Anda di halaman 1dari 34

UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK ETANOL DAUN PARE

(Momordica charantia L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI


Propionibacterium acne

Oleh :

MARYANI
NIM : 11117018

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
CIREBON
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada dua faktor yang mempengaruhi kesehatan kulit, yakni faktor eksternal

dan internal (Wardani, 2010). Faktor eksternal diantaranya adalah sinar matahari,

polusi, debu, dan asap rokok. Sementara faktor internal adalah sakit yang

berkepanjangan karena kurangnya asupan gizi sehingga mempengaruhi kesehatan

kulit.

Indonesia sebagai Negara beriklim tropis, jenis kulit dan polusi udara menjadi

salah satu penyebab jerawat. Jerawat atau acne vulgaris, biasa disebut acne,

adalah penyakit kulit obstruktif dan inflamasi kronik pada pilosebasea yang

sering terjadi pada masa remaja (Movita, 2013).

Bakteri penyebab jerawat antara lain Propionibacterium acnes, dan

Staphylococcus epidermis. Propionibacteruim acnes merupakan flora normal

dari kelenjar pilosebaseus kulit manusia, bakteri ini menyebabkan jerawat dengan

menghasilkan lipase yang memecahkan asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam

lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan

sistem imun dan mendukung terjadinya jerawat. Bakteri ini termasuk tipe bakteri

anaerob gram positif yang toleran terhadap udara (Brook et al., 2005; Karyn,

2011).

1
2

Pengobatan jerawat sampai saat ini masih terus dikembangkan. Salah satu

solusi mengatasi jerawat adalah membunuh atau menghambat pertumbuhan

bakteri penyebab jerawat dengan antibiotik, seperti eritromisin, klindamisin,

tetrasiklin dan benzoil peroksida (Loveckova dan Havlikova, 2002). Menurut

Utami (2012), penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan bakteri

yang semula sensitif menjadi resisten. Oleh karena itu, diperlukan pencarian

senyawa antibakteri alami dengan memanfaatkan zat aktif pembunuh bakteri

yang terkandung dalam tanaman (Khunaifi, 2010).

Banyak sekali jenis tanaman bahan alam yang digunakan sebagai obat

jerawat dimasyarakat. Salah satu tanaman yang telah dikenal dan digunakan

secara luas oleh masyarakat adalah tanaman pare. Bagian tanaman pare yang

berkhasiat dalam pengobatan yaitu buah dan juga daunnya Buah pare sangat

mudah sekali ditemukan dan didapatkan hampir di seluruh Indonesia. Masyarakat

Indonesia telah sejak lama menggunakan buah pare sebagai hidangan sehari-hari

dan juga telah lama dipercaya digunakan sebagai antibakteri, tetapi sebaliknya

manfaat daun pare sebagai obat maupun untuk dikonsumsi oleh masyarakat

belum banyak diketahui (Jayanto, 2015).

Daun pare berkhasiat untuk mengobati demam, batuk, malaria, disentri,

rematik dan sariawan (Subahar, 2004). Selain itu, masyarakat menggunakan daun

pare sebagai penghilang bekas luka maupun jerawat, dengan cara digunakan

sebagai masker wajah dengan cara mengambil segenggam daun pare segar cuci

bersih, diremas-remas hingga halus, tambahkan sedikit air hangat lalu peras.

Campur air perasan daun pare dengan dua sendok makan tepung beras hingga
3

teksturnya seperti lotion. Oleskan pada wajah berjerawat atau bagian bekas luka,

biarkan hingga mengering lalu cuci dengan air bersih.

Kandungan kimia daun pare adalah flavonoid, alkaloid, saponin, triterpenoid,

steroid, glikosida (Silvy, 2012). Saponin, charantin dan glikosida cucurbitacin

memiliki efek menurunkan kadar gula darah. Flavonoid berfungsi sebagai

antimikroba dan triterpenoid sebagai antifagus atau insektisida dan

mempengaruhi sistem saraf (Subahar TS, 2004). Ekstrak buah pare dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne. Hasil penelitian

Daswi dan Asmawati (2018) menunjukkan bahwa ekstrak buah pare dapat

menghambat bakteri Propionibacterium acne pada Konsentrasi Hambat

Minimum (KHM) 2,5%. Belum ada penelitian yang menguji daun pare terhadap

bakteri Propionibacterium acne, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan menggunakan ekstrak daun pare terhadap bakteri

Propionibacterium acne.

Penulis akan melakukan penelitian yang berjudul “UJI DAYA HAMBAT

EKSTRAK ETANOL DAUN PARE (Momordica charantia L.) TERHADAP

PERTUMBUHAN BAKTERI Propionibacterium acne.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

pertanyataan sebagai berikut:


4

1. Apakah esktrak etanol daun pare (Momordica charantia) pada

konsentrasi 20% 40% 60% dan 80% dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne?

2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol daun pare (Momordica

charantia L.) memiliki daya hambat paling besar terhadap bakteri

Propionibacterium acne?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ekstrak etanol daun pare pada konsentrasi

20%, 40%, 60%, dan 80% dapat menghambat pertumbuhan bakteri

Propionibacterium acne.

2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui pada kosentrasi berapakah ekstrak etanol daun pare

(Momordica charantia) yang memiliki daya hambat paling besar terhadap

bakteri Propionibacterium acne

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
5

Manfaat yang diambil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

daya hambat ekstrak etanol daun pare terhadap bakteri

Propionibacterium acne.

3. Manfaat Metodologi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam

mengetahui cara menguji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol daun

pare.

4. Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi mengenai manfaat lain

daun pare sebagai bahan alternatif dalam pengobatan antibakteri yang

disebabkan bakteri Propionibacterium acne dan hasilnya dapat dijadikan

referensi pada penelitian lebih lanjut.

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini menggunakan sampel ekstrak etanol daun pare (Momordica

charantia L.). Daun pare diperoleh dari daerah Srengseng, Kabupaten

Indramayu. Proses ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi menggunakan

pelarut etanol 70%. Metode pengujian ekstrak etanol daun pare (Momordica

charantia L.) dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80% terhadap bakteri

Propionibacterium acne dilakukan dengan metode difusi cetak lubang. Penelitian


6

ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Sekolah Tinggi Farmasi

Muhammadiyah Cirebon pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2020
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Pare (Momordica charantia )

1. Klasifikasi Tanaman Pare (Momordica charantia)

Gambar 2.1 Tanaman Pare (Momordica charantia)

(Dokumentasi Pribadi)

Sistematika tumbuhan pare adalah sebagai berikut : (Subahar, 2004)

Division : Spermatophyta

Subdivision : Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Cucurbitales

Family : Cucurbitaceae

Genus : Momordica

Spesies : Momordica charantia

6
7

2. Morfologi Tanaman Pare (Momordica charantia)

Pare merupakan tanaman berbuah pahit yang dapat hidup di daerah

beriklim tropis, termasuk di kawasan Asia. Tanaman ini mudah

dibudidayakan, tumbuhnya tidak tergantung musim. Pare berpotensi

komersial bila dibudidayakan secara intensif dalam skala agribisnis (Novi

dan Rizki, 2016).

Tanaman pare termasuk dalam anggota famili Cucurbitaceae yang

tergolong tanaman herba berumur satu tahun atau lebih. Tanaman ini

tumbuh menjalar dan memanjat dengan batang yang memiliki alat

pembelit di dekat daun, tidak berkayu, memiliki bulu agak kasar ketika

masih muda, namun gundul ketika tua. Bentuk daunnya menjari,

menyerupai kaki dengan tanpa daun penumpu. Bunganya berwarna

kuning muda. Buahnya berwarna hijau, kuning sampai jingga dengan

bentuk bulat telur memanjang dan memiliki rasa pahit jika dimakan.

Bijinya keras dan berwarna cokelat kekuningan (Liani, 2016).

Daun pare berbentuk bulat telur, berbulu, dan berlikuk. Susunan

rulang daunnya menjari. Tangkai daun tumbuh dari ketiak daun. Panjang

tangkai daun mencapai 7-12 cm. Daunnya berwarna hijau tua dibagian

permukaan atas dan permukaan bawahnya berwarna hijau muda atau

kekuningan, letak daun pare berseling dengan panjang tangkai 1,5-5,3 cm.

Daun tunggal, berbentuk membulat dengan pangkal bentuk jantung, garis

tengah 4-7 cm (Gunawan, 2001).

Menurut Sebayang dkk (2015) ada beberapa jenis pare yang terdapat

di pasaran antara lain pare gajih, pare hijau, pare import dan pare belut.

Jenis pare tersebut adalah sebagai berikut:


8

a. Pare Gajih

Pare gajih merupakan jenis pare yang paling banyak disukai dan

dibudidayakan oleh masyarakat. Pare ini biasa dikenal dengan sebutan

pare putih atau pare mentega. Bentuk buahnya panjang dengan ukuran

30-50 cm dengan diameter buah 3-7 cm serta memiliki berat 200-500

gram/buah.

b. Pare Hijau

Pare hijau merupakan pare yang berwarna hijau berbentuk lonjong,

kecil dengan bintil agak halus pada buahnya. Panjang buah pare hijau

15-20 cm. Daging buahnya tipis dan rasanya pahit. Pemeliharaan pare

hijau ini tergolong mudah, karena tanpa lanjaran atau para-para

tanaman pare hijau ini sudah bisa tumbuh dengan baik.

c. Pare Import

Pare import merupakan pare yang berasal dari taiwan. Varietas pare

import yang beredar di Indonesia meliputi known-you green, known-

you now, dan moonshine dengan perbedaan yang dapat dilihat dari

permukaan kulit, kecepatan tumbuh, bentuk buah dan ukuran buah.

Pare ini sulit dibudidayakan karena benih pare ini merupakan hibrida

yang final stock sehingga jika ditanam tidak dapat menghasilkan bibit

baru dan jika tetap ditanam akan menghasilkan produk yang jelek.

d. Pare Belut

Pare belut merupakan jenis pare yang kurang populer di masyarakat.

Pare ini berbentuk panjang menyerupai sebuah belut. Panjang pare ini

berkisar antara 30-110 cm dengan diameter sebesar 4-8 cm.


9

3. Kandungan Kimia Tanaman Pare (Momordica charantia)

Pare (Momordica charantia L.) merupakan tanaman yang

banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Umumnya pare

dijadikan sebagai bahan makanan pada masakan. Disisi lain, pare

memiliki kandungan senyawa kimia yang baik untuk tubuh manusia

yang mengkonsumsinya. Senyawa aktif dan metabolit sekunder

banyak terkandung dalam daun, buah, dan biji dari pare. Pada bagian

daun pare banyak mengandung senyawa kimia seperti vitamin A,

vitamin B, vitamin C, saponin, flavonoid, steroid/triterpenoid, asam

fenolat, alkaloid, dan karotenoid. Pada buah pare diketahui bahwa

terdapat berbagai senyawa kimia seperti momordisin, karantin,

saponin, flavonoid, steroid/triterpenoid, karbohidrat, alkaloid, vitamin

A, vitamin B, dan vitamin C. Pada biji mengandung senyawa asam

lemak, asam butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam stearat

(Subahar, 2004)

B. Acne Vulgaris

1. Definisi

Acne vulgaris adalah gangguan inflamasi kronis kulit pada yang

mempengaruhi folikel sambut. Acne vulgaris mempengaruhi lebih dari

80% remaja; bertahan di luar usia 25 tahun pada 3% pria dan 12% wanita.

Acne vulgaris adalah kelainan polimorfik yang terjadi pada wajah (99%),

punggung (60%) dan dada (15%). Pertumbuhan acne vulgaris disebabkan

oleh berbagai faktor seperti genetik, endokrin (androgen, pituitari

sebotropik), faktor makanan, keaktifar dari kelenjar sebasea, faktor psikis,


10

musim, faktor stress, infeksi bakteri (Propionibacterum acnes),

kosmetika, dan bahan kimia yang lainnya (Shweta dan Swamalatha

2011).

4. Klasifikasi dan Grading Acne Vulgaris

Berdasarkan keparahan klinis acne vulgaris dibagi menjadi ringan,

sedang dan berat. Klasifikasi dari bagian Ilmu penyakit kulit dan kelamin

FKUI / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusomo sebagai berikut : (Djuanda,

2007).

a. Ringan, bila: Jumlah komedo tertutup atau komedo terbuka <20

buah/wajah, atau terdapat jumlah lesi inflamasi (Papul, nodul, pustul)

<15 buah/wajah atau jumlah total lesi (jumlah komedo dan lesi

inflamasi) <30 buah/wajah (Riyanto dkk, 2015).

b. Sedang, bila: Jumlah komedo tertutup atau komedo terbuka <20- 100

buah/wajah, atau terdapat jumlah lesi inflamasi (Papul, nodul, pustul)

<15-50 buah/wajah atau jumlah total lesi (jumlah komedo dan lesi

inflamasi) <30-125 buah/wajah (Riyanto dkk, 2015).

c. Berat, bila: jumlah kista >5 buah/wajah, jumlah komedo tertutup atau

komedo terbuka >100 buah/wajah, atau terdapat jumlah lesi inflamasi

(Papul, nodul, pustul) >50 buah/wajah atau jumlah total lesi (jumlah

komedo dan lesi inflamasi) >125 buah/wajah (Riyanto dkk, 2015).

Dalam klasifikasi ini dikatakan sedikit apabila jumlah < 5,

beberapa 5- 10 dan banyak >10 lesi. Tak beradang meliputi komedo


11

putih, komedo hitam dan papul. Sedangkan beradang meliputi pustul,

nodus dan kista.

C. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan

mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang

merugikan. Mikroorganisme dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan

menginfeksi dan menimbulkan penyakit. Antibakteri termasuk kedalam

antimikroba yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Ditjen

POM, 2008). Zat-zat antibakteri dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan jenis

daya kerjanya terhadap bakteri, yaitu:

1. Bakteriostatik, yaitu bekerja dengan mencegah atau menghambat

pertumbuhan atau pengembangbiakan bakteri sangat tergantung pada

daya tahan tubuh. Termasuk dalam golongan ini adalah sulfonamide,

tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, trimetropim, linkomisin,

klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-lain (Ditjen POM, 2008).

2. Bakteriosida, yaitu aktif membasmi kuman, dengan kata lain dapat

membunuh bakteri. Termasuk dalam golongan ini adalah penisilin,

sefalosporin, aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, polipeptida,

rifampisin, isoniazid, dan lain-lain (Ditjen POM, 2008).

D. Uji Aktivitas Antimikroba

1. Metode Difusi

a. Metode disc diffusion (tes Kirby&Bauer)


12

Metode ini digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba.

Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar

yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media

agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan

pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan

media agar.

e. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum

Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum),

yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme.

f. Ditch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan

pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam

cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji

(maksimum 6 macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen

antimikroba.

g. Cup-plate technique

Metode ini serupa dengan metode diiisc diffusion, dimana dibuat

sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme

dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

h. Gradient-plate technique

Metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara

teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan

larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang kedalam cawan


13

petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya

dituang diatasnya. Plate diinkubasi selama 24 jam untuk

memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media

mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam). Digoreskan pada arah

mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai

panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin

dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.

5. Metode Dilusi

a. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau

KHM (kadar hambat minimum) dan MBC (Minimum bactericidal

concentration) atau KBM (Kadar Bunuh Minimum). Cara yang

dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba

pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji.

i. Metode dilusi padat/ solid dilution test

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan

media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi

agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa

mikroba uji (Pratiwi, 2008).

E. Amoxicillin
14

Amoxicillin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk

pengobatan seperti infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran

seni, gonorhoe, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp,

seperti demam tipoid. Amoxicillin adalah turunan penisilin yang tahan asam

tetapi tidak tahan terhadap penisilinase. Amoksisilin mempunyai spektrum

antibiotik serupa dengan ampisilin. Beberapa keuntungan amoksisilin

dibanding ampisilin adalah absorbsi obat dalam saluran cerna lebih

sempurna, sehingga kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi.

Efek terhadap Bacillus dysentery, amoksisilin lebih rendah dibanding

ampisilin karena lebih banyak obat yang diabsorbsi oleh saluran cerna

(Siswandono, 2000).

Amoxicillin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak

menghasilkan β-laktamase dan aktif melawan bakteri gram negative karena

obat tersebut dapat menembus pori-pori dalam membran fosfolipid luar

(Neal, 2007).

F. Propionibacterium acnes

Gambar 2.2: Proopionibacterium acnes

Klasifikasi Propionibacterium acnes:


15

Kingdom : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Class : Actinomycetales

Ordo : Propionibacterianeae

Family : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Species : Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes termasuk dalam kelompok bakteri

corynebacteria. Bakteri ini termasuk flora normal kulit. Propionibacterium

acnes berperan pada pathogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase

mencegah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat

mengakibatkan inflamasi jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun

dan mendukung terjadinya acne.

Propionibacterium acnes termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat.

Bakteri ini tipikal bakteri anaerob gram positif yang toleran terhadap udara.

Genome dari bakteri ini telah dirangkai dan sebuah penelitian menunjukkan

beberapa gen yang dapat menghasilkan enzim untuk meluruhkan kulit dan

protein, yang mungkin immunogenik (mengaktifkan sistem kekebalan tubuh).

(Anastasia, 2010)

Bakteri Propionibacterium acnes hidup di dalam folikel dan kelenjar

keringat yang jauh dari permukaan kulit. Di folikel tersebut, bakteri

Propionibacterium acnes menggunakan sebum, sisa-sisa sel yang sudah mati

dan produk sampingan metabolik dari jaringan kulit di sekitar sebagai sumber

energy utama mereka. Peningkatan produksi sebum yang dipicu oleh kelenjar
16

minyak yang terlalu aktif atau penyumbatan folikel dapat melipat gandakan

jumlah bakteri Propionibacterium acnes (Radji, 2011).

Propionibacterium acnes ikut serta dalam pathogenesis jerawat dengan

menghasilkan lipase, yang memecahkan asam lemak bebas dari lipid kulit.

Asam lemak ini dapat menimbulkan radang jaringan dan ikut menyebabkan

jerawat (Miratunnisa dkk, 2015).

Propionibacterium acnes yang merupakan mikroorganisme utama yang

ditemukan didaerah infrainfundibulum dan dapat mencapai permukaan kulit

dengan mengikuti aliran sebum (Bernadette dkk, 2016). Propionibacterium

acnes merupakan flora normal pada kelenjar pilosebasea. Propionibacterium

acnes menghasilkan enzim lipase, protease, hialurodinase yang menyebabkan

inflamasi.

Propioronibacterium acnes memiliki kemampuan resistensi terhadap

fagositosis dan dapat bertahan di dalam makrofag. Resistensi terhadap

fagositosis disebabkan struktur dinding sel oganisme yang kompleks dan

memiliki lapisan fibrilar pada permukaannya (Perry dan Lambert, 2006).

G. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain ,

berupa bahan yang telah dikeringkan.

1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian

tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang
17

secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu

dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara

tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.

6. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan

atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat

kimia murni.

7. Simplisia Pelikan (mineral)

Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan pelikan

(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan

belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1980).

H. Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan proses pemisahan senyawa dari

matriks atau simplisia dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ada

beberapa istilah yang banyak digunakan dalam esktraksi, antara lain

ekstraktan (pelarut yang digunakan untuk ekstraksi), rafinat (larutan senyawa

atau bahan yang akan diekstraksi), dan linarut (senyawa atau zat yang

diinginkan terlarut dalam rafinat).


18

Tujuan ekstraksi adalah menarik atau memisahkan senyawa dari

campurannya atau simplisia. Ada berbagai cara ekstraksi yang telah

diketahui. Masing-masing cara tersebut memiliki kelebihan dan

kekurangannya. Pemilihan metode dilakukan dengan memperhatikan antara

lain sifat senyawa, pelarut yang digunakan dan alat tersedia. (Hanani, 2014).

Berikut beberapa cara ekstraksi:

1. Ekstraksi menggunakan pelarut

a. Cara dingin

1) Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik

berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus).

Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut

setelah dilakukan penyaringan maserasi pertama, dan seterusnya.

2) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahap pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetasan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh

ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

j. Cara panas
19

1) Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan

pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga

dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

3) Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

4) Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan pada temperatur 40-50˚C.

5) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur

terukur 96-98˚C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

6) Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30˚C) dan

temperatur sampai titik didih air.


20

8. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap

(minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air

berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap

dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sem purna dan

diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan

menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa

kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Depkes

RI, 2000).

I. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga

memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).

J. Sterilisasi

Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan semua

jenis organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganisme (protozoa, fungi,

bakteri mycoplasma, virus) yang terdapat pada /di dalam suatu benda. Proses

ini melibatkan aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk

membunuh atau menghilangkan mikroorganisme.


21

Metode sterilisasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisik dan metode

kimia. Metode sterilisasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan

kimia, sedangkan metode sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan cara panas

baik panas kering maupun panas basah, radiasi, dan filtrasi. Metode sterilisasi

yang biasa digunakan adalah metode sterilisasi panas merupakan metode

yang dapat dipercaya dan banyak digunakan. Metode sterilisasi ini digunakan

untuk bahan yang tahan panas. Metode sterilisasi panas dengan panggunaan

uap air disebut metode sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah. Metode

sterilisasi panas tanpa kelembabpan (tanpa penggunaan air) disebut metode

sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering.

Sterilisasi panas kering berfungsi untuk mematikan organisme dengan

cara mengoksidasi komponen sel ataupun mendenaturasi enzim. Metode ini

tidak dapat digunakan untuk bahan yang terbuat dari karet atau plastik, waktu

sterilisasinya lama (sekitar 2-3 jam), dan berdaya penetrasi rendah.

Sterilisasi panas basah dengan perebusan menggunakan air mendidih

100˚C selama 10 menit efektif untuk sel-sel vegetatif dan spora eukariot,

namun tidak efektif untuk endospore bakteri. Sterilisasi panas basah

menggunakan temperatur diatas 100˚C dilakukan dengan uap yaitu

menggunakan autoklaf, alat serupa pressure cooker dengan pengatur tekanan

dan klep pengaman.

Prinsip autoklaf adalah terjadinya koagulasi yang lebih cepat dalam

keadaan basah dibandingkan keadaan kering. Proses sterilisasi dengan

autoklaf ini dapat membunuh mikroorganisme dengan cara mendenaturasi

atau mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel mikroorganisme.

Proses ini juga dapat membunuh endospora bakteri.(Pratiwi, 2008)


22

K. Suspensi Mc.Farland

Mc Farland adalah penyetaraan konsentrasi mikroba dengan

menggunakan larutan BaCl2 1% dan H 2 SO4 1%. Standar kekeruhan Mc

Farland ini dimaksudkan utnuk menggantikan perhitungan bakteri satu per

satu dan untuk memperkirakan kepadatan sel yang akan digunakan pada

prosedur pengujian antimikroba.


32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode eksperimen

yaitu melakukan percobaan dan pengamatan pada objek yang sedang diteliti

untuk mengetahui daya hambat ekstrak etanol dau pare (Momordica

charantia L.) dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan 80% terhadap

pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes.

L. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol daun pare

dengan konsentrasi 20% 40% 60% dan 80% yang dibuat di Laboratorium

Mikrobiologi Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Cirebon.

M. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Farmakognosi

Sekolah Tinggi Farmasi Muhammadiyah Cirebon yang dilaksanakan pada

bulan Januari sampai dengan Juni 2020.


32

N. Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan dengan mencatat

hasil yang diperoleh selama melaksanakan penelitian. Data primer pada

penelitian ini berupa diameter hambat (cm) pada bakteri

Propionibacterium acne.

9. Data Sekunder

Data sekunder adalah data pendukung penelitian yang diperoleh dari data-

data dan keterangan yang didapat dari beberapa buku dan sumber yang

mampu menunjang penelitian yang sama.

O. Hipotesis

1. H 0: Ekstrak etanol daun pare (Momordica charantia L) tidak dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes

2. H 1: Ekstrak etanol daun pare (Momordica charantia L) dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acnes

P. Variabel

1. Variable Bebas

Ekstrak etanol daun pare (Momordica charantia L) dengan konsentrasi

20% 40% 60% dan 80%.


32

10. Variable Terikat

Daerah hambatan terhadap pertumbuhan bakteri Propionibacterium

acnes yang dipengaruhi ekstrak etanol daun pare (Momordica charantia

L) dengan konsentrasi 20% 40% 60% dan 80%.

Q. Pengolahan Data

Data hasil penelitian dan pengujian akan diolah dan dianalisis,

kemudian membandingkan hasil yang diperoleh ditarik kesimpulan dari hasil

pengujian data tersebut. Analisis data dengan menggunakan One Way

Annova.

R. Alat dan Bahan

1. Alat

Autoklaf (Model 25 x Eledriel 38 max); timbangan analitik; bejana

(wadah maserasi); gelas ukur 10ml (Pyrex); 100ml (Pyrex); beacker glass

100ml; beacker glass 150ml; cawan uap; waterbath; vacum rotary

evaporator (IKA); labu ukur 10ml (Iwaki); erlenmeyer 250ml (Pyrex);

Bunsen; jarum ose; cawan petri (Pyrex 90-100 mm); tabung reaksi (Pyrex

12 x 75 mm); inkubator (Memmert); tipcon; spuit injeksi 1 cc (Terumo

Syringe); jangka sorong (Krisbow); mikropipet 20 µ (Baeco Germany).

11. Bahan

Simplisia daun pare; NaCL fisiologis 0,9%; etanol 70%; Aqua Pro Injeksi

(Kimia Farma); Nutrient Agar (Oxoid); Aquadest (Sanbe Farma); Bakteri


32

Propionibacterium acnes; Amoxicillin Injeksi (Sanbe Farma); bahan

untuk desinfektan (Wipol).

S. Prosedur Kerja

1. Pembuatan simplisia daun pare


Pemilihan daun pare, daun yang dipilih adalah daun yang masih segar,

kemudian daun pare tersebut dibersihkan agar tidak ada kotoran yang

menempel di daun pare. Setelah itu daun pare yang sudah dibersihkan

dikeringkan dibawah sinar matahari. Setelah dikeringkan, daun pare tersebut

dipotong kecil - kecil kemudian ditimbang sebanyak 500 gram.

3. Pembuatan ekstrak daun pare


Timbang potongan simplisia daun pare seberat 500 g, direndam di dalam

maserator yang berisi cairan penyari yaitu etanol 70% sebanyak 3750 ml

selama 3 hari dan sesekali diaduk. Setelah 3 hari saring dan diperas dicuci

ampas dengan cairan penyari 1250 ml, kemudian wadah ditutup, biarkan

ditempat sejuk terlindung dari cahaya. Ekstrak dipekatkan dengan rotary

evaporator, kemudian dilanjutkan dengan penguapan di atas waterbath

sampai diperoleh ekstrak kental.

Ekstrak yang diperoleh kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi

sebagai berikut :
32

a. Konsentrasi 20% b/v


Sebanyak 1 gram ekstrak daun pare (Momordica charantia.)

dimasukkan kedalam labu ukur lalu ditambahkan etanol 70% hingga 5

ml.

k. Konsentrasi 40% b/v


Sebanyak 2 gram gram ekstrak daun pare (Momordica charantia.)

dimasukkan kedalam labu ukur lalu ditambahkan etanol 70% hingga 5

ml.

l. Konsentrasi 60% b/v


Sebanyak 3 gram gram ekstrak daun pare (Momordica charantia.)

dimasukkan kedalam labu ukur lalu ditambahkan etanol 70% hingga 5

ml.

m. Konsentrasi 80% b/v


Sebanyak 4 gram ekstrak daun pare (Momordica charantia.)

dimasukkan kedalam labu ukur lalu ditambahkan etanol 70% hingga 5

ml.

4. Pembuatan Kontrol
a. Kontrol Positif
Sediaan antibiotik yang digunakan adalah injeksi amoxicillin 1% b/v.

Serbuk amoxicillin dari sediaan injeksi amoxan (Sanbe Farma) setara

dengan 1 gram amoxicillin ditambahkan aqua pro injeksi sedikit,

kocok hingga larut. Kemudian masukkan dalam labu ukur 100 mL,

tambahkan aqua pro injeksi hingga 100 mL dan kocok hingga

homogen.
32

n. Kontrol Negatif
Kontrol negatif dalam penelitian ini berupa Etanol 70%.

5. Sterilisasi alat
a. Tahap-tahap pencucian alat
Alat yang digunakan disterilisasi, terlebih dahulu harus dibersihkan

dari lemak, kotoran ataupun senyawa lainnya yang dapat mempengaruhi

hasil sterilisasi dengan menggunakan detergen.

o. Sterilisasi alat
Setelah dicuci, alat-alat disumbat mulutnya dengan menggunakan

kapas berlemak yang dibungkus dengan kassa, kemudian dibungkus

dengan kertas perkamen dan diikat dengan benang kasur. Sedangkan

untuk Baecker glass mulutnya hanya ditutup dengan kertas perkamen dan

diikat dengan benang kasur. Alat-alat tersebut kemudian di sterilkan

dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, setelah suhu tercapai

jaga agar konstan.

6. Pembuatan media agar miring


a. Timbang nutrient agar seberat 0,28 gram.

p. Larutkan dengan aquadest sebanyak 10 ml di dalam Beacker

glass aduk sampai larut.

q. Panaskan larutan nutrient agar di atas api kecil sampai jernih

dan homogen, kemudian tutup dengan kapas berlemak, bungkus

dengan kertas perkamen dan ikat dengan benang kasur.

r. Sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.


32

s. Setelah steril tuangkan media ke dalam tabung reaksi,

kemudian miringkan dan biarkan memadat.

7. Pembuatan media cawan petri


a. Timbang nutrient agar seberat 2,24 gram.

b. Larutkan dengan aquadest sebanyak 80 ml didalam labu erlenmeyer

aduk sampai sampai larut.

c. Panaskan larutan nutrient agar di atas api kecil sampai jernih dan

homogen, kemudian tutup dengan kapas berlemak, bungkus dengan

kertas perkamen dan ikat dengan benang kasur.

d. Sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

e. Dituangkan kedalam cawan petri masing-masing 20 ml biarkan

hingga memadat.

8. Peremajaan bakteri Propionibacterium acnes


a. Ambil jarum ose, flambir sampai ujung menjadi pijar kemudian

pemanasan diteruskan perlahan-lahan ke arah pegangan sampai batas

kawat.

b. Ambil tabung reaksi yang berisi biakan bakteri Propionibacterium

acnes, buka tutup tabung kemudian flambir mulut tabung.

c. Ambil 1 ose inokulasi bakteri Propionibacterium acnes dengan jarum

ose lurus, kemudian mulut tabung di flambir dan tutup kembali.

d. Inokulasikan pada agar miring secara zig-zag, tutup, kemudian

inokulasikan pada suhu 37°C selama 24 jam.


32

9. Pembuatan suspensi Mc Farland 0,5


Larutan suspensi Mc Farland digunakan untuk membandingkan suspensi

bakteri. Larutan baku ini mempunyai dua komponen, yaitu larutan BaCl2

Sebanyak 0,05 ml dilarutkan dengan H2SO4 sebanyak 9,95 ml dalam labu

ukur dan dihomogenkan. Nilai absorbansi larutan baku Mc Farland 0,5

ekuivalen dengan suspensi sel bakteri. Konsentrasi 1,5 x 108 CFU/ml.

Sebelum digunakan untuk membandingkan, larutan ini dikocok terlebih

dahulu. Suspensi ini digunakan sebagai larutan standar kekeruhan suspensi

bakteri (Whitman dan MacNair dalam Sihombing, 2018).

10. Pembuatan suspensi bakteri


a. Ambil NaCl 0,9% menggunakan jarum suntik sebanyak 1 ml,

masukan ke dalam tabung reaksi.

b. Ambil 1 ose inokula dari pembiakan bakteri yang sudah diinkubasikan

pada suhu 37°C selama 24 jam, lalu masukan ke dalam tabung reaksi

yang sudah diisi oleh NaCl 0,9% lalu dikocok sampai keruh.

11. Pembuatan larutan amoxicillin injeksi 1%


a. Timbang serbuk amoxicillin dari sediaan injeksi sebanyak 1 gram,

kemudian dimasukan pada labu ukur 10 ml.

b. Setelah itu larutkan serbuk clindamycin dengan aqua pro injeksi

sedikit demi sedikit sampai 10 ml.


32

12. Pelaksanaan pengujian antibakteri daun pare


a. Ambil sebanyak 1 ml suspensi bakteri dengan spuit, masukan

kedalam masing - masing cawan petri.

b. Tuangkan media nutrient agar ke dalam cawan petri sebanyak 20 ml

dalam keadaan hangat. Goyangkan secara perlahan cawan petri agar

suspensi merata.

c. Biarkan media memadat, pada suhu kamar selama 15-30 menit supaya

permukaan bebas dari kondensor.

d. Sebelum mencetak lubang pada cawan petri, terlebih dahulu cawan

petri ditandai dengan label untuk menempatkan posisi lubang yang

akan diisi dengan ekstrak etanol daun pare. Setelah ditandai cetak

lubang dengan alat pencetak lubang yang sudah di flambir.

e. Ekstrak etanol daun pare dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, dan

80% serta menggunakan amoxicillin injeksi 1% sebagai kontrol

positif, etanol 70% sebagai kontrol negatif, kemudian masukan

sebanyak 20 μl masukan kedalam lubang pada media cawan petri.

Setelah itu biarkan selama 2 jam untuk memberi kesempatan cairan

berdifusi ke dalam media.

f. Inkubasikan pada suhu 37°C selama 18-24 jam, dalam posisi cawan

petri tidak terbalik.

13. Pembacaan hasil


Pembacaan hasil dilakukan dengan melihat daerah bening disekitar

lubang. Kemudian diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong

yang diambil beberapa posisi pengukuran pada tiap lubang.


32

14. Desinfeksi alat


Alat-alat yang digunakan selama melakukan penelitian di desinfeksi

dengan menggunakan wipol dengan cara :

a. Rendam alat - alat yang telah digunakan dengan wadah yang berisi

larutan wipol, kemudian biarkan rendaman tadi selama 24 jam.

b. Didihkan selama 1 jam, kemudian cuci alat - alat dengan sabun

kemudian bilas dengan air hingga bersih dan keringkan.

Anda mungkin juga menyukai