Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL PENELITIAN

UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN Xylocarpus


granatum PADA BAKTERI PATOGEN

Oleh:

ADELLA YULIANDA
NIM. 1706015027

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Proposal : UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN


Xylocarpus granatum PADA BAKTERI PATOGEN
Nama Mahasiswa : Adella Yulianda

NIM : 1706015027

Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

Jurusan : Budidaya Perairan

Fakultas : Perikanan dan Ilmu Kelautan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Hj.Andi Noor Asikin, M.Si Prof. drh. Hj. Gina Saptiani, M.Si
NIP. 19630311 3198803 2 001 NIP. 19620630 199303 2 001

Mengetahui,

Koordinator Program Studi


Teknologi Hasil Perikanan

H. Irman Irawan, S.Pi., M. Sc., P.Hd


NIP. 19760814 200912 1 001
Tanggal :

ii
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah.....................................................................................3

C. Tujuan Penelitian.......................................................................................3

D. Manfaat Penelitian.....................................................................................3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................4


A. Mangrove Xylocarpus granatum................................................................4

B. Senyawa Antibakteri Xylocarpus granatum................................................5

C. Ekraksi Senyawa Antibakteri......................................................................6

D. Bakteri Patogen........................................................................................11

E. Hasil Penelitian Terdahulu.......................................................................15

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN..............................................................16


A. Waktu dan Tempat Penelitian..................................................................16

B. Bahan dan Alat.........................................................................................16

C. Prosedur Penelitian..................................................................................17

D. Analisis Data............................................................................................26

E. Rencana Kegiatan Penelitian...................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Tubuh Utama Halaman

1. Kandungan fitokimia Xylocarpus granatum................................. 7


2. Pembuatan perlakuan konsentrasi larutan ekstrak...................... 25
3. Jadwal Penelitian........................................................................ 31
1.

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Tubuh Utama Halaman

1. Mangrove Xylocarpus granatum.................................................. 5


2. Daun Xylocarpus granatum......................................................... 5
3. Buah (biji dan daging buah) Xylocarpus granatum...................... 6
4. Tata letak kertas cakram yang diberi perlakuan ekstrak etanol
Xylocarpus granatum................................................................... 26
5. Diagram alir prosedur penelitian..................................................

v
1

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bakteri merupakan mikroorganisme prokariotik yang dapat memberikan

dampak positif bagi kesehatan sebagai flora normal, tetapi dapat juga

memberikan dampak negatif dengan menimbulkan penyakit atau bersifat

pathogen. Berbagai penyakit dan infeksi terjadi lebih mudah melalui masuknya

makanan yang terkontaminasi ke dalam tubuh. Keracunan makanan bukan

disebabkan oleh menelan mikroorganisme hidup melainkan akibat toksin yang

disekresikan oleh mikroorganisme ke dalam makanan (Prihandani et al., 2015).

Ada beberapa bakteri yang dapat mengkontaminasi makanan dan bersifat

patogen, diantaranya adalah Staphylococcus aureus, Salmonella, dan Eschericia

coli.

S. aureus, Salmonella, dan E. coli memiliki habitat alami di saluran

pencernaan manusia dan hewan, sedangkan air dan makanan merupakan media

penyebarannya (Doyle dan Cliver,1990). S. aureus dapat menginfeksi manusia

dengan toksinnya jika terdapat dalam makanan jika tidak tepat dalam

pengolahannya sehingga dapat menyebabkan keracunan. E. coli dapat

mengkontanminasi makanan jika tidak diperhatikan sanitasi dan hygiene saat

mengolahnya sehingga dapat menyebabkan sakit diare. Salmonella merupakan

mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian.

Salmonella banyak ditemukan pada daging merah, unggas, dan telur yang tidak

tepat pengolahannya seperti kurang matang.

Kontaminasi mikroba pada makanan sebagian besar disebabkan oleh

sanitasi higiene yang buruk, serta pengawetan dan pengolahan yang kurang

tepat. Trisnaini (2012) melaporkan bakteri patogen yang berpotensi


2

mengkontaminasi pangan terdapat pada beberapa tahap pengolahan,

diantaranya tahap mendapatkan bahan makanan, tahap pembuatan dan

pembentukan adonan, tahap perebusan, dan tahap penyajian, sehingga perlu

dilakukan pengendalian terhadap bahaya mikroorganisme dengan cara

meningkatkan sanitasi alat dan lingkungan. Pengendalian terhadap

mikroorganisme juga bisa dilakukan dengan penambahan bahan yang

mengandung zat antibakteri seperti alkaloid. Senyawa bahan antibakteri tersebut

dapat diperoleh dari tumbuhan (Kurniawan et al., 2018). Salah satu tumbuhan

yang dapat digunakan sebagai antibakteri adalah mangrove sebagai tanaman

yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sejak dahulu.

Mangrove adalah tanaman yang tumbuh subur di kawasan pesisir pantai

yang memiliki potensi kandungan bioaktif yang sangat tinggi. Mangrove secara

medis dapat digunakan dalam pengobatan asma, diabetes, rematik, hepatitis,

penyakit kulit, penangkal racun, leukemia, kanker, penyakit mata, tumor, kolera,

malaria, disentri, demam, analgesik, antiseptik dan sebagai antibiotik

(Mardiansyah et al., 2016). Salah satu mangrove yang telah dimanfaatkan

secara tradisional oleh masyarakat pesisir adalah Xylocarpus granatum. X.

granatum merupakan jenis mangrove yang mengandung senyawa metabolit

sekunder yang bersifat antibakteri (Sukardjo, 1984). Hendrawan et al. (2015)

menyatakan biji X. granatum mengandung tannin yang bersifat sebagai

antibakteri. Rao et al. (2003) menyatakan bahwa ekstrak etanol kulit dari batang

X. granatum menunjukan aktivitas antibakteri pada bakteri gram positif.

Penelitian Syawal dan Rahman (2016) dalam uji fitokimia ekstrak daun

Xylocarpus sp. menunjukkan bahwa adanya senyawa-senyawa bioaktif yang

memiliki aktivitas antibakteri, diantaranya adalah senyawa golongan steroid,


3

flavonoid, saponin, dan tannin. Gabariel et al. (2019) menyatakan ekstrak X.

granatum (daun, buah dan batang) memiliki kemampuan dalam menghambat

pertumbuhan bakteri patogen (P. aeruginosa, E. coli dan V. alginolyticus).

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melihat pengaruh penggunaan

ekstrak etanol daun X. granatum dalam menghambat bakteri pathogen (S.

aureus, Salmonella, dan E. coli).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar daya hambat ekstrak etanol daun X. granatum terhadap

terhadap bakteri patogen (S. aureus, Salmonella, dan E. coli).

2. Berapa konsentrasi yang mempunyai daya hambat terbesar dari ekstrak

etanol daun X. granatum.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah untuk:

1. Mengetahui daya hambat ekstrak etanol daun X. granatum terhadap

bakteri patogen (S. aureus, Salmonella, dan E. coli).

2. Mencari konsentrasi terbaik dari ekstrak etanol daun X. granatum

terhadap bakteri patogen.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas

antibakteri dan kandungan fitokimia dari ekstrak etanol daun X. granatum.


4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mangrove Xylocarpus granatum

Xylocarpus granatum merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove

yang ada di Indonesia, dapat dilihat pada Gambar 1. X. granatum memiliki

beberapa nama daerah yaitu nyirih, nyireh, dan niri batu (Sari, 2008). Sistematika

klasifikasi X. granatum menurut Senen et al. (2018) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantea

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Family : Meliaceae

Genus : Xylocarpus

Spesies : Xylocarpus granatum

Gambar 1. Xylocarpus granatum (Sumber: Dokumentasi Pribadi (2021))


5

Imran dan Efendi (2016) menjelasakan bahwa pohon X. granatum dapat

tumbuh hingga mencapai ketinggian 25 meter. Akar dari pohon ini merambat ke

samping, meliuk–liuk, dan membentuk celah. Batang kayu dari pohon ini sering

kali berlubang, terutama pada pohon yang sudah tua. Batang kayu berwarna

coklat muda kekuningan, tipis, dan mengelupas. Buah X. granatum memiliki

ukuran seperti jeruk besar yang terdiri dari 12-18 biji (Thomlinson, 1986; Sari,

2008). X. granatum memiliki daun berwarna hijau (panjang 10 cm dan lebar 4

cm), daun berbentuk oval dan menebal pada pangkal yang bertemu dengan

cabang. Daun X. granatum dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daun X. granatum (Sumber: Dokumentasi Pribadi (2021))

B. Senyawa Antibakteri Xylocarpus granatum

Bahan antibakteri dapat diartikan suatu bahan yang mampu menggangu

pertumbuhan dan metabolisme bakteri yang menyebabakan penghambatan

pertumbuhan atau bahkan menyebabkan kematian bakteri (Lathifah, 2008;

Rozaly, 2018). Bahan antibakteri dihasilkan dari senyawa aktif (metabolit

sekunder) yang terdapat didalam suatu bahan (Nurjanah et al., 2018). Bahan

antibakteri secara umum memiliki mekanisme penghambatan pertumbuhan

dengan cara merusak komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri yang
6

menyebabkan lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh, sehingga pada

akhirnya mengakibatkan kematian (Ainurrochmah et al., 2013).

X. granatum telah dimanfaatkan secara tradisional sebagai obat penurun

panas, malaria, sariawan, dan diare (Uddin et al., 2007). X. granatum telah

terbukti memiliki aktivitas antidiare, antibakteri dan juga antijamur (Rao et al.,

2003; Lakshmi et al., 2011). Ekstrak metanol X. granatum memiliki senyawa

metabolit sekunder, yaitu flavonoid, tanin, saponin, dan fenol (Hendrawan et al.,

2015). Kandungan fitokimia dari ekstrak metanol X. granatum dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan fitokimia Xylocarpus granatum (Hendrawan et al., 2015)


Ektarak Fiitokimia
Metanol Alkoloid
Triterporoi
X. Flavanoi Saponi Tani Feno
Maye Dragendrof d dan
granatu d n n l
r f Steroid
m
Akar - - + + + + -
Biji - - + + + + -
Kulit
- - + + + + -
Buah
Daging
- - + + + + -
Buah
Batang - - + + + + -
Daun - - - - - + -
Keterangan: (+) mengandung bahan aktif, (-) tidak mengandung bahan aktif

C. Ekraksi Senyawa Antibakteri

1. Prinsip Ekstraksi Senyawa Antibakteri

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan suatu zat atau bahan aktif

yang diinginkan dari campurannnya dengan bantuan pelarut. Ekstraksi senyawa


7

bioaktif memiliki prinsip berupa pelarut akan masuk ke dalam sel melewati

dinding sel. Hal ini menyebabkan isi sel akan larut karena adanya perbedaan

kosentrasi antara larutan di dalam sel dengan yang berada di luar sel. Larutan

dengan kosentrasi rendah akan menggantikan pelarut dengan kosentrasi tinggi,

dikarenakan pelarut dengan kosentrasi tinggi akan terdesak keluar. Peristiwa ini

terus berulang sampai terjadinya keseimbangan kosentasi antara larutan di luar

sel dan di dalanm sel (Rozaly, 2018). Peristiwa yang selalu berulang tersebut

merupakan proses difusi (Najib, 2018).

2. Etanol

Etanol merupakan senyawa kimia dengan rumus CH3CH2OH, yang

molekulnya mengandung gugus hidroksil (OH-). Etanol termasuk ke dalam

golongan alkohol (Abramson and Singh, 2009). Etanol bersifat tidak beracun,

mudah menguap, mudah terbakar, dan dipakai sebagai pelarut dalam dunia

farmasi maupun ndustri makanan dan minuman (Anggraini et al., 2017). Etanol

memiliki titik didih sebesar 78,40C, sehingga memiliki sifat mudah terbakar

(Simanjuntak, 2009).

3. Metode Ekstraksi

Metode ekstrasi dikelompokan berdasarkan suhu dari sistem ekstraksi yang

digunakan. Metode ekstraksi berdasarkan suhu harus sesuai dengan karakter

komponen kimia yang disari. Komponen kimia yang disari harus tahan terhadap

pemanasan. Metode ekstraksi berdasarkan proses terasinya sampel bersesuaian

dengan apa yang terjadi pada cairan penyari pada saat proses ekstraksi

berlangsung, apakah cairan penyari atau pelarut secara berkesinambungan

dalam menyari sampel atau tidak. Proses berkesinambungaan yang dimaksud

adalah siklus yang terjadi pada cairan penyari apakah berkesinambungan atau
8

tidak. Metode ekstraksi khusus dalam menyari minyak menguap hanya untuk

mencari senyawa–senyawa yang berasal dari sampel yang mengandung minyak

menguap. Metode yang lain adalah metode ekstraksi cair-cair atau biasa disebut

metode patisi cair-cair metode ini digunakan dengan tujuan memisahkan

komponen kimia sesuai dengan kepolarannya (Najib, 2018).

Metode ekstraksi dengan menggunakan panas dibagi berdasarkan cairan

penyari yang digunakan, yaitu dengan menggunakan pelarut air dan pelarut

organik. Metode ekstraksi panas dengan menggunakan air adalah sebagai

berikut (Najib, 2018):

a. Infusa

Infusa merupakan proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

suhu 90oC selama 15 hingga 20 menit. Infusa dilakukan dengan cara

merendam sampel dalam bejana, perlakuan ini dapat dilakukan baik pada

sampel segar ataupn dalam bentuk simplisia.

b. Dekok

Dekok merupakan proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

suhu 90oC selama 30 menit. Perlakuan tersebut didapatkan pada

pengolahan sampel Ayurveda hasil penyarian yang disebut quath atau

kawath.

c. Destilasi

Metode destilasi ini, bahan yang akan disuling kontak langsung

dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapng diatas air atau terendam

didalam air secara sempurna ini tergantung dari dari bobot jenis dan jumlah

bahan yang akan disuling. Air dipansakan menggunakan metode

pemanassan dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap, melingkar


9

tertutup, atau dengan memakai pipa uap berlingkar terbuka atau berlubang.

Metode ini memiliki ciri khas kontak langsung antara bahan dengan air

mendidih.

Metode ekstraksi panas menggunakan pelarut organik adalah sebagai

berikut (Najib, 2018):

a. Digesti

Digesti merupakan cara maserasi dengan menggunakan pemanasan

lemah, dimana pemanasaan ini dilakukan pada suhu 40 oC – 50oC. Metode

ini dilakukan hanya pada simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap

pemanasaan. Metode ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dari pelarut

yang digunakan dalam menyari sampel.

b. Refluks

Metode refluks termasuk dalam cara ekstraksi berkesinambungan.

Bahan yang akan digunakan pada metode ini akan diekstraksi dengan

direndam dalam cairan penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi

dengan pendingin tegak dan dipanaskan hingga mendidih, cairan penyari

akan menguap. Uap tersebut diembunkan oleh pendingin tegak dan turun

kembalimenyari zat aktif dalam simplisia.

c. Soxhlet

Motode soxhlet merupakan metode ekstraksi untuk bahan yang tahan

pemanasan dengan cara meletakan bahan yang akan diekstraksi dalam

sebuah kertas sari didalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang berkerja

kontinu dengan pelarut relatif konstan, adanya pendinginan balik dan turun

menyari simplisia dalam klingsingdan selanjutnya masuk kembali kedalam

labu alas bulat setelah melewati pipa sifon.


10

Metode ekstraksi secara dingin adalah sebagai berikut (Najib, 2018) :

a. Maserasi

Maserasi adalah jenis ekstraksi sederhana karena pengerjaan hanya

dilakukan dengan cara merendam bahan simplisia dalam cairan pelarut.

Metode maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung

zat aktif yang mudah larut dalam cairan pelarut, tidak mengandung zat yang

mudah mengembang dalam cairan pelarut. Maserasi tidak digunakan pada

bahan yang mengandung benzoin, tiraks dan lilin. Maserasi memiliki

keuntungan berupa cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan

sederhana dan mudah diusahakan. Maserasi secara umum dikakukan

dengan cara 10 bagian simplisia dengan derajat halusyang tertentu

dimasukan kedalam sautu bejana, kemudian diberi dengan 75 bagian

penyari, ditutupi, dan dibiarkan selama 3 hari ditempat yang terlindungi dari

cahaya sambil sesekali diaduk. Metode maserasi perlu dilakukan

pengadukan sesekali yang bertujuan untuk meratakan kosentrasidiluar butir

serbuk simplisia, sehingga tetap terjaganya derajat kosentrasi yang sekecil

kecilnya antara larutan didalam sel dengan diluar sel. Maserasi yang telah

didiamkan selama 3 hari kemudian dilakukan pemisahan endapan, ampas

ditambahkan cairan pelaruthingga diperoleh sari sebanyak 100 bagian.

Metode maserasi memiliki beberapa modifiasi sebagai berikut:

1) Maserasi dengan mesin pengaduk

Mesin pengaduk yang berputar terus – menerus memiliki tujuan untuk

mempercepat proses penyarian.

2) Remaserasi
11

Remerasi merupakan penyarian yang dilaukansetelah penyarian

pertama selesai, dilakukan dengan cara diperas dan ditambahkan lagi

cairan penyari.

3) Maserasi melingkar

Meseras melingkar merupakan maserasi yang diperbaiki dengan

mengusahakan supaya cairan penyari atau pelarut selalu bergerak dan

menyebar, dengan begitu penyari akan mengalir kembali secara

berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

4) Maserasi melingkar bertingkat

Metode ini merupakan modifikasi dari maserasi melingkar yang

dipertimbangkan karena pada metode maserasi melingkat penyarian

tidak dilaksanakan secara sempurna. Metode maserasi melingkar tidak

sempernua karena pemindahan massa akan berhenti jika

keseimbangan telah terjadi.

b. Perkolasi

Metode perkolasi merupakan proses penyarian simplisia yang

dilakukan pada temperatur kamar dengan pelarut yang selalu baru, jika

enyarian sudah sempurna maka dihentikan penggunaan penambahan

pelarut. Perkolasi dilakukan didalam wadah berbentuk silindris atau kerucut,

yang jalan masuk dan jalan keluar yang sesuai. Bahan pengentraksi yang

dialirkan menerus dari atas akan mengalir rutun secara perlahan melintasi

simplisia. Simplisia pada metode perkolasi umumnya adalah simplisia kasar.

Perkolasi memiliki beberapa tahapan dianatranya adalah pelembapan

bahan, perendaman, tahap penetesan atau penampungan ekstrak secara

terus menerus hingga diperoleh perkolat


12

D. Bakteri Patogen

1. Bakteri Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang hidup di saluran

pencernaan manusia maupun hewan. E. coli merupakan bakteri yang dapat

tumbuh pada keadaan aerob maupun anaerob. E. coli memiliki bentuk batang

pendek (coccobasil) dengan ukuran 0,4 µm x 1,4 µm, bersifat motil (dapat

bergerak), tidak memiliki nukleus, organel eksternal maupun sitoskeleton tetapi

memiliki organel eksternal yaitu vili yang merupakan filamen tipis dan lebih

panjang (Mahon et al., 2015). Jawetz et al. (2013) menyatakan bakteri E. coli

memiliki taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Procaryotae

Divisi : Gacilicutes

Kelas : Scotobacteria

Ordo : Eubacteriales

Famili : Euteroactericea

Genus : Escherichia

Spesies : Escherchia coli

E. coli dapat berkembang lebih cepat jika mengonsumsi makanan

yang tidak sempurna dalam proses pengolahan atau makanan yang

tercemar. E. coli yang patogen dapat tumbuh pada suhu rendah sekitar

7˚C dan juga suhu tinggi sekitar 44˚C, namun pertumbuhan E. coli lebih

optimal pada suhu antara 35˚C- 37˚C dengan pH optimum 7-7,5. E. coli

dapat hidup di tempat lembab, relatif sensitif terhadap panas, dan akan

mati dengan pasteurisasi atau proses pemasakan makanan dengan suhu

yang relatif tinggi (Tangahu, 2014).


13

2. Bakteri Salmonella

Salmonella sp. merupakan bakteri gram negatif, berflagela peritrik, tidak

berspora, tidak mempunyai simpai, dan tanpa fimbria. Salmonella sp. berukuran

1-3,5 µm x 0,5-0,8 µm. dan pada media perbenihan rata-rata berukuran 2-4mm

(Radji dan Biomed, 2011). Jawetz et al. (2013) menyatakan bakteri Salmonella

sp. memiliki taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Bacteria

Divisi : Proteobacteria

Kelas : Gamma proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriales

Genus : Salmonella

Spesies : Samonella thypi, Salmonella paratyphi

Berdasarkan serotipe Salmonella sp diklasifikasikan menjadi empat serotipe,

yaitu Salmonella paratyphi A (serotipe group A), Salmonella paratyphi B (serotipe

group B), Salmonella choleraesuis (serotipe group C1), Salmonella typhi

(serotipe group D) (Jawetz et al., 2013).

Salmonella sp. dapat tumbuh pada suasana aerob atau anaerob fakultatif,

pada suhu 15-41°C, dan suhu optimum untuk pertumbuhan 37,5°C dengan pH

media 6-8. Salmonella sp. dapat mati pada suhu 56°C (Radji dan Biomed, 2011).

Salmonella sp. tumbuh dengan mudah di media sederhana, tapi hampir tidak

pernah memfermentasikan sukrosa dan laktosa. Salmonella sp. dapat bertahan

hidup di air yang membeku pada waktu yang cukup lama (Jawetz et al., 2013).
14

Salmonella sp. dapat tumbuh pada berbagai macam media differensial dan

selektif, media differensial berisi laktosa dengan indikator pH tetapi tidak

mengandung inhibitor non Salmonella. Contoh dari media differensial adalah

Eosin Methylene Blue (EMB) dan MacConkey agar. Media selektif adalah media

yang mengandung inhibitor Salmonella seperti Salmonella Shigella Agar (SSA),

Xylose Lisine Deoxycholate (XLD), dan Hektoen Enteric Agar. Pada media SSA,

koloni bakteri Salmonella sp akan tampak berwarna putih berbintik hitam (Mahon

et al., 2015).

3. Bakteri Staphylacoccus aureus

S. aureus adalah bakteri yang berbentuk menyerupai bola dengan

garis tengah ± 1 µm, tersusun dalam kelompok-kelompok tidak teratur

(menyerupai buah anggur), dapat pula tersusun empat-empat (tetrad),

membentuk rantai (3-4 sel), berpasangan atau satu-satu. S. aureus

merupakan bakteri gram positif dan berbentuk kokus. S. aureus

membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua (Dewi,

2013).

S. aureus merupakan bakteri berbentuk cocci berukuran besar dan

terdapat pada kulit. S. aureus menginfeksi luka-luka, menyebabkan rasa

panas dan bisul-bisul. S. aureus bersifat aerob fakultatif dan tidak

membentuk spora. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit tipe toksin

dan toksinnya tahan terhadap pemanasan. Bakteri tersebut mati pada

suhu 66˚C, toksinnya dapat bertahan pada suhu 100 ˚C, yaitu suhu air

mendidih selama 30 menit (Gaman, 1992).

Pertumbuhan S. aureus dalam bahan pangan menghasilkan racun

enterotoksin. Makanan yang telah terkontaminasi apabila dikonsumsi


15

dapat mengakibatkan serangan mendadak, yaitu kekejangan pada

perut, muntah-muntah yang hebat, dan diare (Buckle et al., 1987).

Enterotoksin merupakan toksin yang memiliki kemampuan untuk

menyebabkan keracunan makanan.

E. Hasil Penelitian Terdahulu

Hendrawan et al. (2015) dalam penelitiannya mendapatkan hasil uji zona

hambat ekstrak metanol X. granatum terhadap bakteri S. aureus dan E. coli

menunjukkan adanya aktivitas antibakteri. Zona bening yang terbesar terdapat

pada ekstrak kulit buah 10,3 mm untuk bakteri S. aureus dan 9,3 mm untuk

bakteri E. coli. Pada penelitian tersebut zona hambat bakteri S. aureus lebih

besar dari pada bakteri E. coli.

Gabariel et al. (2019) pada penelitiannya daya hambat ekstrak X. granatum

terhadap bakteri patogen dengan menggunakan ekstrak daun, buah, batang,

dengan kosentrasi ekstrak 100%, 50%, 25%, 12,5%. Hasil penelitian

menunjukan bahwa kosentrasi terbaik terdapat pada ekstrak 100% dengan daya

hambat tertinggi terdapat pada ekstrak batang. Daya hambat ekstrak batang

pada bakteri patogen (P. aeruginosa, E. coli, dan V. alginolytius) dengan

kemampuan sedang dan berdiameter 0,3 – 10 mm.

Su et al. (2012) melakukan isolasi pada cendawan endofit dari tanaman X.

granatum dengan isolasi 20 galur murni potensial. Penelitian ini bertujuan untk

melakukan studi aktivitas antimikroba dari X. granatum. Hasil penelitian

ditemukan 10 strain metabolit dengan aktivitas antibakteri yang kuat.


16

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan selama 3 bulan dari bulan Maret – Mei 2022.

Preperasi bahan, ekstraksi bahan, penyuburan bakteri dilakukan di Laboratorium

Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Mulawarman. Uji daya hambat dan uji MIC dilakukan di Laboraturium

Mikrobiologi Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Mulawarman. Uji Fitokimia akan dilakuan di Laboratorium Kimia, Fakultas

Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman.

B. Bahan dan Alat

1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun X. granatum yang

diperoleh dari Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Daun yang digunakan yaitu daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda

dengan cara mengambil di bagian antara 3 daun ke bawah dan 3 daun ke atas

pada tangkai pohon. Bakteri uji yang digunakan yaitu biakan murni E. coli, S.

aureus, dan Salmonella, yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Kedokteran Universitas Mulawarman. Bahan yang digunakan dalam proses

ekstraksi dan pengujian daya hambat meliputi etanol 96%, akuades steril, NA

(Nutrient Agar), TSB (Triptic Soy Broth). Kertas cakram merk Oxoid ukuran 6

mm. Bahan yang akan digunakan pada uji fitokimia adalah air panas, HCL,

serbuk magnesium (Mg), reagen dragendroff, feri klorida (FeCl3) 1%, dan asam

sulfat (H2SO4).
17

2. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain toples kaca 1,5 L,

rotary evaporator (RE-301),autoklaf, bunsen, magnetic stirer, mikro pipet,

timbang analitik (Ohaus), cawan petri, tabung reaksi, vortex, gelas ukur,

erlenmeyer, blender, inkubator, saringan, pinset, pisau, nampan, dan almunium

foil.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari 4 tahap, yaitu preparasi bahan, ekstraksi

daun X. granatum, uji daya hambat, dan uji MIC (Minimum Inhibitory

Concentration).

1. Preparasi Daun X. granatum (Saptiani et al., 2018)

Preparasi daun X. granatum mengacu pada Saptiani et al. (2018). Daun

dicuci menggunakan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang melekat.

Daun yang telah di cuci dipotong kecil dengan tujuan mempermudah

pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan cara dikering anginkan selama 30

hari. Bahan yang telah kering dihaluskan menggunakan blender.

2. Ekstraksi Daun X. granatum (Saptiani et al., 2018)

Metode ekstraksi mengacu pada Saptiani et al. (2018). Sampel diambil

sebanyak 300 gram dimasukan ke dalam toples dan dimaserasi dengan pelarut

etanol 96% sebanyak 1500 ml dengan perbandingan 1:5 (b/v) selama 24 jam.

Hasil maserasi yang diperoleh diekstraksi dengan metode evaporasi dengan alat

rotary evaporasi (RE-301), hingga pelarut etanolnya menguap. Hasil ekstraksi

yang didapatkan dihitung rendemenya dengan rumus berikut:


18

Berat ekstrak ( g )
Rendemen ( % )= X 100
Berat sampel ( g )

3. Pengujian Daya Hambat

a. Sterilisasi alat

Cawan petri, erlemenyer, gelas ukur, tabung reaksi, dan media

terlebih dahulu disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit dengan

suhu 121 oC. Kertas cakram disterilkan dengan suhu 70oC selama 1

jam. Jarum Ose disterilkan dengan pembakaran langsung di atas api

busen.

b. Pembuatan media

Media yang digunakan adalah media NA (Nutrien Agar) dan TSB

(Triptic Soy Broth). NA ditimbang sebanyak 8 gr dimasukan ke dalam

tabung erlenmeyer dan ditambahkan aquades hingga tabung

erlemenyer terisi 200 ml, kemudian dihomogenkan menggunakan hot

plate dan magnetic stier pada suhu 50oC sampai homogen. Media

kemudian didinginkan hingga mencapai suhu +40oC dan diukur pHnya,

selanjutnya media disteril dengan autoclave dengan suhu 121oC dengan

tekanan 15 lbs selama 15 menit.

Media TSB dibuat dengan cara, TSB ditimbang sebanyak 30 g dan

dimasukan tabung erlemenyer dan ditambahakan aqudes hingga tabung

Erlenmeyer terisi 500 ml. Elemenyer kemudian dihomogenkan

menggunakan hot plate dan magnetic stier pada suhu 50oC hingga

homogen. Media selanjutnya didinginkan hingga suhu + 40oC dan diukur

pHnya, selanjutnya media disteril dengan autoclave dengan suhu 121oC

dengan tekanan 15 lbs selama 15 menit.


19

c. Pembuatan Kosentrasi Perlakuan

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol

daun nyiri dengan 6 kosentrasi, yaitu 100 ppm, 300 ppm, 500 ppm, 700

ppm, 900 pm, dan 1.000 ppm. Kontrol yang digunakan adalah kontrol

positif (antibiotik tetracycline) dan kontrol negatif (akuades steril).

Pembuatan konsentrasi ektsrak pertama-tama dilakukan dengan

membuat larutan stok kosentrasi 1000 ppm terlebih dahulu dengan cara

sebagai berikut ini:

1.000 ppm = 1.000 mg/1.000.000 ml

= 1 mg/1.000 ml

Untuk membuat larutan stok kosentrasi 1000 ppm dilakukan dengan

cara melarutkan 1 mg ekstrak ke dalam 1.000 ml pelarut. Pembuatan

kosentrasi ekstrak 100 ppm, 300 ppm, 500 ppm, 700 ppm, dan 900 ppm

dilakukan dengan rumus di bawah ini yang mengacu pada Shofiana

(2020) dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Contoh:

Pembuatan larutan ekstrak kosentrasi 900 ppm

V1 × M1 = V2 × M2

V1 × 1.000 ppm = 1 mL × 900 ppm

V1 =0,9 ml

Ketertangan :V1= Volume awal (stock)

M1= Kosentrasi awal (stock)

V2 = Volume akhir (yang dibuat)

M2 = Kosentrasi Akhir (yang dibuat)


20

Sehingga untuk membuat lalrutan kosentrasi 900 ppm dilakukan

dengan cara mengambil 0,9 larutan stok dan ditambahkan akuades

sebanyak 0,1 ml atau hingga volume akhir mencapai 1 ml.

Tabel 2. Pembuatan perlakuan kosentrasi larutan ekstrak


Larutan Pelarut Akuades
Perlakuan Volume Akhir
Stock (ml) (ml)
P1 = 100 ppm 0,1 0,9 1 ml
P2 = 300 ppm 0,3 0,7 1 ml
P3 = 500 ppm 0,5 0,5 1 ml
P4 = 700 ppm 0,7 0,3 1 ml
P5 = 900 ppm 0,9 0,1 1 ml
P6 = 1.000 ppm 1 mg ekstrak 1.000 ml
Kontrol positif (K+) Larutan antibiotic tetrasiklin
Kontrol negatif (k-) Larutan aquades steril

d. Kultur bakteri

Bakteri uji yang digunakan yaitu biakan murni E. coli, S. aureus, dan

Salmonella. Masing-masing bakteri dikultur di media NA di dalam cawan

petri untuk digunakan sebagai uji daya hambat metode ADD

Sampel isolat bakteri I (E. coli) diambil sebanyak 1 ose dan dikultur

pada media TSB, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 33


0
C. Setelah tumbuh bakteri diencerkan sampai 109 dan diambil

sebanyak 1 mL untuk disebar pada media NA di dalam cawan petri,

kemudian dihomogenkan dengan cara menggoyangkan seperti

membentuk angka 8.

Sampel isolat bakteri II (S. aureus) diambil sebanyak 1 ose dan

dikultur pada media TSB, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada

suhu 33 0C. Setelah tumbuh bakteri diencerkan sampai 109 dan diambil
21

sebanyak 1 mL untuk disebar pada media NA di dalam cawan petri,

kemudian dihomogenkan dengan cara menggoyangkan seperti

membentuk angka 8.

Sampel isolat bakteri III (Salmonella) diambil sebanyak 1 ose dan

dikultur pada media TSB, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada

suhu 33 0C. Setelah tumbuh bakteri diencerkan sampai 109 dan diambil

sebanyak 1 mL untuk disebar pada media NA di dalam cawan petri,

kemudian dihomogenkan dengan cara menggoyangkan seperti

membentuk angka 8.

e. Pengujian daya hambat metode ADD

Pengujian daya hambat mengggunakan metode ADD (Agar Disc

Diffusion) mengacu pada metode Saptiani et al. (2018). Setiap

perlakuan ekstrak diambil sebanyak 25 µl dan diteteskan pada kertas

cakram. Kertas cakram yang telah ditetesi oleh ekstrak kemudian

diletakan serta ditata pada cawan petri yang telah berisi masing-masing

kultur bakteri isolate I, II dan III pada media NA. Selanjutnya dilakukan

inkubasi pada suhu 33 0C selama waktu pengamatan, yaitu mulai jam ke

12, 18, 24, 36, 48, 54 dan 60. Tata letak kertas dapat dilihat pada

Gambar 4.

D
P3

D
P D
K+
D
1 P6
K

D
P4
D D
P2
P5

D
K-
22

f. Pengamatan diameter zona hambat

Hasil uji daya hambat metode ADD adalah berupa zona hambat
mengacu pada Saptiani et al. (2018). Pengamatan dilakukan pada
cawan petri berisi media NA yang telah ditanam isolat berisi ekstrak
perlakuan serta telah dilakukan inkubasi selama 24 jam, 48 jam, dan 60
jam. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati dan mengukur
zona bening yang terbentuk pada kertas cakram.

4. Pengujian Minimum Inhibitory Concentration (MIC) (Saptiani et al.,


2018)
Pengujian MIC megacu pada Saptiani et al. (2018) yaitu dengan cara
melakukan kultur masing-masing isolat bakteri yang ditambah dengan
ekstrak X. granatum untuk dilihat pertumbuhan koloninya. Prosedur
penelitian secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 5. Tahapannya
adalah sebagai berikut:
1. Hasil uji daya hambat metode ADD yang menunjukan daya hambat
kategori sedang dipilih untuk dilanjutkan ke uji MIC
2. Masing-masing isolat bakteri dikultur di media TSB pada suhu 33ºC
selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pengenceran sampai 109
3. Konsentrasi ekstrak X. granatum yang dipilih dimasukan ke dalam
tabung 1 (tanpa pengenceran), tabung 2 (pengenceran 101),
4. Selanjutnya menyiapkan tabung untuk mencampur ekstrak di
tabung 1 dan 2 sebanyak 0,5 ml dengan masing-masing isolate
bakteri sebanyak 0,5 ml, selanjutnya dicampurkan sampai rata.
5. Campuran tersebut masing-masing diambil 1 mL dikultur pada
media NA di cawan petri dengan metode sebar, Selanjutnya
diinkubasi pada suhu 33 0C selama 24 jam
6. Hasil uji MIC dianalisis dengan cara mengamati pertumbuhan koloni
bakteri untuk setiap perlakuan Penentuan MIC didasarkan pada
hasil pengenceran tertinggi (kosentrasi ekstrak terendah) yang
masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri.
23

Daun Xylocarpus
granatum

Pencucian

Pengeringan 30 hari
30 hari

Penghalusan
Isolat bakteri Isolat bakteri
III I
Maserasi 24 jam

Evaporasi Kultur media


TSB

Ekstrak etanol
daun Xylocarpus
granatum

Perlakuan :
P1 = 100 ppm
P2 = 300 ppm
P3 = 500 ppm P5 = 900 ppm
P4 = 700 ppm P6 = 1000 ppm

Uji fitokimia
Uji daya hambat
ADD dan MIC

Gambar 5. Diagram alir prosedur penelitian


24

a. Pengamatan Uji MIC

Hasil Uji MIC diamati setelah inkubasi dengan menghitung koloni bakteri

dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC). Metode ini

dilakukan untuk menghitung jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu

produk yang tumbuh pada media agar dengan suhu dan waktu inkubasi

yang telah ditetapkan. Perhitungan kepadaan bakteri metode TPC

didaasarkan pada sebuah anggapan bahwa setiap sel yang dihitung

akan berkembang menjadi 1 koloni. Jumlah koloni yang muncul pada

cawan petri merupakan suatu indeks jumlah bakteri yang hidup dalam

sampel (Hapit et al., 2009). Perhitungan jumlah koloni bakteri pada

cawan mengacu pada Hapit et al. (2009) berdasarkan jumlah yang layak

dihitung (30-300 koloni). Jumlah bakteri per gram dihitung pada tingkat

pengenceran dan pada cawan petri menggunakan koloni hand counter

dengan rumus:

Total koloni = Jumlah koloni × ( Faktor Pengenceran


1
)
5. Pengujian Fitokimia
Pengujian Fitokimia dilakukan dengan menguji kandungan metabolik

sekunder daun nyirih secara umum, yaitu meliputi:

a. Uji kandungan alkaloid

Uji kandungan alkaloid menggunakan metode Dragendroff. Ekstrak

sampel ditambahkan H2SO42N sebanyak 2-8 tetes, selanjutnya dikocok dan

diamkan hingga terbentuk 2. Fase yang berada diatas diambil, kemudian


25

ditambahkan 1-5 tetes teage dragendroff. Ekstrak yang positif mengandung

alkaloid ditunjukan dengan warna jingga.

b. Uji kandungan flavonoid

Uji kandungan flavonoid menggunakan metode Willstater. Ekstrak

sampel ditambahkan air panas sebanyak 1-2 ml dan sedikit serbuk

magnesium (Mg), kemudian ditambahkan 10 tetes HCL dan diamati.

Ekstrak sampel yang positif mengadung flvanoid ditandakan dengan

terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga.

c. Uji kandungan saponin

Uji kandungan saponin menggunakan metode Forth. Ekstrak

sampel 1 pipet air panas dan kemudian dikocok selama 15 menit, jika

menimbulkan busa ditambahkan 1-4 tetes HCL 1 N. Ekstrak positif

saponin jika busa stabil selama 10 menit dengan ketingian 1-3 cm.

d. Uji kandungan fenol

Uji kandungan fenol menggunakan pereaksi FeCl3. Ekstrak sampel

ditambahkan 1 pipet air panas, lalu ditambahkan 3 tetes FeCl3 1%.

Ekstrak posotif fenol ditandain dengan terbentuknya warna kuning.

e. Uji kandungan tannin

Uji kandungan tannin mengacu pada sangi et al. (2008). Ekstrak

sampel ditambahkan 2 ml etanol dipanaskan selama 3 menit kemudian

ditambahkan FeCl3 1%. Ekstrak positif tannin ditnjukan dengan

terbentuknya warna hitam kebiruan atau hiaju.

f. Uji kandungan triterpenoid dan steroid


26

Uji kandungan triterpenoid dan steroid menggunakan metode

Lieberman-Burchard. Ekstrak sampel ditambahkan 5-10 tetes asam

asetat glasial, kemudian tambahkan 3-4 tetes larutan H2SO4 pekat

melalui dinding tabung. Positif triterpenoid ditunjukan dengan

terbentukna cincin bewarna coklat, jika terbentuk warna hiaju atau biru

ekstrak menunjukan positif steroid.

D. Analisis Data

Data yang akan diperoleh dalam penelitian ini, meliputi data rendemen,

diameter daya hambat, dan MIC dari ekstrak etanol daun X. granatum. Data

yang diperoleh dilakukan pengolahan data dalam bentuk tabulasi dan grafik yang

selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

E. Rencana Kegiatan Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 bulan, di Universitas

Mulawarman. Jadwal penelitian ini meliputi seminar proposal, pengambilan

sampel, penelitian dan analisis, pengolahan data, seminar hasil, penulisan draf

skripsi, dan ujian skripsi yang akan dilaksanakan selama 3 bulan. Adapun jadwal

penelitian ini dapat dilihat pada pada Tabel 3 berikut:


27

Tabel 3. Jadwal Penelitian

Bulan
Kegiatan Maret April Mei
I II III IV I II III IV I II III IV
Seminar
X
Proposal
Pengambilan
X X
Sampel
Preparasi
X x X X
Bahan
Penelitian X x X
Analisis Data X x X
Seminar
X
Hasil
Penulisan
X X
Draf Skripsi
Ujian Skripsi x
28

DAFTAR PUSTAKA

Ainurrochmah, A., Ratnasari, E., dan Lisdiana, L. 2013. Efektivitas Ekstrak Daun
Binahong (Anredera cordifolia) terhadap Penghambatan Pertumbuhan
Bakteri Shigella flexneri dengan Metode Sumuran. LenteraBio, 2(3): 233-
237.
Alam, M. A., Sarder, M., Awal, M. A., Skider, M. M. H., dan Daulla, K. A. 2006.
Antibacterial Activity Of The Crude Ethanolic Extract Of Xylocarpus
granatum Stem Barks. Journal Veterinary Medicine, 4(1): 69-72.
Anggraini, S.P.A., S. Yuniningsih., dan M.M. Sota. 2017. Pengaruh Ph Terhadap
Kualitas Produk Etanol dari Molasses Melalui Proses Fermentasi. Jurnal
Reka Buana, 2(2): 99-105.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan. UI-
Press, Jakarta.
Dewi, Amalia K. 2013. Isolasi, Identifikasi dan Uji Sensitivitas Staphylococcus
aureus terhadap Amoxicillin dari Sampel Susu Kambing Peranakan Ettawa
(PE) Penderita Mastitis Di Wilayah Girimulyo, Kulonprogo, Yogyakarta.
Jurnal Sain Veteriner, 31 (2).
Doyle, M.P. and Cliver, D.O. 1990. Foodborne Diseases. Academic Press, Inc.
San Diego.
Gabariel, E., Yoswati, D., dan Nursyirwani. 2019. Daya Hambat Ekstrak
Xylocarpus Granatum terhadap Bakteri Patogen (Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli dan Vibrio alginolyticus). Jurnal Perikanan dan
Kelautan, 24(2): 114-118.
Gaman, P.M & K. B. Sherrington. (1992). The Science of Food, An Introduction
to Food Science, Nutrition and Microbiology 2nd Edition. (Terjemahan
Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh
Murdijati Gardjito, Sri Naruki, Agnes Murdiati, Sardjono). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Gazali, M., Zamani, N. P., dan Batubara, I. 2014. Potensi Limbah Kulit Buah
Nyirih Xylocarpus Granatum Sebagai Inhibitor Tirosinase. Depik, 3(3): 187-
194.
Gerardi, M. 2003. The microbiology of anaerobic digester. USA: library of
congres cataloging in publication data.
29

Hapit, A., Maidie, A., dan Saptiani, G. 2009. Populasi Bakteri Vibrio sp Berpendar
Pada Berbagai Pemanfaatan Lahan Mangrove di Wilayah Perairan
Bontang. Jurnal Kehutanaan Tropika Humida, 2(1): 1-12.
Hendrawan., Zuraida, I., dan Pamungkas, B. F. 2015. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Metanol Xylocarpus Granatum dari Pesisir Muara Badak. Jurnal
Perikanan Ilmu Tropis, 20(2): 015-022.
Henny., Diba, F., dan Anwari, S. 2017. Tumbuhan Mangrove Yang Berpotensi
Sebagai Obat Di Kawasan PT. Kandela Alam Kecamatan Kubu Kabupaten
Kubu Raya. Jurnal Hutan Lestari, 5(4): 1100-1110.
Imran, A., dan Efendi, I. 2016. Inventarisasi Mangrove Di Pesisir Pantai Cemara
Lombok Barat. Jurnal Pendidikan Mandala, 1(1): 105-112.
Jawetz., Melnick., and Adelberg. 2013. Medical microbiology. 26th Edition. USA:
Mc Graw Hill Company.
Kurniawan, E., Dwi, S.D.J., dan Lalu, Z. 2018. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Metanol Batang Bidara Laut (Strychnos ligustrina) Terhadap Bakteri
Patogen. Jurnal Biologi Tropis, 19(1): 61 – 69.
Lakshmi, V., Srivastava, M.N., dan Raghubir, R. 2011. Antidiarrhoeal Activity In
Fruits Of Xylocarpus granatum. Asian Journal Pharmaceutical Biology
Research, 1(1): 62-66.
Lathifah, Q. A. 2008. Uji Efektifitas Ekstrak Kasar Senyawa Antibakteri Pada
Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.) Dengan Variasi Pelaru.
Fakultas Sains dan Teknologi. Skripsi. Universitas Islam Negeri Malang.
Malang.
Mahon C, Lehman D, Manuselis G. 2015. Texbook of diagnostic microbiologi 4th
ed. USA: Saunders Elsevier. 420-853P.
Mardiansyah and S. Bahri.2016. Potensi Tumbuhan Mangrove Sebagai Obat
Alami Antimikroba Patogen. Sainstech Farma 9(1)
Najib, A. 2018. Ektrasksi Senyawa Bahan Alam. Deepublish, Yogyakarta.
Nasution, S., Herlina, W.P., Lely, P., dan Prilda, R.H. 2020. Kandungan Nutrisi
dan Senyawa Biokatif Xylocarpus granatum Koenic: Review. Pros. SemNas.
Peningkatan Mutu Pendidikan, 1(1): 475 – 479.
Nurjanah, Bintang, E.A., Andika, F., Mutiara, R., dan Tati, N. 2018. Senyawa
Bioaktif Rumput Laut dan Ampas Teh dalam Formula Masker Wajah. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan. 21 (2).
30

Onrizal. 2010. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera


Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia, 6(2): 163-172.
Prihandani, S.S., Masniari, P., Susan, M.N., dan Andriani. 2015. Uji Daya
Antibakteri Bawang Putih (Allium sativum L.) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhimurium dan
Pseudomonas aeruginosa dalam Meningkatkan Keamanan Pangan.
Informatika Pertanian, 24(1), 53 – 58.
Radji, M., dan M. Biomed. 2011. Rekayasa Genetika: Pengantar Untuk Profesi
Kesehatan. CV. Sagung Setyo, Jakarta.
Rao, P. R., Trilochana, Y., dan Chaitannya, K. K. 2003. Antidiarrheal And
Antimicrobial Activities Of Bark And Leaf Extracts Of Xylocarpus granatum
Koenig. Jounal of Natural Remides, 3(2): 155-160.
Rozaly, D. D. 2018. Pengaruh Waktu Meserasi Rumput Laut (Kappaphycus
albarezii) Terhadap Daya Hambat Bakteri Escherichia coli. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. [Skripsi]. Samarinda (ID): Universitas
Mulawarman.
Sangi, M., Runtuwene, M.R.J., Simbala, H.E.I., dan Makang, V.M.A. 2008.
Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Di Kabupaten Minahasa Utara. Progress
in Chemistri, 1(1): 47-53.
Saptiani, G., Asikin, A.N., Ardhani, F., dan Hardi, E.H. 2018. Tanaman Bakau
Api-api Putih (Avicenia marina) Berpotensi Menghambat Mikroba Patogen
Dan Melindungi Post Larva Udang Windu. Jurnal veteriner, 19(1): 45-54.
Sari, D.K. 2008. Penapisan Antibakteri dan Inhibitor Topoisomerase I dari
Xylocarpus granatum. Tesis. Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Sekolah Pascasarjanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sebayang, F. 2006. Pembuatan Etanaol Dari Molase Secara Fermentasi
Menggunakan Sel Saccharomyces cerevisiae Pada Kalsium Alginat. Jurnal
Teknologi Proses, 5 (2): 68-74.
Senen, H., Lasut, M. T. dan Tasiri, J. S. 2018. Deskripsi Vegetasi Hutan
Mangrove Di Desa Pungkol, Kecamatan Tatapaan. Cocos, 1(2): 1-13.
Simanjuntak, Riswan. 2009. Studi Pembuatan Etanol dari Limbah Gula (Molase).
Universitas Sumatera Utara.
31

Su, X., Wang, X., Huo, L., Wu, J., Zou, K., dan Gong, D. 2012. Isolation of
Endophytic fungi from Xylocarpus granatum and Study of antimicrobial
activities. Journal Advenced Materials Research, 599(1): 132-136.
Sukardjo, S. 1984. Ekosistem Hutan Mangrove. Majalah Oseana IX (4): 102-115.
Syawal, H. dan R. Karnila. 2016. Isolasi Flavonoid dari Tumbuhan Mangrove
sebagai Bahan Imunostimulan untuk Meningkatkan Kekebalan Ikan Air
Tawar terhadap Penyakit Ichthyophthiriasis. Laporan Penelitian
Fundamental. Universitas Riau. Pekanbaru. 41 hlm
Tangahu Y. 2014. Uji Kuantitatif Cemaran Bakteri pada Makanan Siomay di Kota
Gorontalo. Gorontalo: Universitas Gorontalo.
Trisnaini, I. 2012 Analisis bahaya titik kendali kritis proses pengolahan bola-bola
daging di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
7(3): 131-138.
Uddin, S.J., Nahar, L., Shilpi, J.A., Shoeb, M. Borkowski, T., Gibbons, S.,
Middleton, M., Byres, M., dan Sarker, S. D. 2007. Gedunin, a Limonoid from
Xylocarpus granatum, Inhibits the Growth of CaCo-2 Colon Cancer Cell Line
In Vitro. Phytotherapy Research, 21: 757-761.

Anda mungkin juga menyukai