M. IRHASH SHALIHIN
F1C116016
M. IRHASH SHALIHIN
F1C116016
Oleh:
M. IRHASH SHALIHIN
F1C116016
Disetujui :
Dr. rer. nat. Muhaimin, S.Pd., M.Si. Dr. Dra. Yusnelti, M.Si.
NIP. 197303222000031001 NIP. 195804271985032003
Diketahui :
i
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................. v
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah.......................................... 2
1.3 Hipotesis..................................................................................... 3
1.4 Tujuan........................................................................................ 3
1.5 Manfaat...................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 4
2.1 Tumbuhan Bebuas (Premna cordifolia)........................................ 4
2.2 Skrining Fitokimia Daun Bebuas................................................ 4
2.3 Bioaktivitas Daun Bebuas........................................................... 5
2.4 Antiinflamasi.............................................................................. 6
2.5 Pemisahan Senyawa Organik...................................................... 11
2.6 Karakterisasi Senyawa Organik................................................... 13
III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................ 16
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian..................................................... 16
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian.................................................. 16
3.3 Metode Penelitian........................................................................ 16
3.4 Analisis Data.............................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 20
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil skrining fitokimia ekstrak etanol daun bebuas
(Adyttia et al., 2017)................................................................................5
2. Klasifikasi aktivitas antiinflamasi (García-González dan Ochoa, 1999)...10
3. Daerah serapan gugus fungsi pada IR (Takeuchi, 2009)........................14
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tumbuhan bebuas (Premna cordifolia)...................................................4
2. Proses terjadinya inflamasi (Allam et al., 2014)......................................6
3. Mekanisme aksi obat antiinflamasi.......................................................7
4. Struktur umum dari kelas-kelas NSAID (a) asam propionat; (b) indol;
(c) asam fenamat; (d) pirazolon; (e) oksikam; (f) asam salisilat...............8
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Penelitian..................................................................................23
2. Ekstraksi Senyawa dari Daun P. cordifolia............................................24
3. Pemisahan dan Pemurnian Senyawa dari Ekstrak Aktif Daun
P. cordifolia........................................................................................... 25
4. Skrining Fitokimia................................................................................26
5. Pengujian Aktivitas Antiinflamasi..........................................................27
6. Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi......................................................28
v
1
I. PENDAHULUAN
dan Rahardja, 2007). Oleh karena itu, terus dilakukan pencarian senyawa obat
antiinflamasi baru yang bekerja secara lebih baik. Berdasarkan latar belakang
inilah maka penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul
“Isolasi dan Identifikasi Senyawa dari Daun Bebuas (Premna cordifolia) sebagai
Antiinflamasi pada Tikus Putih (Rattus norvegicus)”.
1.3 Hipotesis
Kemampuan bebuas sebagai agen penyembuh selepas melahirkan
menunjukkan adanya aktivitas antiinflamasi. Bagian daun bebuas diketahui
mengandung metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antiinflamasi. Maka
3
dari itu, diambil hipotesis yaitu ekstrak daun bebuas (Premna cordifolia) diduga
mengandung senyawa metabolit sekunder yang aktif sebagai agen antiinflamasi.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pelarut yang tepat untuk mengekstrak senyawa yang aktif
sebagai agen antiinflamasi pada daun bebuas.
2. Mengetahui golongan senyawa pada daun bebuas yang aktif sebagai
agen antiinflamasi.
3. Mengethaui karaktersitik senyawa pada daun bebuas yang aktif sebagai
agen antiinflamasi.
4. Mengetahui dosis efektif ekstrak dan isolat daun bebuas sebagai agen
antiinflamasi.
1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi mengenai senyawa yang berasal dari daun
bebuas yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam pengembangan
bahan baku obat.
2. Mengembangkan alternatif senyawa antiinflamasi alamiah yang berasal
dari daun bebuas.
3. Menambah pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan bebuas
terutama dari bagian daun.
4
Tabel 1. Hasil skrining ekstrak etanol daun bebuas (Adyttia et al., 2017)
Senyawa uji Hasil uji
Alkaloid:
Mayer +
Dragendroff +
Wagner +
Flavonoid +
Tanin -
Terpenoid/steroid +
Fenolik +
Saponin +
pada daun (Vadivu et al., 2009) dan ekstrak akarnya (Singh et al., 2011), fraksi
memiliki aktivitas antifungi (Wahyuni et al., 2014). Selain itu, ekstrak etanol
tumbuhan dari genus yang sama, Premna pubescens, telah dilaporkan memiliki
aktivitas sebagai antiinflamasi pada tikus putih (Rattus novergicus) pada dosis
6
2.4 Antiinflamasi
Inflamasi
Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun
infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis
tubuh akibat adanya agen atau senyawa asing yang masuk (Ikawati, 2011).
Proses inflamasi dimediatori oleh histamin, prostaglandin, eicosanoid,
leukotrien, sitokin, nitrit oksida, dan lain-lain. Menurut Chen et al., (2017),
proses terjadinya inflamasi dimulai dengan kerusakan jaringan akibat stimulus
yang menyebabkan pecahnya sel mast diikuti dengan pelepasan mediator
inflamasi, dilanjutkan dengan terjadinya vasodilatasi yang kemudian
menyebabkan migrasi sel leukosit.
Inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan kronis. Pada
inflamasi akut terjadi dalam waktu yang lebih singkat yang melibatkan sistem
vaskular lokal, sistem imun dan beberapa sel. Tanda-tanda paling khas yang
menandakan adanya inflamasi adalah kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri
(dolor), bengkak (tumor) dan disertai dengan perubahan fungsi lokal. Sedangkan
pada inflamasi kronis berlangsung pada waktu yang lebih lama (beberapa bulan
bahkan bertahun). Pada inflamasi kronis melibatkan sel darah putih terutama
pada sel mononuklear pada prosesnya (Nugroho, 2012).
7
Antiinflamasi
Agen antiinflamasi adalah senyawa atau obat yang digunakan untuk
menangani penyakit yang diakibatkan inflamasi. Beberapa dari obat golongan
ini memiliki mekanisme aksi yang berbeda (gambar 3). Obat antiinflamasi yang
paling banyak dipakai adalah antiinflamasi golongan NSAID (non steroidal anti-
inflammatory drugs), obat ini memiliki tiga aksi utama yaitu sebagai
antiinflamasi, antipiretik, dan analgesik bekerja dengan cara menghambat
pembentukan enzim COX yang kemudian menghambat terbentuknya
prostaglandin.
Gambar 4. Struktur umum dari kelas-kelas NSAID (a) asam propionat; (b) indol;
(c) asam fenamat; (d) pirazolon; (e) oksikam; (f) asam salisilat
2012).
Selain persen inhibisi, parameter lain yang diukur dari senyawa yang aktif
sebagai agen antiinflamasi adalah dosis efektif. Dosis efektif adalah jumlah
yang memadai untuk memperoleh efek farmakologis atau terapi yang
diinginkan, sehingga menghasilkan pencegahan atau pengobatan penyakit
yang efektif (Bergeron, 1985). Pada uji antiinflamasi, dosis efektif atau
effective dose (ED50) merupakan dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan
persen inhibisi sebesar 50%. Dalam pengguaan klinik, ED 50 digunakan
untuk menentukan dosis terapi suatau obat, termasuk juga obat-obat
antiinflamasi harus memiliki ED50 untuk dapat ditentukan dosis terapinya
(Ngatidjan, 2006).
2. Metode pembentukan eritema, metode ini berdasarkan pengamatan secara
visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bulunya.
Marmut secara kimiawi dihilangkan bulunya dengan suspensi barium
sulfat, 20 menit kemudian dibersihkan dengan air hangat. Hari esoknya
senyawa uji disuspensikan dan setengah dosisnya diberikan 30 menit
sebelum pemaparan UV. Setengahnya lagi setelah 2 menit berjalan
pemaparan UV. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV berjarak 20 cm di
atas marmot. Eritema dinilai 2 dan 4 jam setelah pemaparan.
3. Metode iritasi dengan panas, Metode ini berdasarkan pengukuran luas
radang dan berat udem yang terbentuk setelah diiritasi dengan panas. Mula-
mula hewan diberi zat warna tripan biru yang disuntik, dimana zat ini akan
berikatan dengan albumin plasma. Kemudian pada daerah penyuntikan
tersebut dirangsang dengan panas yang cukup tinggi. Panas menyebabkan
pembebasan histamin endrogen sehingga timbul inflamasi. Zat warna akan
keluar dari pembuluh darah yang mengalami dilatasi bersama-sama dengan
albumin plasma sehingga jaringan yang meradang kelihatan berwarna.
Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas radang akibat
perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat
11
terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara
berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat menunjukkan
perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan adsorbsi, partisi, kelarutan,
tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan ion. Contoh teknik kromatografi
yaitu kromatografi kertas (KKt), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas
cair (KGC) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (Harbone, 1987).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metode pemisahan
fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri dari fase diam yang ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran
yang akan dipisahkan adalah berupa larutan yang ditotolkan berbentuk bercak
atau pita. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat
yang berisi larutan pengembang yang cocok, pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (Sudjadi, 1983).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah salah satu contoh kromatografi
planar. Fase diam (stationary Phase) berbentuk lapisan tipis yang melekat pada
gelas/kaca, plastik atau aluminium. Sedangkan fase gerak (mobile Phase)
berupa air atau campuran air dengan pelarut organik yang dapat bercampur
untuk meningkatkan kelarutan. Bercak-bercak yang terbentuk dari hasil elusi
dilihat dengan menggunakan lampu ultraviolet (UV). Pada teknik kromatografi
lapis tipis, nilai Rf dihubungkan dengan koefisien partisi secara matematika.
Berikut rumus mencari nilai Rf :
jarak tempuh senyawa
Rf =
jarak tempuh pelarut
Rf adalah hasil pembiasan antara jarak perpindahan bercak dengan jarak
pengembangan pelarut dan ditulis dalam desimal (Cairns, 2008).
Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi klasik yang
digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa dalam jumlah banyak
berdasarkan adsorpsi dan partisi. Kromatografi kolom membutuhkan zat
terlarut yang terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya fase diam dan
yang lainnya fase gerak. Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga
terpisah dari zat terlarut lain yang terelusi lebih awal atau akhir. Umunya zat
terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk
cairan yang disebut pelarut (Harbone, 1987).
Kromatografi Vakum Cair (KVC). Bentuk kromatografi kolom KVC
khususnya berguna untuk fraksinasi kasar yang cepat terhadap suatu ekstrak.
13
Metode ini lebih banyak digunakan untuk fraksinasi sampel dalam jumlah
besar (10-50 g). Kondisi vakum adalah alternatif untuk mempercepat aliran fase
gerak dari atas ke bawah. Metode ini sering digunakan untuk fraksinasi awal
dari suatu ekstrak non polar atau ekstrak semipolar (Reid & Sarker, 2012). KVC
dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa metabolit sekunder secara
kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan berbagai
perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi gradien) dengan
menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen (Helfman et
al., 2006).
Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG). KKG merupakan metode
kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran dalam jumlah besar (lebih
dari 1 gram). Kolom kromatografi untuk pengaliran karena gaya gravitasi atau
sistem bertekanan rendah bisa terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis
tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Di dalam
tabung terdapat penopang atau sejenis piringan plat, tepatnya di atas keran,
untuk menahan penyerap. Ukuran kolom beraneka ragam, tetapi biasanya
panjang kolom sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan
mungkin saja sampai 100 kali (Bobbitt et al., 1968).
Rouessac, 2004).
Hasil pengukuran spektrofotometer berupa spektra. Spektra UV-Vis dari
senyawa organik berhubungan dengan transisi energi elektronik. Panjang
gelombang absorpsi merupakan ukuran dari pemisahan tingkat energi orbital-
orbital yang terlibat dalam transisi tersebut. Spektra UV yang memiliki serapan
panjang gelombang maksimum pada 225 nm dan 272,5 nm menunjukkan
adanya transisi elektron π→ π* yang merupakan serapan khas untuk senyawa
14
2007).
Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)
Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) merupakan gabungan
dua alat yaitu kromatografi gas dan spektrometri massa. GC-MS digunakan
untuk mendeteksi massa antara 10-700 m/z (Fessenden & Fessenden, 1982).
Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran
dalam sampel. Prinsip kerja kromatografi gas terkait dengan titik didih senyawa
yang dianalisis serta perbedaan interaksi analit dengan fase diam dan fase
gerak. Komponen campuran dapat diidentifikasi menggunakan waktu retensi
yang khas yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam
kolom (Bobbitt et al., 1968). Spektrometri massa berfungsi untuk mendeteksi
masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada sistem
kromatografi gas. Prinsip kerja spektrometri massa adalah menembak bahan
yang sedang dianalisis dengan berkas elektron dan secara kuantitatif mencatat
hasilnya sebagai suatu spektrum fragmen ion positif. Fragmen-fragmen tersebut
berkelompok sesuai dengan massanya (Fessenden dan Fessenden, 1982).
Analisis GC-MS memberikan dua informasi dasar yaitu hasil analisis
kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromatogram dan hasil
analisis spektrometri massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa.
Kromatogram memberikan informasi mengenai jumlah komponen kimia yang
16
terdapat dalam campuran yang dianalisis yang ditunjukkan oleh jumlah puncak
pada kromatogram beserta kuantitas masing-masing. Spektrum massa
memberikan gambaran mengenai jenis dan jumlah fragmen molekul yang
terbentuk dari suatu komponen kimia (Agusta, 2000).
17
Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif
bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah hingga jingga,
dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan dan dengan
pereaksi Wagner terbentuk endapan coklat (Harbone, 1987).
Uji Flavonoid. Sejumlah sampel ditambahkan beberapa tetes HCl pekat
lalu dimasukkan serbuk Mg. Hasil positif dari pereaksi HCl dan serbuk Mg ini
ditunjukkan dengan terbentuknya buih dan perubahan warna larutan menjadi
jingga (Harbone, 1987).
Uji Saponin. Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas.
Busa yang stabil yang dapat bertahan lama dan tidak hilang pada penambahan
1 tetes HCl 2N menunjukkan adanya saponin (Harbone, 1987).
Uji Tanin. Sejumlah sampel ditambahkan FeCl 3 kemudian campuran
dihomogenkan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hitam
kehijauan pada campuran (Harbone, 1987).
Uji Steroid dan Triterpenoid. Sejumlah sampel ditambahkan dengan
asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat (pereaksi Liebermann-Burchad).
Apabila terbentuk warna biru atau hijau menandakan adanya steroid. Apabila
terbentuk warna ungu atau jingga menandakan adanya triterpenoid (Harbone,
1987).
Pemisahan dan Pemurnian Senyawa
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Disiapkan plat KLT berukuran 1x5 cm
dengan batas bawah 1 cm dan batas atas 0,5 cm sehingga jarak tempuh eluen
yaitu 3,5 cm. Selanjutnya dibuat eluen dengan membandingkan pelarut organik
dengan kepolaran bertingkat. Ekstrak ditotolkan pada batas bawah plat dengan
pipa kapiler, kemudian dielusi dengan fase gerak/eluen. Setelah gerakan
larutan pengembang sampai pada batas atas, proses elusi dihentikan.
Selanjutnya diperhatikan bentuk noda secara langsung dibawah lampu UV 254
nm. Setelah kromatografi kolom dilakukan, semua fraksi dilakukan uji KLT
untuk melihat komponen noda. Fraksi yang memiliki spot noda yang sama
disatukan dan dianalisis kembali dengan KLT.
Kromatografi Kolom. Dilakukan kromatografi kolom vakum cair (KVC)
menggunakan fase diam silika gel dengan perbandingan sampel:silika gel (1:20).
Ekstrak sampel diimpregnasi menggunakan silika gel, kemudian ditambahkan
ke dalam kolom yang telah berisi fase diam. Sedangkan fase gerak yang
digunakan yaitu n-heksana:etil asetat dan etil asetat:metanol dengan variasi
perbandingan (10:0; 9:1; 8:2; 7:3; 6:4; 5:5; 4:6; 3:7; 2:8; 1:9 dan 0:10). Fraksi
yang diperoleh ditampung dalam botol vial, eluat yang ditampung berdasarkan
19
tiap pita yang didapat lalu kemudian diuapkan. Hasil dari kromatografi kolom
dilakukan KLT kembali. Eluat yang memiliki pola noda identik digabungkan
berdasarkan nilai Rf pada kromatogram. Fraksi yang masih memiliki banyak
spot noda maka dilanjutkan pemisahan lagi menggunakan kromatografi kolom
gravitasi (KKG). Eluat yang memiliki satu spot noda kemudian diuji
menggunakan 3 eluen berbeda, di mana jika hasil KLT tetap satu spot noda
maka didapatkan isolat. Isolat dimurnikan dengan rekristalisasi menggunakan
pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol. Selanjutnya dilakukan uji fitokimia,
karakterisasi dan uji aktivitas antiinflamasi.
Pengujian Aktivitas Antiinflamasi
Pembuatan Suspensi Ekstrak. Ekstrak etanol dan heksana
disuspensikan dengan Na diklofenak dalam akuades. Na CMC ditaburkan di
atas air panas di dalam lumpang menggunakan air sebanyak 20 kali berat Na
diklofenak. dan dibiarkan 15 menit hingga Na CMC mengembang. Kemudian
ekstrak dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam lumpang sambil digerus
homogen dan dicukupkan dengan akuades sampai 10 mL (Emrizal et al., 2012).
Uji Aktivitas Antiinflamasi. Sebelum pengujian tikus dipuasakan
selama 18 Jam (tidak makan tetapi tetap diberi minum). Hewan ini
dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yang masing masing terdiri dari 2 ekor
tikus. Kategori masing-masing kelompok yaitu; K 0= kontrol negatif (-) untuk Na
CMC 1 %; K1= kontrol (+) untuk Na diklofenak 10 mg; K 2= ekstrak daun bebuas
250 mg/kgBB; K3= ekstrak daun bebuas 500 mg/kgBB; K4 = ekstrak daun
bebuas 1000 mg/kgBB. Pada waktu pengujian masing-masing hewan ditimbang
dan diberi tanda pada bagian ekor. Setelah itu kaki kiri tikus dimasukkan ke
dalam Pletysmometer, kemudian volume dicatat sebagai volume awal (Vo) yaitu
volume kaki sebelum diberi obat. Masing masing telapak kaki tikus disuntik
secara subplantar dengan larutan keragenan 1% sebanyak 0,1 ml. Setelah Tiga
puluh menit masing-masing tikus diberi suspensi bahan uji secara oral sesuai
dengan kelompoknya. Setelah tiga puluh menit dilakukan pengukuran dengan
cara mencelupkan kaki tikus ke dalam tabung plethysmometer. Perubahan
volume cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki tikus tiap waktu
pengamatan (Vt). Pengukuran dilakukan setiap 60 menit selama 300 menit
(Hasanah dan Hidayah, 2018). Setelah dilakukan pengukuran, dihitung volume
udem kaki tikus, AUC (Area Under the Curve) dari kurva udem rata-rata
terhadap waktu dan persen efek antiinflamasi (Apridamayanti et al., 2018)
20
Cara menghitung volume udem kaki tikus, AUC dari kurva udem rata-
rata terhadap waktu dan persen efek antiinflamasi menurut Apridamayanti et
Vu=V t −V 0
Keterangan:
Vu : volume udem kaki tikus tiap waktu t
Vt : volume telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan 1% pada waktu t
V0 : Volume awal telapak kaki tikus sebelum diinduksi karagenan 1 %
tn V u n−1 +V un
AUC t = (t n−t n−1)
n−1
2
Keterangan:
Vun-1 : volume udem rata-rata pada tn-1
Vun : volume udem rata-rata pada tn
AUC k − AUC p
% I nhibis R adang= ×100 %
AUC k
Keterangan:
AUCk : AUC kurva volume edema rata-rata terhadap waktu untuk kontrol
negatif
AUCp : AUC kurva volume edema terhadap waktu untuk kelompok perlakuan
pada tiap individu
Karakterisasi Senyawa Hasil Isolasi
Spektrofotometer UV-Vis. 2 mL isolat dimasukkan dalam kuvet dan
diamati spektrumnya pada panjang gelombang 200-800 nm.
Spektrofotometer FTIR. 0,2 g pelet KBr ditambahkan 1 tetes isolat,
dikeringkan kemudian diidentifikasi pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1.
LC-MC. Isolat dilarutkan dalam metanol, kemudian instrumen HPLC
diatur dalam kondisi yang sesuai.
dengan One-Way ANOVA dan uji Post Hoc LSD dengan tingkat kepercayaan 95%
(Luliana et al., 2017).
Karakterisasi Senyawa
Analisis UV-Vis dilakukan dengan melihat panjang gelombang dari
puncak sampel yang terbentuk. Analisis FTIR dilakukan dengan melihat
bilangan gelombang dari spektrum sampel yang berkaitan dengan spektrum
senyawa organik pada bilangan gelombang 4000-400 cm -1. Analisis LC-MS
dilakukan dengan melihat waktu retensi senyawa pada sampel serta massa
molekul relatif (m/z) dari puncak spektrum massa sampel yang terbentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Adyttia, A., Untari, E.K. & Wahdaningsih, S. 2017. Efek Ekstrak Etanol Daun
Premna cordifolia terhadap Malondialdehida Tikus yang Dipapar Asap
Rokok. Pharmaceutical Sciences and Research, 1(2): 104–115.
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: ITB
Press.
Anonim, 2000. Parameter Standard Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Departemen Kesehatan RI.
Apridamayanti, P., Sanera, F. & Robiyanto, R. 2018. Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Etanol Daun Karas (Aquilaria malaccensis Lamk.)
Antiinflammatory Activity of Ethanolic Extract from Karas Leaves
( Aquilaria malaccensis Lamk .). 5(3): 152–158.
Astuti, M.D., Kuntorini, E.M. & Wisuda, F.E.P. 2014. Isolasi Dan Identifikasi
Terpenoid dari Fraksi n-Butanol Herba Lampasau (Diplazium
esculentum Swartz). 4(1).
Bergeron, J. 1985. Method And Composition For Treatment Of Inflammatory
Bowel Disease.
Black, P.H. & Garbutt, L.D. 2002. Stress, inflammation and cardiovascular
disease. Journal of Psychosomatic Research, 52(1): 1–23.
Bobbitt, J.M., Schwarting, A.E. & Gritter, R.J. 1968. Introduction to
chromatography. New York: Reinhold Publishing Corp.
Bowman, W.C. & Rand, M.J. 1980. Textbook of Pharmacology. hal.38–40.
Cairns, D. 2008. Essentials of Pharmaceutical Chemistry. 3 ed. Handbook for
estimating physicochemical properties of organic compounds, London:
Pharmaceutical Press.
Chen, L., Fang, J., Zhao, L., Deng, J., Li, Y., Cui, H., Zuo, Z., Wang, X. & Deng,
H. 2017. Inflammatory responses and inflammation-associated diseases
in organs. Oncotarget, 9(6): 7204–7218.
Chooi, O.H. 2008. Tumbuhan Hiasan : Khasiat Makanan & Ubatan. Kuala
Lumpur, Malaysia.: Utusan Publications and Distributors.
Emrizal, Fernando, A., Suryani, F., Ahmad, F., Sirat, H.M. & Arbain, D. 2012.
Isolasi senyawa dan uji aktivitas anti-inflammasi Isolasi Senyawa dan Uji
Aktivitas Anti-inflammasi Ekstrak Metanol Daun Puwar Kincung
(Nicolaia speciosa Horan). Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia, 1(1): 1–5.
Fessenden, R.J. & Fessenden, j S. 1982. Kimia Organik Jilid 2. 3 ed. Erlangga:
Jakarta.
Fitriani, D. 2019. Karakteristik dan Aktivitas Antifungi Sabun Padat Transparan
dengan Bahan Aktif Ekstrak Daun Buas-buas (Premna cordifolia, Linn).
EnviroScienteae, 13(1): 40.
Gandjar, I.G. & Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. 2 ed. Bandung: ITB Press.
Hasanah, F. & Hidayah, N. 2018. Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Air Daun
Salam (Sygyzium polyanthum Wight.) Terhadap Tikus Wistar Jantan
yang Diinduksi dengan Karagenan 1%. Journal of Pharmaceutical and
Sciences, 1(1): 16–22.
22
Helfman, D.M., Feramisco, J.R., Fiddes, J.C., Thomas, G.P. & Hughes, S.H.
2006. Identification of clones that encode chicken tropomyosin by direct
immunological screening of a cDNA expression library. Proceedings of the
National Academy of Sciences, 80(1): 31–35.
Ikawati, Z. 2011. Farmakoterapi Penyakit Sistem Saraf Pusat. Yogyakarta: Bursa
Ilmu.
Katzung, B.G., Masters, S.B. & Trevor, A.J. 2012. Basic and Clinical
Pharmacology. 12 ed. New York: Mc Graw Hill.
Kurniati, R.I. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Fraksi Etanol Daun Buas-Buas
(Premna cordifolia Linn.) Dengan Metoda DPPH (2,2-difenil-1-
pikrilhidrazil). Skripsi, 1–13.
Luliana, S., Susanti, R. dan Agustina, E. 2017. Uji Aktivitas Antiinflamasi
Ekstrak Air Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) terhadap Tikus Putih
(Rattus norvegicus L.) Jantan Galur Wistar yang diinduksi Karagenan.
Majalah Obat Tradisional, 22(3): 199.
Ngatidjan, P.S. 2006. Metode laboratorium dan Toksikologi. Artikel kesehatan.
Yogyakarta: FK UGM.
Nugroho, E.A. 2012. Farmakologi Obat-Obat Penting dalam Pembelajaran Ilmu
Farmasi dan Dunia Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rajendran, R., L, S., R, M.S. & N, S.B. 2008. Cardiac stimulant activity of bark
and wood of Premna serratifolia. Bangladesh Journal of Pharmacology,
3(2).
Rathor, R.S., Prakash, A. & Singh, P.P. 1977. Prelimininary study of anti-
inflammatory and anti-arthritic activity. Rheumatism, 12(130).
Reid, R.G. & Sarker, S.D. 2012. Methods in Molecular Biology. Isolation of
Natural Products by Low-Pressure Column Chromatography. hal.155–187.
Rouessac, F. & Rouessac, A. 2004. Chemical Analysis Modern Instrumentatiom
Methods and Techniques. London: Willey.
Saim 1992. Pendayangunaan Sumber Daya Hutan Bagi Suku Talang Mamak di
Daerah Seberrida Riau. Prosiding Seminar Nasional dan Lokarya
Etnobotani 1. Cisarua. Bogor., 381–389.
Setyaningrum, P.A. 2016. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Fenolik dari Fraksi
Etil Asetat Kulit Batang Tumbuhan Turi (Sesbania grandiflora) serta Uji
Bioaktivitas Antibakteri. Skripsi. Universitas Lampung.
Silverstain, R.M., Bassler, G.C. & Morrill, T.C. 1981. Penyidikan Spektrometrik
Senyawa Organik. 4 ed. Jakarta: Errlangga.
Simbala, H.E.I. 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan
Obat Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka. Pacific Journal, 1(4): 489–494.
Singh, C.R., Nelson, R., Krishnan, P.M. & Pargavi, B. 2011. Identification of
volatile constituents from Premna serratifolia L. through GC-MS.
International Journal of PharmTech Research, 3(2): 1050–1058.
Sudjadi 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Bandung: Ghalia
Indonesia.
Takeuchi, Y. 2009. Buku Teks Pengantar Kimia. Tokyo: Iwanami Shouten.
Tjay, T.H. & Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya. 6 ed. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Vadivu, R., Suresh, A., Girinath, K., Kannani, P., Vimala, R. & Kumar, N. 2009.
23
Evaluation of Hepatoprotective and In-vitro Cytotoxic Activity of Leaves of
Premna serratifolia Linn. Journal of Scientific Research, 1: 145–152.
Vogel, H.G. 2002. Drug Discovery and Evaluation. Human & Experimental
Toxicology, .
Wahyuni, S., Mukarlina & Yanti, A.H. 2014. Aktivitas Antifungi Ekstrak Metanol
Daun Buas-Buas ( Premna serratifolia ) Terhadap Jamur Diplodia sp .
Pada Jeruk Siam ( Citrus nobilis var . microcarpa ). Protobiont, 3(2): 274–
279.
Watson, D.G. 2009. Analisis Farmasi : Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi. 2 ed. Jakarta: EGC.
Wibowo, S. & Gofir, A. 2001. Farmakoterapi Nyeri Inflamasi: Farmakoterapi
dalam Neurologi. 1 ed. Jakarta: Salemba Medika.
World Health Expectancy 2018. Indonesia: Life Expectancy. URL:
https://www.worldlifeexpectancy.com/indonesia-life-expectancy
[Accessed 10 Desember 2019].
24
LAMPIRAN
Isolasi Skrining
Senyawa Fitokimia
Isolat Murni
25
26
Maserat
Dilanjutkan ke
tahap isolasi
Isolat
27
Ekstrak Aktif P.
cordifolia
Diuji fitokimia
Diimpregnasi dengan silika gel
Difraksinasi menggunakan KVC
dengan gradient polarity eluen n-
heksana:etil asetat;
etil asetat:metanol
Dimonitoring dengan KLT
Diamati dengan detektor UV pada
254 nm
Digabungkan fraksi yang memiliki
pola noda identik berdasarkan nilai
Rf
Dilanjutkan KKG pada fraksi yang
memiliki banyak spot noda
Diuji dengan 3 eluen berbeda pada
fraksi yang memiliki satu spot noda
Isolat
Hasil
28
A. Uji Alkaloid
Sampel
Diambil 1 mL
Dilarutkan dalam beberapa tetes
asam sulfat 2N
Diuji dengan pereaksi Dragendorff
Diuji dengan pereaksi Meyer
Diuji dengan pereaksi Wagner
Hasil
B. Uji Flavonoid
Sampel
Hasil
C. Uji Saponin
Sampel
Hasil
D. Uji Tanin
Sampel
Hasil
Sampel
Hasil
29
Alat
Hasil
Hasil
30
A. Spektrofotometer UV-Vis
Isolat
Diambil sebanyak 2 mL
Dimasukkan dalam kuvet
Diamati spektrumnya pada panjang gelombang 200-800 nm
Hasil
B. Spektrofotometer FTIR
Isolat
Hasil
C. HPLC
Isolat
Hasil
D. GC-MS
Isolat
Hasil