Anda di halaman 1dari 43

1

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Mikroorganisme bagi manusia ada yang bersifat menguntungkan dan ada
juga yang merugikan. Mikroorganisme yang menguntungkan bagi manusia
misalnya mikroorganisme yang membantu proses dalam pembuatan makanan dan
minuman hasil fermentasi, berperan dalam pengendalian hama, membantu proses
metabolisme dalam saluran pencernaan dan penghasil antibiotik. Sedangkan
mikroorganisme yang merugikan bagi manusia misalnya mikroorganisme yang
menimbulkan berbagai macam penyakit pada manusia, hewan piaraan dan
tanaman budidaya atau disebut sebagai mikroorganisme patogenik.
1
Selain itu
ada pula flora mikrobia normal yaitu mikroorganisme yang menempati suatu
daerah tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling
umum dijumpai flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu
kulit, mata, mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran
urogenital pada manusia, tetapi di antara mikroba normal tersebut jika telah
mencapai jumlah yang banyak dapat menyebabkan penyakit, seperti jamur
Pityrosporum ovale yang menyebabkan ketombe pada kulit kepala manusia.
2


1
Hujjatusnaini, Pengaruh Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) Terhadap
Penghambatan Pertubuhan Trychopyton sp, Palangka Raya: UNPAR, 2000, h. 2
2
Jawetz, Melnick, dan Adelbergs, Mikrobiologi Kedokteran (Terjemahan), Jakarta:
Salemba Medika, 2001, h.277

1
2



Mikroorganisme lainnya seperti Escherichia coli merupakan flora normal
dalam usus, tetapi bila memasuki kandung kemih dapat menyebabkan sistinis,
yaitu suatu peradangan pada organ tersebut.
3

Jamur Pityrosporum ovale dapat menyebabkan penyakit pada kulit kepala
(ketombe) atau dalam bahasa medisnya dikenal dengan nama pitiriasis sika
(dandruff), yaitu berupa pengelupasan sel kulit mati pada kulit kepala secara
berlebihan.
4
Proses pergantian sel-sel pada kulit kepala terjadi secara bertahap dan
kontinue. Jika proses ini menjadi lebih cepat, maka akan timbul gangguan berupa
serpihan-serpihan/sisik berwarna putih yang melekat di rambut. Hal ini
dipengaruhi oleh faktor seperti suhu, kelembaban, kadar minyak yang tinggi, dan
penurunan imunitas (daya tahan) tubuh yang dapat memicu pertumbuhan
berlebihan dari jamur ini.
5

Penyakit secara medis dapat diatasi dengan terapi obat-obatan farmasi dan
sintetik, tetapi dapat pula diobati dengan obat-obatan tradisional. Bagi penduduk
di pedesaan, terutama daerah yang jauh dari apotik (toko obat) dapat mengatasi
penyakit dengan terapi obat-obatan tradisional dari bahan baku alami, salah
satunya adalah ketepeng cina (Cassia alata L.) yang bermanfaat mengobati
penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur Trichophyton sp. Berdasarkan
penelitian Hujjatusnaini bahwa ketepeng cina terbukti dapat menghambat

3
Michael j. pelczar dkk, Dasar- Dasar Mikrobiologi, Jakarta: UI, 1988, h. 545

4
Puspita, , Perbandingan Efektivitas Ekstrak Daun Kangkung (Ipomea reptans) Dengan
Ketokon 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum ovale Pada Ketombe, Skripsi,
Universitas Diponegoro, 2010, h. 5

5
Yuli Prihastutik, Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% Dengan Asam Salisilat
1% Serta Ketokonazol 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum Ovale Pada
Ketombe, Karya Tulis Ilmiah, Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro:Semarang, 2008, h. 5-6

3



pertumbuhan jamur Trichophyton sp penyebab penyakit kulit (panu, kadas, kurap)
pada konsentrasi 60%. Hal itu disebabkan kandungan kimia yang terdapat di
dalam daun ketepeng cina yang merupakan zat antimikroba, yaitu rein alone-
emodina, rein alone emodina-diantron, rein alone emodina asam krisofanat
(dehidroksimetilantraquinone) dan tannin serta alkaloida, saponin, flavonoida
dan antrakinon.
6

Berdasarkan potensi tumbuhan ketepeng cina yang terbukti dapat
menghambat pertumbuhan jamur, yang dibuktikan dengan adanya zona bening
pada medium PDA pada penelitian tersebut di atas, menjadi latar belakang
penelitian yang akan diteliti peneliti untuk melihat efektivitas daya hambat ekstrak
daun ketepeng cina terhadap pertumbuhan jamur lainnya yang juga dapat
menyebabkan dermatomikosis atau peradangan pada permukaan kulit, salah
satunya adalah pada permukaan kulit kepala, yaitu dengan judul Pengaruh Ekstrak
Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum
ovale.
B. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada beberapa batasan masalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini terbatas pada upaya mengetahui ekstrak daun ketepeng cina dan
taraf konsentrasi optimalnya dalam menghambat pertumbuhan Pityrosporum
ovale, yang dibiakkan pada medium NA (Nutrient Agar) di Laboratorium
Tadris Biologi, Program Studi Tadris Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN
Palangka Raya.

6
Hujjatusnaini, Pengaruh Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) Terhadap
Penghambatan Pertubuhan Trychopyton sp, Palangka Raya: UNPAR, 2000, h.2
4



2. Pengertian ekstraksi yang dimaksud dalam penelitian ini terbatas pada proses
ekstraksi sederhana secara mekanik, yaitu proses mengeluarkan cairan dari
jaringan hidup dengan cara ditumbuk (digerus) atau menghancurkannya
sampai halus, sehingga isi sel pecah dan larut dalam alkohol yang digunakan
sebagai pelarut. Proses ekstraksi yang dilakukan bukan merupakan ekstraksi
murni karena isi sel yang dikeluarkan dari sel-sel yang pecah tidak dipisahkan
antara masing-masing zat yang terkandung di dalamnya.
3. Penghambatan terhadap pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale diukur
berdasarkan zona (daerah) bening antara koloni jamur Pityrosporum ovale
dengan sisi terluar paper disc yang mengandung ekstrak daun ketepeng cina
(Cassia alata L.) pada medium NA.
4. Pertumbuhan koloni dimaksud terbatas pada bertambahnya jumlah koloni
yang terdapat pada permukaan medium lempeng NA
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang dikemukakan di atas, maka
permasalahan dalam penelitian dirumuskan dalam rumusan masalah berikut:
1. Apakah ekstrak daun ketepeng cina berpengaruh terhadap pertumbuhan
Pityrosporum ovale ?
2. Berapakah konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina yang optimal dalam
menghambat pertumbuhan Pityrosporum ovale ?

5



D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka pelaksanaan penelitian ini
bertujuan:
1. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.)
terhadap pertumbuhan Pityrosporum ovale.
2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina yang optimal dalam
menghambat pertumbuhan Pityrosporum ovale.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa dapat menambah wawasan dan keterampilan tentang teknik
ekstraksi sederhana serta cara membiakan jamur pada mata kuliah
mikrobiologi.
2. Bagi pengajar dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai bahan
penunjang dalam penyusunan penuntun praktikum dan sumber belajar
mikrobiologi.
3. Bagi peneliti lainnya dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai landasan
penelitian lebih lanjut.
4. Bagi masyarakat dapat memberi informasi tentang manfaat daun ketepeng
cina dalam menghambat pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale penyebab
ketombe.

6



F. Definisi Operasional
1. Mikroorganisme merupakan makhluk hidup berukuran mikroskopis yang sulit
di amati dengan mata telanjang.
2. Flora mikroba normal yaitu mikroorganisme yang menempati suatu daerah
tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati, tetapi di antara
mikrobal normal tersebut jika telah mencapai jumlah yang banyak dapat
menyebabkan penyakit
3. Ketombe merupakan pengelupasan sel kulit mati pada kulit kepala secara
berlebihan
4. Pityrosporum ovale merupakan mikroorganisme normal, yaitu mikroskopik
yang dalam jumlah berlebih dapat menginfeksi permukaan kulit kepala
manusia yang menyebabkan ketombe.
5. Medium Nutrient Agar (NA) merupakan medium dasar yang mengandung
campuran senyawa anorganik untuk menumbuhkan bakteri, kapang, jamur,
dan khamir.
6. Ketepeng cina merupakan tumbuhan perdu liar yang kadang-kadang ditanam
sebagai tanaman hias dan dapat dimanfaatkan sebagai tanaman obat.
7. Zat Antimikroba merupakan zat kimia yang sifatnya dapat menghambat atau
mematikan pertumbuhan sel-sel mikroba seperti sel jamur, bakteri, alga
ataupun sel protozoa patogen lainnya.




7



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hujjatusnaini
(2000) yaitu Pengaruh Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) Terhadap
Pertumbuhan Trichophyton sp, dan penelitian yang dilakukan oleh Meryend
Putri Gama (2011) yaitu Perbandingan Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia
Alata, Linn.) Dengan Ketokonazol 2 % Dalam Menghambat Pertumbuhan
Malassezia Furfur Pada Pityriasis Versicolor Secara In Vitro, diketahui bahwa
ekstrak daun ketepeng cina berpengaruh dengan signifikan terhadap pertumbuhan
jamur Trichophyton sp pada konsentrasi optimum 60% dan berpengaruh
signifikan sebanding dengan ketokonazol 2% pada kosentarasi 50% terhadap
pertumbuhan jamur Malassezia Furfur pada Pityriasis Versicolor Secara In Vitro.
Trichophyton sp merupakan jamur mikroskopik yang dapat menyebabkan
dermatomikosis pada permukaan kulit, sedangkan Malasezia furfur adalah jamur
superfisial kronik yang dapat menyebabkan penyakit pityriasis versicolor yang
ditandai dengan adanya macula putih atau kecoklatan pada kulit dengan rasa gatal
ringan yang muncul saat berkeringat. Berdasaran penelitian tersebut, menjadi
landasan penelitian lebih lanjut untuk melihat efektifitas ekstrak daun ketepeng
cina terhadap jamur penyebab dermatomikosis lainnya, yaitu terhadap
pertumbuhan Pityrosporum oval.
8



Persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian terdahulu
adalah terletak pada penggunaan daun ketepeng cina sebagai variabel penelitian.
Fokus penelitian terdahulu adalah melihat efektifitas ekstrak daun ketepeng cina
terhadap Trichophyton sp dan Malassezia Furfur, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan adalah untuk melihat efektifitas ekstrak daun ketepeng cina terhadap
pertumbuhan Pityrosporum ovale, sehingga hal tersebut menjadi perbedaan antara
penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan. Kesamaan variabel
dalam penelitian dengan penelitian sebelumnya adalah merupakan kelanjutan
dalam upaya ingin mengetahui efektifitas daun ketepeng cina dalam menghambat
pertumbuhan beberapa jenis mikroba penyebab dermatomikosis pada kulit.
B. Deskripsi Teoritik
1. Tumbuhan Ketepeng Cina
Ketepeng cina merupakan tumbuhan perdu liar yang kadang-kadang
ditanam sebagai tanaman hias, di samping dapat dimanfaatkan sebagai tanaman
obat. Pada beberapa daerah tertentu ketepeng cina mempunyai nama
(penyebutan) berbeda, tergantung pada daerah terdapatnya tumbuhan tersebut.
Misalnya di Sumatera, menyebutnya dengan daun kupang atau gelenggang, di
Jawa menyebutnya ketepeng cina atau acon-acon dan di Maluku menyebutnya
saya mara atau tabankun.
7


7
Noor Hujjatusnaini, Pengaruh Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.) Terhadap
Penghambatan Pertubuhan Trychopyton sp, Palangka Raya: UNPAR, 2000, h. 6
9



a. Klasifikasi Tumbuhan Ketepeng Cina
Tumbuhan ketepeng cina termasuk dalam anak divisi Angiospermae ,kelas
Dicotylidonae, bangsa Rosales, suku Fabaceae, marga Cassia dan jenis Cassia
alata L.
8

b. Botani Tumbuhan Ketepeng Cina
Ketepeng cina merupakan tumbuhan perdu, yang tingginya berkisar antara
1-5 meter. Daun menyirip genap dan memiliki poros daun tanpa kelenjar. Daun
penumpu lama tetap tinggal dengan pangkal lebar dan ujung meruncing, seperti
kulit, merah cokelat, dan panjangnya berkisar antara 6-9 mm. Memiliki anak
daun 8-24 pasang, sepasang yang terbawah langsung di atas pangkal tangkai
daun.
9

Ketepeng cina termasuk tumbuhan dikotil atau berkeping dua dan
mempunyai sistem perakaran tunggang. Akar tunggang pada ketepeng cina
memperihatkan akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar yang lebih kecil,
berbentuk kerucut panjang yang terus tumbuh lurus ke arah bawah. Sistem
perakaran tunggang itu umumnya mempunyai fungsi untuk memperluas bidang
penyerapan dan memperkuat tegaknya batang. Ketepeng cina merupakan tanaman
berkayu dengan ketinggian 3 meter, batang berbentuk bulat dan mempunyai
percabangan yang simpodial.
10


8
Ibid, h.6

9
Dr C.G.G.J van Steenis, dkk, Flora Untuk Sekolah Di Indonesia, PT. Pradnya Paramita:
Jakarta,2006, h.215

10
Noor Hujjatusnaini, Pengaruh Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata L.)
Terhadap Penghambatan Pertubuhan Trychopyton sp, Palangka Raya: UNPAR, 2000 h.8

10



Daun ketepeng cina berbentuk jorong sampai bulat telur sungsang,
merupakan daun majemuk menyirip genap dan berpasang-pasangan sebanyak 5-
12 baris, mempunyai anak daun yang kaku denagn panjang 5-15 cm, lebar 2,5-9
cm, ujung daunnya tumpul dengan pangkal daun runcing dan serat daun rata.
Pertulangan daunnya menyirip dengan tangkai anak daun yang pendek dengan
panjang 2 cm dan berwarna hijau.
11

Bunga ketepeng cina merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam
tandan bertangkai panjang dan tegak yang terletak diujung-ujung cabangnya.
Mahkota bunganya berwarna kuning terang. Buah ketepeng cina berupa polong-
polongan yang gepeng panjang persegi empat dengan panjang cm dan lebar
2,5 cm, berwarna hitam. Di samping itu, buah ketepeng cina juga mempunyai
sayap pada kedua sisinya dengan panjang 10-20 cm dan lebar 12-15 mm. Jika
buah masak maka pada kedua sisnya akan membuka atau pecah, sehingga biji
yang terdapat di dalam polong akan terlempar keluar. Biji ketepeng cina
berbentuk pipih, biasanya terdapat 50-70 pada setiap polongnya.
12


Gambar 2.1 Ketepeng cina (Cassia alata L.)
13


11
Ibid h. 8

12
Ibid,h. 8

13
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=42 ( Diakses tanggal 27-
12-2012)
11



c. Kandungan Kimia dalam Daun Ketepeng Cina
Daun ketepeng cina (Cassia alata L.) dapat digunakan sebagai obat-obatan
secara tradisional, ksrena adanya kandungan kimia yang terdapat di dalamnya,
yaitu rein aloe-emodina, rein aloe emodina-diantron, rein aloe-emodina, rein
aloe emodina asam krisofanat (dehidroksimetilantraquinoer), tannin, alkoloida,
saponin, flavonoida dan antrakinon.
14

2. Zat Antimikroba dan Penggolongannya
Zat Antimikrobial merupakan bahan yang sifatnya dapat menggangu
pertumbuhan dan metabolisme mikroba seperti sel jamur, bakteri, alga ataupun sel
protozoa pathogen lainnya.
15
Zat antimikroba digolongkan menjadi fungistatik,
fungisida dan antibiotik.
16

a. Fungistatik
Fungstatik merupakan zat kimia yang mampu menghambat perkembangan
sel-sel jamur, meskipun tidak langsung membunuh sel-sel jamur. Akibatnya sel-
sel jamur menjadi sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan lingkungan,
sehingga sel mudah mati. Hal itu disebabkan karena adanaya zat fungistatik yang
bersifat antimikroba khususnya untuk sel-sel jamur. Tetapi jika bahan-bahan
fungistatik hilang ataupun dikurangi konsentrasinya maka sel jamur akan dapat
tumbuh kembali.
17


14
Yohana Arisandi dan Yovita Andriani, Khasiat Berbagai Tanaman untuk Pengobatan,
(Jakarta; Eska Media), 2009 h.236

15
Michael j. pelczar dkk.. Dasar- Dasar Mikrobiologi,Jakarta:UI, 1988 ,.h 450

16
Noor Hujjatusnaini, Pengaruh ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) Terhadap
Penghambatan Pertubuhan Trychopyton sp, Palangka Raya: UNPAR, 2000, h. 9

17
Ibid h.9
12



Beberapa zat fungistatik di antaranya yaitu: sikonazol (micatin),
klotrimazol (lotrimin), haloprogin, miconazol dan imidazol.
Mekanisme kerja bahan fungistatik pada umumnya melalui proses
penghambatan pertumbuhan analog, misalnya zat fungistatik sulfonafida. Pada
umumnya mikroorganisme memerlukan senyawa para-aminobenzoat (PABA)
untuk menghasilkan asam folat yang diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonafida
memiliki struktur molekul yang mirip dengan molekul PABA, sehingga
penggunaan sulfonafida akan menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi.
18

b. Fungisida
Fungisida merupakan zat antimikroba yang memiliki kemampuan untuk
membunuh sel jamur. Zat antimikroba yang bersifat fungisida atau dapat
membunuh sl-sel jamur penyebab dermatomokisis di antaranya yaitu asam
undeclenic (desenex), campuran asam asetat dan asam benzoat. Asam salisinat
atau silenium sulfida juga termasuk sebagai zat fungisida.
19

c. Antibiotik
Antibiotik adalah substansi kimia yang diperoleh dari atau dibentuk oleh
berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi rendah mampu
membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain.
20



18
Ibid h. 8

19
Ibid h. 11

20
Michael j. pelczar dkk.. Dasar Dsar Mikrobiologi,Jakarta:UI, 1988, .h. 59

13



3. Pengujian (Evaluasi) Zat Antimikroba
Pengujian atau evaluasi zat antimikroba dapat dilakukan dengan
menggunakan salah satu cara di antara 3 prosedur umum, yaitu:
1. Zat antimikroba berbentuk cair atau yang larut dalam air diencerkan,
kemudian dimasukkan ke dalam beberapa tabung reaksi steril. Pada masing-
masing tabung tersebut dimasukkan mikroorganisme uji yang telah diketahui
jumlahnya. Pada interval waktu dilakukan pemindahan dari tabung reksi asal
ke tabung reaksi media steril, kemudian diinkubasikan dan diamati
pertumbuhan mikroorganisme uji dalam ini dapat diamati jumlah organisme
yang mati per satuan waktu.
2. Zat antimikroba dicampurkan ke dalam media agar atau kaldu, kemudian
diinokulasikan organisme uji setelah itu diinkubasikan dalam interval waktu
tertentu, dalam hal ini pengamatan dilakukan terhadap keadaan media yang
akan tampak keruh jika terjadinya pertumbuhan organisme uji dan sebaliknya.
3. Mikroorganisme uji pada medium NA dalam cawan petri, kemudian zat
antimikroba cair yang akan diujikan dimasukkan ke dalamnya beberapa
lembar paper disc, sampai zat antimikroba tersebut terserap sempurna oleh
paper disc. Seteleh itu paper disc diletakkan di atas medium agar, kemudian
diinkubsasikan selanjutnya yang dilakukan pengamatan pada beberapa interval
waktu tertentu. Pengaruh zat antimikroba terhadap pertumbuhan
mikroorganisme uji ditunjukkan dengan adanya zona penghambatan, antara
organisme uji dengan sisi terluar paper disc.
21


21
Michael j. pelczar dkk.. Dasar- Dasar Mikrobiologi, Jakarta: UI, 1988, .h. 501-506
14





Ada zona penghambatan Tidak ada zona penghambatan
Gambar 2.2 Zona penghambatan yang tampak antara koloni mikroba
dengan sisi terluar paper disc yang mengandung zat antimikroba.
Untuk prosedur pengujian point 3, dapat dilakukan dengan beberapa cara
berdasarkan jumlah mikroorganisme uji dan zat antimikroba yang akan di ujikan,
yaitu:
a. Satu zat antimikroba terhadap satu jenis mikroorganisme uji.
Cara ini dapat dibedakan berdsarkan cara inokulasi mikroorganisme uji pada
medium NA, yaitu cara gores zig-zag, cara gores silang dan cara kultur tuang.
b. Suatu zat antimikroba terhadap beberapa jenis mikroorganisme uji (misalnya
tiga jenis mikroba), yaitu dapat menggunakan inokulasi dengan cara silang
yang pada setiap garis silangnya mengandung satu jenis mikroorganisme
tertentu.
c. Beberapa zat antimikroba terhadap beberapa jenis mikroba, yaitu dapat
menggunakan cara inokulasi zig-zag atau dengan cara kultur tuang. Cara
inokulasi ini, zat antimikroba dalam suatu ekstrak tidak dipisahkan antara zat-
zat yang terkandung di dalamnya. Demikian pula dengan mikroorganisme uji
yang digunakan terdiri dari beberapa jenis mikroba.
22



22
Ibid, h. 11-13
15



4. Pityrosporum ovale
a. Klasifikasi Pityrosporum Ovale
Pityrosporum ovale termasuk dalam Kingdom Fungi, Divisi
Basidiomycota, Sub divisi Ustilaginomycotina, Kelas Exobasidiomycetes, Ordo
Malasseziales, Famili Cryptococcaceae, Sub Famili Cryptococcoidae, Genus
Pityrosporum atau Malassezia, Spesies Pityrosporum ovale.
23


Gambar 2.3 (Jamur Pityrosporum Ovale)
24

Malassezia adalah genus yang berkaitan dengan jamur, diklasifikasikan
sebagai ragi, secara alami ditemukan banyak di permukaan kulit hewan termasuk
manusia. Hal ini dapat menyebabkan hipopigmentasi pada batang dan lokasi
lainnya pada manusia jika itu menjadi infeksi oportunistik.
25
Malassezia sp adalah
ragi yang bersifat lipofili, dan sebagaian besar spesies ini memerlukan lipid dalam
medium pertumbuhan. Jenis jamur ini berbentuk hifa pendek tak bercabang dan
sel sferis. Spesies malassezia merupakan bagian dari flora mikroba yang menjadi
penyebab atau kontributor terjadinya dermatitis seboroik atau ketombe.
26


23
Melinda Arini, Pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol 70 % Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Flora Normal di Kulit Kepala, Universitas Pancasila:
Jakarta , 2011 h. 7
24
Uswatun Hasanah Khoirotunnisa. 2012. Uji Daya Antifungi Propolis Terhadap
CAandida Albicans dan Pityrosporum ovale, Skripsi, Diterbitkan, Fakultas Kedoktera Universitas
Muhammadiyah: Surakarta h.10
25
Ibid h.7

26
Jawetz, Melnick, dan Adelberg, Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23, Jakarta: EGC,
2007, h.640
16



b. Morfologi dan identifikasi Pityrosporum ovale
Genus Pityrosporum ovale terdiri dari sejumlah spesies yang mudah
dikenali dari bentuk selnya yaitu bentuk botol atau oval. Bentuk botol terjadi
apabila sel induk yang berbentuk oval tumbuh tunas, sehingga gabungan sel induk
dan tunas ini berbentuk botol. Sel tunas yang sudah masak akan memisahkan
dirinya dari induknya untuk membentuk sel baru yang berbentuk oval yang
independen. P. ovale umumnya berkembang biak dengan baik dalam media yang
mengandung lemak sebagai sumber energinya.
27

Pityrosporum ovale memiliki bentuk yang kecil, asporogenus, tidak
membentuk misel, dan tidak berfementasi. Selnya berbentuk oval seperti telur
atau bulat memanjang dengan ukuran 0,8-1,5 x 2-3 m pada sisik kulit dan
kadang-kadang ukurannya dapat mencapai 2-3 x 4-5 m di dalam kultur.
28

Spesies Pityrosporum dapat menghasilkan 2 macam bentuk morfologi
yaitu ragi dan miselium, tetapi ragi yang paling sering dikaitkan dengan flora
normal kulit. Bentuk ragi juga dominan dalam kultur, meskipun hifa dapat dilihat
dengan beberapa spesies. Beberapa spesies juga dapat menghasilkan miselium
secara in vitro dengan menggunakan berbagai media, meskipun tidak semua isolat
dari Pityrosporum mampu untuk menjalani transformasi tersebut.
29

Dinding sel dari genus Pityrosporum ini diferensiasinya buruk. Karena
sangat tebal dibandingkan dengan ragi lainnya (sekitar 0,12M) dan merupakan 26-

27
Khoirotunnisa Uswatun Hasanah, Uji Daya Antifungi Propolis Terhadap Candida
Albicans Dan Pityrosporum Ovale , Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta:
Surakarta, 2012 h. 11

28
Ibid, h.11

29
Ibid, h.11
17



37% dari volume sel. Komponen utama dari dinding sel adalah gula (70%),
protein (10%), dan lipid (15 sampai 20%), dengan sejumlah kecil nitrogen dan
sulfur. Dinding sel Pityrosporum terdiri dari dua lapisan dengan lekukan pada
lapisan bagian dalam dan lapisan luar lamelar sekitar dinding sel. Lapisan lamelar
merupakan sejenis pseudomembran, yang berperan dalam adhesi pada kulit.
Sitoplasma membran melekat pada permukaan dalam dinding sel. Jumlah dan
bentuk mitokondria dalam sel masing-masing dapat bervariasi, berbeda antara
bentuk sel bulat dan oval. Nukleus memiliki membran yang jelas dikelilingi oleh
nukleoplasma homogen granular. Vakuola berisi lipid dan bervariasi dalam
ukuran yang sesuai dengan umur sel .
30

c. Pertumbuhan dan perkembangbiakan Pityrosporum ovale dan Faktor
Lingkungan yang Mempengaruhinya

Sel ini bereproduksi dengan mengeluarkan tunas yang menempel pada sel
induknya sehingga sel yang sedang bereproduksi akan berbentuk seperti botol. Ketika
tunasnya masak, maka tunas tersebut akan melepaskan diri dari induknya dengan cara
membelah.
31
Sel induk dan sel anakan dipisahkan oleh septum, dan sel anak
meninggalkan bekas collarette dimana sel anakan berturut-turut akan muncul.
Pityrosporum ovale umumnya berkembang biak dengan baik dalam media yang
mengandung lemak sebagai sumber energinya.
32


30
Ibid h. 11

31
Melinda Arini, Pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol 70 % Pandan Wangi
(Pandanus Amaryllifolius Roxb.) Terhadap Flora Normal Di Kulit Kepala, Proposal Skripsi,
Universitas Pancasila Fakultas Farmasi :Jakarta, 2011 h. 16

32
Khoirotunnisa Uswatun Hasanah, Uji Daya Antifungi Propolis Te Crhadap Candida
albicans dan Pityrosporum ovale, Universitas Muhammadiyah: Surakarta , 2012 h. 11
18



Reproduksi secara seksual menghasilkan empat basidiospora progeny
yang ditunjang oleh basidium berbentuk ganda. Hifa mempunyai septa
kompleks.
33

Selain itu faktor luar (lingkungan) juga mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap pertumbuhan sel jamur yaitu faktor temperatur, kebasahan, nilai
osmotik dari medium, nutrien, pH, radiasi oleh sinar biasa dan radiasi oleh sinar-
sinar yang lain, penghancuran secara mekanik.
34

d. Karakteristik dan Sifat Pityrosporum ovale
Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa
menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling umum dijumpai
flora normal adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata,
mulut, saluran pernafasan atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital. Kulit
normal biasanya ditempati bakteria sekitar 102106 CFU/cm2.
35

Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal
atau mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme
tetap (resident microorganism). Flora transien terdiri atas mikroorganisme non
patogen atau potensial patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun
waktu tertentu (jam, hari atau minggu), berasal dari lingkungan yang

33
Jawetz, Melnick, dan Adelberg, Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23, Jakarta: EGC, 2007
h.639
34
Prof.Dr. D. Dwidjioseputro,Dasar- Dasar Mikrobiologi, Jakarta:Djambatan, 2005, h. 90
35
Melinda Arini, Pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol 70 % Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Flora Normal di Kulit Kepala, Universitas Pancasila:
Jakarta ,2011 h.17
19



terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada umumnya tidak menimbulkan penyakit
(mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora
transien dapat menimbulkan penyakit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas
bakteri, jamur, ragi, virus dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, dari
berbagai sumber yang pada akhirnya dapat terjadi kontak dengan kulit.
36

Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang
sehat yang ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit. Flora tetap terdiri
atas mikroorganisme jenis tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh
tertentu dan pada usia tertentu pula, jika terjadi perubahan lingkungan, mereka
akan segera kembali seperti semula. Flora tetap yang paling sering dijumpai
adalah Staphylococcus epidermidis dan Stafilokokkus koagulase negatif lainnya
dengan densitas populasi antara 102-103 CFU/cm2. Flora tetap tidak bersifat
patogen, kecuali Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit
jika telah mencapai jumlah 1.000.000 atau 106 per gram, suatu jumlah yang
cukup untuk memproduksi toksin. Sedikit populasi jamur (Pityrosporum) juga
ditemukan sebagai mikroorganisme tetap. Jenis dan jumlah mikroorganisme tetap
bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda di antara region
tubuh.
37


36
Jawetz, Dkk, Mikrobiologi Kedokteran (Terjemahan), Jakarta: Salemba Medika, 2001
h.276
37
Melinda Arini, Pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol 70 % Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Flora Normal di Kulit Kepala, Universitas Pancasila:
Jakarta ,2011 h.7

20



5. Dermatomikosis
Dermatomikosis merupakan istilah ataupun nama penyakit yang
disebabkan oleh jamur dermatofit. Jamur dermatofit tersebut di antaranya
Trichophyton sp, Candida dan Pityrosporum. Dermatomikosis ini disebut juga
ringworm, sebab karakteristik akibat jamur tersebut membentuk daerah luka
atau tempat terjadinya infeksi yang melingkar pada permukaan kulit. Di antara
beberapa jenis dermatomikosis yang paling sering ditemukan adalah kutu air,
kadas,kurap, kuku kapur, panu dan ketombe.
38

Salah satu jenis dermatomikosis yang terjadi pada daerah kulit yang
berambut adalah Dermatitis seboroik, yaitu inflamasi bersisik dari kulit kepala,
muka,dan kadang-kadang daerah tubuh yang lainnya seperti alis mata, muka
kronik dan superfisial.
39
Gejala yang ditimbulkan yaitu berupa bercak-bercak
eritematosa bersisik yang intermiten. Keadaan ini dapat timbul setiap saat sejak
masa bayi sampai masa tua dan dapat terasa agak gatal.
40

Dermatitis seboroik mempunyai predileksi pada daerah berambut karena
pada daerah banyak mengandung kelenjar sebasea seperti pada kulit kepala,
retroaurikula, alis mata, bulu mata, sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah
lipatan, aksila, inguinal glutea, di bawah buah dada.

38
I. Edward Alcamo, Fundamental of Microbiologi, California: Addison Wesley
Publising Company, Inc, 1984, h. 336

39
Dr. Lyndon Saputra, Kapita Selekta, (Binaputra Aksara Publisher:Tangerang): 2009, h.
42

40
Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, Patofisiologi edisi 4. EGC: Jakarta, 1985, h.
1279

21



Dermatitis seboroik ditadai dengan munculnya sisik yang berminyak pada
kulit kepala dengan derajat yang berbeda-beda. Pada kasus yang berat
menunjukkan papula bersisik sepanjang batas rambut. Dermatitis seboroik juga
dapat menyerang kulit di belakang telinga, alis mata, lipat nasobial dan kanalis
aurikularis eksterna-sisik berwarna kuning dan kemerahan.
41

Menurut daerah lesinya, dermatitis seboroik ini dibagi tiga, yaitu :
1) Seboroik kepala, Seboroik kepala terjadi pada daerah berambut, dijumpai
skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut
saling melengket. Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering
lepas sendiri yang disebut pitiriasis sika (ketombe). Seboroik jenis ini
menyebabkan rambut rontok sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal.
42

2) Seboroik muka, seboroik muka terjadi pada daerah muka dan alis mata yang
ditandai dengan terjadinya peradangan yang dapat menimbulkan bercak-bercak
kemerahan dan bersisik.
43

2) Seboroik badan dan sela-sela, yaitu bercak-bercak kemerahan dan bersisik
yang biasanya kelihatan di bawah payudara dan dalam lipatan badan, terutama
di sekeliling lipatan paha.
44


41
Dr. Lyndon Saputra, Kapita Selekta, (Binaputra Aksara Publisher:Tangerang): 2009,
h. 42

42
Melinda Arini, Pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol 70 % Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Flora Normal di Kulit Kepala, Jakarta : Universitas
Pacasila , 2011, h. 12

43
Clifford R.Anderson MD, Petunjuk KepadaKesehatan,. Bandung: Indonesia Publishing
House, 1983, h.298
44
Ibid, h.298
22



Salah satu jenis seboroik yang terjadi pada daerah kepala yaitu pitiriasis
sika (ketombe). Gejala umum ketombe biasanya munculnya serpihan putih pada
rambut. Serpihan tampak berminyak di rambut, bahu, dan kulit kepala. Kulit
kepala dapat terlalu kering atau berminyak.
45
Secara klinis ketombe ditandai oleh
warna kemerahan pada kulit dengan batas tidak jelas disertai skuama halus sampai
agak kasar, dimulai pada salah satu bagian kulit kepala, kemudian dapat meluas
hingga seluruh kulit kepala. Kelainan ini akibat proses deskuamasi fisiologis yang
lebih aktif yang disertai maupun tidak disertai peningkatan aktivitas kelenjar
sebasea. Umumnya dianggap sebagai permulaan atau bentuk paling ringan (tanpa
peradangan) dari dermatitis seboroik.
46

Berbagai kondisi memudahkan seseorang untuk terkena ketombe, antara
lain faktor genetik, pertumbuhan kulit yang cepat, keaktifan kelenjar sebasea,
stres, kelelahan, kelainan neurologi, dan penderita HIV/AIDS.
47

Pityrosporum ovale merupakan jamur lipofilik yang terdapat di lapisan
atas stratum korneum yang dapat berasosiasi pada keadaan ketombe dan
dermatitis seboroik. Jika pertumbuhan Pityrosporum ovale melebihi jumlah
normal maka akan meningkatkan proliferasi epidermal khususnya pada stratum

45
Melinda Arini, Pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol 70 % Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Flora Normal di Kulit Kepala, Jakarta : Universitas
Pacasila , 2011, h. 13

46
Nanda Daniswara, Perbandingan Efektivitas Air Perasan Buah Nanas (Ananas comosus
(L.) Merr) 100%, Zinc Pyrithione 1% dan Ketokonazol 1% Secara In Vitro Terhadap
Pertumbuhan Pityrosporum ovale, Artikel Karya Tulis Ilmiah, diterbitkan, Universitas
Diponegoro: Semarang, 2008. h. 4

47
Ibid h. 4

23



korneum atau pada folikel rambut sehingga menyebabkan ketombe. Ada tiga
faktor yang berhubungan dengan terjadinya ketombe yaitu sekresi dari glandula
sebasea, metabolisme mikrofloral, dan kerentanan individu.
48

C. Tumbuhan Berkhasiat Obat dan Pandangan Islam
Allah SWT sebagai Tuhan mempunyai tanda-tanda ketuhananNya berupa
hasil-hasil ciptaanNya, berupa langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya.
Termasuk juga kejadian-kejadian yang terjadi pada makhlukNya, seperti Allah SWT
menciptakan penyakit dan juga menciptakan obat, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW tentang hal tersebut :
Diriwayatkan dari Jabir r.a, dari Rasulullah Saw., Beliau bersabda : Setiap
penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat suatu penyakit, maka sembuhlah si
penderita dengan seizin Allah Azza wa Jalla.(H.R. Muslim)

Sebagai manusia yang dikaruniai akal, manusia diperintahkan untuk selalu
berpikir dan mencari sesuatu yang belum diketahui manfaat dan bahayanya, baik
itu benda mati maupun makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan.
49

Allah SWT menciptakan semuanya supaya manusia berpikir, seperti yang
dijelaskan di dalam firmanNya surat ar Rad (13) ayat 4:
O)4 ^O- /7Cg~
[4OOE4-G` eELE_4 ;}g)`
U4L;N vOEe4 1gC4
p-4OuLg +OOEN4 p-4OuLg
_OO+C 7.E) lg4
N]_E+^4 Og=^u4 _>4N
*u4 O) 1- _ Ep) O)

48
Deviani Ayu Laraswati, Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% Dengan
Ketoconazole 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum Ovale, Naskah Publikasi,
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta, 2011 h.1

49
Ara Miko Jaya, Isolasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Senyawa Saponin Dari akar Putri Malu
(Mimosa pudica), Diterbitkan, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim: Malang, 2010 h.38
24



CgO e4CE Og
]OUu4C ^j
Artinya : Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan
kebun-kebun anggur, tumbuhan-tumbuhan dan pohon korma yan
bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama.
Kami melebihkan sebahagian tanam-tumbuhan itu atas sebahagian
yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir. (QS
ar Rad (13) : 4)
50

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah telah melebihkan sebagian tanam-
tanaman yang satu atas sebagian tanaman yang lainnya dalam hal rasanya
demikian juga dalam hal besar kecilnya, warna serta bentuknya serta perbedaan-
perbedaan lain.
51
Seperti pada tumbuh-tumbuhan yang memiliki banyak senyawa-
senyawa yang dapat bermanfaat bagi manusia.
Allah SWT Maha Kuasa dengan segala ciptaanNya, sebagaimana
tercantum dalam firman Allah QS Lukman (31) ayat 10 :
4-UE= g4OEOO- )OO4)
l4E Og4+u4O> W _O^4
O) ^O- =/<44O p
EOg> 7) O+44 OgOg }g`
]7 lO+.-E1 _ 4L^4O^4
=}g` g7.EOO- w7.4`
E4u-4^ OgOg }g` ]
uEe CjOE ^
Artinya: Dia menciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnya dan Dia
meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu
tidak menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan padanya
segala macam jenis binatang. Dan Kami turunkan air hujan dari langit,
lalu Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang
baik. (QS Lukman (31) : 10)
52


50
Mohamad Taufik, Quran In Word Versi 1.0.0, Taufiq Product.

51
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah volume 6: Pesan, Kesan, dan Keserasian al Quran,
Lentera Hati: Jakarta, 2002 h.212

52
Mohamad Taufik, Quran In Word Versi 1.0.0, Taufiq Product.
25



Kata CjOE pada ayat di atas digunakan untuk menyifati segala
sesuatu yang
baik sesuai objeknya. Rizq dan karim adalah yang banyak, halal, dan bermanfaat.
Pasangan tumbuhan yang karim adalah yang tumbuh subur dan menghasilkan apa
yang diharapkan penananmnya (bermanfaat).
53
Ayat tersebut juga menjelaskan
bahwa Allah dengan kuasaNya menciptakan tumbuhan-tumbuhan di atas bumi ini
dengan bermacam-macam tumbuhan-tumbuhan yang baik. Demikian pula dalam
Firman Allah Q.S al Imran:191 yang berbunyi:
4g~-.- 4pNO7'O4C -.-
V41g~ -41ON~4 _O>4N4
)_)ONLN_ 4pNOO:E4-4C4 O)
-UE= g4O4OO-
^O-4 4L+4O 4` =e^UE=
-EOE- 1EgC4 ElE4E:c
E4 =-EO4N jOEL- ^_
Artinya: orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah
kami dari siksa neraka. (QS al Imran (3): 191)
54

Firman Allah wayatafakkaruunafiikhalqissamaawaat yang artinya Dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Maknanya adalah
mereka mengambil pelajaran dari semua penciptaan yang Allah ciptakan, dan
mengetahui bahwa tidak ada yang membuatnya kecuali Dzat yang tidak ada
tandingannya, yaitu Allah yang menguasai segala sesuatu dan Maha pemberi
rizki.
55
Ayat di atas juga menjelaskan agar manusia selalu bersyukur dan

53
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah volume 10: Pesan, Kesan, dan Keserasian al
Quran, Lentera Hati: Jakarta, 2002 h.288

54
Mohamad Taufik, Quran In Word Versi 1.0.0, Taufiq Product.

55
Abu Jafar Ath Thabari, Tafsir Ath Thabari volume 6, Jakarta: Pustaka Azam, 2008, h.
307
26



mengingat Allah SWT karena Allah menciptakan segala sesuatu tidak sia-sia.
Seperti halnya tumbuhan ketepeng cina yang banyak dimanfaatkan masyarakat
sebagai alternatif pengobatan.
56

D. Kerangka konseptual
Mikroorganisme bagi manusia ada yang bersifat menguntungkan dan ada
juga yang merugikan. Mikroorganisme yang menguntungkan yaitu
mikroorganisme yang mampu memberikan nilai ekonomis bagi kehidupan
manusia misalnya mikroorganisme yang membantu proses dalam pembuatan
makanan dan pembuatan minuman hasil fermentasi, berperan dalam pengendalian
hama, dan penghasil antibiotik. Sedangkan mikroorganisme yang merugikan bagi
manusia yaitu mikroorganisme yang dapat menimbulkan berbagai macam
penyakit pada manusia, hewan piaraan dan tanaman budidaya (mikroorganisme
patogenik). Selain itu ada pula flora mikroba normal yaitu mikroorganisme yang
menempati suatu daerah tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati,
tetapi di antara mikroba normal tersebut jika telah mencapai jumlah yang banyak
dapat menyebabkan penyakit.
Bakteri p. acnes merupakan salah satu mikroba normal yang dapat
menyebabkan penyakit pada kulit kepala (ketombe) atau dalam bahasa medisnya
dikenal dengan nama pitiriasis sika (dandruff), yaitu berupa pengelupasan sel
kulit mati pada kulit kepala secara berlebihan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor

56
Ara Miko Jaya, Isolasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Senyawa Saponin Dari akar Putri
Malu (Mimosa pudica), Diterbitkan, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim:
Malang, 2010 h.38
27



seperti suhu, kelembaban, kadar minyak yang tinggi, dan penurunan imunitas
(daya tahan) tubuh yang dapat memicu pertumbuhan berlebihan dari jamur ini .
Ketepeng cina merupakan salah satu tumbuhan herbal yang dapat
digunakan sebagai bahan alternatif pengobatan tradisonal. Hal ini
disebabkankandunga kimia yang terkandung di dalamnya, antara lan: rein alone-
emodina, rein alone emodina-diantron, rein alone emodina asam krisofanat
(dehidroksimetilantraquinone), tannin, alkaloida, saponin, flavonoida dan
antrakinon. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstarak daun ketepeng cina
dapat menghambat pertubuhan jamur Trichophyton sp, dengan potensi tumbuhan
ketepeng cina tersebut maka dilakukan penelitian lanjutan dengan tujuan untuk
melihat efektivitas daya hambat ekstrak daun ketepeng cina terhadap pertumbuhan
jamur Pityrosporum ovale yang dapat menyebabkan dermatomikosis atau
peradangan pada permukaan kulit kepala sebagaimana dijelaskan dalam skema
2.4 berikut:







28





Kerangka Konseptual Penelitian






















Mikroorganisme ada yang menguntungkan, merugikan (patogenik) dan
netral/normal.

mikroba normal merupakan mikroorganisme yang menempati suatu daerah
tanpa menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati, namun bila
berlebihan dapat menyebabkan keadaan yang abnormal pada inang yang di
tempati.

Pytirosporum ovale merupakan salah satu mikroorganisme normal , namun
dalam keadaan banyak dapat menyebabkan penyakit ketombe (Pitiriasis
sika)

Penyakit secara medis dapat diatasi dengan terapi obat-obatan farmasi dan
sintetik, tetapi dapat pula diobati dengan obat-obatan tradisional.

Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat efektivitas daya hambat ekstrak
daun ketepeng cina terhadap jamur lainnya, seperti penelitian yang
dilakukan untuk melihat efektivitas daya hambat ketepeng cina terhadap
pertumbuhan Pityrosporum ovale (jamur penyebab penyakit ketombe)



Hipotesis penelitian:
1. Ekstrak daun ketepeng cina berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan Pityrosporum ovale
2. Perbedaan konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina memiliki pengaruh
yang berbeda terhadap penghambatan pertumbuhan Pityrosporum
ovale.


29









BAB III
METODE DAN PROSEDUR


A. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen,
karena adanya perlakuan yang diberikan pada objek yang diteliti serta adanya
kontrol penelitian yang berperan sebagai pembanding.
57

B. Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilaksanakan mulai bulan Februari sampai dengan April
2013, di laboratorium mikrobiologi Tadris Biologi, Jurusan Tarbiyah STAIN
Palangka Raya.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua jamur Pityrosporum ovale yang
menyebabkan penyakit pitiriasis sika pada kulit kepala manusia, sedangkan
sampel penelitian adalah sebagian dari jamur Pityrosporum ovale yang kemudian
ditumbuhkan pada 30 medium lempeng NA (Nutrient Agar).

57
Dr. Ir. Kemas Ali Hanafiah, M.S., Rancangan Percobaan (Teori dan Aplikasi),Rajawali
Pers: Jakarta, 2010, h. 2
30



D. Instrumen Penelitian
Instrumen Penelitian yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:

1. Alat-alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan meliputi mikroskop cahaya, Evaporator Buche,
kaca penutup, autoklaf, hand sprayer 200 ml, cawan petri, lup, labu erlenmenyer
(150ml), jarum inokulasi, kaca benda, beaker glass (50 ml,200 ml, 500 ml),
jangka sorong, penggaris (30 cm), kertas grafik, gelas ukur (10 ml, 25 ml, 100
ml), rak tabung reaksi, timbangan, LAF, tabung reaksi, syrink, saputangan, lampu
spritus, blender, kertas saring, corong kaca, korek api, pisau, panci, kompor gas.
2. Bahan-bahan yang digunanakan
Bahan-bahan yang digunanakan meliputi daun ketepeng cina ( Cassia
alata L. ), akuades, agar powder, kapas, Beef Extract, alkohol 90 % dan 70%,
bacto pepton, laktosa, kultur murni Pityrosporum ovale pada medium NA.
E. Metode Penelitian
1. Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan konsentrasi ekstrak
daun ketepeng cina, sedangkan variabel terikatnya adalah pertumbuhan jamur
Pityrosporum ovale pada medium lempeng NA.
Sebagai parameter pertumbuhan koloni Pityrosporum ovale adalah ukuran
jarak koloninya yang tumbuh paling dekat dengan paper disc yang mengandung
ekstrak daun ketepeng cina.
F. Rancangan Percobaan
31



Rancangan percoabaan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL), karena faktor kondisi lingkungan dapat
diseragamkan ( homogen), kecuali faktor perlakuan yang diberikan.
Jumlah ulangan ditentukan berdasarkan rumus yaitu:
58

(t-1) (r-1) 15
Keterangan: t = jumlah perlakuan
r = jumlah ulangan
Berdasarkan penelitian tentang daun ketepng cina sebelumnya, maka
rentangan dan taraf konsentrasi ekstrak ketepeng cina disusun menjadi 10 taraf
dengan menggunakan 3 kali ulangan, yaitu :
K
0
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 0%
K
1
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 10%
K
2
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 20%
K
3
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 30%
K
4
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 40%
K
5
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 50%
K
6
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 60%
K
7
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 70%
K
8
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 80%
K
9
= Konsentarasi ekstrak ketepeng cina 90%
Jumlah ulangan yang digunakan adalah 3(tiga) kali, sehingga total unit penelitian
adalah 10 taraf x 3 ulangan = 30 unit penelitian.
G. Prosedur Penelitian

58
Dr. Ir. Kemas Ali Hanafiah, M.S., Rancangan Percobaan (Teori dan Aplikasi),Rajawali
Pers: Jakarta, 2010, h. 9
32



a. Menyiapkan Medium Lempeng NA
Pembuatan medium lempeng NA secara sederhana adalah sebagai berikut:
(1) Menyiapkan alat-alat yang bersih, kering, dan steril.
(2) Membuat medium Nutien Agar (NA), dengan formula:
Beef extrac... 3 gr
Bacto pepton 5 gr
Agar powder 15 gr
Aquadest. 1000 gr
59

(3) Memasukkan medium ke dalam labu erlenmenyer 500 ml, kemudian
memanaskannya sampai larutan homogen
(4) Menyiapkan sebanyak 30 buah cawan petri dan tabung reaksi.
(5) Menuangkan 10 ml larutan medium Nutrient Agar (NA) per cawan petri dan
medium kultur cair 100 ml dalam labu erlenmeyer serta aquades 1000 ml.
(6) Menutup seluruh cawan petri dengan kertas sampul, dan mengikatnya
menggunakan tali kasur. Menyumbat semua tabung reaksi dengan kapas, dan
memasukkannya ke dalam labu erlenmenyer.
(7) Mensterilisasikan seluruh cawan petri (30 cawan) dan medium kultur cair 100
ml dalam labu Erlenmeyer serta aquades 1000 ml dalam autoklaf pada suhu
121
o
C dengan tekanan 15 lb (pound) selama 30 menit.

59
Dr. H.M. Subandi, Drs., Ir., MP, Mikrbiologi, (PT. Remaja Rosda Karya; Bandung), 2010, h. 210
33



(8) Setelah proses sterilisasi selesai, selanjutnya bahan-bahan dibiarkan selama 2
x 24 jam. Jika medium terkontaminasi maka sterilisasi diulang kembali,
sebaiknya jika medium tidak terkontaminasi (tercemar) maka medium telah
siap untuk dipergunakan.
b. Menyiapkan Biakan Murni Pityrosporum Ovale
Langkah-langkah dalam mempersiapkan biakan murni Pityrosporum
Ovale adalah sebagai berikut:
1) Melakukan peremajaan biakan murni dengan menginokulasikan biakan murni
Pityrosporum Ovale pada medium lempeng NA yang baru, lalu diinkubasikan
selama 1 x 24 jam.
2) Setelah diperoleh kultur Pityrosporum ovale murni, kemudian
menginokulasikannya pada medium miring, sehingga kultur Pityrosporum
ovale mempunyai kemampuan tumbuh optimal.
3) Selanjutnya menginokulasikan kultur murni Pityrosporum ovale dari medium
lempeng NA ke dalam 100 ml medium cair NA secara aseptis.
4) Menginkubasikan medium cair yang telah diinokulasikan kultur murni selama
2 x 24 jam. Setelah itu biakan murni Pityrosporum ovale sudah siap untuk
digunakan dalam penelitian.
60

c. Menyiapkan Ekstrak Daun Ketepeng Cina
Langkah-langkah dalam menyiapkan ekstrak ketepeng cina adalah sebagai
berikut:

60
Cappucino, J G. N, Sherman, Microbiologi A Laboratori Manual, California:
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc h.358

34



1) Menyiapkan dan mencuci 200 gr daun ketepeng cina yang segar sampai
bersih, lalu diiris-iris kasar dengan ukuran 2 cm.
2) Memblender irisan kasar daun ketepeng cina dengan menambahkan 1000 ml
alkohol 90%, sampai diperoleh suspensi daun ketepeng cina, kemudian
didiamkan selama 2 jam.
3) Selanjutnya menyaring suspensi tersebut dengan menggunakan saputangan
steril, kemudian menyaringnya kembali dengan menggunakan penyaring
Buchner.
4) Setelah itu, hasil saringan daun ketepeng cina dipanaskan menggunakan
Evaporator buchi sampai kandungan alkohol habis, yang kemudian dijadikan
sebagai stok induk.
5) Menyiapkan 10 ml ekstrak daun ketepeng cina dengan konsentrasi 90%, yaitu
dengan cara mencampurkan 9 ml stok induk ekstrak daun ketepeng cina
dengan 1 ml akuades steril.
6) Menyiapkan 10 ml ekstrak daun ketepeng cina dengan konsentrasi 80%, 70%,
60%, 50%, 40%, 30%, 20%, 10%, dan 0% sebagai kontrol perlakuan
(perhitungan sama dengan poin 5).
61

d. Pemberian Ekstrak Daun Ketepeng Cina Pada Koloni Biakan
Pityrosporum ovale

Langkah-langkah kerja dalam memberikan ekstrak daun ketepeng cina
pada koloni Pityrosporum Ovale adalah sebagai berikut:

61
Modifikasi dari. Noor Hujjatusnaini, Pengaruh ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata L.) Terhadap
Penghambatan Pertubuhan Trychopyton sp, Palangka Raya: UNPAR, 2000, h. 23-24

35



1) Menyiapkan 30 cawan medium lempeng NA, kemudian memberikan kode-
kode perlakuannya pada setiap cawan.
2) Menyiapkan paper disc dengan diameter 2 cm sebanyak 30, kemudian
merendamnya ke dalam 9 beaker glass yang masing-masing berisi 10 ml
larutan ekstrak daun ketepeng cina sesuai dengan konsentrasi perlakuannya,
yaitu 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, dan 90%. Perendaman 1
lembar paper disc juga dilakukan pada larutan tanpa perlakuan konsentrasi
ekstra (0%) yang berfungsi sebagai kontrolnya. Perendaman tersebut
dilakukan selama 30 menit.
3) Menggoyang-goyangkan kultur cair Pityrosporum ovale secara perlahan
selama 3 menit, sehingga penyebaran mikroba jamur menjadi merata.
4) Kemudian menuangkan kultur murni cair Pityrosporum ovale yang telah
berumur 2 x 24 jam sebanyak 0,5 ml pada masing-masing 30 medium
lempeng NA dengan menggunakan syrink, sehingga diperoleh inokulan yang
relatif seragam.
5) Selanjutnya meletakkan masing-masing 1 paper disc yang telah direndam
selama 30 menit tersebut ke bagian tengah-tengah permukaan medium
lempeng NA secara aseptis sesuai dengan kode perlakuannya sebanyak 30
cawan.
6) Kemudian menyimpan 30 cawan petri ke dalam LAF pada suhu kamar.
7) Melakukan pengambilan data pada saat kultur Pityrosporum ovale berumur 1
x 24 jam, 2 x 24 jam, 3 x 24 jam, dan 4 x 24 jam.
H. Teknik Pengumpulan Data
36



Pengambilan data hasil penelitian dilakukan pada saat kultur Pityrosporum
ovale yang berjumlah 30 cawan petri berumur 1 x 24 jam, 2 x 24 jam, 3 x 24 jam,
dan 4 x 24 jam setelah pemberian perlakuan.
Data diambil pada semua unit penelitian, yaitu berupa hasil pengukuran
lebar (dalam satuan mm) antara sisi terluar paper disc yang mengandung ekstrak
perlakuan dengan koloni Pityrosporum ovale dipermukaan medium lempeng NA.
Dalam hal ini yang diukur adalah jarak koloni tumbuh Pityrosporum ovale yang
terdekat dengan paper disc.
I. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
menggunakan teknik Analisis Variasi (ANAVA), yang langkah-langkahnya dapat
disederhanakan:
1. Menyusun data ke dalam tabel
Data yang dikumpulkan seluruhnya dimasukkan ke dalam tabel data hasil
penelitian, seperti di bawah ini:
Tabel 3.1 Contoh Tabel Data Hasil Pengamatan
Perlakuan
Ulangan
Total


1 2 3
37



K
0
K
1
K
2
K
3
K
4
K
5
K
6
K
7
K
8
K
10





2. Menghitung Jumlah Kuadrat
Faktor korelasi (FK) =


JK
Total
=


JK
perlakuan
=


JK
Galat
=JK
total
JK
perlakuan
3. Menentukan Derajat bebas (db)
Db
perlakuan
= t 1 = 10 1 = 9
Db
Galat
= t (r t ) = 10 ( 3 - 1 ) = 20
Db
Total
= ( t . r ) 1 = ( 10 . 3 ) 1 = 29
4. Menentukan Kuadrat Tengah (KT)
KT
perlakuan
=


38



KT
Galat
=



5. Menghitung Harga F
hitung
F
hitung
=


6. Menghitung harga koefisien Keragaman (KK)
Koefisien keragaman (KK) berfungsi untuk mengukur besarnya variasi
data hasil penelitian, yang dinyatakan dalam satuan persen (%). Makin besar
harga KK, maka variasi data makin besar pula, begitu pula sebaliknya. Rumus
untuk menghitungnya adalah sebagai berikut:
KK =


7. Membuat tabel Ringkasan Analisis Variansi
Tabel 3.2 Contoh Tabel Ringkasan Analisis Variansi
Sumber
keragaman
Db JK KT F-Hitung
F-Tabel
5% 1%

Perlakuan
Galat

9
20


Total

29


Kriteria Pengujian Hipotesis
39



Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini disusun dalam bentuk
hipotesis statistik, yaitu:
Ho = Perlakuan pemberian konsentrasi ekstak daun ketepeng cina (Cassia alata
L.) tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap daerah
penghambatan pertumbuhan Pityrosporum Ovale.
Ha = Perlakuan pemberian konsentrasi ekstrak daun ketepeng cina (Cassia alata
L.) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap daerah penghambat
pertumbuhn Pityrosporum Ovale.
Pengujian hipotesis dilakukan berdasarkan perbandingan antara F-hitung
dengan F-tabel pada taraf signifikan 5% dan 1%, dengan criteria sebagai berikut:
(1) Jika harga F-Hitung < F-tabel 5%, maka Ho diterima dan Ha ditolak, sehingga
dapat dinyatakan bahwa perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh
signifikan dan tidak dilanjutkan dengan uji BNT.
(2) Jika harga F-tabel 1% > F-Hitung > F-tabel 5%, maka Ha diterima dan Ho
ditolak, sehingga dapat dinyatakan bahwa perlakuan yang diberikan
berpengaruh signifikan.
(3) Jika harga F-Hitung > F-tabel 1%, maka Ha diterima dan Ho ditolak, sehingga
dapat dinyatakan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat
signifikan.
Apabila F
tabel
1% > F
hitung
> F
tabel
5%, maka dapat dinyatakan bahwa
perlakuan yang diberikan bepengaruh signifikan yang dilanjutkan dengan uji
40



Duncan 5%, dan jika F
hitung
> F
tabel
1% maka dapat dinyatakan perlakuan yang
diberikan berpengaruh sangat signifikan, sehingga dapat dilanjutkan dengan uji
Duncan 1%. Prosedur uji beda jarak Duncan (BJND) ini adalah:
Tahap 1: Menentukan nilai BNT
BNT 5% = t 5% (db galat) x


BNT 1% = t 1% (db galat) x


Tahap 2: Menentukan nilai jarak nyata terdekat Duncan (JNTD)
JNTD 5% = P 5% x


JNTD 1% = P 1% x


J. Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2013.
Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam Tabel 3.3 sebagai berikut:

Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Penelitian
No

Kegiatan


Maret

April Mei
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. p Perijinan persiapan penelitian x x
2. Konsultasi persiapan penelitian x
3. Persiapan alat dan bahan x
4. Pelaksanaan penelitian x x
5. Pengambilan data x
6. Analisis data x x
7. Pembahasan data x x x
8. Penyusunan laporan x x x x
41















DAFTAR PUSTAKA
Alcamo, Edward. 1984. Fundamental of Microbiologi. California: Addison
Wesley Publising Company, Inc.
Ara Miko Jaya. 2010. Isolasi dan Uji Efektivitas Antibakteri Senyawa Saponin
Dari akar Putri Malu (Mimosa pudica).Diterbitkan. Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim: Malang
Anderson dan Clifford. 1983. Petunjuk Kepada Kesehatan. Bandung: Indonesia
Publishing House
Arisandi Yohana dan Andriani Yovita. 2009. Khasiat Berbagai Tanaman untuk
Pengobatan, Jakarta; Eska Media
Arini Melinda. 2011. Pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol 70 %
Pandan Wangi (Pandanus Amaryllifolius Roxb.) Terhadap Flora Normal
di Kulit Kepala. Universitas Pancasila Fakultas Farmasi :Jakarta

Ath Thabari, Abu Jafar. 2008. Tafsir Ath Thabari volume 6, Jakarta: Pustaka
Azam

42



Cappucino, J G. N, Sherman, Microbiologi A Laboratori Manual, California:
Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc
Dwidjioseputro. 2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Jakarta:Djambatan
Departemen Agama RI. 2002. Mushaf Al- Quran Terjamah Depok: Al Huda
Hanafiah. 2010. Rancangan Percobaan (Teori dan Aplikasi), Rajawali Pers: Jakarta
Hujjatusnaini Noor. 2000. Pengaruh Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia alata
L.) Terhadap Penghambatan Pertubuhan Trychopyton sp, Palangka Raya:
UNPAR
Jawetz, Melnick, dan Adelberg. 2001. Mikrobiologi Kedokteran (Terjemahan),
Jakarta: Salemba Medika
_______________. 2007. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23, Jakarta: EGC
Laraswati, Di Ayu. 2011. Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% Dengan
Ketoconazole 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan Pityrosporum
Ovale. Naskah Publikasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

Pelczar Michael j., dkk. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI
Price Sylvia dan Wilson Lorraine. 1985. Patofisiologi edisi 4. EGC: Jakarta
Prihastutik Yuli. 2008. Perbandingan Efektivitas Larutan Madu 90% Dengan
Asam Salisilat 1% Serta Ketokonazol 1% Secara In Vitro Terhadap
Pertumbuhan Pityrosporum Ovale Pada Ketombe, Artikel Karya Tulis
Ilmiah, Diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro:
Semarang
Putri ,G Meryend. 2011. Perbandingan Ekstrak Daun Ketepeng Cina (Cassia
Alata, Linn.) Dengan Ketokonazol 2 % Dalam Menghambat Pertumbuhan
Malassezia Furfur Pada Pityriasis Versicolor Secara In Vitro, Artikel
Penelitian Karya Tulis Ilmiah, Diterbitkan, Program Pendidikan Sarjana
Kedokteran: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro: Semarang

Puspita. 2010. Perbandingan Efektivitas Ekstrak Daun Kangkung (Ipomea
reptans) Dengan Ketokon 1% Secara In Vitro Terhadap Pertumbuhan
Pityrosporum ovale Pada Ketombe, Universitas Diponegoro: Semarang
Saputra Lyndon. 2009. Kapita Selekta. Binaputra Aksara Publisher: Tangerang
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Mishbah volume 6: Pesan, Kesan, dan
Keserasian al Quran, Lentera Hati: Jakarta.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Mishbah volume 10: Pesan, Kesan, dan
Keserasian al Quran, Lentera Hati: Jakarta.

43



Subandi. 2010. Mikrobiologi. PT. Remaja Rosda Karya; Bandung
Taufik Mohamad.______.Quran In Word Versi 1.0.0, Taufiq Product.
Uswatun Hasanah Khoirotunnisa. 2012. Uji Daya Antifungi Propolis Terhadap
Caandida Albicans dan Pityrosporum ovale, Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah: Surakarta
Van Steenis C.G.G.J, dkk. 2006. Flora Untuk Sekolah Di Indonesia. PT. Pradnya
Paramita: Jakarta
http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?mnu=2&id=42( Diakses tanggal
27 Desember 2012)

Anda mungkin juga menyukai