Anda di halaman 1dari 37

USULAN PENELITIAN

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA DARI DAUN


BEBUAS (Premna cordifolia) SEBAGAI
ANTIINFLAMASI PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus)

M. IRHASH SHALIHIN
F1C116016

PROGRAM STUDI KIMA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2019
USULAN PENELITIAN

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA DARI DAUN


BEBUAS (Premna cordifolia) SEBAGAI
ANTIINFLAMASI PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus)

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam melakukan penelitian dalam


penulisan Skripsi pada Program Studi Kimia

M. IRHASH SHALIHIN
F1C116016

PROGRAM STUDI KIMIA


JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2019
USULAN PENELITIAN

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA DARI DAUN BEBUAS (Premna


cordifolia) SEBAGAI ANTIINFLAMASI PADA TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus)

Oleh:
M. IRHASH SHALIHIN
F1C116016

Disetujui :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. rer. nat. Muhaimin, S.Pd., M.Si. Dr. Dra. Yusnelti, M.Si.
NIP. 197303222000031001 NIP. 195804271985032003

Diketahui :

Ketua Program Studi Kimia


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi

Dr. Dra. Yusnelti, M.Si.


NIP. 195804271985032003

i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. v
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah.......................................... 2
1.3 Hipotesis..................................................................................... 3
1.4 Tujuan........................................................................................ 3
1.5 Manfaat...................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4
2.1 Tumbuhan Bebuas (Premna cordifolia)........................................ 4
2.2 Skrining Fitokimia Daun Bebuas................................................ 4
2.3 Bioaktivitas Daun Bebuas........................................................... 5
2.4 Antiinflamasi.............................................................................. 6
2.5 Pemisahan Senyawa Organik...................................................... 11
2.6 Karakterisasi Senyawa Organik................................................... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 16
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian..................................................... 16
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian.................................................. 16
3.3 Metode Penelitian........................................................................ 16
3.4 Analisis Data.............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 20

ii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun bebuas
(Adyttia et al., 2017)................................................................................5
2. Klasifikasi aktivitas antiinflamasi (García-González dan Ochoa, 1999)...10
3. Daerah serapan gugus fungsi pada IR (Takeuchi, 2009)........................14

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Tumbuhan bebuas (Premna cordifolia)...................................................4
2. Proses terjadinya inflamasi (Allam et al., 2014)......................................6
3. Mekanisme aksi obat antiinflamasi.......................................................7
4. Struktur umum dari kelas-kelas NSAID (a) asam propionat; (b) indol;
(c) asam fenamat; (d) pirazolon; (e) oksikam; (f) asam salisilat...............8

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Skema Penelitian..................................................................................23
2. Ekstraksi Senyawa dari Daun P. cordifolia............................................24
3. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa dari Ekstrak Aktif Daun
P. cordifolia........................................................................................... 25
4. Skrining Fitokimia................................................................................26
5. Pengujian Aktivitas Antiinflamasi..........................................................27
6. Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi......................................................28

v
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam
yang tinggi. Berbagai spesies tumbuhan tumbuh subur di negara ini, salah
satunya yaitu tumbuhan bebuas. Bebuas merupakan suatu tumbuhan semak
yang termasuk ke dalam famili verbenaceae (Vadivu et al., 2009). Secara
tradisional, bebuas merupakan tanaman yang sering digunakan oleh
masyarakat Melayu sebagai sayuran, juga sebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan berbagai penyakit seperti masuk angin, menghilangkan bau
napas tidak sedap, mengatasi cacingan, memperbanyak air susu ibu (ASI), serta
dapat membantu memulihkan kesehatan wanita selepas melahirkan (Saim,

1992). Hal ini mengindikasikan bahwa tumbuhan bebuas mengandung senyawa


kimia yang bersifat bioaktif.
Skrining fitokimia dari ekstrak etanol daun bebuas yang dilakukan oleh
Adyttia et al (2017) menunjukkan bahwa daun ini mengandung senyawa
metabolit sekunder dari golongan flavonoid, tanin, alkaloid, fenolik, steroid, dan
saponin. Sementara itu, menurut Katzung et al (2012) golongan senyawa
metabolit sekunder yang aktif sebagai antiinflamasi sebagian besar berasal dari
golongan alkaloid, fenolik, dan steroid. Hal ini menunjukkan bahwa daun
bebuas mengandung golongan senyawa yang aktif sebagai antiinflamasi.
Tumbuhan bergenus sama, Premna serratifolia, juga telah dilaporkan aktif
sebagai antiinflamasi dan antirematik (Rathor et al., 1977). Hal ini mendukung
dugaan bahwa daun bebuas mengandung senyawa aktif sebagai antiinflamasi.
Hal ini dikarenakan secara kemotaksonomi, suatu tumbuhan yang berada
dalam satu genus yang sama akan mengandung senyawa kimia yang sama pula
(Setyaningrum, 2016). Fakta bahwa daun bebuas secara etnobotani dapat
memulihkan kesehatan wanita selepas melahirkan juga turut memperkuat
dugaan bahwa daun bebuas mengandung senyawa aktif antiinflamasi.
Inflamasi merupakan suatu respon alami terhadap cedera jaringan
ataupun infeksi (Ikawati, 2011). Proses inflamasi dimediatori oleh asam
arakidonat, prostaglandin, histamin, dan eicosanoid. Meskipun suatu proses
alami, namun inflamasi harus segera diatasi karena bila berkepanjangan dapat
menyebabkan rheumatoid arthritis, atherosclerosis, demam dan penyakit
jantung iskemik (Black & Garbutt, 2002). Berdasarkan data dari World Health

Expectancy (2018), di Indonesia angka kematian akibat inflamasi, yaitu


penyakit jantung iskemik pada tahun 2017 mencapai 10.408 jiwa. Hal ini
2

menjadikan inflamasi termasuk ke dalam 50 penyakit teratas penyebab


kematian di Indonesia. Oleh sebab itu dibutuhkan obat antiinflamasi yang
efektif.
Obat antiinflamasi merupakan senyawa yang dapat menangani penyakit
yang diakibatkan inflamasi. Obat antiinflamsi dibagi menjadi antiinflamasi
steroid dan non steroid. Obat antiinflamasi steroid bekerja dengan menghambat
pembentukan asam arakidonat. Sementara itu, obat antiinflamasi non steroid,
bekerja dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin. Obat-obat
antiinflamasi tersebut sudah tersedia secara komersial saat ini. Namun, obat
antiinflamasi tersebut masih memiliki efek samping berupa tukak lambung dan
gangguan perkembangan otot apabila dikonsumsi dalam jangka panjang (Tjay

dan Rahardja, 2007). Oleh karena itu, terus dilakukan pencarian senyawa obat
antiinflamasi baru yang bekerja secara lebih baik. Berdasarkan latar belakang
inilah maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul
“Isolasi dan Identifikasi Senyawa dari Daun Bebuas (Premna cordifolia) sebagai
Antiinflamasi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)”.

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah


Tumbuhan bebuas (Premna cordifolia) terutama pada bagian daunnya
mengandung banyak senyawa metabolit sekunder. Dari beberapa penelitian
sebelumnya diketahui bahwa senyawa metabolit sekunder pada daun
tumbuhan bergenus Premna berpotensi sebagai antiinflamasi. Dengan adanya
bioaktivitas tersebut, daun bebuas dapat dijadikan alternatif dalam mencari
sumber senyawa antiinflamasi yang lebih alamiah dan mudah diperoleh.
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Ekstrak pelarut apakah yang aktif sebagai agen antiinflamasi dari daun
bebuas?
2. Golongan apakah senyawa dari daun bebuas yang aktif sebagai agen
antiinflamasi?
3. Bagaimanakah karakteristik senyawa dari daun bebuas yang aktif
sebagai antiinflamasi?
4. Berapakah dosis efektif ekstrak dan isolat daun bebuas sebagai agen
antiinflamasi?

1.3 Hipotesis
Kemampuan bebuas sebagai agen penyembuh selepas melahirkan
menunjukkan adanya aktivitas antiinflamasi. Bagian daun bebuas diketahui
mengandung metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antiinflamasi. Maka
3

dari itu, diambil hipotesis yaitu ekstrak daun bebuas (Premna cordifolia) diduga
mengandung senyawa metabolit sekunder yang aktif sebagai agen antiinflamasi.

1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pelarut yang tepat untuk mengekstrak senyawa yang aktif
sebagai agen antiinflamasi pada daun bebuas.
2. Mengetahui golongan senyawa pada daun bebuas yang aktif sebagai
agen antiinflamasi.
3. Mengethaui karaktersitik senyawa pada daun bebuas yang aktif sebagai
agen antiinflamasi.
4. Mengetahui dosis efektif ekstrak dan isolat daun bebuas sebagai agen
antiinflamasi.

1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi mengenai senyawa yang berasal dari daun
bebuas yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam pengembangan
bahan baku obat.
2. Mengembangkan alternatif senyawa antiinflamasi alamiah yang berasal
dari daun bebuas.
3. Menambah pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan bebuas
terutama dari bagian daun.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Bebuas (Premna cordifolia)


Tumbuhan bebuas (gambar 1) merupakan suatu tumbuhan semak
dengan tinggi hingga 9 meter yang termasuk ke dalam famili Verbenaceae.
Batang tumbuhan ini tidak terlalu besar dan memiliki banyak cabang.
Tumbuhan ini sering tumbuh secara liar di daerah-daerah dataran rendah
(Vadivu et al., 2009).

Gambar 1. Tumbuhan bebuas (Premna cordifolia)

Klasifikasi tumbuhan bebuas adalah sebagai berikut:


Kingdom : Plantae
Divisi : Traceophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Premna
Spesies : Premna cordifolia
Tumbuhan bebuas ini mempunyai berbagai manfaat, di antaranya air
rebusan dari daun dan akarnya dapat digunakan untuk menurunkan demam
dan penyakit sesak napas, serta pucuknya juga dapat dimakan sebagai sayur
(Chooi, 2008). Menurut Adyttia et al., (2017), daun bebuas memiliki aktivitas
sebagai antioksidan. Selain memiliki aktivitas antioksidan, daun bebuas juga
dilaporkan aktif sebagai antifungi (Fitriani, 2019).

2.2 Skrining Fitokimia Daun Bebuas


Fitokimia atau kimia tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari
struktur kimia, biosintesis, penyebaran secara alamiah, serta fungsi biologis
dari beraneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh
tumbuhan. Tumbuhan menghasilkan berbagai macam senyawa kimia organik
berupa metabolit primer maupun sekunder. Kebanyakan tumbuhan
menghasilkan metabolit sekunder sebagai hasil alamiah metabolismenya.
5

Skrining fitokimia merupakan analisis kualitatif yang dilakukan terhadap


senyawa-senyawa metabolit sekunder tumbuhan (Simbala, 2009).
Skrining fitokimia pada ekstrak etanol daun Premna cordifolia telah
dlaporkan oleh Adyttia et al., (2017) dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel
1. Namun, hasil skrining fitokimia dari ekstrak pelarut lain belum pernah
dilaporkan sebelumnya.

Tabel 1. Hasil skrining ekstrak etanol daun bebuas (Adyttia et al., 2017)
Senyawa uji Hasil uji
Alkaloid:
Mayer +
Dragendroff +
Wagner +
Flavonoid +
Tanin -
Terpenoid/steroid +
Fenolik +
Saponin +

Berdasarkan data pada Tabel 1, diketahui bahwa daun bebuas


mengandung berbagai senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid,
fenolik, saponin, steroid, dan terpenoid.

2.3 Bioaktivitas Daun Bebuas


Secara etnobotani, bebuas merupakan jenis tanaman yang sering
digunakan oleh masyarakat Melayu sebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan berbagai penyakit seperti masuk angin, menghilangkan bau
napas yang tidak sedap, mengatasi infeksi cacingan, memperbanyak air susu
ibu (ASI), serta dapat membantu memulihkan kesehatan wanita selepas
melahirkan (Saim, 1992). Metabolit sekunder yang terdapat pada Premna
cordifolia telah diilaporkan aktif sebagai antioksidan. Sementara itu, bioaktivitas
dari metabolit sekunder pada tanaman dengan genus yang sama, yaitu Premna
serratifolia telah dilaporkan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat dengan
berbagai aktivitas, seperti stimulus jantung (Rajendran et al., 2008), anti-

inflammatory dan anti-arthritic (Rathor et al., 1977), aktivitas hepatoprotektif

pada daun (Vadivu et al., 2009) dan ekstrak akarnya (Singh et al., 2011), fraksi

etanol memiliki aktivitas antioksidan (Kurniati, 2013), dan ekstrak metanol

memiliki aktivitas antifungi (Wahyuni et al., 2014). Selain itu, ekstrak etanol
tumbuhan dari genus yang sama, Premna pubescens, telah dilaporkan memiliki
aktivitas sebagai antiinflamasi pada tikus putih (Rattus novergicus) pada dosis
6

300 mg/kgbb dengan persentasi hambatan sebesar 58,10% (Marbun dan


Restuati, 2015). Berbagai aktivitas yang telah dilaporkan dari tumbuhan
bergenus Premna tersebut memunculkan dugaan bahwa Premna cordifolia juga
memiliki aktivitas yang serupa, terutama sebagai antiinflamasi. Dugaan ini
didasarkan oleh pendekatan kemotaksonomi, yaitu suatu tumbuhan yang
berada dalam satu genus atau famili yang sama akan mengandung senyawa
kimia yang sama pula (Setyaningrum, 2016).

2.4 Antiinflamasi
Inflamasi
Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun
infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis
tubuh akibat adanya agen atau senyawa asing yang masuk (Ikawati, 2011).
Proses inflamasi dimediatori oleh histamin, prostaglandin, eicosanoid,
leukotrien, sitokin, nitrit oksida, dan lain-lain. Menurut Chen et al., (2017),
proses terjadinya inflamasi dimulai dengan kerusakan jaringan akibat stimulus
yang menyebabkan pecahnya sel mast diikuti dengan pelepasan mediator
inflamasi, dilanjutkan dengan terjadinya vasodilatasi yang kemudian
menyebabkan migrasi sel leukosit.

Gambar 2. Proses terjadinya inflamasi (Allam et al., 2014)

Inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan kronis. Pada
inflamasi akut terjadi dalam waktu yang lebih singkat yang melibatkan sistem
vaskular lokal, sistem imun dan beberapa sel. Tanda-tanda paling khas yang
menandakan adanya inflamasi adalah kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri
(dolor), bengkak (tumor) dan disertai dengan perubahan fungsi lokal. Sedangkan
pada inflamasi kronis berlangsung pada waktu yang lebih lama (beberapa bulan
bahkan bertahun). Pada inflamasi kronis melibatkan sel darah putih terutama
pada sel mononuklear pada prosesnya (Nugroho, 2012).
7

Antiinflamasi
Agen antiinflamasi adalah senyawa atau obat yang digunakan untuk
menangani penyakit yang diakibatkan inflamasi. Beberapa dari obat golongan
ini memiliki mekanisme aksi yang berbeda (gambar 3). Obat antiinflamasi yang
paling banyak dipakai adalah antiinflamasi golongan NSAID (non steroidal anti-
inflammatory drugs), obat ini memiliki tiga aksi utama yaitu sebagai
antiinflamasi, antipiretik, dan analgesik bekerja dengan cara menghambat
pembentukan enzim COX yang kemudian menghambat terbentuknya
prostaglandin.

Gambar 3. Mekanisme aksi obat antiinflamasi

Prostaglandin merupakan salah satu mediator nyeri dan inflamasi yang


juga memiliki peran sebagai vasodilator. Contoh dari obat golongan ini adalah
ibuprofen, aspirin, diklofenak, dan piroksikam. Obat lain yang biasa digunakan
sebagai antiinflamasi adalah anti histamin yang menghambat pelepasan
senyawa histamin yang merupakan mediator inflamasi dari sel mast dan
golongan kortikosteroid yang bekerja dengan penghambatan fosfolipase di mana
enzim ini akan menghasilkan asam arakidonat yang selanjutnya juga akan
menghasilkan prostaglandin sebagai mediator inflamasi. Contoh obat golongan
8

kortikosteroid yakni deksametason, prednison, prednisolon, dan betametason


(Bowman dan Rand, 1980).
Obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas
menekan atau mengurangi peradangan. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat
antiinflamasi terbagi menjadi dua golongan. Golongan pertama adalah golongan
obat antiinflamasi steroid. Obat antiinflamasi yang kedua yaitu golongan obat
antiinflamasi nonsteroid
1. Antiinflamasi Steroid, Obat-obat antiinflamasi golongan steroid bekerja
menghambat sintesis prostaglandin dengan cara menghambat enzim
fosfolipase, sehingga fosfolipid yang berada pada membran sel tidak dapat
diubah menjadi asam arakidonat. Akibatnya prostaglandin tidak akan
terbentuk dan efek inflamasi tidak ada (Tjay & Rahardja, 2007). Contoh obat
antiinflamasi steroid adalah deksametason, betametason dan hidrokortison
(Katzung et al., 2012).
2. Antiinflamai Non Steroid (NSAID), merupakan suatu kelompok obat yang
heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun
demikian obat-obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek
terapi ataupun efek samping. Contoh obat golongan ini adalah aspirin,
karena itu obat golongan ini sering disebut juga sebagai obat mirip aspirin
(aspirin-like drugs) (Katzung et al., 2012). Struktur umum dari kelas-kelas
NSAID dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Struktur umum dari kelas-kelas NSAID (a) asam propionat; (b) indol;
(c) asam fenamat; (d) pirazolon; (e) oksikam; (f) asam salisilat

Menurut Wibowo dan Gofir (2001) NSAID dapat dikelompokkan dalam 6


kelompok besar yaitu:
1) Derivat asam propionat: fenbufen, fenoprofen, flurbiporfen, ibuprofen,
ketoprofen, naproksen, asam pirolalkonat, asam tioprofenat
9

2) Derivat indol: indomestin, sulindak, tolmetin


3) Derivat asam fenamat: asam mefenamat, meklofenat
4) Derivat pirazolon: fenil butazon, oksifenbutazol, azopropazonon
5) Derivat oksikam: piroksikam, tenoksikam
6) Derivat asam salisilat: asam fenilasetat, asam asetat inden

NSAID merupakan obat yang well-absorbed, dan memilki sifat


highlymetabolized, yang dimetabolisme baik melalui mekanisme
metabolisme fase 1 dan kemudian diikuti fase II dan beberapa obat
dimetabolisme langsung oleh direct-glucuronidation (fase II). NSAID
dimetabolisme oleh CYP3A atau CYP2C yang merupakan bagian dari enzim
P450 di hati. Ekskresi ginjal merupakan rute yang penting dalam eliminasi
obat tersebut. Sebagian besar obat NSAID highly protein-bound (98%), dan
biasanya berikatan dengan albumin. Semua obat NSAID dapat ditemukan di
dalam cairan sinovial setelah penggunaan yang berulang. Mekanisme kerja
obat NSAID adalah menghambat biosintesis dari prostaglandin. Berbagai
obat NSAID juga dapat bekerja melalui mekanisme yang lain termasuk
menginhibisi kemotaksis, menurunkan regulasi dari produksi interleukin-1
dan menurunkan produksi dari radikal bebas dan superoksidase. Aspirin
bekerja dengan cara asetilasi dan memblok platelet-cyclooxygenase secara
irreversibel, di mana non-COX-selective NSAID adalah inhibitor yang
reversibel. NSAID menurunkan sensitivitas pembuluh darah terhadap
brakinin dan histamin, mempengaruhi produksi limfokin dan limfosit dan
meniadakan vasodilatasi. Pengobatan inflamasi mempunyai 2 tujuan utama:
Pertama, meringankan gejala dan mempertahankan fungsi. Kedua,
memperlambat atau menghambat proses perusakan jaringan (Katzung et al.,

2012).

Metode Uji Aktivitas Antiinflamasi


Menurut (Vogel, 2002), metode yang dapat digunakan untuk menguji
aktivitas antiinflamasi antara lain:
1. Metode pembentukan udem buatan, merupakan salah satu teknik yang
paling umum digunakan. Metode ini berdasarkan pada kemampuan agen
tersebut untuk menghambat produksi udem di kaki belakang tikus setelah
injeksi agen radang, dengan cara mengukur volume radang. Volume udem
diukur sebelum dan sesudah pemberian zat yang diuji. Beberapa iritan yang
dipakai sebagai penginduksi udem antara lain formalin, kaolin, ragi,
karagenan, dan dekstran. Iritan yang umum digunakan dan memiliki
kepekaan yang tinggi adalah karagenan. Aktivitas antiinflamasi suatu
10

senyawa dikategorikan berdasarkan persen inhibisi radang dari senyawa


tersebut yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi aktivitas antiinflamasi (García-González dan Ochoa, 1999)

Persen Inhibisi (%) Aktivitas Antiinflamasi


> 40 Kuat
17 – 40 Sedang
> 14 - < 17 Lemah
< 14 Tidak ada aktivitas

Selain persen inhibisi, parameter lain yang diukur dari senyawa yang aktif
sebagai agen antiinflamasi adalah dosis efektif. Dosis efektif adalah jumlah
yang memadai untuk memperoleh efek farmakologis atau terapi yang
diinginkan, sehingga menghasilkan pencegahan atau pengobatan penyakit
yang efektif (Bergeron, 1985). Pada uji antiinflamasi, dosis efektif atau
effective dose (ED50) merupakan dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan
persen inhibisi sebesar 50%. Dalam pengguaan klinik, ED 50 digunakan
untuk menentukan dosis terapi suatau obat, termasuk juga obat-obat
antiinflamasi harus memiliki ED50 untuk dapat ditentukan dosis terapinya
(Ngatidjan, 2006).
2. Metode pembentukan eritema, metode ini berdasarkan pengamatan secara
visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bulunya.
Marmut secara kimiawi dihilangkan bulunya dengan suspensi barium
sulfat, 20 menit kemudian dibersihkan dengan air hangat. Hari esoknya
senyawa uji disuspensikan dan setengah dosisnya diberikan 30 menit
sebelum pemaparan UV. Setengahnya lagi setelah 2 menit berjalan
pemaparan UV. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV berjarak 20 cm di
atas marmot. Eritema dinilai 2 dan 4 jam setelah pemaparan.
3. Metode iritasi dengan panas, Metode ini berdasarkan pengukuran luas
radang dan berat udem yang terbentuk setelah diiritasi dengan panas. Mula-
mula hewan diberi zat warna tripan biru yang disuntik, dimana zat ini akan
berikatan dengan albumin plasma. Kemudian pada daerah penyuntikan
tersebut dirangsang dengan panas yang cukup tinggi. Panas menyebabkan
pembebasan histamin endrogen sehingga timbul inflamasi. Zat warna akan
keluar dari pembuluh darah yang mengalami dilatasi bersama-sama dengan
albumin plasma sehingga jaringan yang meradang kelihatan berwarna.
Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas radang akibat
perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat
11

dilakukan dengan menimbang udem yang terbentuk, di mana jaringan yang


meradang dipotong kemudian ditimbang.
4. Metode pembentukan kantong granuloma, Metode ini berdasarkan
pengukuran volume eksudat yang terbentuk di dalam kantong granuloma.
Mula-mula benda berbentuk pellet yang terbuat dari kapas yang ditanam di
bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang
terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat radang
yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbul granuloma.
5. Metode iritasi pleura, Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat
yang terbentuk karena iritasi dengan induktor radang. Adanya aktivitas obat
yang diuji ditandai dengan berkurangnya volume eksudat. Obat diberikan
secara oral. Satu jam kemudian disuntik dengan induktor radang seperti
formalin secara intra pleura. Setelah 24 jam, hewan dibunuh dengan eter
lalu rongga pleura dibuka dan volume eksudat diukur.
6. Metode induksi oxazolon udem telinga tikus, pada metode ini tikus
telinga tikus diinduksi 0.01 ml 2% larutan oxazolon ke dalam telinga kanan.
Inflamasi terjadi dalam 24 jam. Kemudian hewan dikorbankan di bawah
anastesi lalu dibuat preparat dengan 8 mm dan perbedaan berat preparat
menjadi indikator inflamasi udem.

2.5 Pemisahan Senyawa Organik


Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan zat-zat dari bahan padat
maupun cair menggunakan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan hanya
mengekstrak substansi tanpa menyebabkan material lainnya ikut terlarut.
Beberapa pelarut yang sering digunakan adalah etanol, metanol, n-hexana,
aseton, benzena, etil asetat dan kloroform. Terdapat 2 jenis metode ekstraksi
yaitu secara dingin dan panas. Secara dingin meliputi maserasi dan perkolasi.
Secara panas meliputi refluks, digesti, sokletasi, infludasi dan dekoktasi.
Maserasi adalah suatu proses perendaman menggunakan pelarut untuk
menyaring simplisia dengan beberapa kali pengadukan. Ada dua macam
maserasi yaitu maserasi kinetik dan remaserasi. Maserasi kinetik apabila pada
saat maserasi dilakukan pegadukan terus-menerus. Sedangkan remaserasi
adalah dengan menambahkan pelarut setelah maserat pertama disaring dan
seterusnya (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Kromatografi Lapis Tipis


Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan dilakukan dengan
menggunakan teknik kromatografi yaitu teknik dinamis dalam sistem yang
12

terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara
berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat menunjukkan
perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan adsorbsi, partisi, kelarutan,
tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan ion. Contoh teknik kromatografi
yaitu kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas
cair (KGC) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Harbone, 1987).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri dari fase diam yang ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisahkan adalah berupa larutan yang ditotolkan berbentuk bercak
atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat
yang berisi larutan pengembang yang cocok, pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (Sudjadi, 1983).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah salah satu contoh kromatografi
planar. Fase diam (stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada
gelas/kaca, plastik atau aluminium. Sedangkan fase gerak (mobile Phase)
berupa air atau campuran air dengan pelarut organik yang dapat bercampur
untuk meningkatkan kelarutan. Bercak-bercak yang terbentuk dari hasil elusi
dilihat dengan menggunakan lampu ultraviolet (UV). Pada teknik kromatografi
lapis tipis, nilai Rf dihubungkan dengan koefisien partisi secara matematika.
Berikut rumus mencari nilai Rf :
jarak tempuh senyawa
Rf =
jarak tempuh pelarut
Rf adalah hasil pembiasan antara jarak perpindahan bercak dengan jarak
pengembangan pelarut dan ditulis dalam desimal (Cairns, 2008).

Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang
digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak
berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kromatografi kolom membutuhkan zat
terlarut yang terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya fase diam dan
yang lainnya fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga
terpisah dari zat terlarut lain yang terelusi lebih awal atau akhir. Umunya zat
terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk
cairan yang disebut pelarut (Harbone, 1987).
Kromatografi Vakum Cair (KVC). Bentuk kromatografi kolom KVC
khususnya berguna untuk fraksinasi kasar yang cepat terhadap suatu ekstrak.
13

Metode ini lebih banyak digunakan untuk fraksinasi sampel dalam jumlah
besar (10-50 g). Kondisi vakum adalah alternatif untuk mempercepat aliran fase
gerak dari atas ke bawah. Metode ini sering digunakan untuk fraksinasi awal
dari suatu ekstrak non polar atau ekstrak semipolar (Reid & Sarker, 2012). KVC
dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa metabolit sekunder secara
kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan berbagai
perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi gradien) dengan
menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen (Helfman et

al., 2006).
Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG). KKG merupakan metode
kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih
dari 1 gram). Kolom kromatografi untuk pengaliran karena gaya gravitasi atau
sistem bertekanan rendah bisa terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis
tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Di dalam
tabung terdapat penopang atau sejenis piringan plat, tepatnya di atas keran,
untuk menahan penyerap. Ukuran kolom beraneka ragam, tetapi biasanya
panjang kolom sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan
mungkin saja sampai 100 kali (Bobbitt et al., 1968).

2.6 Karakterisasi Senyawa Organik


Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk analisa
kuantitatif dan semikualitatif. Prinsip kerjanya adalah interaksi cahaya dan
materi; yaitu adanya penyerapan sinar ultraviolet atau sinar tampak oleh
molekul menyebabkan terjadinya eksitasi elektron pada orbital molekul.
Eksitasi elektron terjadi dari orbital molekul terisi (umumnya orbital non-
bonding p atau bonding π) ke orbital tingkat energi yang lebih tinggi (antibonding
π* atau σ*). Spektrofotometer UV-Vis akan melewatkan sinar pada kuvet (wadah
berisi larutan), kemudian akan terbaca panjang gelombang larutan dalam
satuan nm. Daerah spektrofotometer dibagi menjadi near UV, Visible dan very
near Infrared (185-400 nm, 400-700 nm dan 700-1100 nm) (Rouessac dan

Rouessac, 2004).
Hasil pengukuran spektrofotometer berupa spektra. Spektra UV-Vis dari
senyawa organik berhubungan dengan transisi energi elektronik. Panjang
gelombang absorpsi merupakan ukuran dari pemisahan tingkat energi orbital-
orbital yang terlibat dalam transisi tersebut. Spektra UV yang memiliki serapan
panjang gelombang maksimum pada 225 nm dan 272,5 nm menunjukkan
adanya transisi elektron π→ π* yang merupakan serapan khas untuk senyawa
14

triterpenoid yang memiliki kromofor berupa ikatan rangkap yang tak


terkonjugasi (Astuti et al., 2014).

Fourier Transform Infra Red (FTIR)


Instrumen inframerah transformasi Fourier (Fourier Transform Infra
Red/FTIR) menghasilkan sumber radiasi dengan masing-masing bilangan
gelombang dapat dipantau dalam satu detik pulsa radiasi tanpa memerlukan
dispersi. Prinsip instrumen inframerah transformasi Fourier adalah
monokromator digantikan oleh suatu interferometer. Interferometer
menggunakan cermin bergerak untuk memindahkan bagian radiasi yang
dihasilkan oleh satu sumber sehingga menghasilkan suatu interferogram yang
dapat diubah dengan menggunakan suatu persamaan yang disebut
‘Transformasi Fourier” untuk mengekstraksi spektrum dari suatu seri frekuensi
yang bertumpang tindih (Watson, 2009).
Analisis spektroskopi inframerah mencakup beberapa metode yang
berdasarkan atas absorbsi atau refleksi dari radiasi elektromagnetik. Bila suatu
senyawa ditempatkan pada suatu pancaran inframerah, energi yang diserap
menyebabkan perubahan-perubahan vibrasi ikatan. Spektrum inframerah
berada di antara daerah sinar tampak dan daerah microwave. Rentang bilangan
gelombang inframerah dibagi dalam tiga daerah yaitu inframerah jauh (200-10
cm-1), inframerah tengah (4000-200 cm -1) dan inframerah dekat (12500-4000
cm-1). Serapan gugus fungsi senyawa organik biasanya berada pada rentang
inframerah tengah (tabel 3). Daerah spektrum yang paling baik digunakan
untuk berbagai keperluan dalam kimia organik adalah antara 4000-400 cm -1
(Silverstain et al., 1981).
Tabel 3. Daerah serapan gugus fungsi pada IR (Takeuchi, 2009)
Gugus fungsi Jenis senyawa Daerah serapan (cm-1)
C-H Alkana 2850-2960; 1350-1470
C-H Alkena 3020-3080; 675-870
C-H Aromatik 3000-3100; 675-870
C-H Alkuna 3300
C=C Alkena 1640-1680
C=C Aromatik 1500-1600
Alkohol, eter, asam karboksilat,
C-O 1080-1300
ester
Aldehida, keton, asam karboksilat,
C=O 1690-1760
ester
O-H Alkohol, fenol (monomer) 3610-3640
O-H Alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)
O-H Asam karboksilat 2000-3600 (lebar)
N-H Amina 3310-3500 (sempit)
C-N Amina 1180-1360
-NO2 Nitro 1515-1560; 1345-1385
15

High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


High Performance Liquid Chromatography atau Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-
an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas
untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada
sejumlah bidang, antara lain: farmasi, bioteknologi, polimer, dan industri-
industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah
senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidak
murnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-
volatil); pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit, dalam jumlah
banyak, dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang dapat
digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Analisis kualitatif
dilakukan dengan membandingkan waktu retensi sedangkan kuantitatif
dilakukan dengan menghitung luas area puncak. Penggunaan kromatografi cair
secara sukses terhadap suatu masalah yang dihadapi membutuhkan
penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti
jenis kolom, fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman,

2007).
Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)
Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) merupakan gabungan
dua alat yaitu kromatografi gas dan spektrometri massa. GC-MS digunakan
untuk mendeteksi massa antara 10-700 m/z (Fessenden & Fessenden, 1982).
Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran
dalam sampel. Prinsip kerja kromatografi gas terkait dengan titik didih senyawa
yang dianalisis serta perbedaan interaksi analit dengan fase diam dan fase
gerak. Komponen campuran dapat diidentifikasi menggunakan waktu retensi
yang khas yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam
kolom (Bobbitt et al., 1968). Spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi
masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem
kromatografi gas. Prinsip kerja spektrometri massa adalah menembak bahan
yang sedang dianalisis dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat
hasilnya sebagai suatu spektrum fragmen ion positif. Fragmen-fragmen tersebut
berkelompok sesuai dengan massanya (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Analisis GC-MS memberikan dua informasi dasar yaitu hasil analisis
kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromatogram dan hasil
analisis spektrometri massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa.
Kromatogram memberikan informasi mengenai jumlah komponen kimia yang
16

terdapat dalam campuran yang dianalisis yang ditunjukkan oleh jumlah puncak
pada kromatogram beserta kuantitas masing-masing. Spektrum massa
memberikan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang
terbentuk dari suatu komponen kimia (Agusta, 2000).
17

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Instrumen dan Tugas Akhir
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi. Penelitian dimulai dari
Agustus 2019 sampai Januari 2020.

3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian


Bahan Penelitian
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
bebuas (Premna cordifolia) yang diperoleh dari kabupaten Tanjung Jabung
Timur, Provinsi Jambi. Bahan kimia yang digunakan selama penelitian di
antaranya etanol, n-heksana, etil asetat, silika gel, metanol, kloroform-amoniak
0,05 N, kloroform, asam sulfat 2N, pereaksi Mayer, asam klorida pekat, karbon
aktif, asam sulfat pekat, asam asetat anhidrat, logam Mg, larutan feri klorida
1%, karagen 1%, Na. diklofenak, Na. CMC 1%, Akuades.
Peralatan Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah botol kaca gelap, gunting, timbangan,
becker glass, vial, corong, corong pisah, rotary evaporator, kolom kromatografi,
Pletysmometer, jarum suntik intra peritoneal dan jarum oral, lumpang dan alu,
vial, pipet tetes, timbangan hewan, kandang hewan, kamera, seperangkat alat
melting points apparatus, lampu UV, dan timbangan analitik.

3.3 Metode Penelitian


Preparasi Sampel
Sampel yang digunakan adalah bagian daun dari tumbuhan bebuas
(Premna cordifolia). Daun segar dibersihkan dan dicuci untuk menghilangkan
lumpur serta kotoran yang menempel. Selanjutnya daun dipotong kecil-kecil
untuk memperbesar luas permukaannya, dan kemudian daun dikeringkan
selama beberapa hari untuk menurunkan kadar air.
Ekstraksi Sampel
Sampel daun bebuas yang telah kering dimaserasi dengan pelarut etanol
(polar) dan heksana (nonpolar) selama 3 hari dan dilakukan beberapa kali
pengulangan. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator
sampai 1/10 volume semula. Ekstrak pekat yang diperoleh dari masing-masing
pelarut digabungkan dan diuapkan di atas waterbath untuk menguapkan
pelarut, kemudian ekstrak kering ditimbang.
Skrining Fitokimia
Uji Alkaloid. Sebanyak 1 mL sampel dilarutkan dalam beberapa tetes
asam sulfat 2N, kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi
18

Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif
bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah hingga jingga,
dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan dan dengan
pereaksi Wagner terbentuk endapan coklat (Harbone, 1987).
Uji Flavonoid. Sejumlah sampel ditambahkan beberapa tetes HCl pekat
lalu dimasukkan serbuk Mg. Hasil positif dari pereaksi HCl dan serbuk Mg ini
ditunjukkan dengan terbentuknya buih dan perubahan warna larutan menjadi
jingga (Harbone, 1987).
Uji Saponin. Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas.
Busa yang stabil yang dapat bertahan lama dan tidak hilang pada penambahan
1 tetes HCl 2N menunjukkan adanya saponin (Harbone, 1987).
Uji Tanin. Sejumlah sampel ditambahkan FeCl 3 kemudian campuran
dihomogenkan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam
kehijauan pada campuran (Harbone, 1987).
Uji Steroid dan Triterpenoid. Sejumlah sampel ditambahkan dengan
asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchad).
Apabila terbentuk warna biru atau hijau menandakan adanya steroid. Apabila
terbentuk warna ungu atau jingga menandakan adanya triterpenoid (Harbone,

1987).
Pemisahan dan Pemurnian Senyawa
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Disiapkan plat KLT berukuran 1x5 cm
dengan batas bawah 1 cm dan batas atas 0,5 cm sehingga jarak tempuh eluen
yaitu 3,5 cm. Selanjutnya dibuat eluen dengan membandingkan pelarut organik
dengan kepolaran bertingkat. Ekstrak ditotolkan pada batas bawah plat dengan
pipa kapiler, kemudian dielusi dengan fase gerak/eluen. Setelah gerakan
larutan pengembang sampai pada batas atas, proses elusi dihentikan.
Selanjutnya diperhatikan bentuk noda secara langsung dibawah lampu UV 254
nm. Setelah kromatografi kolom dilakukan, semua fraksi dilakukan uji KLT
untuk melihat komponen noda. Fraksi yang memiliki spot noda yang sama
disatukan dan dianalisis kembali dengan KLT.
Kromatografi Kolom. Dilakukan kromatografi kolom vakum cair (KVC)
menggunakan fase diam silika gel dengan perbandingan sampel:silika gel (1:20).
Ekstrak sampel diimpregnasi menggunakan silika gel, kemudian ditambahkan
ke dalam kolom yang telah berisi fase diam. Sedangkan fase gerak yang
digunakan yaitu n-heksana:etil asetat dan etil asetat:metanol dengan variasi
perbandingan (10:0; 9:1; 8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6; 3:7; 2:8; 1:9 dan 0:10). Fraksi
yang diperoleh ditampung dalam botol vial, eluat yang ditampung berdasarkan
19

tiap pita yang didapat lalu kemudian diuapkan. Hasil dari kromatografi kolom
dilakukan KLT kembali. Eluat yang memiliki pola noda identik digabungkan
berdasarkan nilai Rf pada kromatogram. Fraksi yang masih memiliki banyak
spot noda maka dilanjutkan pemisahan lagi menggunakan kromatografi kolom
gravitasi (KKG). Eluat yang memiliki satu spot noda kemudian diuji
menggunakan 3 eluen berbeda, di mana jika hasil KLT tetap satu spot noda
maka didapatkan isolat. Isolat dimurnikan dengan rekristalisasi menggunakan
pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol. Selanjutnya dilakukan uji fitokimia,
karakterisasi dan uji aktivitas antiinflamasi.
Pengujian Aktivitas Antiinflamasi
Pembuatan Suspensi Ekstrak. Ekstrak etanol dan heksana
disuspensikan dengan Na diklofenak dalam akuades. Na CMC ditaburkan di
atas air panas di dalam lumpang menggunakan air sebanyak 20 kali berat Na
diklofenak. dan dibiarkan 15 menit hingga Na CMC mengembang. Kemudian
ekstrak dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam lumpang sambil digerus
homogen dan dicukupkan dengan akuades sampai 10 mL (Emrizal et al., 2012).
Uji Aktivitas Antiinflamasi. Sebelum pengujian tikus dipuasakan
selama 18 Jam (tidak makan tetapi tetap diberi minum). Hewan ini
dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yang masing masing terdiri dari 2 ekor
tikus. Kategori masing-masing kelompok yaitu; K 0= kontrol negatif (-) untuk Na
CMC 1 %; K1= kontrol (+) untuk Na diklofenak 10 mg; K 2= ekstrak daun bebuas
250 mg/kgBB; K3= ekstrak daun bebuas 500 mg/kgBB; K4 = ekstrak daun
bebuas 1000 mg/kgBB. Pada waktu pengujian masing-masing hewan ditimbang
dan diberi tanda pada bagian ekor. Setelah itu kaki kiri tikus dimasukkan ke
dalam Pletysmometer, kemudian volume dicatat sebagai volume awal (Vo) yaitu
volume kaki sebelum diberi obat. Masing masing telapak kaki tikus disuntik
secara subplantar dengan larutan keragenan 1% sebanyak 0,1 ml. Setelah Tiga
puluh menit masing-masing tikus diberi suspensi bahan uji secara oral sesuai
dengan kelompoknya. Setelah tiga puluh menit dilakukan pengukuran dengan
cara mencelupkan kaki tikus ke dalam tabung plethysmometer. Perubahan
volume cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki tikus tiap waktu
pengamatan (Vt). Pengukuran dilakukan setiap 60 menit selama 300 menit
(Hasanah dan Hidayah, 2018). Setelah dilakukan pengukuran, dihitung volume
udem kaki tikus, AUC (Area Under the Curve) dari kurva udem rata-rata
terhadap waktu dan persen efek antiinflamasi (Apridamayanti et al., 2018)
20

Cara menghitung volume udem kaki tikus, AUC dari kurva udem rata-
rata terhadap waktu dan persen efek antiinflamasi menurut Apridamayanti et

al. (2018) adalah sebagai berikut:

Vu=V t −V 0
Keterangan:
Vu : volume udem kaki tikus tiap waktu t
Vt : volume telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan 1% pada waktu t
V0 : Volume awal telapak kaki tikus sebelum diinduksi karagenan 1 %

tn V u n−1 +V un
AUC t = (t n−t n−1)
n−1
2
Keterangan:
Vun-1 : volume udem rata-rata pada tn-1
Vun : volume udem rata-rata pada tn
AUC k − AUC p
% I nhibis R adang= ×100 %
AUC k
Keterangan:
AUCk : AUC kurva volume edema rata-rata terhadap waktu untuk kontrol
negatif
AUCp : AUC kurva volume edema terhadap waktu untuk kelompok perlakuan
pada tiap individu
Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi
Spektrofotometer UV-Vis. 2 mL isolat dimasukkan dalam kuvet dan
diamati spektrumnya pada panjang gelombang 200-800 nm.
Spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan 1 tetes isolat,
dikeringkan kemudian diidentifikasi pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1.
LC-MC. Isolat dilarutkan dalam metanol, kemudian instrumen HPLC
diatur dalam kondisi yang sesuai.

3.4 Analisis Data


Penentuan analisis fitokimia
Berdasarkan reaksi antara reagen dengan sampel yang ditandai dengan
perubahan warna, timbul endapan, terbentuk lapisan serta perubahan suhu.
Penentuan analisis aktivitas antiinflamasi
Pada analisis data dihitung volume radang dan persen inhibisi sampel.
Volume radang adalah selisih volume telapak kaki tikus setelah disuntik
karagenan dengan volume telapak kaki tikus sebelum disuntik karagenan.
Analisis data menggunakan perangkat software SPSS 21. Data diuji
distribusi normal dan homogenitas variannya (p>0,05), selanjutnya data diuji
21

dengan One-Way ANOVA dan uji Post Hoc LSD dengan tingkat kepercayaan 95%
(Luliana et al., 2017).
Karakterisasi Senyawa
Analisis UV-Vis dilakukan dengan melihat panjang gelombang dari
puncak sampel yang terbentuk. Analisis FTIR dilakukan dengan melihat
bilangan gelombang dari spektrum sampel yang berkaitan dengan spektrum
senyawa organik pada bilangan gelombang 4000-400 cm -1. Analisis LC-MS
dilakukan dengan melihat waktu retensi senyawa pada sampel serta massa
molekul relatif (m/z) dari puncak spektrum massa sampel yang terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Adyttia, A., Untari, E.K. & Wahdaningsih, S. 2017. Efek Ekstrak Etanol Daun
Premna cordifolia terhadap Malondialdehida Tikus yang Dipapar Asap
Rokok. Pharmaceutical Sciences and Research, 1(2): 104–115.
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB
Press.
Anonim, 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kesehatan RI.
Apridamayanti, P., Sanera, F. & Robiyanto, R. 2018. Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Etanol Daun Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.)
Antiinflammatory Activity of Ethanolic Extract from Karas Leaves
( Aquilaria malaccensis Lamk .). 5(3): 152–158.
Astuti, M.D., Kuntorini, E.M. & Wisuda, F.E.P. 2014. Isolasi Dan Identifikasi
Terpenoid dari Fraksi n-Butanol Herba Lampasau (Diplazium
esculentum Swartz). 4(1).
Bergeron, J. 1985. Method And Composition For Treatment Of Inflammatory
Bowel Disease.
Black, P.H. & Garbutt, L.D. 2002. Stress, inflammation and cardiovascular
disease. Journal of Psychosomatic Research, 52(1): 1–23.
Bobbitt, J.M., Schwarting, A.E. & Gritter, R.J. 1968. Introduction to
chromatography. New York: Reinhold Publishing Corp.
Bowman, W.C. & Rand, M.J. 1980. Textbook of Pharmacology. hal.38–40.
Cairns, D. 2008. Essentials of Pharmaceutical Chemistry. 3 ed. Handbook for
estimating physicochemical properties of organic compounds, London:
Pharmaceutical Press.
Chen, L., Fang, J., Zhao, L., Deng, J., Li, Y., Cui, H., Zuo, Z., Wang, X. & Deng,
H. 2017. Inflammatory responses and inflammation-associated diseases
in organs. Oncotarget, 9(6): 7204–7218.
Chooi, O.H. 2008. Tumbuhan Hiasan : Khasiat Makanan & Ubatan. Kuala
Lumpur, Malaysia.: Utusan Publications and Distributors.
Emrizal, Fernando, A., Suryani, F., Ahmad, F., Sirat, H.M. & Arbain, D. 2012.
Isolasi senyawa dan uji aktivitas anti-inflammasi Isolasi Senyawa dan Uji
Aktivitas Anti-inflammasi Ekstrak Metanol Daun Puwar Kincung
(Nicolaia speciosa Horan). Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, 1(1): 1–5.
Fessenden, R.J. & Fessenden, j S. 1982. Kimia Organik Jilid 2. 3 ed. Erlangga:
Jakarta.
Fitriani, D. 2019. Karakteristik dan Aktivitas Antifungi Sabun Padat Transparan
dengan Bahan Aktif Ekstrak Daun Buas-buas (Premna cordifolia, Linn).
EnviroScienteae, 13(1): 40.
Gandjar, I.G. & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. 2 ed. Bandung: ITB Press.
Hasanah, F. & Hidayah, N. 2018. Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Air Daun
Salam (Sygyzium polyanthum Wight.) Terhadap Tikus Wistar Jantan
yang Diinduksi dengan Karagenan 1%. Journal of Pharmaceutical and
Sciences, 1(1): 16–22.

22
Helfman, D.M., Feramisco, J.R., Fiddes, J.C., Thomas, G.P. & Hughes, S.H.
2006. Identification of clones that encode chicken tropomyosin by direct
immunological screening of a cDNA expression library. Proceedings of the
National Academy of Sciences, 80(1): 31–35.
Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa
Ilmu.
Katzung, B.G., Masters, S.B. & Trevor, A.J. 2012. Basic and Clinical
Pharmacology. 12 ed. New York: Mc Graw Hill.
Kurniati, R.I. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etanol Daun Buas-Buas
(Premna cordifolia Linn.) Dengan Metoda DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil). Skripsi, 1–13.
Luliana, S., Susanti, R. dan Agustina, E. 2017. Uji Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Air Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) terhadap Tikus Putih
(Rattus norvegicus L.) Jantan Galur Wistar yang diinduksi Karagenan.
Majalah Obat Tradisional, 22(3): 199.
Ngatidjan, P.S. 2006. Metode laboratorium dan Toksikologi. Artikel kesehatan.
Yogyakarta: FK UGM.
Nugroho, E.A. 2012. Farmakologi Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu
Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rajendran, R., L, S., R, M.S. & N, S.B. 2008. Cardiac stimulant activity of bark
and wood of Premna serratifolia. Bangladesh Journal of Pharmacology,
3(2).
Rathor, R.S., Prakash, A. & Singh, P.P. 1977. Prelimininary study of anti-
inflammatory and anti-arthritic activity. Rheumatism, 12(130).
Reid, R.G. & Sarker, S.D. 2012. Methods in Molecular Biology. Isolation of
Natural Products by Low-Pressure Column Chromatography. hal.155–187.
Rouessac, F. & Rouessac, A. 2004. Chemical Analysis Modern Instrumentatiom
Methods and Techniques. London: Willey.
Saim 1992. Pendayangunaan Sumber Daya Hutan Bagi Suku Talang Mamak di
Daerah Seberrida Riau. Prosiding Seminar Nasional dan Lokarya
Etnobotani 1. Cisarua. Bogor., 381–389.
Setyaningrum, P.A. 2016. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Fenolik dari Fraksi
Etil Asetat Kulit Batang Tumbuhan Turi (Sesbania grandiflora) serta Uji
Bioaktivitas Antibakteri. Skripsi. Universitas Lampung.
Silverstain, R.M., Bassler, G.C. & Morrill, T.C. 1981. Penyidikan Spektrometrik
Senyawa Organik. 4 ed. Jakarta: Errlangga.
Simbala, H.E.I. 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan
Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pacific Journal, 1(4): 489–494.
Singh, C.R., Nelson, R., Krishnan, P.M. & Pargavi, B. 2011. Identification of
volatile constituents from Premna serratifolia L. through GC-MS.
International Journal of PharmTech Research, 3(2): 1050–1058.
Sudjadi 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung: Ghalia
Indonesia.
Takeuchi, Y. 2009. Buku Teks Pengantar Kimia. Tokyo: Iwanami Shouten.
Tjay, T.H. & Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. 6 ed. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Vadivu, R., Suresh, A., Girinath, K., Kannani, P., Vimala, R. & Kumar, N. 2009.

23
Evaluation of Hepatoprotective and In-vitro Cytotoxic Activity of Leaves of
Premna serratifolia Linn. Journal of Scientific Research, 1: 145–152.
Vogel, H.G. 2002. Drug Discovery and Evaluation. Human & Experimental
Toxicology, .
Wahyuni, S., Mukarlina & Yanti, A.H. 2014. Aktivitas Antifungi Ekstrak Metanol
Daun Buas-Buas ( Premna serratifolia ) Terhadap Jamur Diplodia sp .
Pada Jeruk Siam ( Citrus nobilis var . microcarpa ). Protobiont, 3(2): 274–
279.
Watson, D.G. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. 2 ed. Jakarta: EGC.
Wibowo, S. & Gofir, A. 2001. Farmakoterapi Nyeri Inflamasi: Farmakoterapi
dalam Neurologi. 1 ed. Jakarta: Salemba Medika.
World Health Expectancy 2018. Indonesia: Life Expectancy. URL:
https://www.worldlifeexpectancy.com/indonesia-life-expectancy
[Accessed 10 Desember 2019].

24
LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Penelitian

Sampel daun P. cordifolia

Maserasi (etanol dan n-heksana)

Uji Aktivitas Antiinflamasi

Ekstrak Tidak Aktif Ekstrak Aktif

Isolasi Skrining
Senyawa Fitokimia

Isolat Murni

Skrining Karakterisasi Uji Aktivitas


Fitokimia Senyawa Antiinflamasi

25
26

Lampiran 2. Ekstraksi Senyawa dari Daun P. cordifolia

Sampel daun P. cordifolia

Dipilih daun yang masih segar


Dibersihkan
Dicuci
Dipotong kecil-kecil
Dikeringkan selama beberapa hari

Daun P. cordifolia kering

Dimaserasi dengan pelarut etanol dan


n-heksana selama 3 hari
Dilakukan beberapa kali pengulangan

Maserat

Dipekatkan dengan rotary


evaporator sampai volume semula
Diuji aktivitas antiinflamasi

Ekstrak tidak aktif Ekstrak Aktif

Dilanjutkan ke
tahap isolasi

Isolat
27

Lampiran 3. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa dari Ekstrak Aktif Daun P.


cordifolia

Ekstrak Aktif P.
cordifolia

Diuji fitokimia
Diimpregnasi dengan silika gel
Difraksinasi menggunakan KVC
dengan gradient polarity eluen n-
heksana:etil asetat;
etil asetat:metanol
Dimonitoring dengan KLT
Diamati dengan detektor UV pada
254 nm
Digabungkan fraksi yang memiliki
pola noda identik berdasarkan nilai
Rf
Dilanjutkan KKG pada fraksi yang
memiliki banyak spot noda
Diuji dengan 3 eluen berbeda pada
fraksi yang memiliki satu spot noda

Isolat

Dimurnikan dengan rekristalisasi


menggunakan pelarut n-heksana, etil
asetat dan etanol
Diuji fitokimia
Diuji antiinflamasi
Dikarakterisasi dengan UV-Vis dan
FTIR

Hasil
28

Lampiran 4. Skrining Fitokimia

A. Uji Alkaloid

Sampel

Diambil 1 mL
Dilarutkan dalam beberapa tetes
asam sulfat 2N
Diuji dengan pereaksi Dragendorff
Diuji dengan pereaksi Meyer
Diuji dengan pereaksi Wagner

Hasil

B. Uji Flavonoid

Sampel

Diambil sejumlah sampel


Ditambahkan beberapa tetes HCl
pekat
Dimasukkan serbuk Mg

Hasil

C. Uji Saponin

Sampel

Diambil sejumlah sampel


Ditambahkan 1 tetes HCl 2N

Hasil

D. Uji Tanin

Sampel

Diambil sejumlah sampel


Ditambahkan FeCl3
Dihomogenkan

Hasil

E. Uji Steroid dan Triterpenoid

Sampel

Diambil sejumlah sampel


Ditambahkan pereaksi Liebermann-
Burchad

Hasil
29

Lampiran 5. Pengujian Aktivitas Antiinflamasi

A. Pembuatan Suspensi Ekstrak

Alat

Disuspensikan ekstrak dengan Na diklofenak dalam akuades


Ditaburkan Na diklofenak di atas air panas di dalam
lumpang menggunakan air sebanyak 20 kali berat Na CMC
Dibiarkan 15 menit hingga Na CMC mengembang
Dimasukkan ekstrak sedikit demi sedikit ke dalam lumpang
sambil digerus homogen
Ditambahan akuades sampai 10 mL

Hasil

B. Uji Aktivitas Antiinflamasi

Larutan Uji dan Kontrol

Dipuasakan tikus selama 18 Jam (tidak makan tetapi tetap


diberi minum)
Dikelompokkan tikus ke dalam 5 kelompok, yang masing
masing terdiri dari 4 ekor tikus
Ditimbang masing-masing hewan dan diberi tanda pada
bagian ekor
Dimasukkan ke dalam kaki kiri tikus ke plestymometer yang
berisi cairan triton
Dicatat volume sebagai volume awal (Vo) yaitu volume kaki
sebelum diberi obat
Disuntik telapak kaki tikus secara subplantar dengan
larutan keragenan 1%
Diberi tiap tikus suspensi bahan uji secara oral sesuai
dengan kelompoknya
Dilakukan pengukuran dengan cara mencelupkan kaki tikus
ke dalam tabung plethysmometer
Dicatat perubahan volume cairan yang terjadi sebagai
volume telapak kaki tikus tiap waktu pengamatan (Vt).
Dilakukan pengukuran setiap 60 menit selama 300 menit

Hasil
30

Lampiran 6. Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi

A. Spektrofotometer UV-Vis

Isolat

Diambil sebanyak 2 mL
Dimasukkan dalam kuvet
Diamati spektrumnya pada panjang gelombang 200-800 nm

Hasil

B. Spektrofotometer FTIR

Isolat

Ditimbang 0,2 g pelet KBr


Ditambahkan 1 tetes isolat
Dikeringkan
Diidentifikasi dengan spektrofotometer FTIR pada bilangan
gelombang 4000-400 cm-1

Hasil

C. HPLC

Isolat

Dilarutkan dalam metanol


Diatur instrumen HPLC dalam kondisi yang sesuai

Hasil

D. GC-MS

Isolat

Dilarutkan dalam metanol


Diatur instrumen GC-MS dalam kondisi yang sesuai

Hasil

Anda mungkin juga menyukai