-0,7
µm x 1,4 µm. Escherichia coli tumbuh dengan baik hampir semua media pebenihan,
dapat meragi laktosa, bersifat mikroaerofilik (Biomed,M dan Radji,M. 2010) dan
bersifat patogenik yang dapat menyebabkan infeksi intestinal, infeksi saluran kemih
dan meningitis pada bayi (Soedarto, 2015).
Sel bakteri seperti Escherichia coliyang digolongkan dalam sel prokariotik.
Sel bakteri ini mudah dibiakkan dalam medium larutan glukosa dan beberapa ion
anorganik. Dalam medium sel Escherichia coliberkembang biak dua kali lipat pada
suhu 370C dalam waktu 60 menit. Waktu generasi ini dapat dipercepat menjadi 20
menit apabila dalam mediumnya ditambahkan basa purin dan pirimidin dan asam
amino (Subowo, 2015).
di rumah sakit dan menulari orang-orang di lingkungan rumah sakit tersebut (infeksi
nosokomial). Secara klinis, bakteri ini menyerang orang-orang yang rentan atau
imunitas rendah, seperti penderita AIDS, pasien kritis, pengguna obat terlarang
(narkotika), bayi yang baru lahir, dan pasien rumah sakit yang dirawat dalam waktu
lama (Djide, M. 2003).
2.6 Antibakteri
Antibakteri adalah bahan atau senyawa yang dapat membasmi terutama bakteri
pathogen. Senyawa antibakteri harus mempunyai sifat toksisitas selektif, yaitu
berbahaya bagi parasit tetapi tidak berbahaya pada inangnya (Xia dkk, 2010).
Antibakteri dapat dibedakan berdasarkan mekanisme kerjanya,yaitu antibakteri yang
menghambat pertumbuhan dinding sel, antibakteri yangmengakibatkan perubahan
permeabilitas membran sel atau menghambat pengangkutan aktif melalui membran
sel, antibakteri yang menghambat sintesis protein, dan antibakteri yang menghambat
sintesis asam nukleat sel. Aktivitas antibakteri dibagi menjadi 2 macam yaitu
aktivitas bakteriostatik (menghambat pertumbuhan tetapi tidak membunuh patogen)
dandapat membunuh patogen dalam kisaran luas (Brooks dkk, 2005).
Mekanisme kerja antibakteri adalah sebagai berikut :
a) Kerusakan pada dinding sel
Bakteri memiliki lapisan luar yang disebut dinding sel yang dapat mempertahankan
bentuk bakteri dan melindungi membran protoplasma di bawahnya.
b) Perubahan permeabilitas sel
Beberapa antibiotik mampu merusak atau memperlemah fungsi ini yaitu memelihara
integritas komponen-komponen seluler.
c) Perubahan molekul protein dan asam nukleat
Suatu antibakteri dapat mengubah keadaan ini dengan mendenaturasikan protein dan
asam-asam nukleat sehingga merusak sel tanpa dapat diperbaiki lagi
d) Penghambatan kerja enzim
Setiap enzim yang ada di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya
suatu penghambat.Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya
metabolisme atau matinya sel (Pelczar dan Chan, 1988).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.
Syarat jumlah bakteri untuk uji sensitivitas yaitu 105– 108CFU/mL (Hermawan,
2007).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode
difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang atau
sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang atau sumuran yaitu membuat
lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak
lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan
ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati
untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati dan
Agustini, 2007)
Prinsip metode pengenceran adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga
diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi
ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media cair. Perlakuan tersebut akan
diinkubasi dan diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan
terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa antibakteri pada kadar terkecil yang
terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji, ditetapkan sebagai Kadar
Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC). Larutan
yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair
tanpa penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri, Dan diinkubasi selama
18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai
Kadar Bunuh Minimal (KBM) atau Minimal Bactericial Concentration (MBC)
(Pratiwi, 2009). Konsentrasi minimal yang diperlukan untuk membunuh 99,9 %
pertumbuhan bakteri dikenal sebagai Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) (Forbes,
2007).
BAB 3
METODE PENELITIAN
Ekstrak Daun
Ceremai Pekat
Tabung I
ditambah ditotolkan ditambahkan ditambahka
ditambahk
an kan pada plat FeCl3 5 % n aquadest
pereaksi KLT
Meyer di kocok
Tabung II disemprotka kuat-kuat
ditambahk n dengan
an CeSO4
pereaksi
Dragendof
f
Tabung III
ditambahka
n pereaksi
Bouchardar
10 ml aquadest
Dilakukan hal yang sama untuk koloni bakteri Staphylococcus epidermidis dan
Escherichia coli.
BAB 4
Keterangan :
- = Tidak ada terdapat Alkaloid, Flavonoid, dan Terpenoid.
+ = Ada terdapat Saponin dan Tanin
FeCl3 + 3
HO O
OH
OH
HO OH
HO OH
HO Fe OH
HO o OHo
H
o
HO
OH
HO
(a) (b)
Gambar 4.1 (a) Zona hambat bakteri S. epidermidis Kontrol (+) dan (-)
(b) Zona hambat bakteri S. epidermidis Ekstrak Etanol Daun
Ceremai
(a) (b)
Gamabar 4.2(a) Zona hambat bakteri S. aureus Kontrol (+) dan (-)
(b) Zona hambat bakteri S. aureus Ekstrak Etanol Daun Ceremai
(a) (b)
Gambar 4.3 (a) Zona hambat bakteri E. coli Kontrol (+) dan (-)
(b) Zona hambat bakteri E. coli Ekstrak Etanol Daun Ceremai
Tabel 4.3. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ceremai
Konsentrasi Diameter Zona Hambat (mm) dari
Ekstrak Etanol Ekstrak Etanol Daun Ceremai
Daun Ceremai
S. epidermidis S. aureus E. coli
5% 7,05 8,17 7,15
10% 7,15 9,00 8,05
15% 8,17 10,02 8,17
20% 10,05 10,05 9,00
Kontrol (+) 30,00 33,00 22,05
Kontrol (-) - - -
4.2 Pembahasan
4.2.1 Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Ceremai
Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dari suatu penelitian yang
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung
dalam tumbuhan (Kristanti, dkk, 2008). Berdasarkan hasil skrining fitokimia
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol daun ceremai adalah
saponin dan tanin.
Berdasarkan Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun ceremai
mengandung golongan senyawa saponin dan tanin yang dapat ditarik dalam pearut
etanol, hal ini disebabkan karena etanol merupakan pelarut universal yang memiliki
gugus polar (-OH) dan gugus non polar (-CH3) sehingga dapat menarik analit-analit
yang bersifat polar dan non polar.
Uji flavonoida pada ekstrak etanol daun ceremai dengan penambahan FeCl3.
Pada pengujian flavonoida dari ekstrak etanol daun ceremai tidak terjadi perubahan
warna. Flavonoida mempunyai tipe yang beragam dan terdapat dalam bentuk bebas
(aglikon) maupun terikat sebagai glikosida. Aglikon polimetoksi bersifat non polar,
aglikon polihidroksi bersifat semi polar, sedangkan glikosida flavonoid bersifat polar
yaitu mengandung sejumlah gugus hidroksil dan gula (Harborne, 1987).
Uji saponin pada ekstrak etanol daun ceremai dengan penambahan aquadest.
Pada pengujian saponin dari ekstrak etanol daun ceremai terjadi perubahan busa.
Saponin mengandung gugus glikosida, Glikosida adalah suatu kompleks antara gula
pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon bersifat mudah larut dalam air.
Selain itu saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa
jika dikocok dengan air. Timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang
terhidrolisis dalam air menjadi glukosa dan senyawa lain aglikon (Robinson, 1995).
Uji terpenoida pada ekstrak etanol daun ceremai dengan penambahanCeSO4
1% dalam H2SO4 10%. Pada pengujian terpenoida dari ekstrak etanol daun ceremai
tidak terjadi perubahan warna. Hasil yang diperoleh menunjukkan hasil negatif
dengan terbentuknya warna hijau. Seharusnya terbentuk warna merah kecoklatan
yang menunjukkan adanya kandungan terpenoida (Sangi et al, 2008).
Uji tanin pada ekstrak etanol daun ceremai dengan penambahan FeCl3 5%.
Pada pengujian tanindari ekstrak etanol daun ceremai terjadi perubahan warna hitam.
Pada penambahan ini golongan tanin terhidrolisis akan menghasilkan warna hitam.
Perubahan warna ini terjadi ketika penambahan FeCl 3 yang bereaksi dengan salah
satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tanin (Sangi et al, 2008).
Dari tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa ekstrak etanol daun ceremai
menunjukkan diameter zona hambat yang lebih efektif terhadap bakteri gram positif
Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 20%
dengan diameter zona hambat bakteri 10,05 mm dibandingkan dengan bakteri gram
negatif Escherichia coli pada konsentrasi 20% dengan diameter zona hambat bakteri
9,00 mm. Dan juga dapat di lihat bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak maka
semakin besar pula diameter daya hambat yang dibentuknya, sehingga diketahui
bahwa keduanya memiliki hubungan yang berbanding lurus satu sama lain dapat
terlihat pada gambar 4.2 berikut :
30
Diameter Zona Bening (mm)
25
20
S. epidermidis
15 S. aureus
E. coli
10
0
Kontrol (-) Kontrol (+) 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi (%)
Gambar 4.2 Grafik Diameter Zona Bening Ekstrak Etanol Daun Ceremai
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak pekat etanol daun ceremai
lebih mudah menghambat pertumbuhan bakteri gram positif Staphylococcus
epidermidis, Staphylococcus aureus dibandingkan dengan bakteri gram negatif
Escherichia coli. Hal ini disebabkan oleh perbedaan komposisi dan struktur dinding
sel pada bakteri gram positif dan gram negatif. Struktur dinding sel bakteri gram
positif berlapis tunggal dengan kandungan lipid yang rendah (1-4%), sedangkan
bakteri gram negatif memiliki kandungan lipid tinggi yaitu 11-12% dan membran
Mekanisme kerja senyawa tanin dalam menghambat sel bakteri yaitu dengan
cara mendenaturasi protein sel bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transport zat
dari sel satu kesel lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga
pertumbuhan bakteri dapat terhambat (Roslizawaty dkk, 2013).
BAB 5
5. 1 Kesimpulan
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji anti bakteri daun ceremai
(Phyllantus acidus (L) skeels) dengan beberapa jenis bakteri pathogen lainnya
dengan menggunakan konsentrasi yang berbeda pula.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji antibakteri daun ceremai
(Phyllantus acidus (L) skeels) dengan penentuan struktur senyawa yang aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Brooks G.F., J.S. Butel dan S.A. Morse, 2005. Medical Microbiology. Mc Graw
Hill, New York.
Forbes, A.B. 2007. Bailey and Scott’s Diagnostic Microbiology (12th ed.). Mosby:
St Louis.
Hermawan,A., Hana,W., dan Wiwiek, T. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper
betle L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
dengan Metode Difusi Disk. Universitas Erlangga.
Kristanti, A.N, N. Aminah, M. Tanjung, dan B. Kurniadi. 2008. Buku Ajar Fitokimia
Surabaya: Jurusan Kimia Laboratorium Kimia Organik FMIPA Universitas
Airlangga.
Kusmayati dan Agustini, N.W.R. 2007. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari
Mikroalga (Porphyridium cruentum). Biodiversitas. 8(1) : 48-53.
Mpila, A,D. Fatimawali dan Wiyono,W,I. 2012. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Etanol daun Mayana (Coleus antropurpureus L Benth) Terhadap
Staphylococccus Aureus, Escherichia coli dan Pseudomonas Aeruginosa
secara In Vitro. MIPA UNSTRAT. Manado.
Mulyati, E,S. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etil Asetat Daun Ceremai
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) Terhadap Staphylococccus Aureus,
Escherichia coli Dan Bioautografinya. Fakultas Farmasi. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Nasution,M.2014.PengantarMikrobiologi. Medan.USUPress.
Pelczar, Michael dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid II.
Diterjemah oleh Ratna Siri Hadioetomo, Teja Imas, Sutarmi,Tjitrosomo,
SriLestari A. Jakarta : UI Press.
Pratiwi, Rijayanti, R. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Mangga
Bacang (Mangifera foetida L) Secara In Vitro.Skripsi. Universitas
Tanjungpura.
Sa’adah, L. 2010. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Tanin Dari Daun Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi L). UIN Malang.
Setia Budi, R dan Gan, V.H.S, 1995. Farmakologi Dan Terapi. Edisi 4. Bagian
Farmakologi FKUI: Jakarta.
Tortora GJ, 2001. Microbiology and Introduction. Edisi Ketujuh. Addison Welsey
Longman Inc. New York.
V1 . N1 = V2 .N2
V1 . N1 = V2 .N2
V1 . N1 = V2 .N2
10% x X = 5% x 1 ml DMSO
Diameter Cakram = 6 mm
( ) ( )
Indeks = ( )
Indeks =
= 0.17
2. Pada konsentrasi 10% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.19
3. Pada konsentrasi 15% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.36
4. Pada konsentrasi 20% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.67
Diameter Cakram = 6 mm
( ) ( )
Indeks = ( )
Indeks =
= 0.36
2. Pada konsentrasi 10% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.5
3. Pada konsentrasi 15% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.7
4. Pada konsentrasi 20% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.67
Diameter Cakram = 6 mm
( ) ( )
Indeks = ( )
Indeks =
= 0.19
2. Pada konsentrasi 10% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.34
3. Pada konsentrasi 15% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.36
4. Pada konsentrasi 20% ekstrak etanol daun ceremai
Indeks =
= 0.5