Anda di halaman 1dari 49

EFEKTIVITAS EKSTRAK

DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus)


UNTUK PENGOBATAN
INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
PADA BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio)

USULAN PENELITIAN

ENOK MARLINA
NPM 230110090036

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2013

EFEKTIVITAS EKSTRAK
DAUN NANGKA (Artocarpus heterophyllus)
UNTUK PENGOBATAN
INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila
PADA BENIH IKAN MAS (Cyprinus carpio)

Diajukan untuk Melaksanakan Penelitian

ENOK MARLINA
NPM 230110090046

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2013

JUDUL

: EFEKTIVITAS
EKSTRAK
DAUN
NANGKA
(Artocarpus heterophyllus) UNTUK PENGOBATAN INFEKSI
BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA BENIH IKAN MAS
(Cyprinus carpio)

PENULIS

: ENOK MARLINA

NPM

: 230110090036

Jatinangor, April 2013


Menyetujui,

Komisi Pembimbing,

Roffi Grandiosa, S.Pi., M.Sc.


NIP. 19750716 200112 1 003

Anggota,

Drs. Walim Lili M.Si.


NIP. 19571026 198803 1 004

Dekan,

Dr. Ayi Yustiati, Ir., M.Sc.


NIP. 19620413 198603 2 003

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan YME, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian yang
berjudul, Efektivitas Ekstrak Daun Nangka (Artocarpus heterophyllus) untuk
Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Benih Ikan Mas
(Cyprinus carpio).
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini, terutama kepada:
1. Roffi Grandiosa, S.Pi., M.Sc. sebagai komisi pembimbing yang selalu
memberikan masukan dan dorongan kepada penulis.
2. Drs. Walim Lili, M.Si. sebagai anggota pembimbing sekaligus sebagai dosen
wali yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi kepada penulis.
3. Dr. Yuli Andriani, S.Pi., M.Si. sebagai dosen penelaah, atas masukan yang
berharga untuk menyempurnakan penelitian ini.
4. Dr. Ayi Yustiati, Ir., M.Sc. sebagai Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran.
5. Dr. Ir. Junianto, MP. sebagai Ketua Program Studi Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
6. Orang tua, adik dan keluarga yang selalu mendoakan, memberikan motivasi
dan perhatiannya baik secara materi juga moril kepada penulis.
7. Euis Rahmawati Akbar S.Farm. dan Ayesha Putri S.Farm. yang telah banyak
membantu dan memberikan masukan dalam penulisan usulan penelitian ini.
8. Josua F. T., Nitya Dvimurti, Ratih Azizah, Murni Purnaningsih, Astri D. U.
dan Eka Hariani atas bantuan, dukungan dan perhatian yang selalu diberikan
kepada penulis.
9. Ahmad Nur Rohman, Ai Siti Rohmah, dan Cut Tsutjinurani yang telah
membantu, mendukung, menemani dan memberikan motovasi kepada
penulis.

iii

10. Teman-teman FPIK UNPAD angkatan 2009 yang telah membatu,


mendukung dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini.
11. Seluruh civitas akademi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran atas bantuannya dalam menyelesaikan studi penulis.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini baik
langsung maupun secara tidak langsung.
Demikian skripsi ini penulis buat. Semoga dapat bermanfaat bagi seluruh
civitas akademika Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas
Padjadjaran (UNPAD). Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

Jatinangor, April 2013

Enok Marlina

iv

DAFTAR ISI
Bab

II

III

Halaman
DAFTAR GAMBAR ................................................................

vii

DAFTAR TABEL .....................................................................

viii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................

xi

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................
1.2 Identifikasi Masalah .............................................................
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................
1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................
1.5 Kerangka Pemikiran .............................................................
1.6 Hipotesis ...............................................................................

1
3
3
3
3
6

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Mas ..............................................................................
2.1.1 Klasifikasi Ikan Mas ..........................................................
2.1.2 Habitat dan Morfologi Ikan Mas .......................................
2.2 Bakteri Aeromonas hydrophila ............................................
2.2.1 Klasifikasi Aeromonas hydrophila ...................................
2.2.2 Karakteristik Aeromonas hydrophila ................................
2.2.3 Gejala Klinis Serangan Aeromonas hydrophila ................
2.3 Nangka .................................................................................
2.3.1 Ekologi dan Klasifikasi Nangka .......................................
2.3.2 Morfologi Nangka .............................................................
2.3.3 Jenis Nangka ......................................................................
2.3.4 Manfaat Nangka ................................................................
2.3.5 Kandungan Senyawa Daun Nangka ..................................
2.4 Kualitas Air ..........................................................................

7
7
8
9
9
9
10
11
11
12
13
13
14
15

BAHAN DAN METODE


3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................
3.2 Alat dan Bahan ....................................................................
3.2.1. Alat Penelitian ..................................................................
3.2.2. Bahan Penelitian ...............................................................
3.3 Metode Penelitian..................................................................
3.4 Prosedur Penelitian................................................................
3.4.1 Penelitian Pendahuluan .....................................................
3.4.2 Penelitian Utama ...............................................................
3.5 Parameter yang Diamati ......................................................
3.5.1 Gejala Klinis ......................................................................
3.5.2 Kelangsungan Hidup .........................................................
3.5.4 Kualitas Air .......................................................................

17
17
17
19
20
20
20
24
25
25
26
26

3.6 Analisis Data ........................................................................

26

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................

27

LAMPIRAN ..............................................................................

30

vi

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Judul

Ikan Mas (Cyprinus carpio) .................................................

Aeromonas hydrophila .........................................................

Daun Nangka ........................................................................

12

vii

Halaman

DAFTAR TABEL
Nomor

Judul

Hasil Pengamatan Uji Zona Hambat pada Metode Difusi


Agar Aeromonas hydrophila ...............................................

22

Hasil Pengamatan Kontrol Uji Zona Hambat pada Metode


Difusi Agar ...........................................................................

Halaman

22

Hasil Uji LC50 48 Jam Ekstrak Daun Nangka pada Benih


Ikan Mas ...............................................................................

viii

23

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Judul

Pembuatan Ekstrak Daun Nangka ........................................

31

Hasil Uji Fitokimia ...............................................................

32

Pembuataan Konsentrasi Ektrak Daun Nangka ....................

33

Pembuatan Media Nutrien Agar (NA) ................................

34

Halaman

Pembuatan Larutan Bakteri Kepadatan 10 cfu/ml dengan


Spektrofotometer ..................................................................

35

Gambar Hasil Uji Zona Hambat ...........................................

36

Uji LC50 Perendaman Ektrak Daun Nangka .........................

37

Tata Letak Perlakuan ............................................................

39

ix

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sumber andalan

dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Dalam memenuhi besarnya


permintaan terhadap persediaan ikan maka penerapan intensifikasi budidaya tidak
dapat dihindarkan. Produksi dari perikanan budidaya sendiri secara keseluruhan
diproyeksikan meningkat dengan rata-rata 4,9 % per tahun. Target tersebut
didasarkan pada potensi pengembangan daerah perikanan budidaya yang
memungkinkan di wilayah Indonesia. Melihat besarnya potensi pengembangan
perikanan budidaya serta didukung peluang pasar internasional yang masih
terbuka luas, diharapkan sumbangan produksi perikanan budidaya semakin besar
terhadap produksi nasional dan penerimaan devisa negara, keterkaitannya dalam
penyerapan angkatan, serta peningkatan kesejahteraan petani/nelayan di Indonesia
(Sukadi 2004).
Ikan mas merupakan salah satu jenis ikan yang banyak diminati
masyarakat terutama bagi masyarakat Jawa Barat. Namun masalah yang selalu
muncul dalam budidaya intensif jika tidak dikelola dengan baik adalah terjadinya
penurunan kualitas air pada media budidaya sehingga menimbulkan berbagai
dampak penyakit. Ikan mas di waduk Cirata Kecamatan Cipeundeuy Kabupaten
Bandung Barat mengalami kematian massal yang menyebabkan petani ikan
mengalami kerugian. Sedikitnya 35 ton ikan milik petani diketahui mati. Hal ini
diduga karena terjadinya perubahan cuaca dan terjangkitnya penyakit (Pikiran
Rakyat 2008a).
Parasit yang menyerang dapat berupa protozoa, cacing, bakteri, virus,
jamur dan berbagai mikroorganisme lainnya. Parasit golongan bakteri

yang

sering menyerang adalah Aeromonas hydrophila. Gejala yang muncul yaitu warna
tubuh ikan terlihat suram, tidak cerah, kulit kesat dan melepuh. Cara bernapas
tampak megap-megap, kantung empedu mengembung dan terjadi luka borok yang

memerah di bagian tubuh ikan seperti kulit, ginjal, hati, dan limpa (Tim Lentera
2002).
Para petani maupun pengusaha ikan banyak menggunakan berbagai bahan
kimia maupun antibiotik dalam pengendalian penyakit tersebut. Namun
pemakaian bahan kimia dan antibiotik secara terus menerus dengan konsentrasi
yang kurang tepat, akan menimbulkan masalah baru berupa meningkatnya
resistensi mikroorganisme terhadap bahan tersebut. Selain itu, masalah lainnya
adalah bahaya yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya, ikan yang
bersangkutan, dan manusia yang mengkonsumsinya (Kompas 2013).
Berkaitan dengan permasalahan tersebut, perlunya alternatif bahan obat
yang lebih aman yang dapat digunakan dalam pengendalian penyakit ikan. Salah
satu alternatifnya adalah menggunakan tumbuhan obat tradisional yang bersifat
anti parasit, anti jamur, antibakteri, dan antiviral. Beberapa keuntungan
menggunakan tumbuhan obat tradisional antara lain relatif lebih aman, mudah
diperoleh, murah, tidak menimbulkan resistensi, dan relatif tidak berbahaya
terhadap lingkungan sekitarnya.
Beberapa tumbuhan obat tradisional yang diketahui dapat dimanfaatkan
dalam pengendalian berbagai agen penyebab penyakit ikan adalah daun sirih
(Piper

betle),

daun

jambu

biji

(Psidium

guajava),

sambiloto

(Andrographi spaniculata), dan daun nimba (Azadirachta indica). Daun sirih


diketahui berdaya antioksidasi, antiseptik, bakterisida, dan fungisida. Tanaman
sambiloto bersifat antibakteri, sedangkan daun jambu biji selain bersifat
antibakteri juga bersifat antiviral (Sugianti 2005).
Salah satu tumbuhan yang berkhasiat sebagai tanaman obat adalah nangka
(Artocarpus heterophyllus). Daun nangka diketahui berkhasiat melancarkan air
susu dan sebagai obat koreng (Hutapea 1993). Menurut Prakash dkk.(2009), daun
nangka dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam, bisul, luka
dan penyakit kulit. Daun nangka diketahui mengandung flavonoid, saponin dan
tanin yang berperan sebagai zat antibakteri (Tarigan dkk. 2008)
Berdasarkan kemampuan antibakteri tersebut, dalam penelitian ini
digunakan ekstrak daun nangka untuk mengobati infeksi Aeromonas hydrophila

khususnya yang menyerang ikan mas. Pengobatan melalui sistem perendaman


dalam ekstrak daun nangka merupakan cara yang baik karena senyawa antibakteri
yang larut dalam air dapat diserap oleh kulit, insang, hati dan ginjal benih ikan
mas (Sukamto 2007). Namun sampai saat ini belum diketahui efektivitas ekstrak
daun nangka untuk mengobati infeksi bakteri Aeromonas hydrophila yang
menyerang benih ikan mas.
1.2

Identifikasi Masalah
Sejauhmana efektivitas ekstrak daun nangka untuk mengobati infeksi

bakteri Aeromonas hydrophila terhadap kelangsungan hidup benih ikan mas.


1.3

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi terbaik dari ekstrak

daun nangka dalam menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi pada benih ikan
mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.
1.4

Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada

peneliti serta pembudidaya ikan mengenai konsentrasi yang efektif dari


penggunaan

ekstrak

daun

nangka

untuk

mengobati

infeksi

bakteri

Aeromonas hydrophila pada benih ikan mas.


1.5

Kerangka Pemikiran
Upaya dalam melakukan budidaya untuk memenuhi kebutuhan ikan mas

sering mengalami kendala kerugian akibat serangan bakteri yang menyebabkan


tingkat kematian tinggi dan berdampak pada harga jual ikan mas melonjak tinggi
seperti yang terjadi di Kabupaten Kuningan akibat dari kurangnya stok ikan mas
yang berasal dari kolam jaring terapung Waduk Djuanda atau Waduk Jatiluhur,
Purwakarta dan di Waduk Cirata serta Saguling mengalami kasus kematian masal
(Pikiran Rakyat 2013b).

Jenis mikroorganisme yang sering menyerang benih ikan mas dari


golongan bakteri adalah Aeromonas hydrophila yang merupakan suatu bakteri
berbentuk batang, gram negatif, motil/bergerak dengan flagella polar, yang pada
umumnya terdapat pada perairan dengan bahan organik yang tinggi. Bakteri gram
negatif adalah organisme yang tidak dapat menahan zat pewarna setelah dicuci
dengan alkohol 95 % (Kabata, 1985). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Aeromonas hydrophila dinamakan penyakit Motile Aeromonas Septicemia
(MAS). Nama lain dari penyakit ini adalah bacterial hemorrhagi septicemia atau
disebut hemorragic septicemia (McDaniel 1979), infectious dropsy, penyakit
merah, past merah (Kabata 1985) atau yang lebih dikenal dengan nama penyakit
bercak merah (Eidman dkk. 1981).
Terdapat berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
serangan bakteri, baik itu menggunakan bahan kimia maupun tradisional. Cara
yang biasa dilakukan yaitu dengan penyuntikan, pengusapan, perendaman, atau
melalui pakan yang telah dicampur obat. Cara perendaman merupakan cara paling
efektif dibandingkan dengan penyuntikan karena dapat mempermudah dalam
proses pengobatan terutama untuk ikan dalam jumlah banyak dengan ukuran yang
kecil (Supriadi dan Rukyani 1990).
Obat yang dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit yang
disebabkan Aeromonas hydrophila diantaranya dengan menggunakan herbal,
salah satunya adalah daun nangka. Daun nangka direkomendasikan oleh praktisi
medis ayurveda sebagai obat antidiabetes karena ekstrak daun nangka efektif
dalam mengurangi kadar glukosa darah, tidak merusak organ tubuh bagian dalam
dan bebas dari efek racun meskipun digunakan dalam jangka waktu yang cukup
lama (Chandrika dkk. 2006). Daun nangka diharapkan dapat dimanfaatkan
sebagai alternatif untuk mengatasi kendala serangan Aeromonas hydrophila pada
budidaya ikan mas mengingat potensi herbal cukup tinggi dan ketersediaan di
wilayah Jawa Barat cukup tinggi.
Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Chandrika dkk.
(2006), ekstrak daun nangka mengandung flavonoid, saponin dan tanin. Selain itu
ekstrak daun nangka juga mengandung senyawa bioaktif terpenoida (Tarigan dkk.

2008). Senyawa-senyawa flavonoid umumnya bersifat antioksidan dan banyak


digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Senyawasenyawa flavonoid dan turunannya dari tanaman nangka memiliki fungsi fisiologi
tertentu. Ada dua kategori fungsi fisiologi senyawa flavonoid tanaman nangka
berdasarkan sebarannya di Indonesia. Senyawa flavonoid tanaman nangka yang
tumbuh di Indonesia bagian barat diduga berfungsi sebagai antibakteri. Sedangkan
yang tumbuh di Indonesia bagian timur berfungsi sebagai antivirus (Aryo 2007).
Mekanisme kerja senyawa flavonoid dapat mendenaturasi protein sel bakteri dan
merusak membran sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar dan Chan
1986). Saponin merupakan senyawa yang berfungsi sebagai antimikroba
(Robinson 1995). Tanin diketahui dapat menghambat aktivitas metabolisme dan
pertumbuhan mikroba (Sugoro dkk. 2004).
Herbal dapat dipersiapkan dalam bentuk ekstrak dan filtrat. Bentuk ekstrak
tanaman nangka dapat dipersiapkan dengan ekstrak etanol yang diharapkan
mengandung zat antibakteri. Pada penelitian sebelumnya telah banyak digunakan
ekstrak tanaman yang diketahui mengandung zat antibakteri, seperti ekstrak
bawang putih dan cengkeh yang memperlihatkan aktivitas antimikroba yang
tinggi (Leuschner dan Zamparini 2002), ekstrak daun kipahit dapat digunakan
untuk menghambat dan mengobati infeksi bakteri (Maharani dan Supriadi 2006),
ekstrak daun pepaya yang diketahui memiliki sifat sebagai bakteriostatik (Rahman
2008).
Penelitian sebelumnya mengenai penggunaan ekstrak daun nangka belum
pernah dilakukan sehingga dilakukan uji pendahuluan dengan melakukan uji zona
hambat dan uji LC50 untuk memperoleh konsentrasi yang dapat diterapkan pada
aplikasi pengobatan. Berdasarkan penelitian pendahuluan, uji zona hambat ekstrak
daun nangka terhadap Aeromonas hydrophila, pada konsentrasi 100.000 ppm
dapat menghambat pertumbuhan Aeromonas hydophila terbesar dengan adanya
zona bening pada kertas saring dengan diameter rata-ratanya adalah 10,08 mm.
Konsentrasi terkecil yang dapat menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila
pada konsentrasi 10 ppm dengan diameter rata-ratanya 6,96 mm. Berdasarkan

hasil analisis uji in vitro, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi yang
digunakan akan semakin besar zona hambat yang dihasilkan.
Hasil uji LC50 48 jam setelah dianalisis menggunakan EPA Probhit
Analysis diperoleh nilai konsentrasi 101.910 ppm yang mematikan ikan sebanyak
50 % selama 48 jam. Berdasarkan analisis uji zona hambat dan LC50 48 jam yang
dilakukan, maka konsetrasi efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Aeromonas hydrophila adalah dibawah nilai LC50 48 jam dan diatas nilai uji zona
daya hambat terkecil yaitu sebesar 30 ppm.
1.6

Hipotesis
Pemberian ekstrak daun nangka pada konsentrasi 30 ppm dengan lama

perendaman 48 jam merupakan perlakuan yang efektif untuk pengobatan benih


ikan mas yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Ikan Mas

2.1.1 Klasifikasi Ikan Mas


Ikan mas merupakan ikan yang sangat adaptif terhadap lingkungan baru
sehingga menjadikan ikan mas banyak tersebar hampir di seluruh penjuru dunia.
Ikan mas banyak memiliki sebutan. Bahasa Inggris disebut common carp. Di
Pulau Jawa, ikan mas dikenal dengan masmasan atau lauk mas. Sementara di
Sumatra, ikan mas dikenal dengan sebutan ikan rayo atau ikan mameh.
Klasifikasi ikan mas berdasarkan ilmu taksonomi dikelompokan sebagai
berikut (Khairuman dan Amri 2011) :
Filum
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies

: Chordata
: Osteichthyes
: Cypriniformes
: Cyprinidae
: Cyprinus
: Cyprinus carpio

Gambar 1. Ikan Mas (Cyprinus carpio)


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Terdapat delapan strain ikan mas yang dikenal di Indonesia. Beberapa
strain ikan mas unggulan adalah ikan mas majalaya, punten, sinyonya, merah,
taiwan, kumpay, karper, kaca, dan kancra domas. Strain ikan mas yang paling

unggul dan banyak diminati masyarakat adalah majalaya, sinyonya, taiwan dan
jenis hibrida (Tim Lentera 2002).
2.1.2 Habitat dan Morfologi Ikan Mas
Habitat yang disukai ikan mas adalah perairan dengan kedalaman 1 meter
yang mengalir pelan, dan subur yang ditandai melimpahnya pakan alami,
misalnya rotifer, rotatoria, udang-udang renik dan lain-lain. Sebaliknya larva ikan
mas menyukai perairan dangkal, tenang dan terbuka. Sedangkan benih ikan mas
yang berukuran cukup besar lebih menyukai perairan yang agak dalam, mengalir
dan terbuka. Di negara tropis ikan mas berpijah pada musim hujan. Waktu
pemijahan biasanya bertepatan dengan turunnya hujan. Kesiapan proses
pemijahan induk dapat terganggu jika media hidupnya tercemar, kandungan
oksigen terlarut menurun dan kondisi kesehatan induk menurun (Djarijah 2011)
Ikan mas memiliki ciri morfologi dengan bentuk tubuh agak memanjang
dan memipih tegak (compressed), mulut terletak dibagian tengah ujung kepala
(terminal) dan dapat disembulkan (protaktil). Dibagian anterior mulut terdapat
dua pasang sungut. Diujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan (pharyngeal
teet) yang terbentuk atas tiga baris gigi geraham. Secara umum hampir seluruh
tubuh ikan mas ditutupi oleh sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan
digolongkan kedalam tipe sisik sikloid (lingkaran). Sirip punggungnya (dorsal)
memanjang dengan bagian belakang berjari keras dan bagian akhir (sirip ketiga
dan keempat) bergerigi. Letak sirip punggung bersebrangan dengan permukaan
sirip perut (ventral). Sirip duburnya (anal) mempunyai ciri seperti sirip punggung,
yakni berjari keras dan bagian akhirnya bergerigi. Garis rusuknya (linea lateralis
atau gurat sisi) tergolong lengkap, berada di pertengahan permukaan tubuh
dengan bentuk melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal
ekor (Khairuman dan Amri 2011).

2.2

Bakteri Aeromonas hydrophila

2.2.1 Klasifikasi Aeromonas hydrophila


Awalnya

Aeromonas

hydrophila

dikenal

dengan

nama

Bacilus hydrophilus fuscus, pertama kali diisolasi dari kelenjar pertahanan katak
yang mengalami pendarahan septicemia. Kluiver dan Van Niel pada tahun 1936
mengelompokkan genus Aeromonas. Tahun 1984, Popoff memasukan genus
Aeromonas ke dalam famili Vibrionaceae. Aeromonas hydrophila diisolasi dari
manusia dan binatang sampai dengan tahun 1950. Bakteri ini memiliki nama
sinonim A. formicans dan A. liquefaciens (Sismeiro et al. 1998).
Klasifikasi bakteri Aeromonas hydrophila berdasarkan ilmu taksonomi
sebagai berikut (Holt et. al. 1994) :
Filum
Kelas
Ordo
Family
Genus
Spesies

: Protophyta
: Schizomycetes
: Pseudanonadeles
: Vibrionaceae
: Aeromonas
: Aeromonas hydrophila

Gambar 2. Aeromonas hydrophila


(Sumber : http://www.trbimg.com/img-4fb27f3e/turbine/la-na-nn-flesh-eatingbacteria-20120515-001/600)
2.2.2 Karakteristik Aeromonas hydrophila
Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang hidup di air tawar yang
mengandung bahan organik tinggi. Ciri utama bakteri ini adalah bentuknya seperti
batang, ukurannya 14,4 x 0,41 mikron, bersifat gram negatif, tidak berspora,
bersifat motil (bergerak aktif) karena mempunyai satu flagel yang keluar dari satu

10

kutubnya, hidup di lingkungan bersuhu 15300C dan pH 5,59 (Afrianto dan


Liviawaty 1992). Bakteri ini dapat bertahan dalam lingkungan aerob maupun
anaerob dan dapat mencerna material-material seperti gelatin dan hemoglobin.
Aeromonas hydrophila resisten terhadap chlorine serta suhu yang dingin (Krieg
dan Holt 1984).
Aeromonas hydrophila menginfeksi semua jenis ikan air tawar. Infeksi
biasanya berkaitan dengan kondisi stres akibat kepadatan, malnutrisi, infeksi
parasit, kualitas air yang buruk dan fluktuasi suhu air yang ekstrim. Serangan
bersifat akut. Jika kualitas lingkungan air terus menurun, kematian yang
ditimbulkan bisa mencapai 100% (Bachtiar 2010).
Aeromanas hydrophila menyebabkan penyakit Motile Aeromonas
Septicemia (MAS) atau penyakit bercak merah. Bakteri ini menyerang berbagai
jenis ikan air tawar seperti lele dumbo (Clarius gariepinus), ikan mas
(Cyprinus

carpio),

gurami

(Osphronemus

gouramy)

dan

udang

galah

(Macrobrachium rosenbergii). Pengendalian bakteri ini sulit karena memiliki


banyak strain dan selalu ada di air serta dapat menjadi resisten terhadap obatobatan (Kamiso dan Triyanto 1993)
2.2.3 Gejala Klinis Serangan Aeromonas hydrophila
Aeromanas hydrophila dikenal juga sebagai bakteri oportunis karena
biasanya menimbulkan masalah pada ikan yang sedang mengalami stres.
Penularan bakteri ini berlangsung melalui air, kontak badan, kontak dengan
peralatan yang telah tercemar atau karena pemindahan ikan yang terserang
Aeromonas hydrophila dari satu tempat ke tempat lain. Ikan yang terserang
bakteri ini biasanya akan memperlihatkan gejala berupa (Cahyono 2011) :

Warna tubuh berubah menjadi agak gelap,

Kulit kasar, timbul pendarahan dan selanjutnya menjadi borok,

Kemampuan berenang menurun dan sering megap-megap di permukaan air


karena insang rusak dan sulit bernafas,

Sering terjadi pendarahan pada organ bagian dalam seperti hati, ginjal
maupun limpa. Perut sering terlihat agak kembung,

11

Seluruh sirip rusak dan berwarna keputihan,

Mata rusak dan agak menonjol.


Menurut Herwig (1979), Aeromonas hydrophila adalah penyebab penyakit

ikan yang dikenal dengan Haemorrhagic septicemia, motile aeromonas


septicaemia, ulcer disease atau red sore, red pest, dan infectious dropsy.
Gejala klinis infeksi bakteri Aeromonas hydrophila yaitu :
1. Abdominal dropsy, dicirikan dengan menumpuknya/terakumulasinya cairan
pada ruang viscera,
2. Ulcerative (ulkus), dicirikan lesio pada kulit dan otot,
3. Bacterial haemoragic septicaemia, yang dicirikan oleh adanya perdarahan
pada otot, juga biasa disebut red disease, red pest dan infectious dropsy.
2.3

Nangka

2.3.1 Ekologi dan Klasifikasi Nangka


Nangka diyakini berasal dari India, yaitu di wilayah Ghats bagian barat.
Saat ini nangka telah menyebar luas di berbagai daerah tropik, terutama di Asia
Tenggara. Dalam bahasa Inggris, nangka dikenal sebagai jackfruit. Pohon nangka
umumnya berukuran sedang sampai sekitar 20 m tingginya, walaupun ada yang
mencapai 30 m. Batang bulat silindris, sampai berdiameter sekitar 1 m. Tajuknya
padat dan lebat, melebar dan membulat. Seluruh bagian tumbuhan apabila dilukai
akan mengeluarkan getah putih pekat.
Nangka dapat tumbuh baik di iklim tropis. Tanaman ini menyukai wilayah
dengan curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun dimana musim keringnya tidak
terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin, kekeringan dan
penggenangan (Sudarma 2012).
Klasifikasi tumbuhan nangka, sebagai berikut (Rukmana 2008) :
Kingdom
Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Spermatophyta
: Dicotyledonae
: Morales
: Moraceae
: Artocarpus
: Artocarpus heterophyllus

12

Gambar 4. Daun Nangka


(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Indonesia memiliki banyak sebutan untuk tanaman nangka seperti Panah
(Aceh), pinasa, sibodak, nangka atau naka (Batak), baduh atau enaduh (Dayak),
binaso, lamara atau malasa (Lampung), naa (Nias), kuloh (Timor), dan nangka
(Sunda dan Madura) (Rukmana 2008).
2.3.2 Morfologi Nangka
Nangka berdaun tunggal, tersebar, bertangkai 14 cm, helai daun agak
tebal, kaku, bertepi rata, bulat telur sampai memanjang dengan pangkal
menyempit sedikit demi sedikit, dan ujung pendek meruncing. Daun penumpu
bulat telur lancip, panjang sampai 8 cm, mudah rontok dan meninggalkan bekas
berupa cincin, permukaan atas daun berwarna hijau tua mengkilap, kaku, dan
permukaan bawah daun berwarna hijau muda.
Tumbuhan nangka berumah satu, perbungaan muncul pada ketiak daun
pada pucuk yang pendek dan khusus, yang tumbuh pada sisi batang atau cabang
tua. Bunga jantan dalam bongkol berbentuk gelendong, 13 38 cm berwarna
hijau tua dengan serbuk sari kekuningan dan berbau harum samar apabila masak.
Bunga nangka disebut babal. Setelah melewati umur masaknya, babal akan
membusuk (ditumbuhi kapang) dan menghitam di pohon sebelum akhirnya
terjatuh. Bunga betina dalam bongkol tunggal atau berpasangan, silindris atau
lonjong dan berwarna hijau tua (Rukmana 2008).
Buah nangka relatif besar dan berbiji banyak. Kulitnya berduri lunak.
Setiap biji dibalut oleh daging buah (endokarp) dan dami (eksokarp) yang

13

mengandung gelatin. Buah nangka merupakan buah majemuk yakni berbunga


banyak dan tersusun tegak lurus pada tangkai buah, membentuk bangunan besar
yang kompak, dan bentuknya bulat hingga bulat lonjong. Kulit buah berwarna
hijau hingga kuning kemerahan. Daging buah tipis hingga tebal. Setelah matang,
daging buah berwarna kuning merah, lunak, manis dan aroma spesifik. Pohon
nangka berakar tunggang dengan akar samping yang kuat dan dalam (Sunarjono
2010).
2.3.3 Jenis Nangka
Jenis kultivar tanaman nangka di Indonesia lebih dari 30 kultivar dan di
Pulau Jawa terdapat lebih dari 20 kultivar. Sehingga dilakukan pengelompokan
nangka berdasarkan kesamaannya. Beberapa macam pengelompokan tanaman
nangka (Sudarma 2012) :
Berdasarkan ukuran pohon dan buah nangka terbagi dua golongan yaitu:

Nangka buah besar : tinggi mencapai 2030 m, diameter batang mencapai


80 cm dan umur mulai berbuah sekitar 510 tahun.

Nangka buah kecil : tinggi mencapai 69 m, diameter batang mencapai


1525 cm dan umur mulai berbuah sekitar 1824 bulan.
Berdasarkan kondisi daging buah nangka dapat dibedakan menjadi :

Nangka bubur dengan daging buah tipis, lunak agak berserat dan membubur,
beraroma keras mudah lepas dari buah, rasanya asam manis, dan berbau
harum tajam.

Nangka salak dengan daging buah tebal, keras, mengeripik, agak kering, rasa
manis agak pahit, dan tidak terlalu harum/aromanya kurang keras

Nangka cempedak dengan daging buah tipis dan beraroma harum spesifik.

2.3.4 Manfaat Nangka


Tanaman nangka tergolong serba guna. Buahnya yang muda dapat disayur
dan buah yang telah matang enak dimakan serta dapat dijadikan berbagai macam
olahan makanan. Beberapa daerah di Indonesia, penduduknya tidak hanya
memanfaatkan buah nangka sebagai bahan pangan saja, tetapi juga sebagai obat

14

tradisional untuk mengatasi demam, disentri atau malaria. Kulit batangnya yang
berserat, dapat digunakan sebagai bahan tali serta memiliki fungsi sebagai
antikanker, anti virus, antiinflamasi, diuretil dan antihipertensi (Ersam T. 2001).
Getahnya digunakan dalam campuran untuk memerangkap burung, menambal
perahu dan lain-lain. Daun nangka merupakan pakan ternak yang disukai
kambing, domba maupun sapi. Daun tanaman ini juga direkomendasikan oleh
pengobatan ayurveda sebagai obat antidiabetes karena ekstrak daun nangka
memberi efek hipoglikemi yaitu menurunkan kadar gula darah (Chandrika dkk.
2006). Selain itu daun nangka juga berkhasiat melancarkan air susu dan sebagai
obat koreng (Hutapea 1993). Menurut Prakash dkk (2009), daun nangka dalam
pengobatan tradisional digunakan sebagai obat demam, bisul, luka dan penyakit
kulit.
2.3.5 Kandungan Senyawa Daun Nangka
Daun nangka saat ini selain digunakan sebagai pakan ternak juga telah
digunakan sebagai obat tradisional. Daun nangka mengandung flavonoid, saponin
dan tannin. Flavonoid dan saponin merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas
antibakteri yang cara kerjanya dengan merusak membran sitoplasma dan
mendenaturasi protein sel (Robonson 1995).
Senyawa

flavonoid

merupakan

salah

satu

metabolit

sekunder,

kemungkinan keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses


fotosintesis sehingga daun muda belum terlalu banyak mengandung flavonoid.
Senyawa flavonoid tersebut terbukti secara empirik sebagai antikanker, antivirus,
antiinflamasi, diuretik dan antihipertensi (Ersam 2001). Mekanisme kerja senyawa
flavonoid dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran
sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi (Pelczar dan Chan 1986). Selain itu,
flavonoid bersifat antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan dan
membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi pendarahan atau pembengkakan pada
luka, bersifat antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem
imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih cepat bekerja dan sistem
limpa lebih cepat diaktifkan (Angka 2004).

15

Saponin merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan tumbuhan


berfungsi sebagai antivirus, antibakteri, meningkatkan kekebalan tubuh.
Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri adalah menurunkan tegangan
permukaan sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan
mengakibatkan senyawa intraseluler bakteri akan keluar (Robinson 1995).
Saponin sering digunakan untuk disinfeksi media budidaya sehingga peranannya
sebagai antimikroba telah diuji. Namun saponin apabila digunakan dalam
konsentrasi tinggi dapat menjadi racun kuat untuk ikan dan amfibi dan saponin
sulit untuk diidentifikasi (Sugoro dkk. 2004). Tanin merupakan senyawa fenol
yang larut dalam air dan tanin pada tanaman merupakan senyawa fenolik yang
memiliki daya antiseptik (Pelczar dan Chan 1986). Penggunaan tanin sangat
efektif untuk mencegah serangan bakteri di dareah tropis dan subtropis. Efek
antibakteri tanin melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan
inaktivasi fungsi materi genetik (Ajizah 2004).
2.4

Kualitas Air
Air merupakan media yang paling utama bagi kehidupan ikan. Air yang

memadai, baik kuantitas maupun kualitas dalam budidaya ikan sangat


menentukan keberhasilan budidaya tersebut. Bila kondisi air tidak memenuhi
syarat dapat menjadi sumber penyakit yang paling berbahaya sehingga
mengakibatkan kematian bagi ikan air tawar (Effendie 2003).
Suhu merupakan salah satu faktor yang penting yaitu sebagai faktor
pengontrol yang dapat mempengaruhi aktivitas fisiologis dan kimiawi organisme
perairan. Suhu optimal di dalam air bergantung pada spesies dan berbagai
parameter seperti pertumbuhan, perkembangan, konversi pakan, dan ketahanan
penyakit

(Handajani dan

Samsundari

2005). Suhu air

optimal

untuk

pertumbuhaannya ikan mas adalah 22280C (Tim Lentera 2002).


Nilai pH menunjukan konsentrasi ion H+ dalam perairan . Semakin rendah
pH, perairan semakin asam, air yang bersifat asam tidak sesuai untuk
pemeliharaan ikan. Derajat keasaman (pH) yang ideal bagi kehidupan ikan
berkisar antara 6,78,2 (Tim Lentera 2002).

16

Kandungan oksigen terlarut (DO) yang baik untuk kehidupan ikan mas
ialah pada 35 mg/L (Tim Lentera 2002). Jika kandungan oksigen terlarut dalam
media pemeliharaan tidak optimal, ikan mas akan membuka mulutnya dan selalu
berada di permukaan air, bahkan bila air tidak segera diganti dapat menimbulkan
kematian.
Amonia yang terkandung dalam suatu perairan berasal dari kotoran ikan.
Amonia tingkat keseimbangannya sangat dipengaruhi oleh pH air, suhu dan
salinitas. Kadar amonia akan meningkat pada pH dan suhu tinggi serta kadar
garam dan kesadahan rendah. Kadar amonia tinggi dalam air secara langsung
dapat mematikan organisme perairan yakni melalui pengaruhnya terhadap
permeabilitas sel, mengurangi konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan
konsumsi oksigen dalam jaringan, merusak insang dan mengurangi kemampuan
darah mengangkut oksigen. Kisaran amonia yang dapat ditolerir oleh ikan mas
adalah kurang dari 1 mg/L (Boyd 1982).

17

BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian

ini

dilaksanakan

di

Laboratorium

Bioteknologi

dan

Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas


Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian
pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada
bulan Januari 2013 sampai dengan Februari 2013. Penelitian utama dilaksanakan
pada bulan April 2013 sampai dengan Mei 2013.
3.2

Alat dan Bahan

3.2.1. Alat Penelitian


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Peralatan yang digunakan untuk uji zona hambat ekstrak daun nangka
terhadap bakteri :

Alumunium foil digunakan untuk membungkus alat-alat.

Autoclave dengan tekanan 1 atm, pada suhu 1210C untuk


mensterilkan alat dan media.

Bunsen untuk mensterilkan alat inokulasi bakteri.

Erlenmeyer 250 mL merk Pyrex sebagai alat untuk menempatkan


media agar.

Falcon Centrifuge Tube 15 mL sebagai alat untuk membuat larutan


bakteri Aeromonas hydrophila.

Gelas ukur 1 L merk Pyrex sebagai alat untuk mengukur volume


bahan cair yang akan digunakan.

Hot plates dan magnetic stirer sebagai alat untuk menghomogenkan


media agar.

Inkubator sebagai tempat untuk inkubasi bakteri.

18

Jangka sorong digital ketelitian 0,1 mm sebagai alat untuk mengukur


zona bening yang terbentuk.

Jarum ose sebagai alat untuk mengambil biakan bakteri.

Kapas sebagai penutup pada tabung reaksi.

Kertas saring Whatman no. 42 dengan diameter 5 mm sebagai kertas


cakram untuk menentukan zona bening.

L glass sebagai alat untuk meratakan bakteri dalam petri dish.

Laminar air flow sebagai ruang kerja aseptis dengan bantuan


sterilisasi UV.

Mikropipet merk Eppendorf sebagai alat untuk mengambil suspensi.

Parafilm sebagai segel cawan petri untuk mencegah kontaminasi.

Petri dish merk Pyrex sebagai tempat pembiakan bakteri sebanyak 6


buah.

Plastik tahan panas sebagai pembungkus alat-alat setelah sebelumnya


dibungkus oleh alumunium foil untuk disterilisasi.

Spektrofotometer Genesys 10 UV sebagai alat untuk menghitung


kepadatan mikrooganisme.

Timbangan analitik merk Precisa ketelitian 0,001 g sebagai alat untuk


menimbang bahan.

2. Peralatan yang digunakan untuk uji LC50 :

Aerator, selang aerasi dan batu aerasi sebagai alat untuk memasok O2
pada setiap akuarium dan bak fiber.

Akuarium ukuran 20 x 40 x 30 cm3 sebagai wadah penelitian sebanyak


8 buah.

Serok kain kasa sebagai alat untuk mengambil ikan mas.

Software Epa Probhit Analysis untuk menganalisis nilai toksisitas


ekstrak daun nangka.

19

3. Peralatan yang digunakan dalam penelitian utama :

Aerator, selang aerasi dan batu aerasi sebagai alat untuk memasok O2
pada setiap akuarium dan bak fiber

Akuarium ukuran 20 x 40 x 30 cm3 sebagai wadah penelitian sebanyak


15 buah.

Alat

Suntik

dengan ketelitian

0,1

mL sebagai

alat

untuk

menginfeksikan bakteri pada ikan.

Serok kain kasa sebagai alat untuk mengambil ikan

4. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran kualitas air :

DO meter merk Hanna HI-3810 sebagai alat untuk mengukur oksigen


terlarut.

pH meter merk Lutron pH-44 sebagai alat untuk mengukur dan


mengontrol derajat keasaman air.

Termometer dengan ukuran 00C1000C sebagai alat untuk mengukur


suhu air.

3.2.2. Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Ikan Uji
Ikan uji yang digunakan adalah ikan mas dengan ukuran 710 cm berasal
dari Balai Benih Ciparay.
120 ekor untuk uji pendahuluan LC50 48 jam ekstrak daun nangka dan
30 ekor untuk stok.
225 ekor untuk penelitian utama dan 75 untuk stok.
2. Daun Nangka
Daun nangka diperoleh dari PEDCA FPIK UNPAD Jatinangor-Sumedang.
3. Bakteri
Bakteri yang digunakan adalah Aeromonoas hydrophila yang berasal dari
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor.

20

4. Media Bakteri
Media yang digunakan untuk kultur adalah Nutrien Agar merk dagang
Oxoid dengan dosis pembuatan 28 gram/L.
5. Aquades dan alkohol
Aquades dan alkohol digunakan untuk mencuci preparat dan alat yang
telah digunakan.
6. Etanol 96 %
Etanol digunakan sebagai bahan pelarut ekstrak daun nangka.
7. NaCl Fisiologis 0,9 %
NaCl fisiologis sebagai larutan suspensi bakteri.
8. Pakan
Pakan yang digunakan merupakan pelet komersil merk PF-600 dengan
kandungan protein 39 %.
3.3

Metode Penelitian
Metode penelitian dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas lima perlakuan. Setiap
perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan yang diberikan adalah
perendaman benih ikan mas dalam larutan ekstrak daun nangka dengan
konsentrasi berbeda. Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian, didasarkan
atas penelitian pendahuluan.
3.4

Prosedur Penelitian

3.4.1 Penelitian Pendahuluan


1. Pembutan Ekstrak Daun Nangka
Pembuatan ekstrak daun nangka dilakukan untuk mendapatkan stok
ekstrak yang digunakan dalam penelitian. Tahapan pembuatan ekstrak daun
nangka (Lampiran 1).

21

2. Uji Fitokimia Daun Nangka


Uji fitokimia daun nangka dilakukan untuk mengetahui kandungan yang
terdapat di dalam daun nangka. Pengujian dilakukan yaitu uji kandungan alkaloid,
falvonoid, saponin dan tanin. Tahapan pengujian fitokimia (Lampiran 2).
3. Uji Zona Hambat
Uji zona hambat dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun
nangka sebagai antibakteri dalam menghambat metabolisme kerja bakteri
Aeromonas hydrophila. Uji zona hambat dilakukan pada berbagai konsentrasi
yaitu 100.000 ppm, 10.000 ppm, 1000 ppm, 100 ppm dan 10 ppm dengan tiga kali
ulangan dan kontrol menggunakan ampisilin dengan konsetrasi 10.000 ppm,
1000 ppm dan 100 ppm dengan dua kali ulangan.
Langkah kerja untuk uji zona hambat sebagai berikut :
1. Peralatan dan bahan yang digunakan untuk uji zona hambat disterilisasi
terlebih dahulu dengan autoclave pada suhu 1210C dan tekanan 1 atm selama
15 menit.
2. Pembuatan konsentrasi ekstrak daun nangka dilakukan dengan cara
pengenceran dengan aquades (Lampiran 3).
3. Pembuatan media NA sebagai media pertumbuhan Aeromonas hydrophila
(Lampiran 4).
4. Pembuatan larutan bakteri dengan kepadatan 108 cfu/mL pada tabung falcon
(Lampiran 5).
5. Pengambilan suspensi cairan bakteri kepadatan 108 cfu/mL sebanyak 0,1 mL
dengan pipet ukur kemudian teteskan diatas permukaan agar yang telah
memadat.
6. Meratakan penyebaran bakteri dalam media agar menggunakan L glass.
7. Meletakan kertas cakram yang telah dipersiapkan diatas media petri dish agar
NA yang telah diinokulasi dengan bakteri Aeromonas hydrophila.
8. Meneteskan ekstrak daun nangka dengan konsentrasi sebesar 10 ppm, 100
ppm, 1000 ppm, 10.000 ppm dan 100.000 ppm ke atas kertas cakram.

22

9. Metode pengerjaan dilakukan secara steril di ruang laminar air flow untuk
mencegah kontaminasi.
10. Menginkubasikan selama 1824 jam pada suhu 270C.
11. Diameter zona hambatan yang dihasilkan berupa zona bening pada uji ini
kemudian diamati.
Hasil pengamatan uji zona hambat yang disebabkan oleh ekstrak daun nangka
pada metode difusi agar dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Hasil pengamatan uji zona hambat pada metode difusi agar
Perlakuan
(ppm)

Zona Hambat Ulangan keI

II

III

Rata-rata
(mm)

100.000
10.000

9,52
8,86

10,69
9,2

10,03
9,12

10,08
9,06

1000
100
10

8,24
8,03
7,27

9,16
8,66
7,21

8,79
7,04
6,41

8,73
7,91
6,96

Tabel 2. Hasil pengamatan kontrol uji zona hambat pada metode difusi agar
Perlakuan
(ppm)

Zona Hambat Ulangan keI


II

Rata-rata
(mm)

10.000
1000

9,81
8,17

9,16
8,36

9,48
8,26

100

8,07

7,94

8,01

Berdasarkan tabel diatas, diketahui konsentrasi minimum rata-rata yang


dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah pada konsentrasi 10 ppm dengan
diameter zona hambat rata-rata 6,96 mm dan konsentrasi yang dapat menghambat
pertumbuhan terbesar adalah 100.000 ppm dengan diameter zona hambat rata-rata
10,08 mm. Kontrol yang dilakukan untuk penelitian ini mengunakan ampisilin
karena diketahui bahwa ampisilin merupakan antibiotik yang dapat mengobati
infeksi ringan sampai sedang yang disebabkan oleh bakteri dan telah banyak
diaplikasikan dalam bidang kesehatan.

23

Berdasarkan hasil uji zona hambat dapat diketahui bahwa semakin


bertambahnya konsentrasi ekstrak yang diberikan, maka zona hambat yang
dihasilkan juga semakin besar (Lampiran 6). Sehingga semakin besar konsetrasi
ekstrak maka semakin efektif untuk membunuh bakteri Aeromonas hydrophila.
4. Uji LC50 (Lethal Concentration 50 %) Perendaman Ekstrak Daun Nangka
Uji LC50 perendaman ekstrak daun nangka dilakukan untuk mendapatkan
konsentrasi ekstrak dengan mortalitas ikan mas sebanyak 50 % selama 48 jam.
Perlakuan pada uji LC50 dilakukan dengan dua ulangan pada konsentrasi 50 ppm,
100 ppm, 300 ppm, dan 600 ppm (Lampiran 3).
Ikan uji dimasukan ke dalam wadah perlakuan berupa akuarium dengan
padat penebaran 15 ekor/akuarium. Sebelum dilakukan uji LC50 ikan mas terlebih
dahulu diaklimatisasi selama 7 hari dan diberi pakan pelet secara adlibitum.
Kemudian akuarium diisi ekstrak daun nangka sesuai perlakuan.
Hasil uji LC50 perendaman ekstrak daun nangka terhadap benih ikan mas
yang dilakukan pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji LC50 48 jam ekstrak daun nangka pada benih ikan mas
Perlakuan
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D1
D2
E1
E2

24
15
15
14
14
9
11
-

Mortalitas pada jam ke48


Tidak dihitung lagi
Tidak dihitung lagi
-

Jumlah
15
15
14
14
9
11
0
0
0
0

Keterangan : A = Ekstrak daun nangka konsentrasi 600 ppm


B = Ekstrak daun nangka konsentrasi 300 ppm
C = Ekstrak daun nangka konsentrasi 100 ppm
D = Ekstrak daun nangka konsentrasi 50 ppm
E = Tanpa perendaman ekstrak daun nangka (0 ppm)

24

Kelangsungan hidup ikan dalam uji LC50 dianalisis melalui program Probit
Analysis menggunakan software dari US Environmental Protection Agency (US
EPA). Nilai LC50 yang diperoleh adalah 101,910 ppm ekstrak daun nangka dapat
mengaikbatkan mortalitas benih ikan mas sebanyak 50 % dalam waktu 48 jam
(Lampiran 7).
Berdasarkan hasil zona hambat dan uji LC50, konsentrasi yang efektif
untuk menghambat pertumbuhan Aeromonas hydrophila berada diatas nilai zona
hambat terkecil dan dibawah nilai LC5048 jam. Sehingga perlakuan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :

Perlakuan A = Tanpa perendaman ekstrak daun nangka (0 ppm)

Perlakuan B = Ekstrak daun nangka konsentrasi 20 ppm

Perlakuan C = Ekstrak daun nangka konsentrasi 30 ppm

Perlakuan D = Ekstrak daun nangka konsentrasi 40 ppm

Perlakuan E = Ekstrak daun nangka konsentrasi 50 ppm

Model umum rancangan yang digunakan adalah :


= +

(Gaspersz 1991)

Keterangan :
Xij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
I = Rata-rata umum
j = Pengaruh perlakuan ke-i
ij = Pengaruh faktor random perlakuan ke-i ulangan ke-j
3.4.2 Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan dengan rancangan perlakuan berdasarkan
penelitian pendahuluan. Perlakuan tersebut yaitu pada konsentrasi ekstrak daun
nangka 0 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm.
Prosedur yang dilakukan selama penelitian adalah sebagai berikut :
1. Persiapan wadah perlakuan sebanyak 15 buah.
2. Wadah perlakuan diisi dengan air sebanyak 15 L.
3. Penempatan wadah perlakuan.

25

4. Ikan uji dimasukan ke dalam wadah perlakuan yang telah disiapkan dengan
kepadatan 15 ekor per wadah.
5. Ikan dipelihara selama 7 hari dan diberi pakan pelet secara adlibitum.
6. Penginfeksian

bakteri

Aeromonas

hydrophila

dengan

kepadatan

108 cfu/mL sebanyak 0,1 mL dengan cara menyuntikkan pada tubuh ikan
secara intramuscular.
7. Ekstrak daun nangka dipersiapkan sesuai perlakuan yaitu 20 ppm, 30 ppm,
40 ppm, 50 ppm (Lampiran 3).
8. Pengamatan gejala klinis. Jika gejala klinis telah nampak, baru dilakukan
perendaman dengan ekstrak daun nangka sesuai perlakuan selama 48 jam.
9. Setelah 48 jam perendaman, air pemeliharaan diganti dengan air baru tanpa
diberi ekstrak daun nangka selama masa pemeliharaan.
10. Pada masa pemeliharaan dilakukan penyiponan dan pergantian air.
11. Pemberian pakan pelet komersil secara adlibitum dengan frekuensi dua kali
sehari yaitu pukul 08.00 dan 16.00 WIB.
12. Pengamatan kelangsungan hidup dilakukan setiap hari selama masa
pengobatan (2 hari) dan masa pemeliharaan (14 hari).
3.5

Parameter yang Diamati

3.5.1 Gejala Klinis


Gejala klinis yang diamati adalah kerusakan tubuh dan tingkah laku ikan
yang mencakup respon terhadap pakan dan uji refleks (respon terhadap kejutan)
dengan cara mengetuk kaca akuarium. Perubahan gejala klinis yang disebabkan
oleh serangan bakteri Aeromonas hydrophila yaitu warna tubuh ikan menjadi agak
gelap, kulit kasar dan timbul pendarahan selanjutnya menjadi borok, kemampuan
berenang turun dan sering megap-megap di permukaan air karena insang rusak
dan sulit bernapas, perut terlihat agak kembung, seluruh sirip rusak dan berwarna
keputihan, serta mata rusak dan agak menonjol (Cahyono 2011). Pengamatan
dilakukan setiap hari selama masa pengobatan (2 hari) dan masa pemeliharaan
(14 hari).

26

3.5.2 Kelangsungan Hidup


Kelangsungan hidup ikan mas diamati dengan cara menghitung jumlah
ikan yang mati setiap hari selama masa pengobatan. Rumus kelangsungan hidup
Effendie (1997) :
=

Keterangan: KH = Tingkat kelangsungan hidup ikan (%)


Nt = Jumlah ikan uji yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
No = Jumlah ikan uji yang hidup pada awal penelitian (ekor)
3.5.3 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur antara lain suhu, pH, DO, dan amonia
yang diukur dua kali, yaitu pada tahap awal penelitian (hari pertama), tahap
pertengahan penelitian (hari ketujuh), dan pada tahap akhir penelitian (hari
keempat belas).
3.6

Analisis Data
Pengaruh perlakuan perendaman benih ikan mas dalam ekstrak daun

nangka terhadap kelangsungan hidup dianalisis menggunakan Anova (Analisis of


Variance) atau uji F dan jika terdapat pengaruh pada perlakuan dilanjutkan
dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95 % (Gasperz 1991).
Gejala klinis yang terjadi dianalisis secara deskriptif.

DAFTAR PUSTAKA
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas Salmonella typhimurium Terhadap Ekstrak Daun
Jambu Biji (Psidium guajava) Bioscientie. Vol. 1, No 1. Program Studi
Biologi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat
Angka, S. L. 2004. Penyakit Motil Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo
Clarias sp. Forum Pascasarjan. Vol :27
Aryo.

Artoindonesianin
untuk
Anti
tumor.
2007.
http://ariyo.wordpress.com/category/kimia/page/3/. Diakses pada tanggal 2
Maret 2013.

Bachtiar, E., Mulyani, Y., dan Angraeni, S., R. 2010. Petunjuk Praktikum Kimia
Bahan Hayati Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjajaran.
Boyd, C. E. 1982. Water Quality in Warm Fish Pond. Auburn University,
Agricultural Experiment Nation, Alabama. 359 hal.
Cahyono, B. 2011. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Yogyakarta : Kanisius
Chandrika, U. G. I., Wedage, W. S., Wokramasinghe, S. M. D. N1 dan Fernando
W. S2. 2006. Hypoglycaemic Action Of The Flavonoid Fraction
Of Artocarpus heterophyllus Leaf. Srilanka : University of
Jayewardenepura
Djarijah, S, A. 2011. Pembenihan Ikan Mas. Yogyakarta : Kanisius
Effendie, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius
Effendie, M. 1997. Biologi Perikanan. Yogyakarta : Yayasan Pusat Nusatama
Eidman, M. K., Sumawidjaja, S. dan Hardjosworo, A. S. L. 1981. Wabah
Penyakit Bercak Merah Ikan. Laporan Kelompok Kausal Team Crash
Program Penanggulangan Epidemi Penyakit Ikan. Institut Pertanian
Bogor.
Ersam, T. 2001. Senyawa Kimia Mikromolekul Beberapa Tumbuhan Artocarpus
Hutan Tropika Sumatra Barat. Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta: Jakarta.
Gaspersz, V. 1991. Metoda Peancangan untuk Ilmu-Ilmu Pertanian dan Ilmuilmu Teknik Biologi. Bandung : CV Armico.
Herwig, N. 1979. Handbook of Drugs and Chemicals used in the Treatment of
Fish Disease. United States of America: Charles C. Thomas

27

28

Holt, J. G. dan Krieg N. R., Sneath P. H. A., Staley J. T. 1994. Bergeys Manual
of Determinative Bacteriology. United States of America Baltimore:
Williams & Wilkins Company.
Hutapea, J. R. 1993. Inventaris Tanaman Obat Indonesia,edisi II. Jakarta: Depkes
RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Leuschner, R. G. K. dan Zamparini, J. 2002. Effects of spices on growth and
survival of Escherichia coli 0157 and Salmonella enterica serovar
Enteritidis in broth model systems and mayonnaise. Food Control 13: 399
404.
Kabata, Z. 1985. Parasites And Diseases Of Fish Cultured In The Tropics. Taylor
And Francis London Philadelphia. Page 92 107.
Kamiso, H. N. dan Triyanto. 1993. Vaksinasi Aeromonas hydrophila untuk
Menanggulangi Penyakit MAS pada Lele Dumbo. Abstrak. Simposium
Perikanan Indonesia I. Jakarta.
Khairuman, H. dan Amri, K. 2011. Buku Pintar Budidaya dan Bisnis 15 Ikan
Konsumsi. Jakarta : AgroMedia Pustaka.
Penanganan
Resistensi
Antibiotik
Mendesak.
Kompas.
2013.
http://health.kompas.com/read/2013/02/25/10401158/Penanganan.Resisten
si.Antibiotik.Mendesak. Diakses pada tanggal 10 Maret 2013.
Krieg, N. R. dan Holt J. G. 1984. Bergeys Manual of Systematic Bacteriology. Ed
ke-1.United States of America Baltimore: Williams & Wilkins Company.
Maharani, F. dan Supriadi, H. 2006. Evaluasi Potensi Penggunaan Beberapa
Materi Bahan Alami Bagi Upaya Penanggulangan Penyakit Ikan Gurame
(Osphronnemus gouramy). Prosiding Seminar Nasional Tahunan III Hasil
Penelitian Perikanan Dan Kelautan, Yogyakarta. halaman : 227 235.
McDaniel, D. 1979. Procedures For Detection And Identification Of Certain Fish
Patogen. Reviced. Fish Health American Fisheries Society. Page 42 82.
Pikiran Rakyat. 2008a. Lima Ton Ikan Mas Mati di Waduk Cirata.
http://www.pikiran-rakyat.com/node/78516. Diakses pada tanggal 10
Maret 2013.
Pikiran Rakyat. 2013b. Harga Ikan Air Tawar di Kuningan Melonjak.
http://m.pikiran-rakyat.com/node/222954. Diakses pada tanggal 11 Maret
2013.
Pleczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid 1.
Jakarta: Univeristas Indonesia

29

Prakash, Om., K. Rajesh., Anurag, M. dan Rajiv, G. 2009.


Artocarpus heterophyllus (Jackfruit): An overview. India : Review Article
Vol.3 Issue 6 page 353-358
Rahman, M. F. 2008. Potensi Antibakteri Ekstrak Daun Pepaya Pada Ikan
Gurami Yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah
Padmawinata K. Bandung : Institut Teknologi Bandung
Rukmana, R. 2008. Budidaya Nangka. Yogyakarta: Kanisius
Sismeiro et al. 1998. Aeromonas hydrophila Adenylyl Cyclase: a New Class of
Adenylyl Cyclase with Thermophilic Properties and Sequences
Similiarities to Proteins From Hyperthermophilic Archaebacteria. J
Bakteriol 180: 3339-3344.
Sudarma, J. H. 2012. Pembibitan Tanaman Buah Mudah Murah & Hasil
Melimpah. Jakarta : Bola Bintang Publishing.
Sugianti, B. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Tradisional
Pengendalian Penyakit Ikan. Institut Pertanian Bogor.

Dalam

Sugoro, I.I. Gobel, N. Lelananingtyas dan W. T. Sasongko. 2004. Pengaruh


Variasi Konsentrasi Tanin Terhadap Produksi Gas Secara In Vitro.
Prosding Presentasi Ilmiah Keselamatan dan Radiasi Lingkungan X.
Puslitbang Teknologi Isotop dan Radiasi. Batan.
Sukadi, F. 2004. Kebijakan Pengendalian Hama Dan Penyakit Ikan Dalam
Mendukung Akselerasi Pengembangan Perikanan Budidaya. Seminar
Nasional Penyakit Ikan dan Udang IV di Univ. Jenderal Soedirman,
Purwokerto, 18 19 Mei 2004.
Sukamto. 2007. Cara-Cara Pengobatan Ikan dengan Menggunakan Ekstrak
Tanaman Herbal. Warta Puslitbangbun. Vol. 13 No. 3
Sunarjono, H. 2010. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta: Penebar Swadaya
Supryadi, H. dan A. Rukyani, 1990. Imunoprofilaksis dengan Cara Vaksinasi
Pada Usaha Budidaya Ikan. Prosding Seminar Nasional II Penyakit Ikan
dan Udang. Balai Penelitian Perikanan Air Tawar. Bogor.
Tarigan J. Br., Zuhra, J. F. dan Sihotang, H. 2008. Skirining Fitokimia Tumbuhan
Yang Digunakan Oleh Pedagang Jamu Gendong Untuk Merawat Kulit
Wajah Di Kecamatan Medan Baru. Sumatra : Universitas Sumatara Utara.
Tim Lentera. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. Jakarta : PT
AgroMedia Pustaka.

LAMPIRAN

30

Lampiran 1. Pembuatan Ekstrak Daun Nangka

(a)

(b)

(d)

(c)

(e)

Keterangan :
(a) Daun nangka segar dicuci kemudian dikeringkan (kering udara) 4 - 7 hari.
(b) Daun nangka kering dihaluskan dengan cara diblender.
(c) Daun nangka halus direndam dengan etanol 96 % selama 24 jam.
Perendaman dilakukan 3 kali.
(d) Supernatan diambil, kemudian dievaporasi dengan vakum rotavapour pada
suhu 600C dengan kecepatan 120 rpm.
(e) Ekstrak daun nangka siap pakai.

31

Lampiran 2. Uji Fitokimia Daun Nangka

1.

Zat yang
Diuji
Alkaloid

2.

Flavonoid

1 g sampel dihaluskan kemudian


dididihkan dengan 25 mL metanol
selama 10 menit, disaring dan pelarut
diuapkan sampai kering. Ditambahkan
kloroform dan air suling (1:1) sebanyak
5 mL, dikocok dan didiamkan hingga
terbentuk dua lapisan kloroform air
(lapisan kloroform di bawah dan lapisan
air di bagian atas). Lapisan air diambil
kemudian ditambahkan 0,1 g bubuk
magnesium, 5 tetes asam klorida pekat
dan amil alkohol.

Terbentuk warna
kuning
kemerahan
sampai merah

3.

Saponin

1 g sampel dimasukan kedalam beaker


glass dan ditambahkan 20 mL akuades
kemudian dipanaskan selama 5 menit
dan disaring dalam keadaan panas
kemuidan filtrat tersebut diambil
sebanyak 10 mL dan dikocok dengan
kuat secara vertikal selama 10 detik.

Terbentuk busa
yang stabil tidak
kurang dari 1 -10
cm, tidak hilang
pada penambahan
satu tetes HCl 2N

4.

Tanin

2 mL filtrat hasil penyaringan pada uji Terbentuk warna


saponin dimasukan ke dalam tabung biru tua atau hijau
reaksi dan ditambahkan 1 2 tetes kehitaman
pereaksi FeCl3 1%.

No.

Proses Pengujian

Hasil Positif

1 g sampel dilarutkan dalam 5 mL Terbentuk


kloroform, ditambah 3 tetes ammonia endapan putih
(NH4OH) 10% lalu dikocok. Lapisan
klorofom diambil kemudian dilarutkan
dalam 1 mL H2SO4 2N, dikocok,
ditambahkan satu tetes pereaksi Meyer
(Kl+HgCl2).

Sumber : Bachtiar dkk 2010

32

Gambar

Lampiran 3. Pembuataan Konsentrasi Ektrak Daun Nangka

Pembuatan konsetrasi ektrak daun nangka untuk uji zona hambat :


0,1 ml
larutan stok

0,1 ml
larutan stok

0,1 ml
larutan stok

0,9 ml
akuades

0,9 ml
akuades

0,9 ml
akuades

0,1 ml
larutan stok

100.000 ppm
10.000 ppm
(0,1 g ektrak +
0,9 ml akuades)

1000 ppm

0,9 ml
akuades
100 ppm

Pembuatan konsetrasi ektrak daun nangka untuk uji zona LC50 :


A = 600 ppm = 600 mg/L = 9 g/15 L
B = 300 ppm = 300 mg/L = 4,5 g/15 L
C = 100 ppm = 100 mg/L = 0,15 g/15 L
D = 50 ppm = 50 mg/L = 0,75 g/15 L

Pembuatan konsentrasi ekstrak daun nangka untuk penelitian utama


B = 20 ppm = 20 mg/L = 0,3 g/15 L
C = 30 ppm = 30 mg/L = 0,45 g/15 L
D = 40 ppm = 40 mg/L = 0,6 g/15 L
E = 50 ppm = 50 mg/L = 0,75 g/15 L

33

10 ppm

Lampiran 4. Pembuatan Media Nutrien Agar (NA)


Bahan

NA (28 g/L) = 1,05 g

Aquades

= 37,5 ml

Cara Pembuatan Media NA:

Memasukan NA dan aquades kedalam labu Erlenmeyer

Memasukan magnetik stirer agar NA dan akuades homogen kemudian ditutup


dengan alumunium foil.

Memanaskan larutan pada hotplates sampai mendidih.

Memasukan media kedalam autoclave pada suhu 1210C pada tekanan 1 atm
selama 15 menit.

34

Lampiran 5. Pembuatan larutan bakteri kepadatan 108 cfu/mL dengan


Spektrofotometer
Langkah-langkah pembuatan larutan bakteri kepadatan 108 cfu/mL dengan
menggunakan spektrofotometer adalah sebagai berikut :
1. Isolasi Aeromonas hydrophila dari media NA dari tabung reaksi.
Penumbuhannya di cawan petri yang sudah berisi media NA.
2. Inkubasi dalam inkubator pada suhu 270C selama 24 jam.
3. Pemanenan bakteri secara aseptik kedalam Falcon Centrifuge Tube yang
telah berisi larutan NaCl fisiologis.
4. Penghitungan kepadatan dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang
540 nm dan absorban (OD) 0,235
5. Apabilah belum diperoleh nilai OD tersebut, penambahan larutan NaCl
fisiologis atau stok bakteri harus dilakukan hingga diperoleh absorban 0,235.
6. Dari pengukuran dapat diasumsikan bahwa OD 0,235 setara dengan
kepadatan bakteri 108 cfu/mL

35

Lampiran 6. Gambar Uji Zona Hambat

Hasil Uji Zona Hambat

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Keterangan :
(a) Zona bening pada konsentrasi ekstrak 100.000 ppm
(b) Zona bening pada konsentrasi ekstrak 10.000 ppm
(c) Zona bening pada konsentrasi ekstrak 1000 ppm
(d) Zona bening pada konsentrasi ekstrak 100 ppm
(e) Zona bening pada konsentrasi ekstrak 10 ppm
(f) Zona bening pada konsentrasi 10.000 ppm 1000 ppm, 100 ppm
(ampisilin/kontrol)

36

Lampiran 7. Uji LC50 Perendaman Ekstrak Daun Nangka


a. Prosedur
Rancangan percobaan untuk ekstrak herbal daun nangka pada benih ikan
mas masing-masing 15 ekor menggunakan 4 perlakuan dengan 2 ulangan, lama
waktu pemeliharaan selama 2 hari, dengan prosedur kerja:

Benih ikan mas direndam menggunakan ekstrak daun nangka dengan


konsentrasi yang berbeda, diamati kematian ikan setiap jam untuk
perhitungan menentukan LC50

b. Hasil Analisis Probit


Analisis nilai toksisitas (LC50) dengan menggunakan Software Epa
Probhit Analysis Version 1,5
EPA PROBIT ANALYSIS PROGRAM
USED FOR CALCULATING LC/EC VALUES
Version 1.5
LC50 daun nangka
ProportionObserved
Responding
Predicted Number
Number
Proportion
Adjusted for
Proportion
Conc.

Exposed

50.0000
100.0000
300.0000
600.0000

30
30
30
30

Resp. Responding

Controls

Responding

0
20
28
30

0.0000
0.6667
0.9333
1.0000

0.0889
0.4857
0.9795
0.9996

0.0000
0.6667
0.9333
1.0000

Chi - Square for Heterogeneity (calculated)


Chi - Square for Heterogeneity
(tabular value at 0.05 level)
Mu
=
2.008218
Sigma
=
0.229437

10.058

5.991

Parameter
Estimate Std. Err.
95% Confidence Limits
-------------------------------------------------------------------Intercept -3.752818 3.349210
(-18.164467,10.658831)
Slope
4.358500 1.689636
(-2.912002, 11.629004)
Theoretical Spontaneous Response Rate = 0.0000

37

38

Lampiran 7. (lanjutan)
LC50 daun nangka
Estimated LC/EC Values and Confidence Limits
Point
LC/EC 1.00
LC/EC 5.00
LC/EC 10.00
LC/EC 15.00
LC/EC 50.00
LC/EC 85.00
LC/EC 90.00
LC/EC 95.00
LC/EC 99.00

Exposure Concentration
29.818
42.738
51.781
58.943
101.910
176.200
200.569
243.007
348.302

Analisis nilai toksisitas (LC50) dengan menggunakan Software Epa


Probhit Analysis Version 1,5 untuk perendaman ekstrak daun nangka terhadap
benih ikan mas adalah 101.910 ppm.

39

Lampiran 8. Tata Letak Perlakuan

E1

C1

Keterangan

A1

D2

A2

D1

A3

B2

D3

: A, B, C, D, dan E = Perlakuan
1, 2, 3

= Ulangan

E2

E3

B1

C2

B3

C3

Anda mungkin juga menyukai