Disusun oleh:
Heny Widyawati
17308141010
2017
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, nikmat dan anugrah-Nya sehingga dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum Ekotoksikologi yang berjudul Uji Pendahuluan Dan Uji Toksisistas Ikan
Nila (Oreochromis niloticus). Pada Larutan Sipermetrin Dan Klorpirifos. Tujuan dari
penulisan laporan praktikum ini yaitu mengetahui batas kadar aman larutan sipermetrin
dan klorpirifos yang terpapar pada lingkungan menggunakan hewan uji ikan Nila
(Oreochromis niloticus).
Laporan praktikum ini diharapkan dapat membantu kami dalam memperdalam
mata kuliah ekotoksikologi dan dapat membantu pembaca untuk memahami
toksikologi berupa uji kadar aman dengan uji pendahuluan dilanjutkan uji definitive
untuk mengetahui kadar aman larutan toksik sipermetrin dan klorpirifos yang terpapar
pada ikan nila (Oreochromis niloticus).
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
terlibat dalam proses pembuatan laporan ini, terkhusus kepada:
1. Kepada Ibu Rizka Apriani Putri, S. Si., M. Sc., selaku dosen pengampu mata
kuliah Praktikum Ekotoksikologi
2. Kepada segenap asisten praktikum ekotoksikologi yang senantiasa sabar dan
mengarahkan jalannya praktikum
3. Kepada seluruh teman-teman yang telah bekerjasama dengan baik
menyelesaikan praktikum ekotoksikologi
Demikianlah praktikum ekotoksikologi ini kami buat. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Tidak lupa kritik dan saran yang membangun
agar laporan ini dapat menjadi lebih baik lagi. Terimakasih
Magelang, 30 Oktober 2019
Penulis,
Heny Widyawati
NIM 17308141010
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
3.2. Bahan.............................................................................................................................8
BAB V PENUTUP
5.2. Saran............................................................................................................................20
LAMPIRAN DOKUMENTASI.........................................................................................22
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penilaian untuk Toksisitas Perairan Akut...............................................5
Tabel 2. Kematian Ikan Nila (48 jam) pada Uji Pendahuluan ............................12
Tabel 3. Kematian Ikan Nila (96 jam) pada Uji Toksisita...................................13
Tabel 4. Data Anova Insektisida Klorpirifos.......................................................14
Tabel 5. Data Anova Insektisida Sipermetrin......................................................14
Tabel 6. Perhitungan jumlah mortalitas ikan nila dengan klorpirifos...............14
Tabel 7. Perhitungan jumlah mortalitas ikan nila dengan sipermetrin..............15
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus).........................................................6
Gambar 2. Persentase Kematian Ikan Nila pada Uji Pendahuluan........................12
Gambar 3. Persentase Kematian Ikan Nila (96 jam) pada Uji Toksisitas..............13
Gambar 4. Analisis Regresi kematian ikan nila dengan pestisida klorpirifos.......14
Gambar 5. Analisis Regresi kematian ikan nila dengan pestisida sipermetrin......15
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Pendahuluan Neoban Plus (6,5 jam)......................................22
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. Bagaimana pengaruh tingkat toksisitas LC50-96 jam berbagai konsentrasi
insektisida klorpirifos dan sipermetrin?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui ambang atas (LC100-24 jam) dan ambang bawah (LC0-48 jam) ikan
nila (Oreochromis niloticus) larutan sipermetrin dan klopirifos.
2. Mengetahui nilai LC50-96 jam insektisida sipermetrin dan klorpirifos terhadap
mortalitas ikan nila (Oreochromis niloticus).
3. Mengetahui pengaruh tingkat toksisitas LC50-96 jam berbagai konsentrasi
insektisida klorpirifos dan sipermetrin.
2
BAB II
2.1.1. Ekotoksikologi
Apabila zat toksik ini masuk ke dalam tubuh, dan menimbulkan efek, maka
hal ini yang dikatakan sebagai keracunan. Efek keracunan yang terjadi dapat
bersifat akut, sub-akut, khronis, delayed. Hal ini ditentukan oleh waktu, lokasi
organ (lokal/sistemik). Kemampuan racun untuk menimbulkan kerusakan apabila
masuk ke dalam tubuh dan lokasi organ yang rentan disebut toksisitas (Probosunu,
2010).
Toksisitas dapat ditentukan dari beberapa faktor yaitu :
1. Spesies (jenis mahluk hidup: hewan, manusia, tumbuhan)
2. Portal of entry, cara masuknya zat racun tersebut: kulit, pernafasan dan mulut
3. Bentuk/ sifat kimia – fisik
Di dalam lingkungan dikenal zat xenobiotik yaitu zat yang asing bagi tubuh,
dapat diperoleh dari luar tubuh (eksogen) maupun dari dalam tubuh (endogen).
Xenobiotik yang dari luar tubuh dapat dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas
3
manusia dan masuk ke dalam lingkungan. Bila organisme terpajan oleh zat
xenobiotik maka zat ini akan masuk ke dalam organisme dan dapat menimbulkan
efek biologis (Probosunu, 2010).
2.1.2. Uji Toksisitas
Pada dasarnya pengujian toksisitas bertujuan untuk menilai efek racun
terhadap organisme, menganalisis secara obyektif resiko yang dihadapi akibat
adanya racun di lingkungan. Toksisitas akut terjadi pada dosis tinggi, waktu
pemaparan pendek dengan efek parah dan mendadak, dimana organ absorpsi dan
eksresi yang terkena. Sedangkan toksisitas khronis terjadi pada dosis tidak tinggi
pemaparan menahun, gejala tidak mendadak atau gradual, intensitas efek dapat
parah/ tidak. Jenis uji yang digunakan tergantung pada penggunaan zat kimia dan
manusia yang terpapar (Probosunu, 2010).
Proses toksisitas terbagi atas beberapa fase yaitu fase awal (kinetik) dan
fase dinamik. Fase kinetik meliputi proses biologi yang mempengaruhi absorbsi,
penyebaran dan metabolisme zat. Fase dinamik meliputi interaksi antara zat toksik
dengan target dan tanggapan fisiologis serta perilaku organisme (Connel dan
Miller, 2006)..
Lethal Concentration 50 (LC50) adalah konsentrasi yang diturunkan secara
statistik yang dapat diduga menyebabkan kematian 50% dari populasi organisme
dalam serangkaian kondisi percobaan yang telah ditentukan. LC50 sering
ditunjukkan dalam ukuran mg per volume dari organisme uji. Suatu bahan kimia
dikatakan sangat beracun apabila memiliki nilai LC 50 kecil dan sebaliknya (Argo,
2001).
Pengukuran toksisitas (daya racun) dari suatu jenis bahan pencemar dapat
dilakukan dengan menetapkan nilai LC50 dari bahan pencemar tersebut terhadap
hewan percobaan dengan melakukan analisa probit (Buikema, 1982).
Analisa probit adalah suatu metode pengujian yang umum dipergunakan
untuk menilai toksisitas dari suatu bahan pencemar, yang diukur dari lethal
concentration, yang diartikan sebagai berapa miligram bahan pencemar untuk
setiap kilogram hewan uji yang dapat mengakibatkan kematian sebanyak 50 %
dari populasinya. Meskipun analisa probit merupakan teknik parametrik yang
biasa dipakai untuk menangani data toksisitas, simpangan nyata dari model log
probit dapat terjadi, sebagai contoh, pada saat data tidak tersebar normal
(Buikema, 1982).
4
Uji toksisitas biasanya dilakukan dengan menggunakan hewan uji seperti
mencit, tikus, kelinci, monyet, anjing dan lain-lain. Pemilihan hewan uji
tergantung pada jenis toksikannya dan ketersediaan dana (Argo, 2001).
Adapun kriteria nilai toksisitas akut LC50 pada lingkungan perairan adalah
sebagai berikut :
Ikan yang digunakan ujikan yaitu Ikan Nila (Orechromis sp.). Ikan nila
merupakan spesies ikan tropis yang lebih suka hidup di air dangkal. Morfologi
ikan nila memiliki bentuk pipih, sisik besar dan kasar, kepala relatif kecil, garis
linea lateralis terputus dan terbagi dua, yaitu bagian atas dan bawah, memiliki lima
buah sirip. Toleransi ikan ini terhadap perbedaan lingkungan sangat tinggi, dapat
hidup pada salinitas 0-29 permil, pada suhu 14-38°C, dan pH 5-11. Ikan ini dapat
melakukan pemijahan sepanjang tahun dan mulai memijah pada umur 6-8 bulan
(Rochdianto, 2009).
Kualitas air untuk hidup ikan nila harus bersih dan tidak tercemar bahan
berbahaya. Apabila dalam budidaya terkandung zat – zat kimia berbahaya
dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan ikan dan menyebabkan ikan dapat
terserang penyakit bahkan kematian (Rochdianto, 2009).
5
Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
6
dengan kulit, termakan ataupun terhirup (Stenersen, 2004). Klorpirifos
merupakan insektisida yang dapat masuk melalui perut dan dinding badan
serangga, sehingga serangga yang terkena juga dapat dengan cepat mengalami
kematian Sedangkan sipermetrin merupakan insektisida golongan piretroid yang
merupakan racun saraf paralisis yang sifatnya sementara (Tarumingkeng, 1992).
2.2. Hipotesis
Semakin tinggi konsetrasi semakin tinggi pula ikan yang mati pada tiap bak.
7
BAB III
METODE PENELITIAN
8
10 ekor ikan uji dimasukkan kedalam setiap bak, waktu saat memasukkan
ikan uji dicatat. Data respon kematian ikan dan setiap perlakuan pada jam
ke-24 dan 48 dicatat dan dimasukkan kedalam tabel data kematian. Angka
(kadar) yang diperoleh dari uji pendahuluan, digunakan untuk menentukan
kisaran kadar pada uji toksisitas.
Bibit ikan nila diaklimasi di kolam biologi selama 7-10 hari sebelum digunakan
untuk uji pendahuluan
Larutan uji kadar berbasis angka 10 (10-2, 10-1, 100, 10+1, 10+2) dibuat dari
insektisida sipermetrin / klorpirifos 1 %, masing-masing kadar sebanyak 3 bak
dengan volume 10 liter
10 ekor ikan nila dimasukkan ke dalam setiap bak dan catat waktu saat ikan
dimasukkan
Data respon kematian ikan dicatat dari setiap perlakuan pada jam ke-24 dan 48
jam (data dimasukkan dalam tabel)
Kisaran kadar ambang atas (LC100-24 jam) dan ambang bawah (LC0-48 jam)
ditentukan untuk uji toksisitas sesungguhnya atau uji definitive
9
3.3.2. Uji Toksisitas
Uji toksisitas atau uji definif yang pertama dilakukan yaitu bibit ikan
untuk uji toksisitas, diaklimasi selama 7-10 hari sebelum digunakan. Sehari
sebelum perlakuan, bibit ikan dipuasakan (tidak diberi makan). Bak
perlakuan disiapkan, masing-masing 3 bak untuk 5 macam perlakuan,
ditempeli label sesuai dengan perlakuannya. Penentuan kadar perlakuan
mengacu pada skala logaritmik dari Komisi Pestisida DEPTAN 1983, dengan
rumus : Log N/n = K ( Log a/n). Larutan stok insektisida sipermetrin dibuat
dengan kadar 10x dari kadar LC100-24jam. Larutan uji dibuat dengan kadar
yang sudah dihitung mengacu pada skala logaritmik. Masing-masing kadar
sebanyak 3 bak @10 liter (kadar perlakuan antara LC 100-24jam dan
LC0-48jam. 10 ekor ikan uji dimasukkan kedalam setiap bak,dicatat saat
memasukkan ikan. Mencatat data respon kematian ikan dari setiap perlakuan
pada jam ke-24, ke-48, ke-72 dan ke-96, data dimasukkan kedalam tabel.
Data dianalisis menggunakan analisis prolat dari progam SPSS untuk
mencari kadar LC50-48jam dan LC50-96jam. Angka (kadar) yang diperoleh
dari LC50-48jam digunakan untuk menentukan kadar pada uji kadar aman.
Uji kadar aman (10% LC50-48jam). kadar uji dari LC50-96jam digunakan
untuk menentukan tingkat toksisitas (daya racun) dari insektisida sipermetrin
dengan mengacu pada skala Loomis.
Bibit ikan nila diaklimasi di kolam biologi selama 7-10 hari sebelum digunakan
untuk uji toksisitas
Bibit ikan nila dipuaskan selama sehari (24 jam) sebelum perlakuan
Kadar perlakuan ditentukan dengan mengacu pada skala logaritmik dari komisi
pestisida DEPTAN 1983 atau mengacu pada skala duodoroff
10
Larutan stok insektisida sipermetrin / klorpirifos dibuat (10 x dari kadar LC100-24
jam)
Larutan uji sesuai kadar dibuat masing-masing sebanyak 3 bak dengan volume
10 liter (kadar perlakuan diantara LC100-24 jam dan LC0-48 jam) dan dimasukkan
kedalam masing-masing bak perlakuan
10 ekor ikan uji (ikan nila) dimasukkan kedalam setiap bak dan mencatat waktu
saat memasukkan ikan uji
Data respon kematian ikan dari setiap perlakuan pada jam 24 dan ke 48 dicatat,
dimasukkan data kedalam tabel pengamatan
11
BAB IV
10-1 12 28 40 % 93.3 %
Grafik persentase (%) mortalitas ikan nila (48 jam) pada uji pendahuluan
adalah sebagai berikut :
Sipermetrin Klorpirifos
12
4.2.1 Uji Toksisitas / Definitif
Tabel perhitungan jumlah mortalitas atau kematian ikan nila pada uji definitif
atau toksisitas insektisida sipermetrin dan klorpirifos dalam persen (%) adalah
sebagai berikut :
0.0625 7 30 35 % 100 %
Grafik persentase (%) mortalitas ikan nila (96 jam) pada uji toksisitas adalah
sebagai berikut :
120%
100% 100% 100% 100% 100%
80%
60%
50%
40% 35%
20% 35%
0%
0.025 ppm 0.0625 ppm 0.15625 ppm 0,390625 ppm 0,9765 ppm
kadar insektisida
Sipermetrin Klorpirifos
Gambar 3. Persentase Kematian Ikan Nila (96 jam) pada Uji Toksisitas
13
4.3.1 Data Anova
11.13
Intercept 8.22894 0.9133 9.01009 0.00289 5.32241 11.1355 5.32241
55
5,214
X Variabel 1 2.25831 0.92877 2.43151 0.0932 -0.6974 5,21407 -0.6974
07
Intercept b 8,72
Log(ppm) a 1,55
Gambar 4. Analisis Regresi kematian ikan nila dengan pestisida
Persamaan y = ax + b
klorpirifos
5 =1,55x + 8,72
X = -2,4
14
4.1.3.3 Tabel Anova, mortalitas dan analisis regresi Insektisida Sipermetrin
Tabel perhitungan jumlah mortalitas atau kematian ikan nila dengan
pestisida sipermetrin adalah sebagai berikut :
Intercept b 8,229
Log(ppm) a 2,258
X = -1,4298
4.2 Pembahasan
Pada praktikum ekotoksikologi dilakukan Uji pendahuluan dan Uji Definitif
untuk mengetahui cara menentukan ambang atas (LC100 – 24 jam) dan
ambang bawah (LC50 – 48 jam) toksisitas larutan klorpirifos dan sipermetrin
terhadap ikan nila (Orheochromis niloticus) melalui Uji Pendahuluan dan untuk
mengetahui konsentrasi Klorpirifos dan Sipermetrin yang dapat menyebabkan
kematian 50% ikan nila (Orheochromis niloticus) selama 96 jam (LC50 – 96 am)
perlakuan.
Uji pendahuluan selama 48 jam untuk menentukan nilai ambang batas atas
dan nilai ambang batas bawah sehingga diperoleh nilai konsentrasi yang digunakan
pada uji definitif. Hal tersebut seusai dengan teori bahwa uji pendahuluan digunakan
untuk mencari kisaran konsentrasi (range finding test) yang menyebabkan 100%
kematian pada hewan uji, setelah didapatkan kisaran konsentrasi yang tepat, maka
dilakukan uji toksisitas akut.
Pada uji pendahuluan berdasarkan (grafik 2) pada hasil diketahui bahwa
semakin tinggi konsentrasi insektisida klorpirifos dan Sipermetrin maka semakin
15
besar jumlah kematian ikan uji dan sebaliknya semakin kecil konsentrasi insektisida
klorpirifos maka semakin sedikit kematian pada ikan uji. Hal ini sesuai dengan
Rukmana (2016) yang menyatakan bahwa senyawa-senyawa toksik pada larutan uji
berpengaruh terhadap kematian hewan uji. Dilihat dari data kematian hewan uji
terdapat dua atau lebih konsentrasi yang mengalami kematian, sehingga nilai
LC50-96jam dapat ditentukan dengan Metode Probit.
Percobaan yang menggunakan larutan Klorpirifos, pada konsentrasi 10 -2
tidak ada ikan nila yang mati, sedangkan pada percobaan yang menggunakan larutan
Sipermetrin, pada konsentrasi 10-2 sudah ada yang mati bahkan pada jam ke 0.
Namun, dari kedua larutan tersebut memiliki kesamaan yaitu pada konsentrasi 10 0,
101, dan 102 pada 48 jam, semua ikan di bak mati dengan persentase kematian 100%.
Berdasarkan respon mortalitas selama pengamatan 48 jam dapat ditentukan
nilai konsentrasi ambang batas atas (N) dan ambang batas bawah (n) dari klorpirifos
dan sipermetrin adalah 0,01 ppm (ambang bawah) dan 1 ppm (ambang atas) dari
kedua nilai tersebut menunjukan ikan nila dapat mentoleransi kedua insektisida dalam
perairan lebih kecil dari 0,01 ppm klorpirifos. Komisi pestisida (1983) menyatakan
bahwa konsentrasi ambang atas adalah konsentrasi terendah dimana semua ikan uji
mati dalam waktu eksposure 24 jam, sedangkan konsentrasi ambang bawah adalah
konsentrasi tertinggi dimana semua ikan uji hidup dalam waktu paparan 48 jam.
Berdasarkan kedua data kematian ikan nila (Oreochormis niloticus) dengan
larutan klorpirifos dan sipermetrin tidak setara, karena waktu pengamatan yang
berbeda sehingga data yang dihasilkan tidak sama. Pada Uji Pendahuluan tersebut
pengamatan percobaan dengan menggunakan larutan klorpirifos dilakukan sebanyak 5
kali sampai 48 jam, sedangkan pada percobaan dengan larutan sipermetrin dilakukan
sebanyak 4 kali sampai 48 jam. Hal tersebut merupakan kekurangan dalam praktikum
ini, karena tidak bisa secara nyata dan detail membandingkan kematian ikan nila
(Oreochormis niloticus) pada larutan klorpirifos dan larutan sipermetrin.
Uji definitif bertujuan untuk mengetahui nilai LC50-96 jam insektisida
sipermetrin dan klopirifos terhadap mortalitas ikan nila (Oreochromis niloticus). Pada
Uji pendahuluan sebelumnya telah didapatkan nilai ambang batas atas dan bawah
dapat digunakan dalam penentuan konsentrasi dalam uji toksisitas. Berdasarkan
penentuan konsentrasi uji toksisitas didapatkan konsentrasi terkecil hingga terbesar
dalam uji toksisitas adalah 0,025 ppm, 0,0625 ppm, 0,15625 ppm, 0,390625 ppm, dan
0,9765.
16
Mortalitas ikan mulai diamati 8 jam setelah aplikasi pada konsentrasi 0,025
ppm untuk klorpirifom dan 24 jam setelah aplikasi pada konsentrasi 0,025 ppm untuk
sipermetrin. Pada jam tersebut, terlihat sudah ada yang mati, pengamatan selanjutnya
menunjukan komulatif mortalitas yang semakin besar dengan waktu makin lama dan
konsentrasi perlakuan yang makin tinggi.
Berdasarkan analisis probit diperoleh data bahwa konsentrasi tertinggi
memiliki probit yang tinggi (Gambar 4 dan 5). Hal ini menunjukan bahwa toksisitas
klorpirifos dan sipermetrin terhadap ikan nila semakin tinggi dengan bertambahnya
konsentrasi larutan pestisida yang digunakan.
Nilai LC50-96 didapatkan nilai dengan rata-rata 9,3 kali klorpirifos lebih
rendah dibandingkan sipermetrin. Nilai LC50-96 jam akibat pemaparan insektisida
klorpirifos sebesar 0,004 ppm sedangkan insektisida sipermetrin didapatkan nilai
sebesar 0,0372 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa 50% ikan nila akan mati bila
dipaparkan selama 96 jam dengan konsentrasi insektisida Klorpirifos sebesar 0,004
ppm dan 0,0372 ppm insektisida sipermetrin. Dari nilai LC50-96 yang didapatkan dapat
diketahui insektisida klorpirifos lebih bersifat toksik dibanding insektisida sipermetrin
terhadap biota uji ikan nila. Hal ini dapat terjadi karena insektisida klorpirifos
merupakan insektisida organofosfat. Insektisida ini merupakan ester asam fosfat atau
asam tiofosfat. Pestisida ini umumnya merupakan racun pembasmi serangga yang
paling toksik secara akut terhadap binatang bertulang belakang seperti ikan, burung,
cicak dan mamalia (Raini, 2007).
Mekanisme toksikokinetik dan toksikodinamik terlihat ketika insectisida
dimasukkan kedalam bak uji setelah beberapa saat. Timbul gejala pada ikan
diantaranya ikan mulai hiperaktif dengan melompat ke udara untuk keluar dari bak uji
dan perlahan ikan akan mulai kehilangan keseimbangan saat berenang, badan ikan
mulai terbalik mengapung dipermukaan air dan beberapa saat kemudian ikan akan
mati.
Mekanisme insektisida akan masuk dalam tubuh ikan nila terjadi ketika ikan
melakukan respirasi. Dimana ketika ikan membuka operculum insang, insektisida
yang terdapat dalam air akan masuk kedalam insang ikan dan tersebar kedalam tubuh
ikan nila. Rudiyanti dan Ekasari (2009) menyatakan bahwa pestisida yang masuk
dalam tubuh organisme akan mengalami proses yang sama dengan benda-benda
asing. Proses-proses tersebut yaitu absorpsi, distribusi, dan akumulasi. Pestisida
masuk dalam tubuh ikan dapat melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan dan
17
kulit. Pestisida masuk dalam tubuh ikan dapat melalui saluran pencernaan, saluran
pernafasan dan kulit. Pada saluran pencernaan, pestisida yang ada dalam usus akan
mengalami proses absorpsi dan distribusi, dengan adanya proses ini mengakibatkan
kerusakan pada jaringan ikan. Proses distribusi terjadi dimana pestisida yang ada di
usus dibawa oleh peredaran darah vena portal hepatis menuju ke hepar. Di hepar akan
terjadi detoksikasi dan akumulasi racun.
Klorpirifos merupakan insektisida yang dapat masuk melalui perut dan
dinding badan serangga, sehingga serangga yang terkena juga dapat dengan cepat
mengalami kematian Sedangkan sipermetrin merupakan insektisida golongan
piretroid yang merupakan racun saraf paralisis yang sifatnya sementara. Serangga
yang disemprot dengan sipermetrin akan menunjukkan gejala eksitasi, konvulsi dan
paralisis kemudian mengalami kematian (Tarumingkeng, 1992).
Sipermetrin merupakan pyretroid sintetik yaitu insektisida sintetik buatan
yang mempunyai bahan aktif menyerupai insektisida hasil alam yaitu pyrethrum.
Daya kerja piretroid terhadap ikan mirip dengan daya kerja DDT (organoklorin),
tetapi pengaruh piretroid kurang persisten jika dibandingkan dengan DDT.
Gejala-gejala keracunan piretroid menunjukkan khas terjadinya keracunan syaraf
yaitu eksitasi, konvulsi, paralisis dan kematian. Keracunan oleh piretroid buatan
diperkirakan disebabkan oleh akumulasi ”depolarizing subtance” yang belum
diketahui di dalam atau di luar membran dan keikutsertaan beberapa reaksi metabolik.
(Buikema, 1982).
Uji kadar aman bertujuan untuk mengetahui apakah kadar 10% LC 50-96
(kadar aman) yang diperoleh dari hasil Uji Toksisitas memang benar-benar aman
terhadap biota uji tertentu. Kadar aman yang dimaksud adalah seharusnya tidak
menimbulkan gangguan fisiologik maupun morfologik organ tubuh biota uji pada
sistem reproduksi, respirasi, digesti,ekskresi, skeleti, otot, maupun sistem syaraf.
Berdasarkan hasil Uji Toksisitas yang dilakukan, maka tidak dapat digunakan untuk
Uji Kadar Aman karena pada Uji Toksisitas terdapat biota uji yang mati pada
konsentrasi paling rendah yang artinya, konsentrasi yang digunakan masih tidak aman
atau bersifat toksik.
Pada saat melakukan praktikum terdapat beberapa keterbatasan yang dialami
oleh praktikan sehingga mempengaruhi hasil dari praktikum, baik terjadi kesalahan
dalam praktikum maupun data yang dihasilkan bias ataupu tidak sesuai dengan teori.
Beberapa keterbatasan yang dialami oleh praktikan seperti pemilihan ukuran ikan
18
yang kurang homogen karena terbatasnya jumlah ikan di kolam, ikan mengalami
stress sebelum dilakukan percobaan karena penangkapan yang menggunakan jaring
dan juga pemindahan ikan, selain itu interval pengamatan yang tidak terstruktur
dengan baik dikarenakan terbenturnya jadwal kuliah pada saat melakukan
pengamatan. Namun disamping itu, praktikum ini berhasil diselesaikan tepat pada
waktunya dan dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan toksisitas di akuatik.
Toksisitas akuatik ditentukan dengan menggunakan metode uji toksisitas
akut atau uji definitif pada praktikum ini memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Metode ini memiliki beberapa kelebihan , seperti efisiensi waktu karena
uji ini merupakan uji paparan jangka pendek (jam atau hari) dan menggunakan
kematian sebagai titik akhir, biasanya menimbulkan efek secara langsung sehingga
memudahkan dalam melakukan pengamatan. Namun disamping itu, metode ini juga
memiliki beberapa kekurangan, seperti pada uji toksisitas ini tidak valid jika
mortalitas sampel kontrol lebih besar dari 10% dan metode ini kurang
mempresentasikan ekosistem nyata karena umumnya dilakukan pada organisme
selama periode tertentu (hari atau jam) siklus hidup biota uji tersebut sehingga
dianggap sebagai tes siklus hidup parsial.
19
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan mengenai uji toksisitas berupa uji
pendahuluan dan uji definitif yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
:
1. Rata-rata ambang atas (LC100-24 jam) untuk sipermetrin 16.7% sedangkan
klorpirifos 40% dan ambang bawah (LC0-48jam) untuk sipermetrin dan
klorpirifos adalah 100%.
2. Nilai LC50-96 jam dari insektisida Klorpirifos dan sipermetrin keduanya
memiliki potensi menyebabkan kematian ikan nila dalam rata-rata persentase
yang besar.
3. Tingkat toksisitas dari insektisida Klorpirifos dan Sipermetrin berdasarkan
LC50-96 jam yaitu pada insektisida Klorpirifos diperoleh nilai 0,004 ppm
yang tergolong dalam kategori extremely toxic (taraf 6) dan pada insektisida
Sipermetrin diperoleh nilai 0,0372 ppm yang berarti tergolong kedalam
kategori very higly toxic (taraf 5).
5.2. Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan disaran untuk praktikum
selanjutnya ikan yang di gunakan harus dalam keadaan baik, dan dalam
pengambilan ikan cukup menggunakan satu org yang ditugaskan saja,
sehingga menimalisir ikan yang stress, pelaksanaan praktikum ini
membutuhkan ketelitian yakni dengan menggunakan alat dengan tingkat
ketelitian yang tinggi karena bila tidak tepat akan berpengaruh pada hasil
yang di dapat.
20
DAFTAR PUSTAKA
Argo D, Imono. (2001). Toksikologi Dasar. Yogyakarta : Laboratorium Farmakologi
Dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada
Buikema, Jr., A.L., Niederlehner, B.R., dan Cairns, Jr.,J. (1982). Biological
monitoring. Bagian IV - Toxicity testing. Water Res.
Connell,D.W. dan Miller,G.J. (2006). Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta
: UI-Press
Rudiyanti, S. dan A. D. Ekasari. (2009). Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Mas
(Cyprinus Carpio L.) Pada Berbagai Konsentrasi Pestisida Regent 0,3. Jurnal
Saintek Perikanan. 5(1):39-47
Rukmana, Rahmat dan Herdi Yudirachman. (2016). Untung Selangit Dari Agribisnis
Kakao. Yogyakarta: Lily Publisher
WHO. (2006). Pesticides, and Their Aplication: for The Controll of Vector, and
Pests of Public Health Importance. WHOPES/GCDD/2006.l
21
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Lampiran 1. Uji Pendahuluan Neoban Plus (6,5 jam)
Konsentrasi 10+2
Konsentrasi 10+1
Konsentrasi 100
Konsentrasi 10-1
Konsentrasi 10-2
22
Lampiran 2. Uji Pendahuluan Neoban Plus (2,8 jam)
Konsentrasi 10+2
Konsentrasi 10+1
Konsentrasi 100
Konsentrasi 10-1
Konsentrasi 10-2
23
Lampiran 3. Uji Definitif Neoban Plus (0 jam)
Konsentrasi A Konsentrasi B
Konsentrasi C Konsentrasi D
Konsentrasi E
24
Lampiran 4. Uji Definitif Neoban Plus (96 jam)
Konsentrasi A Konsentrasi B
Konsentrasi C Konsentrasi D
Konsentrasi E
25
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Lampiran 5. Perhitungan
Diketahui :
- 1 g/L = 1.000 ppm
- Bahan aktif insektisida Klorpirifos = 540 g/L = 540.000 ppm
- Bahan aktif insektisida Sipermentrin = 113 g/L = 113.000 ppm
26
• Larutan konsentrasi 100
M1 x V1 = M2 x V2
1000ppm x V1 = 1ppm x 10.000 mL
1.000ppmV1 = 10.000
10.000
V1 = 1.000
V1 = 10 mL
2. Uji Definitif
Diketahui :
LC100-24 jam (ambang atas kadar) = konsentrasi 100
LC50-24 jam (ambang bawah kadar) = konsentrasi 10 -2
Perhitungan dilakukan dengan rumus :
𝑁 𝑎
log = k ( log )
𝑛 𝑛
27
2 – 10= 5 log a
-8 = 5 log a
10-8 = a5
a = 10 -8/5
a = 0,025 mL
0,025 𝑏
=
0,01 0,025
0,01 𝑏 = 0,000625
b = 0,0625 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume klorpirifos dengan rumus
pengenceran :
M 1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,0625 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 625
V1 = 625/1.000
V1 = 0,625mL
0,0625 𝑐
=
0,025 0,0625
0,025 𝑐 = 0,00390625
c = 0,15625 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume klorpirifos dengan rumus
pengenceran :
M 1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,15625 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 1.562,5
V1 = 1.562,5/1.000
V1 = 1,5625mL
28
𝑐 𝑑
d= =
𝑏 𝑐
0,15625 𝑑
=
0,0625 0,15625
0,0625 𝑑 = 0,0244140625
d = 0,390625 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume klorpirifos dengan rumus
pengenceran :
M 1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,390625 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 3.906,25
V1 = 3.906,25/1.000
V1 = 3,90625mL
𝑑 𝑒
d= =
𝑐 𝑑
0,390625 𝑒
=
0,15625 0,390625
0,15625 𝑒 = 0,1525878906
e = 0,9765624998 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume klorpirifos dengan rumus
pengenceran :
M 1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,9765624998 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 9.765,624998
V1 =9.765,624998/1.000
V1 = 9,765624998mL
3. Analisis Probit
Y = ax + b
5 = 1,55 + 8,72
-3,72 = 1,55x
-2,4 = x
Antilog x = 10-2,4
= 0,0039810717
= 0,004
29
a. Membuat Larutan Konsentrasi 102 (100 ppm)
Dilakukan perhitungan dengan rumus pengenceran
M 1 x V1 = M2 x V 2
113.000ppm x V1 = 100 x 10.000
113.000ppmV1 = 1.000.000
1.000.000
V1= 113.000
V1 = 8,85 mL
V1 = 100 mL
30
• Larutan konsentrasi 100
M1 x V1 = M2 x V2
1000ppm x V1 = 0,1ppm x 10.000 mL
1.000ppmV1 = 1.000
1.000
V1 = 1.000
V1 = 1 mL
Maka, larutan konsentrasi 10-1 dibuat dengan cara mencampur 1 mL
larutan stok dengan 9.999 mL air dalam bak
• Larutan konsentrasi 10-2
M1 x V1 = M2 x V2
1000ppm x V1 = 0,01ppm x 10.000 mL
1.000ppmV1 = 100
100
V1 =
1.000
V1 = 0,1 mL
4. Uji Definitif
Diketahui :
LC100-24 jam (ambang atas kadar) = konsentrasi 100
LC50-24 jam (ambang bawah kadar) = konsentrasi 10 -2
Perhitungan dilakukan dengan rumus :
𝑁 𝑎
log = k ( log )
𝑛 𝑛
a. Mencari volume Sipermetrin untuk membuat larutan konsentrasi a
100 𝑎
log = 5 (log )
10−2 10−2
log 100 – log 10-2 = 5 log a – 5 log 10-2
0 – (-2)
= 5 log a – 5 (-2)
2 = 5 log a + 10
2 – 10 = 5 log a
-8 = 5 log a
10-8 = a5
a = 10 -8/5
a = 0,025 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume sipermetrin dengan rumus
pengenceran :
M1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,025 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 250
V1 = 250/1.000
V1 = 0,25mL
31
b. Mencari volume Sipermetrin untuk membuat larutan konsentrasi b
𝑎 𝑏
b= =
𝑛 𝑎
0,025 𝑏
=
0,01 0,025
0,01 𝑏 = 0,000625
b = 0,0625 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume sipermetrin dengan rumus
pengenceran :
M1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,0625 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 625
V1 = 625/1.000
V1 = 0,625mL
0,0625 𝑐
=
0,025 0,0625
0,025 𝑐 = 0,00390625
c = 0,15625 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume sipermetrin dengan rumus
pengenceran :
M1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,15625 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 1.562,5
V1 = 1.562,5/1.000
V1 = 1,5625mL
0,15625 𝑑
0,0625
= 0,15625
0,0625 𝑑 = 0,0244140625
d = 0,390625 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume sipermetrin dengan rumus
pengenceran :
M1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,390625 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 3.906,25
V1 = 3.906,25/1.000
32
V1 = 3,90625mL
e. Mencari volume Sipermetrin untuk membuat larutan konsentrasi e
𝑑 𝑒
d= 𝑐 = 𝑑
0,390625 𝑒
=
0,15625 0,390625
0,15625 𝑒 = 0,1525878906
e = 0,9765624998 mL
Selanjutnya, dilakukan perhitungan volume sipermetrin dengan rumus
pengenceran :
M1 x V1 = M2 x V 2
1.000ppm x V1 = 0,9765624998 x 10.000mL
1.000ppmV1 = 9.765,624998
V1 =9.765,624998/1.000
V1 = 9,765624998mL
5. Analisis Probit
Y = ax + b
5 = 2,258x + 8,229
-3,229 = 2,258x
-1,4298 = x
-1,43 = x
Antilog x = 10-1,4 = 0,0372
Sehingga diketahui kategorinya yaitu very highly toxic (level 6).
33
LAMPIRAN DATA MENTAH
Lampiran 6. Data Mentah
Uji Pendahuluan Insektisida Klorpirifos pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
34
Uji Toksisitas/Definitif Insektisida Klorpirifos pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
35
Lama Kadar Perlakuan
Perlakuan 0,25 ml (A) 0,625 ml (B) 1,5625 ml (C) 3,90625 ml (D) 9,765 ml (E)
1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x 1 2 3 x
53 Jam 0 0 3 1 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Tgl : 9 Okt 19
Jam : 14.12
Jumlah 3 30 30 30 30
72 Jam 1 4 3 2,67 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Tgl : 10-10-19 =
Jam : 09.12 3
Jumlah 8 30 30 30 30
77 Jam 1 7 3 3,67 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Tgl : 10-10-19 =
Jam : 14.54 4
Jumlah 11 30 30 30 30
96 Jam 3 8 4 5 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Tgl : 11-10-19
Jam : 09.14
Jumlah 15 30 30 30 30
Persentase 50 % 100 % 100 % 100 % 100
Kematian
(Setelah 96
jam)
36
Lampiran Uji Pendahuluan Insektisida Sipermetrin pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Kadar Perlakuan
Lama Perlakuan 10-2 10-1 100 10+1 10+2
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
0 Jam
Tgl : 30 Sept
2019 1 2 0 0 4 3 2,3 10 10 10 10 10 10 10 10 10
1 10 10 10
Jam : 3≈ 2
13.55-14.20
Jumlah 3 7 30 30 30
24 Jam
Tgl : 1 Okt 2019
2 2 0 1,3 2 4 4 3,3 10 10 10 10 10 10 10 10 10
Jam : 10 10 10
≈1 ≈3
13.55-14.20
Jumlah 4 10 30 30 30
36 Jam
Tgl : 2 Oktober
2019 2 2 0 1,3 2 6 4 10 10 10 10 10 10 10 10 10
4 10 10 10
Jam : ≈1
13.55-14.20
Jumlah 4 12 30 30 30
48 Jam
Tgl : 3 Oktober
2019 2 2 0 1,3 2 6 4 10 10 10 10 10 10 10 10 10
4 10 10 10
Jam : ≈1
13.55-14.20
Jumlah 4 12 30 30 30
37
Uji Definitif / Toksisitas Insektisida Sipermetrin pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Kadar Perlakuan
Lama Perlakuan 0,025 ppm 0,0625 ppm 0,156 ppm 0,390 ppm 0,978 ppm
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
24 jam
Tgl : 7 Oktober
2 2 3 3 10 10 10 9 10 10
2019
Jam : 14.05-14.40
Jumlah 2 2 3 3 10 10 10 9 10 10
48 jam
Tgl : 8 Oktober
2 2 3 3 10 10 10 9 10 10
2019
Jam : 14.05-14.40
jumlah 2 2 3 3 10 10 10 9 10 10
72 jam
Tgl : 9 Oktober
4 3 3 4 10 10 10 9 10 10
2019
Jam : 14.05-14.40
Jumlah 4 3 3 4 10 10 10 9 10 10
96 jam
Tgl : 10 Oktober
4 3 3 4 10 10 10 9 10 10
2019
Jam : 14.05-14.40
Jumlah 4 3 3 4 10 10 10 9 10 10
Rata- rata 3,5 3,5 10 9,5 10
38