OLEH:
NI WAYAN SANDY PRAMITHA
PO.71.39.1.21.061
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………..
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………………
1.4 Manfaat Peneltian …………………………………………………..
Bakteri Staphylococcus aureus adalah salah satu bakteri yang dapat menyebabkan
infeksi pada kulit (Mutiaha dkk, 2014). Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram
positif yang dapat menyebabkan luka di permukaan kulit seperti melepuh dan
peradangan. Staphylococcus aureus termasuk flora normal yang terdapat pada kulit dan
selaput lendir manusia, namun ada juga yang bersifat patogen pada tubuh manusia
yang tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, tidak membentuk
spora, dan tidak bergerak, biasanya hidup dalam saluran pernapasan dan kulit.
Staphylococcus aureus menginfeksi manusia melalui invasi jaringan dan pengaruh toksin
yang dihasilkannya.
untuk mengetahui antibiotika yang sesuai harus dilakukan kultur bakteri dan uji kepekaan
antibiotika karena saat ini sudah banyak yang resisten terhadap berbagai jenis antibiotika
mikroorganisme dalam tubuh, sehingga infeksi sulit untuk disembuhkan bahkan dapat
menyebabkan kematian (Humaida, 2014). Angka kematian yang disebabkan oleh
resistensi antibiotik pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 700.000, sehingga
diperkirakan pada tahun 2050 angka kematian mencapai 10 juta jiwa dimana jumlah
angka kematian oleh resistensi antibiotik lebih besar dari pada angka kematian yang
disebabkan oleh kanker. Hal ini disebabkan cepatnya perkembangan dan penyebaran
tinggi sebagai obat melalui pengetahuan empiris yang diyakini masyarakat didaerah
tertentu (Ningsih, 2015). Masyarakat lebih menyukai obat yang berasal dari tumbuhan
atau yang disebut dengan obat herbal. Hal ini dikarenakan adanya beberapa alasan yaitu
khasiat dan tidak adanya efek samping (Ismarani, 2013). Secara umum zat flavonoid,
alkaloid, dan tanin digunakan sebagai antibakteri Staphylococus aureus yang bekerja
dengan cara merusak dinding sel bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bahkan
bisa menyebabkan kematian pada bakteri. (Harlita et al., 2018; Rostikawati, 2020). Untuk
skrining fitokimia yang digunakan untuk mempelajari komponen senyawa aktif yang
seperti buah, daun, dan kulit. Jeruk kunci (Citrus Microcarpa Bunge) merupakan
tanaman yang termasuk dalam keluarga Rutaceae yang telah dikembangkan kemudian
populer diseluruh Asia Tenggara, terutama Filipina. Jeruk kunci banyak di temui daerah
sumatra, banyak juga ditemukan di daerah Kepulauan Bangka Belitung hampir setiap
rumah memiliki pohon jeruk kunci (Roby Darisand, 2014) . Buah ini dapat tumbuh pada
daerah yang memiliki iklim tropis dan subtropis. Buahnya dimanfaatkan secara luas oleh
Masyarakat untuk bumbu masakan dan minuman. Salah satu tanaman yang berpotensi
untuk dikembangkan sebagai obat antibakteri yaitu jeruk kunci ( Citrus x microcarpa
Bunge). Jeruk kunci memiliki banyak manfaat diantaranya kaya akan mineral dan vitamin
C (Said, 2010).
antara lain flavonoid, poli fenol, alkaloid (Wulandari et al 2013), tanin terpenoid,steroid,
saponin (Roanisca et al 2021). Pada kulit buah dan daging buah tanaman jeruk kunci
(bunge Citrus x Microcarpa) Senyawa aktif yang terkandung adalah senyawa flavonoid
antibiotik. Pada daun jeruk kunci (bunge Citrus x Microcarpa) terdapat kandungan
minyak atsiri. Manfaat minyak atsiri pada aktivitas antibakteri adalah dengan cara
menembus dinding sel bakteri gram positif yang lebih tipis (yulliasri,2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Roanisca dan R G Mahardika, tahun 2020 dengan
penelitian yang telah dilakukan, Jeruk x microcarpa mengandung senyawa tanin hasil
dari pengujian dengan FeCL3 dengan perubahan warna hitam kehijauan. Uji antibakteri
antibakteri. Konsentrasi terendah 20% yaitu 12,36 mm, konsentrasi ekstrak 40%
mempunyai daya hambat sebesar 17,37 mm konsentrasi ekstrak 60% membentuk zona
bening sebesar 19,61 mm, dan pada konsentrasi ekstrak 80% dan 100% membentuk zona
bening masing-masing sebesar 22,90 mm dan 26,63 mm. Pertumbuhan Staphylococus
aureus menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak limbah buah jeruk
kunci. Konsentrasi 20%, 40% dan 60% mempunyai daya hambat antibakteri yang relatif
kuat. sedangkan untuk konsentrasi 80% dan 100% kemampuan menghambatnya sangat
kuat.
terdahulu telah membuktikan bahwa jeruk kunci ( Citrus microcarpa bunge) memiliki
Staphylococus Aureus. Akan tetapi, bagian dari tanaman jeruk kunci ( Citrus microcarpa
bunge) seperti daun dan kulit hanya sebagai limbah rumah tangga yang tidak terpakai,
Padahal senyawa yang terkandung didalamnya merupakan salah satu bahan alami yang
membuktikan “Apakah ekstrak kombinasi dari daun, kulit, dan buah jeruk kunci (Citrus
Staphylococcus aureus
kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) dapat menghambat
kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yang
TINJAUAN PUSTAKA
metabolit yang dihasilkan oleh tumbuhan yang terdapat pada daun, kulit dan buah jeruk
kunci ( Citrus Microcarpa Bunge). Senyawa metabolitt adalah senyawa yang dihasilkan
oleh tumbuhan yang berguna untuk kelangsungan hidup. Senyawa yang terdapat pada
metabolit sekunder yaitu flavonoid, fenolik, alkaloid, steroid, terpenoid dan saponin.
Skrining fitokimia digunakan untuk menguji ada atau tidaknya senyawa metabolit yang
Senyawa organik yang terdapat di dalam tumbuhan dibedakan menjadi dua yaitu,
senyawa metabolit sekunder dan senyawa metabolit primer. Senyawa metabolit primer
merupakan senyawa utama yang dibutuhkan untuk tumbuh dan berkembang, seperti
karbohidrat, protein dan lemak. Sedangkan senyawa metabolit sekunder disebut juga
sebagai senyawa non nutrisi karena dihasilkan tumbuhan untuk melindungi tumbuhan
Metode yang bisa dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa bioaktif yaitu
dalam penelitian ini, untuk mencari senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang bisa
menjadi bahan baku obat tertentu. Penelitian ini yaitu uji fitokimia, dimana uji yang akan
dilakukan adalah flavonoid, fenolik, alkaloid, saponin, terpenoid dan steroid (Rasyd,
2012).
2.1.1 Flavonoid
Flavonoid adalah salah satu metabolit sekunder yang berada pada daun,
hal ini terjadi bisa saja karena akibat adanya proses fotosintesis sehingga yang
terlihat pada daun muda tidak terlalu banyak menghasilkan flavonoid. Senyawa
yang dihubungkan oleh atom C3 yang merupakan rantai alfatik (Harborne, 2009).
Flavonoid sendiri terdiri dari 15 atom karbon dan pada umumnya ada pada
tumbuhan sebagai glikosida. Gugus gula inilah memiliki senyawa satu atau lebih
ada atau tidaknya pada senyawa flavonoid yaitu ditambahkan magnesium dan
asam klorida pada ekstrak sampel tumbuhan sehingga menghasilkan warna merah
2.1.2. Fenol
bentuk senyawa aktif pada tumbuhan atau makanan. Kandungan fenol yang
terdapat di dalam suatu tumbuhan dinyatakan sebagai GAE (galic acid equivalent)
adalah jumlah kesetaraan asam galat di dalam 1 gram sampel. Senyawa fenolik ini
bisa mencegah berbagai jenis penyakit. Senyawa fenolik ini berperan sebagai
salah satu faktor pelindung terhadap adanya bahaya oksidasi bagi tubuh manusia
(Harborne, 2009).
dan bakterisidal. Fenol itu sendiri adalah senyawa yang bersifat polar sehingga
menjadi kelarutan yang paling tinggi di dalam pelarut polar. Senyawa fenol
mempunyai peran yang sangat penting sebagai antioksidan yang terdapat di dalam
bagian kulit, daun, batang dan biji. Untuk mengetahui adanya atau tidaknya
senyawa fenolik pada suatu tumbuhan yaitu ditambahkan FeCl3 1% di dalam air
2.1.3. Alkaloid
bahkan lebih atom nitrogen. Alkaloid biasanya tidak berwarna dan sering bersifat
terdapat pada akar, kulit kayu, daun dan buah. Alkaloid bisa bedakan dari
sebagian besar komponen lain berdasarkan sifat basa yang terdapat didalam
tumbuhan sebagai garam dengan berbagai asam organik. Garam pada tumbuhan
ini adalah senyawa padat berbentuk kristal tidak berwarna. Alkaloid bebas tidak
larut didalam air tetapi larut didalam pelarut organik, sebaliknya alkaloid dalam
bentuk garam dapat larut didalam air tetapi tidak larut didalm pelarut organik
(Tobing, 2007).
2.1.4. Saponin
sifat seperti sabun yaitu memiliki senyawa aktif dipermukaan yang bisa
menimbulkan busa jika dikocok dalam aquades dan pada konsentrasi yang rendah
antimikroba. Saponin adalah senyawa yang berasa pahit dan dapat mengakibatkan
2.1.5. Terpenoid
terdistribusi luas didalam dunia tumbuhan dan hewan. Terpenoid tidak hanya
ditemukan pada tumbuhan tingkat tinggi, namun terdapat juga pada terumbu
karang dan mikroba. Struktur terpenoid dibangun oleh molekul isoprene. Untuk
sulfat, jika adanya senyawa terpenoid maka larutan akan berwarna merah
2.1.6. Steroid
17 atom karbon yang tersusun dari empat buah gabungan cincin, tiga diantaranya
berbentuk jarum dengan karakteristik yang mengandung gugus OH, gugus metil
dan memiliki ikatan rangkap yang tidak terkonjugasi. Salah satu kandungan
steroid yang ada pada tanaman yaitu campetrol yang memiliki efektifitas sebagai
anti kanker. Untuk mengetahui adanya senyawa steroid yaitu ditambahkan asam
klorida, asam cuka dan asam sulfat yang akan menghasilkan warna larutan
berwarna hijau atau biru, yang menandakan adanya steroid didalam tumbuhan
2.1.7. Tanin
tumbuhan, termasuk kategori tumbuhan tingkat tinggi atau rendah yang memiliki
(Soenardjo, 2017: 91). Untuk mengetahui adanya senyawa tanin dalam tanaman
didinginkan dan disaring. Ditambahkan FeCl3 beberapa tetes pada filtrat. Reaksi
positif apabila terbentuk coklat kehijauan atau biru kehitaman (Ikalinus et al.,
2015)
2.2.1 Morfologi
Jeruk merupakan buah tahunan yang berasal dari Asia. Negara Cina dipercaya
sebagai tempat pertama kali jeruk tumbuh (David, 2007). Jeruk memiliki berbagai
macam jenis. Tanaman jeruk umumnya tumbuh ditempat yang memperoleh sinar
matahari langsung, teknik okulasi dan pencangkokan salah satu cara untuk
memperbanyak tanaman jeruk. Salah satu jenis jeruk yang banyak dijumpai diindonesia
adalah Jeruk kunci, biasa digunakan sebagai bumbu masakan dan minuman.
Jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) ini sendiri memiliki bakal buah berbentuk
bola, pada pangkal dan ujung datar, berwarna hijau kuning, buah berbentuk kecil
bertangkai pendek, berwarna kuning saat matang, hampir berbentuk seperti bola,
diameternya 3-5 cm dengan kulit buah yang tipis, dan menghasilkan buah per tahun
antara 2000 – 2.150 buah (Ratulangi and Ratulangi 2016). Buah jeruk kunci (Citrus
microcarpa Bunge) memiliki kulit dengan permukaan halus dan berpori minyak,
Pohon jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) mampu tumbuh dengan ketinggian
kira-kira 2–7 m, tumbuh tegak ramping, silindris, cabang yang padat, batang berduri,
daun dan batang mengembang menyamping, memiliki akar tunggang. Daun jeruk kunci
(Citrus microcarpa Bunge) sangat aromatik, berbentuk oval, berwarna hijau gelap,
permukaan atas mengilap, permukaan bawah berwarna hijau kekuningan, dan berukuran
4–7 cm. Pada bagian dekat tangkai, daunnya bertepi halus, semakin tinggi semakin
bergerigi. Bunga jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) terdiri dari bunga majemuk,
memiliki putik dan benang sari dalam satu bunga pada satu pohon, sehingga satu pohon
jeruk kunci mampu melakukan pembuahan tanpa adanya pohon lain (Yuniarti, 2008).
Kulit buah jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) memiliki kulit yang tebal dan
beraroma wangi Kulit buah jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) adalah salah satu
tanaman yang dapat digunakan ekstraknya untuk proses biosintesis nanopartikel perak
dengan metode hijau (green chemistry) yang bersifat antibakteri sehingga sangat
membantu dalam mengatasi berbagai masalah yang ditimbulkan oleh bakteri infeksi
saluran kemih. Akar buah jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge) memiliki akar
tunggang dimana akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang –
cabang menjadi akar-akar yang kecil. Akarnya memiliki cabang dan serabut akar. Ujung
akar tanaman jeruk terdiri dari sel-sel muda yang senantiasa membelah dan merupakan
titik tumbuh akar jeruk. Ujung akar terlindung oleh tudung akar yang bagian luarnya
Gambar 2.8 Buah, kulit, dan daun jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge)
2.2.2 Morfologi
Kingdom : Plantae
Pilum : Tracheophyta
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Spesies : X microcarpa Bunge
Ada banyak nama daerah tanaman jeruk kunci (Citrus microcarpa Bunge),
diantaranya adalah jeruk kalamansi (Bengkulu), jeruk cina atau limau calong
kimia antara lain flavonoid, poli fenol, alkaloid (Wulandari et al 2013), tanin
terpenoid,steroid, saponin (Roanisca et al 2021). Pada kulit buah dan daging buah
tanaman jeruk kunci (bunge Citrus x Microcarpa) Senyawa aktif yang terkandung
mencegah keropos tulang dan sebagai antibiotik. Pada daun jeruk kunci (bunge
2.2.5 Manfaat
sambal kecap atau sambal terasi atau dibuat minuman segar dengan
menambahkan air dan gula. Aromanya yang menyegarkan dengan rasa asam
kecut mampu menghilangkan bau amis makanan laut dan menambah lezat
hidangan. Buah ini sering dijadikan asam untuk cuka. Selain itu biasa
ditambahkan kedalam model atau tekwan untuk menambahkan rasa asam pada
makanan. Aromanya sangat segar dan bisa dikonsumsi langsung karena rasanya
macam penyakit seperti dijadikan sebagai campuran obat batuk, influenza, radang
tenggorokan, demam, sakit kepala dan lelah, obat pilek, dan obat masuk angin
dengan cara direbus bersama dengan kayu putih dan dioleskan ke punggung dan
dada. Jika digunakan sebagai obat batuk, ambil Jeruk kunci, kecap dan garam,
kemudian minum setiap pagi dan sore hari secara teratur. Dengan begitu batuk
2.3 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah berupa bahan yang telah dikeringkan, belum
mengalami pengelolahan apapun, biasanya digunakan sebagai bahan obat, ada tiga jenis
simplisia yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan (mineral).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berasal dari tanaman (baik tanaman utuh, bagian
tumbuhan maupun eksudat tumbuhan). Eksudat tumbuhan adalah isi sel dari tumbuhan
yang dikeluarkan dengan cra tertentu dan dipisahkan dari tumbuhannya dan belum
2.4 Ekstraksi
berada dalam campuran secara selektif dengan pelarut yang sesuai. Prinsip
penyari, sedangkan sisa-sisa yang tidak ikut tersari disebut ampas (Yuwono,
2009).
1. Jenis pelarut
Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah zat terlarut yang
Secara umum, kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut ke dalam
pelarut.
Jika rasio pelarut-bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah senyawa
4. Ukuran partikel
Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku semakin kecil.
Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran partikel
semakin kecil.
5. Pengadukan
6. Lama waktu
Lamanya waktu ekstraksi akan menghasilkan ekstrak yang lebih banyak, karena
a. Ekstrak encer
Sediaan ini liat pada kondisi dingin dan tidak dapat dituang kandungan air sekitar
30%.
c. Ekstrak kering
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
1. Cara dingin
a. Maserasi
ruangan (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam
rongga sel yang mengandung zat aktif yang akan larut, karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel maka larutan
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari
2. Cara panas
a. Refluks
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
b. Sokletasi
dan yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstrak kontinu
c. Digesti
temperatur yang lebih tinggi dari temperature ruangan, yaitu secara umum
d. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan untuk
menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Proses
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air, yakni 30 menit pada suhu 90-1000C (Saraswati, 2015).
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperature kamar, terlindung
dari cahaya. Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel
akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan
diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa
sel dan di dalam sel. Keuntungan dari metode maserasi adalah peralatan yang
untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih
banyak, tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras
tersering di dunia. Tingkat keparahan infeksinya pun bervariasi, mulai dari infeksi
traktus respiratorius, sampai infeksi mata dan Central Nervous System (CNS)
Domain : Bacteria
Kingdom : Eubacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacillales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Staphylococcus berdiameter 0,8 - 1,0 mikron, tidak bergerak, dan tidak berspora.
besar berwarna agak kuning dalam media yang baik. Staphylococcus aureus
anaerob fakultatif dan dapat tumbuh karena melakukan respirasi aerob atau
fermentasi dengan asam laktat. Staphylococcus aureus dapat tumbuh pada suhu
Empat spesies dengan kepentingan klinis yang paling sering dijumpai adalah
patogen utama untuk manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa
beragam, dari keracunan makanan atau infeksi kulit minor sampai infeksi berat
staphyloxanthin yang bersifat sebagai faktor virulensi. Pada Mannitol Salt Agar
indikator pH, merah fenol, berubah menjadi kuning. Staphylococcus aureus yang
melalui invasi jaringan dan atau karena pengaruh toksin yang dihasilkannya.
Infeksi dimulai dari tempat koloni pathogen pada tubuh, lalu ditularkan melalui
tangan ke tempat bakteri dapat memasuki tubuh, misalnya di luka yang ada di
kulit, tempat insisi pembedahan, tempat masuk kateter vaskuler, atau tempat lain
Staphylococcus aureus akan terbentuk abses atau bisul. Dari ini organisme akan
dapat menyebabkan komplikasi berat misalnya sepsis yang fatal akibat bakteremi
bersifat antigenik. Sebagian besar bahan ekstraseluler yang dihasilkan bakteri ini
juga bersifat antigenik. Polisakarida yang ditemukan pada jenis yang virulen
adalah polisakarida A dan yang ditemukan pada jenis yang tidak patogen adalah
Uji kualitas media mencakup aspek yang luas, baik media buatan sendiri
maupun media jadi, oleh karena itu penyiapan media harus diperhatikan. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam penyiapan media yaitu, sampel media dehidrasi
harus ditimbang dan ditambahkan ke dalam air suling dan bebas mineral, lalu
melarutkan zat - zat dalam medium. Panas yang digunakan harus diatur hanya
cukup sampai membuat larutan yang sempurna, kecuali dinyatakan lain dalam
bongkahan kecil agar atau bahan media yang akan dilarutkan dapat turun ke dasar
wadah dan pemecahannya memerlukan jumlah panas yang tinggi. Pemanasan
inaktivasi zat-zat gizi dan kehilangan kadar air yang berarti karena penguapan.
Media dilarutkan ke dalam wadah yang berukuran cukup dan sterilisasi dengan
otoklaf. Setelah selesai harus segera dikeluarkan dari otoklaf untuk menghindari
pemanasan yang lebih lama. Wadah berisi media agar harus dipindahkan ke
Penyiapan lebih lama di penangas air harus dihindari. pH setiap media harus
diperiksa dengan pH meter setelah media dibiarkan dingin sampai suhu kamar.
Untuk menguji media agar, dapat digunakan elekrode permukaan atau elektrode
biasa. Media yang menyimpang > 0,2 unit pH dari pH optimum harus dibuang.
Media dapat dituang ke dalam tabung atau cawan petri dalam ruangan bersih atau
di bawah aliran udara leminar. Ruangan tersebut harus dijaga cukup terang, bebas
dari bahan - bahan lain dan bebas dari lalu lalang selama proses pembagian.
tumbuh dengan baik dalam kaldu biasa pada suhu 37℃. Kisaran suhu
pertumbuhan adalah 15 - 40℃ dan suhu optimum adalah 35℃. Dalam lempeng
agar darah pada suhu 37℃, pembentukan pigmen kurang baik. Akan tetapi,
apabila koloni tersebut dipindahkan ke agar biasa atau perbenihan Loeffler dan
diinkubasi pada suhu kamar, pembentukan pigmen akan sangat baik (Radji,
2010).
1. ≤5 Lemah
2. 5 – 10 Sedang
3. 10 – 20 Kuat
4. ≥ 20 Sangat Kuat
UjiKombinasi
Fitokimia
Daun, Kulit Dan Buah Jeruk Kunci
( Citrus microcarpa bunge)
Ekstraksi
2.7 Hipotesis
METODE PENELITIAN
mengetahui kandungan senyawa yang tersimpan dalam ekstrak kombinasi daun, kulit
3.3 Populasi
Populasi adalah suatu daerah yang terbagi dari subyek atau obyek yang memiliki
kualitas dan karakteristik yang sudah ditetapkan oleh peneliti (Masturoh & Anggita .T,
2018). Populasi pada penelitian ini yaitu tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa
1. Data primer
Data primer merupakan data yang dikumpulkan peneliti secara langsung atau bisa
juga disebut data asli. Peneliti bisa mengumpulkan data dengan cara observasi, kuisioner,
atau wawancara (Masturoh & Anggita .T, 2018). Data primer pada penelitian ini ialah
hasil setelah dilakukannya penelitian atau pengamatan skrining fitokimia dan aktivitas
antibakteri ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa
2. Data sekunder
Data sekunder ialah data yang didapatkan peneliti dari berbagai pihak maupun
sumber yang sudah ada, data ini bisa didapatkan dari laporan, jurnal, dan sumber lainnya
(Masturoh & Anggita .T, 2018). Data sekunder pada penelitian kali ini diperoleh dari
3.5 Alat
Alat yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu batang pengaduk, erlenmeyer,
gelas beker, ayakan, blender, alat maserasi, pipet volume, cawan porselen, kertas cakram,
gunting/pisau, pipet tetes, alumuium foil, kertas saring, wrapping plactic, pinset, spidol,
kertas label, penggaris, kawat ose, toples kaca untuk maserasi, corong, sarung tangan,
masker, spatula, tabung reaksi, rak tabung, spiritus, kapas, tissu, hot plate, mikropipet,
rotary evaporator, autoklaf, BSC (Bio Safety Cabinet), timbangan analitik, lemari
1. Ekstrak kombinasi daun, kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa
Bunge)
2. etanol 96%,
4. Amoxicillin
Kesehatan (BBLK)
1. Pengumpulan bahan
Tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit dan
buah, lalu masing masing bagian diambil sebanyak 3 kg secara langsung di kota
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan bagian-bagian dari tanaman
jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) seperti daun, kulit serta buah jeruk kunci
( Citrus Microcarpa Bunge) sampai bagian yang tidak diperlukan, proses ini
3. Pencucian simplisia
dilakukan menggunakan air yang mengalir dengan air bersih (Rina et al., 2017).
4. Perajangan simplisia
menggunakan alat seperti pisau dan lainnya, sehingga dihasilkan potongan kecil
5. Pengeringan simplisa
dilakukan dengan cara diangin anginkan pada suhu ruangan , tidak terkena
6. Sortasi kering
atau kotoran-kotoran yang ada menempel atau tertinggal pada saat proses
dari yang terbesar hingga yang terkecil, mesh 44 adalah ayakan yang akan
ditimbang untuk mengetahui hasil yang didapat dan digunakan untuk ekstraksi
8. Pengepakan
disimpan dan dikepak atau dibungkus untuk mencegah terjadinya kerusakan atau
disimpan dalam wadah yang baik dan terlindung dari sinar matahari langsung
dengan ekstraksi cara dingin yaitu maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara
merendam bagian tanaman yaitu bagian daun, kulit, dan buah secara terpisah yang
tertutup pada suhu kamar selama 3 hari dan dilakukan pengandukan sesekali
hingga semua bagian terlarut dalam cairan pelarut etanol 96%. Pelarut diganti
setiap 1x24 jam, hasil dari rendaman kemudian dilakukan penyaringan dengan
kain flanel untuk memisahkan residu dari filtratnya. Maserat yang terkumpul
ekstrak kental dari bagian daun, kulit, serta buah dari tanaman jeruk kunci
( Citrus Microcarpa Bunge). keuntungan dari proses ini yaitu bagian tanaman
yang hendak diekstraksi tidak harus dalam bentuk serbuk halus. Selanjutnya
ekstrak yang telah kental ditimbang dan disimpan dalam bejana tertutup baik
untuk menjaga agar ekstrak tetap baik dan stabil (Lully Hanni, 2016).
Semua alat yang akan digunakan dicuci bersih dan dikeringkan terlebih dahulu,
dan sebelum disterilisasi dibungkus menggunakan aluminuim foil. Alat yang telah
dibungkus kemudian dimasukan ke dalam alat autoklaf dengan suhu 121 ⁰ C selama 15
menit, untuk menghilangkan mikroorganisme yang mungkin masih tertempel pada alat
dalam tumbuhan yang disebut metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan suatu
senyawa yang berperan penting dalam kelangsungan hidup tumbuhan serta memberikan
ciri khas pada tumbuhan tersebut. Senyawa yang dapat digolongkan dari metabolit
sekunder seperti alkaloid, tanin, triterpenoid, flavonoid, dan saponin (Julianto, 2019).
1. Uji Alkaloid
Sampel Tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit dan
buah, lalu masing masing bagian tersebut dilarutkan dengan asam klorida 2 ml,
dipanaskan selama 5 menit, dan disaring. Filtrat yang didapatkan dimasukan ke tabung
reaksi dan diberi pereaksi dragendroff 2-3 tetes. Jika sampel positif mengandung alkaloid
akan ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna coklat (Noval et al., 2019).
2. Uji Tanin
Sampel tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit dan
buah, lalu masing masing bagian tersebut dimasukan ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan 2-3 tetes FeCl3 1%. Jika sampel menunjukkan warna biru atau hijau
3. Uji Terpenoid
Sampel tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit dan
buah, lalu masing masing bagian sebanyak 2 ml dimasukkan ke tabung reaksi dan
kehitaman ataupun hijau tua maka itu menandakan sampel positif triterpenoid (Riana
4. Uji Flavonoid
yaitu daun, kulit dan buah, lalu masing masing bagian tersebut dilarutkan dengan 2 ml
etanol dan tambahkan serbuk Mg, HCL pekat 3-5 tetes. Sampel positif mengandung
flavonoid akan menunjukkan warna jingga atau kuning (Noval et al., 2019).
5. Uji Saponin
daun, kulit dan buah, lalu masing masing bagian tersebut dan ditambahkan dengan
aquadest dalam tabung reaksi, lalu dipanaskan selama 2-3 menit, setelah agak dingin
kocok kuat. Jika terbentuk busa setinggi 1-2 cm yang tahan selama 30 detik menit maka
Media Nutrien Agar (NA) ditimbang sebanyak 20 gram lalu dilarutkan dalam
aquadest 1 liter, setelah itu dipanaskan di atas hot plate hingga larut. Kemudian dilakukan
sterilisasi media menggunakan autoklaf dengan suhu 121⁰C selama 15 menit. Setelah,
dilakukan sterilisasi media dituangke dalam cawan petri dan di diamkan di suhu kamar
sebanyak 1 mg lalu dilarutkan dengan aquadest steril sebanyak 1 ml. Ambil larutan
amoxicillin 0,5 ml yang telah dilarutkan lalu ditambahkan bakteri uji 0,1 ml (Noval et al.,
2019).
tabung reaksi lalu tambahkan bakteri uji 0,5 ml. Tambahkan bakteri uji 0,1 ml (Noval et
al., 2019).
Pembuatan larutan uji dibuat dalam konsentrasi 25%, 50%, dan 85% dengan cara
mengencerkan ekstrak tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit
dan buah, lalu masing masing bagian tersebut dilarutkan dengan DMSO 10%
(Andriyawan, 2015).
3.7.9. Pengujian aktivitas antibakteri tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge)
Bunge) yaitu daun, kulit, buah, serta kombinasi antara daun, kulit, dan buah jeruk kunci
lalu masing masing bagian tersebut dilakukan menggunakan metode difusi cakram
dengan meletakan kertas cakram dengan diameter 6 mm yang telah direndam ke dalam
larutan ekstrak yang menjadi sampel pada media nutrien agar (MHA) yang sebelumnya
dibuat sebanyak 20 ml di cawan petri lalu di diamkan hingga padat. Pengujian aktivitas
antibakteri ekstrak tanaman jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) yaitu daun, kulit dan
buah, serta ekstrak kombinasi dari daun, kulit, dan buah jeruk kunci lalu masing masing
bagian tersebut dilakukan dalam BSC (Bio Safety Cabinet) untuk menjaga kesterilan
lainnya (Jannah et al., 2017). Proses pengerjaan dilakukan pada ekstrak tanaman jeruk
kunci ( Citrus Microcarpa Bunge), kontrol negatif yaitu DMSO dan kontrol positif yaitu
amoksisilin, selanjutnya bakteri uji diambil dan dituang pada media MHA . Kemudian
kertas cakram yang telah direndam diletakan ke media MHA. Media yang telah di
masukan kertas cakram akan diinkubasi di inkubator dengan suhu 37 ⁰C dalam 1x24 jam
(Darsono & Fajriannor, 2020). Kemudian dilakukannya pengukuran zona hambat yang
terjadi setelah inkubasi selesai yang ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar
kertas cakram.
3.8 Variabel
kulit dan buah jeruk kunci ( Citrus Microcarpa Bunge) dengan konsentrasi 25%,
Variabel terikat dari penelitian ini adalah daya hambat minimum (KHM)
ukur
dengan cara
mengencerkan ekstrak
dengan DMSO
Ekstraksi (Maserasi)
Perlakuan Kontrol
P1 P2 P3
Kontrol positif Kontrol negatif
25 50% 85%
Antibiotik DMSO
%
Bakteri diusapkan/digoreskan secara
rapat pada media Mueller Hinton agar
pengukuran terhadap hasil diameter zona hambat yang terbentuk setelah inkubasi
selama18-24 jam pada suhu 34 º C pada tanaman Jeruk Kunci (Citrus microcarpa bunge).
Analisis data dilakukan dengan deskriptif. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk gambar
dan tabel.
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Departemen Kesehatan RI;
2016.
Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan
Pertama, 3-11, 17-19, Dikjen POM, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.
Endarini, L. H. 2016. Farmakognisi dan Fitokimia. Pusat Pendidikan SDM Kesehatan. Jakarta.
215 hal.
Harborne, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Edisi II,
(Bandung: Institut Teknologi Bandung, 2009), h. 36.
Ikalinus. R., S.K. Widyastuti, dan N.L.E. Setiasih. 2015. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Kulit
Batang Kelor (Moringa oleifera). Journal Indonesia Medicus Veterinus 4(1) : 71-79.
Jawetz., et al. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg, Ed.23, Translation
of Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical Microbiology, 23thEd. Alih bahasa oleh
Hartanto, H., et al. Jakarta: EGC.
Julianto, T. S. Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining Fitokimia, Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta. 2019.
Jannah, M., & et al. (2017). Analisis faktor penyebab kejadian hipertensi di wilayah kerja
puskesmas mangasa kecamatan tamalate makassar. Jurnal PENA, 3(1), 410–417.
Liana, E. 2017. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Daun Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) Terhadap
Mortalitas Larva Nyamuk Aedes Aegypti. Skripsi. Mataram: Fakultas Ilmu Tarbiyah
Dan Keguruan (FITK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram.
http://etheses.uinmataram.ac.id/196/1/Emi%20Liana151135064.pdf.
Noval, N., Yuwindry, I., & Syahrina, D. (2019). Phytochemical Screening And Antimicrobial
Activity Of Bundung Plants Extract By Dilution Method. Jurnal Surya Medika, 5(1),
143–154. Https://Doi.Org/10.33084/Jsm.V5i1.954.
Radji, Maksum. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran.
Jakarta: EGC.
Rasyd, Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder dan UJi Aktivitas Antioksidan Ekstrak Metanol
Teripang (Stichopus Hermani), Jurnal Ilmu Dan Teknik Kelautan Tropis, Vol.4, No 2,
(2012), h. 363.
Ramadhani, S. 2015. Informasi Awal Pengujian Efektivitas Ekstrak Bakteri UBCF 013 Dan
UBCR 012 Sebagai Agen Biokontrol Untuk Pengendalian Colletotrichum
gloesporioides Pada Cabai Kopay Di Rumah Kaca. Skripsi. Budidaya Pertanian
Padang. Universitas Andalas.
Said M. 2010. Pengendalian Pneumonia Pada Anak Balita Dalam Rangka Pencapaian
MDG4.Jakarta: Bulletin jendela epidemiologi. Vol. 3.
Sakinah Rakhma Diah Setiawan. (2023). Artikel dengan judul Simak, Keunggulan dan Manfaat
Jeruk Kunci".
Salempa, P., Bioaktivitas fraksi n-heksan dan Senyawa -Sitosterol dari kayu akar
Pterospermumsubpeltatum C.B.Rob, Farmakologi, Vol.4, No.2, (2009), h. 45.
Septiani, Eko ND, Ima W. 2017. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Lammun (Cymodocea rotundata)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Journal of Fisheries
Science ad Technology. 3 (1) :1-6.
Tobing, Isolasi Senyawa Alkaloida dari Batang Tumbuhan Brotowali (Tinospora crispa L.),
Majalah Obat Tradisional, Vol.16, No.3, (2007), h. 142.
Ubay, bey. 2011. Ekstraksi padat-cair. Diakses pada tanggal 6 Juni 2016.
Yuwono LF. 2009. Daya antibakteri ekstrak daun teh (Camellia sinensis) terhadap pertumbuhan
Streptococcus sp. pada plak gigi [skripsi]. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret.