Anda di halaman 1dari 15

1

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mawar (Rosa hybrida L.) merupakan salah satu bunga yang banyak
diminati masyarakat karena penampilan yang cantik dan indah serta aroma
yang harum dan khas, sehingga dijuluki queen of flower. Mawar banyak
dipakai dalam bentuk bunga tangkai untuk upacara atau hadiah pada hari-hari
penting. Menurut kegunaannya, bunga mawar dikelompokkan menjadi bunga
potong, mawar taman, dan mawar tabur (Purbiati et al. 2002). Mawar
merupakan salah satu produk minyak potensial yang diproduksi Indonesia
dengan kualitas ekspor (Amiarsi 2006). Pada saat ini, bunga potong Indonesia
sudah memasuki pasar internasional, yaitu ke negara-negara Asia, Eropa,
Australia, Afrika, dan Amerika, namun masih dalam jumlah kecil dan tidak
kontinyu (Purnawanti 2002). Kebutuhan pasar domestik untuk bunga potong
terus meningkat dengan laju pertumbuhan 15-25% per tahun, sedang kenaikan
produksi hanya 10- 20%. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), tanaman
mawar menempati urutan kedua luas panen tertinggi yaitu 354.37 ha setelah
krisan. Produksi mawar sebagai bunga potong di Indonesia mengalami
peningkatan pada tahun 2015 sebesar 8.80%, yaitu produksi 173 077 811
tangkai pada tahun 2014 menjadi 188 302 152 tangkai pada tahun 2015. Bunga
mawar potong juga mengalami peningkatan jumlah nilai ekspor setiap
tahunnya sebesar 79% pada tahun 2005-2010, menempati urutan ketiga setelah
anggrek dan krisan (Balitbangtan 2011). Salah satu kendala bagi petani dalam
meningkatkan produksi bunga mawar untuk memenuhi permintaan domestik
maupun ekspor adalah gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Serangan OPT juga mempengaruhi kualitas bunga mawar potong. Diantara
gangguan OPT tersebut adalah penyakit tanaman mawar yang disebabkan oleh
kelompok cendawan patogen.

Salah satu cendawan yang dapat menyerang tumbuhan mawar yaitu


Marsonina rosae Yang dapat mengakibatkan penyakit bercak hitam (black
spot) pada daun bunga mawar yang ditanam secara out door. Infeksi penyakit
2

bercak hitam akibat jamur ini terjadi apabila daun selalu basah selama ±7 jam
terus menerus. Penyakit ini seringkali menyerang tunas muda, karena tunas
muda adalah yang paling rentan terhadap infeksi pathogen. Gejala yang terjadi
yaitu terdapat bercak hitam-pekat yang tepinya bergerigi pada daun, Lambat
laun bercak-bercak berdiameter ± 1 cm menyatu, sehingga jaringan daun di
sekitarnya menjadi kuning. Daun yang terserang menjadi mudah berguguran
atau gugur daun dini, sehingga gungsi daun menjadi tidak optimal.
Pengendalian penyakit tersebut dapat dilakukan dengan cara kimiawi
maupun non kimiawi. Cara non kimiawi dapat dilakukan dengan menjaga
kondisi kebersihan (sanitasi) kebun dan memangkas bagian tanaman yang
terserang penyakit. Cara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemprotan
fungisida pada bagian yang terserang penyakit. Fungisida adalah jenis pestisida
yang secara khusus dibuat dan digunakan untuk mengedalikan (membunuh,
menghambat atau mencegah) jamur atau cendawan patogen penyebab
penyakit.Fungisida alami atau fungisida organik adalah fungisida yang terbuat
dari bahan-bahan alami yang banyak tersedia di alam. Fungisida ini relatif
lebih aman digunakan karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya
(Winarti, 2015). Fungisida nabati dapat berasal dari tanaman yang memiliki
senyawa metabolit sekunder. Umumnya metabolit sekunder mempunyai
aktifitas biologis dan beperan sebagai pelindung dari tumbuhan itu sendiri dari
gangguan hama penyakit maupun lingkungan (Herbert, 1995).
Salah satu tanaman yang memiliki senyawa metabolit sekunder yang
memiliki zat antimikroba yaitu tanaman maja Aegle marmelos (L) Correa. Dari
hasil analisis fitokimia diketahui bahwa senyawa alkaloid, saponin, tannin,
flavonoid dan furanocoumarin yang dihasilkan dari ekstrak buah maja tersebut
berpengaruh terhadap aktifitas antijamur (Rout, 2014). Tanaman maja
merupakan tanaman subtropis yang mudah tumbuh dan berkembang hamper di
seluruh Indonesia. Tepatnya tumbuhan ini merupakan salah satu ikon dari kota
mojokerto, yang merupakan tumbuhan khas dari kota mojokerto, yang dulu
pada masa kerajaan majapahit banyak di temukan di sekitar wilayah kerajaan
majapahit. Ekstrak dari buah maja dapat digunakan sebagai fungisida nabati
pada penelitian sebelumnya yaitu menghambat pertumbuhan dari jamur
3

Rigidopurus microporus yang menyebabkan penyakit akar putih pada tanaman


karet (Intan, 2016).Oleh karena itu pada penelitian ini sedikit berbeda dengan
mengaplikasikan fungisida nabati pada penyakit bercak hitam pada daun
mawar.
B. Rumusan masalah

1. Bagaimana efektivitas konsentrasi ekstrak buah maja Aegle marmelos (L)


correa sebagai fungisida nabati terhadap penyakit bercak hitam oleh
cendawan Marsonina rosae pada daun bunga mawar ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka didapatkan
tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui evektifitas konsentrasi ekstrak buah maja Aegle


marmelos (L) correa evfektiv sebagai fungisida nabati terhadap penyakit
bercak hitam oleh cendawan Marsonina rosae pada daun bunga mawar
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitan ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
a. Dapat memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan yang lebih
mendalam tentang ilmu mikrobiologi.
b. Dapat mengembangkan dan mengaplikasikan ilmu mikrobiologi yang
diperoleh pada saat teori dengan menerapkannya dalam bentuk
penelitian.
c. Melatih kemampuan penalaran dalam menganalisis data-data hasil
penelitian
2. Bagi Pembaca
a. Memperoleh informasi baru mengenai pemanfaatan ekstrak Buah Maja
Aegle Marmelos (L) Correa Sebagai Fungisida Nabati
b. Sebagai salah satu sumber dalam memahami konsep-konsep ilmu
mikrobilogi.
3. Bagi Masyarakat
a. Dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan ekstrak Buah Maja
Aegle Marmelos (L) Correa Sebagai Fungisida Nabati
4

E. Batasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat batasan penelitian yang berguna untuk
membatasi bahasan dari penelitan supaya lebih terfokus dan tidak melebar
antara lain sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini digunakan buah maja yang digunakan yang sudah tua
atau matang
2. Pada penelitian ini cendawan yang digunakan adalah Marsonina rosae dari
biakan murni hasil dari uji pendahuluan.
3. Uji aktifitas antimikroba ekstrak buah maja Aegle Marmelos (L) Correa
sebagai fungisida nabati penyakit bercak hitam oleh cendawan Marsonina
rosae menggunakan metode agar modifikasi
4. Pengamatan pertumbuhan cendawan Marsonina rosae selama 3 hari
berturut-turut
F. Definisi Operasional
Definisi operasinal yang kami lakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :

1. Daya antimikroba ekstrak buah maja Aegle Marmelos (L) Correa sebagai
fungisida nabati penyakit bercak hitam oleh cendawan Marsonina rosae
menggunakan metode difusi agar modifikasi
2. Metode difusi agar modifikasi digunakan untuk pengujian daya
antibakteri dengan Menggunakan ekstrak buah maja Aegle Marmelos (L)
Correa yang dicampur dengan medium PDA kemudian cendawan
Marsonina rosae diinokulasikan dengan diameter 5 mm ke medium
tersebut
3. Ekstrak buah maja dalam bentuk pasta diperoleh dari ektraksi simplisia
kering daun salam dengan metode maserasi yang menggunakan pelarut
etanol 96 %
5

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tanaman Maja
1. Morfologi dan Klasifikasi Maja
Klasifikasi tanaman maja menurut (Badan POM RI, 2008) :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Aegle
Spesies : Aegle marmelos (L.) Correa

Gambar 2.1. Pohon Maja


Sumber : Rismayani (2013)

Buah maja merupakan tanaman dari family Rutaceae, yang


penyebarannya tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 500 mdpl.
Tumbuhan ini terdapat di Negara Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk di
Indonesia (Rismayani, 2013). Maja merupakan tumbuhan perdu, dengan kulit
6

buah berwarna hijau dan memiliki kulit tempurung yang sangat keras. Pohon
maja ini dapat tumbuh sampai 20 meter dengan tajuk yang tummbuh ke atas
dan kayunya sangat keras (Rismayani, 2013). Dahan pohon memiliki banyak
duri yang tumbuh di ketiak daun, daun panjang dan beringgit mempunyai titik
tembus cahaya (Agromedia, 2008). Perbungaan berbentuk tandan,
bergerombol dan kelopak bunga berbentuk segi tiga, berwarna kehijau-hijauan
hingga putih. Buah berbentuk buni agak bulat dan berwarna hijau pada
kulitnya, buah maja memiliki biji sebanyak 6-10 berada dalam daging buah
yang jernih
2. Kandungan Daging Buah Maja

Beberapa senyawa yang terkandung dalam buah maja diantaranya


terdapat lemak dan minyak yang mengandung linonen. Daging buah maja
mengandung substansi semacam minyak balsam, 2-2-furocoumarins-psoralen,
dan marmelosin (C13H12O). Selain itu daging buah maja mengandung
senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan saponin (Venkatesan, 2009).
Senyawa flavonoid dan tanin yang terkandung dalam ekstrak buah maja
termasuk golongan senyawa fenolik. Menurut manitto (1992) senyawa fenolik
akan berinteraksi dengan protein membran sel yang menyebabkan presipitasi
dan terdenaturasinya protein membran sel. Kerusakan pada membrane sel
menyebabkan perubahan permeabilitas membrane sehingga mengakibatkan
lisisnya membrane sel jamur (Parwata dan Dewi, 2008).

Gambar 2.2. Daging buah Maja


Sumber : Rismayani (2013)

Hasil Terpenoid, termasuk triterpenoid dan steroid merupakan senyawa


yang memiliki fungsi sebagai antijamur. Senyawa tersebut dapat menghambat
7

pertumbuhan jamur dengan merusak membran sitoplasma sehingga


mengganggu pertumbuhan dan perkembangan spora jamur (Lutfiyanti et al.,
2012). Alkaloid merupakan suatu senyawa yang bersifat basa sehingga
keberadaan senyawa tersebut diduga dapat menekan pertumbuhan R.
microporus karena jamur tersebut tumbuh pada pH 4,8 - 5 (Berlian & Riko,
2017). Mekanisme alkaloid sebagai inhibitor pertumbuhan bakteri adalah
dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel
bakteri,sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh
danmenyebabkan kematian sel tersebut (Kurniawan & Aryana, 2015).
Menurut sugianitri (2011), senyawa saponin bersifat surfaktan berbentuk polar
yang akan memecah lapisan lemak pada membrane sel san menyebabkan
gangguan permeabilitas membran sel.
B. Cendawan Marsonina rosae
Sistematika Marsonina rosae menurut Bowen (1995 )Sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisi : Deuteromycetes
Kelas : Leotiomycetes
Ordo : Melanoconiales
Family : Helotiales
Genus : Marssonina
Spesies : Marssonina rosae

Gambar 2.3 Marssonina rosae perbesaran 100x


8

Sumber : Paul bachi

Marssonina rosae merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam


kelompok deuteromycetes. Spesies ini dimasukkan dalam kelompok
deuteromycetes karena masih belum diketahui reproduksi seksualnya.
Marssonina rosae, tahap conidial dari Diplocarpon rosae, sebuah discomycete,
menyebabkan bintik hitam. Marssonina rosae merupakan jamur yang
menyebabkan bercak hitam pada daun tumbuhan mawar.

Gambar 2.4 Penyakit bercak hitam pada daun mawar


Sumber : Djatnika, 1991

Bercak hitam mawar diamati di Eropa dan di Amerika Serikat sekitar


tahun 1830. penyakit berlangsung dari daun terendah ke atas dan menyebabkan
defoliasi. Defoliasi mengurangi fotosintat sehingga tanaman menggunakan
cadangan makanannya yang ada di organ tumbuhan lainnya. Namun, tanaman
sering melemah karena mereka tidak dapat bertahan pada keadaan cuaca yang
sangat dingin. Konidiospora fungi yang terlibat dalam infeksi tersebar melalui
air, hal tersebut mendasari bahwa penyakit bercak hitam ini dapat menyerang
tanaman ketika musim hujan. Perkembangan penyakit ini pada suhu 20-26 0C .
demikian pula suhu diatas 290C dapat menghentikan penyakit ini.
C. Fungisida Nabati
Fungisida dalam bidang pertanian digunakan untuk mengendalikan
cendawan pada benih, bibit, batang, akar, daun, bunga dan buah. Aplikasinya
dilakukan dengan penyemprotan langsung ketanaman, injeksi batang,
9

pengocoran pada akar, perendaman benih dan pengasapan atau fumigant


(Azzamy, 2015). Pada dasarnya, fungisida dapat digunakan untuk
mengendalikan serangan penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur pada
tanaman karena fungisida tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan
proteksi, imunisasi, terapi, eradikasi, dan atau sistemik
Fungisida alami atau fungisida organik adalah fungisida yang terbuat
dari bahan-bahan alami yang banyak tersedia di alam. Fungisida ini relatif lebih
aman digunakan karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan mudah
dibuat. Pestisida nabati dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas
(pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Keuntungan penggunaan fungisida
nabati antara lain Adnyana, 2011 :
a. Bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak
mencemari lingkungan.
b. Relatif aman bagi manusia dan ternak pelihar aan karena residu
mudah hilang.
c. Relatif mudah dibuat oleh masyarakat.

Tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan fungisida


nabati yaitu ( Mulyani, 2002 ):
a. Bahan aktif pada beberapa fungisida nabati belum diketahui,
sehingga sangat perlu dilakukan penelitian untuk dapat
mengetahuinya.
b. Bahan aktif dapat bervariasi baik dalam hal komposisi maupun
konsentrasi pada tanaman sejenis, tergantung pada bagian tanaman
yang digunakan sebagai fungisida nabati, umur tanaman pestisida
nabati, iklim dan kondisi tanah.
c. Bahan aktif kemungkinan merupakan campuran dari beberapa
bahan aktif yang bekerja secara sinergis.
d. Data mengenai toksikologi dan ekotoksikologi pestisida nabati
sangat terbatas.
e. Standart untuk menganalisis bahan aktif dari pestisida alami relatif
sukar.
10

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen menggunakan


Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan yaitu konsentrasi
ekstrak buah maja sebesar 0%, 25 %, 50% dan 75% Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui konsentrasi ekstrak buah maja yang efektif sebagai fungisida
nabati cendawan Marsonina rosae
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan mei
2019. Tempat penelitian dilaksanakan di ruangan 305 Laboratorium
Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Negeri Malang.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi ekstrak buah maja
sebagai fungisida nabati
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah besarnya zona hambat terhadap
pertumbuhan Marsonina rosae
3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah buah maja, suhu, inkubasi
D. Instrumen Penelitian
1. Alat
a. Alat untuk ekstraksi buah maja
Timbangan digital, beaker glass, spatula, pengaduk kaca, corong kaca,
lap kain, gelas ukur, pipet tetes, gelas erlenmeyer aluminium foil,
waterbath, shaker dan kulkas.
b. Alat untuk membuat medium PDA
Timbangan, kaca pengaduk, sendok, beaker glass, cawan petri, kompor
gas, autoklaf dan mikro pipet 10 ml.
c. Alat untuk mengetahui daya antimikroba
11

Beaker glass, cawan petri, Laminar Air Flow (LAF), pinset, bor gabus,
incubator dan jangka sorong.

2. Bahan
Buah maja yang sudah tua/ masak, etanol 96 %, alumunium foil,
plastik, ,alkohol 70 %, PDA powder, kapas pembalut, kain kasa, aquades
steril, alumunium foil, kertas saring, cotton bud, vaselin, lisol, kertas
pembungkus, benang kasur, kertas label, sabun cuci dan tisu.
E. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi alat
Seluruh perlengkapan alat yang digunakan dalam proses penelitian ini
terlebih dahulu disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C dengan
tekanan 1 atm selama 15 menit dengan ditutupi oleh kertas sampul.
2. Pembuatan ekstrak buah maja
Bahan segar berupa buah maja dikeringkan menggunkan oven
kemudian dihaluskan menggunakan blender kering sampai diperoleh
serbuk kering. Serbuk kering 300 g dimaserasi dengan pelarut etanol 96 %
selama 3 hari kemudian disaring. Residu dimaserasi berulang kali sampai
larutan menjadi jernih. Ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan oven
/ vakum evaporator hingga didapatkan ekstrak bentuk padat.
3. Pembuatan Medium PDA dengan penambahan ekstrak buah maja
Menimbang PDA powder dan menyiapkan aquades untuk pelarut
PDA, memasukkan larutan medium PDA kedalam beaker glass kemudian
dipanaskan diatas kompor sambil diaduk hingga homogen, apabila
medium PDA sudah mulai mendidih dan homogen maka dituangkan ke
cawan petri menggunakan mikropipet 10 ml kemudian ditambahkan
beberapa konsentrasi (0%, 25%, 50% dan 75% ) ekstrak buah maja pada
masing - masing medium PDA , kemudian medium PDA disterilisasi
dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 1 atm
selama 15 menit.
4. Uji Daya Hambat.
12

Uji daya hambat ekstrak buah maja terhadap Marsonina rosae


dilakukan pada media PDA. Ekstrak buah maja dicampur dengan media
PDA dalam petridish sehingga terbentuk konsentrasi 25% (PK25%), 50%
(PK50%) dan 75% (PK75%) Media PDA tersebut disterilisasi dalam
autoclave pada suhu 121 °C, dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
Setelah media beku dan dingin, diinokulasi Marsonina rosae dengan
inokulum berdiameter 5 mm pada semua media uji, lalu diinkubasikan
pada suhu kamar. Sebagai kontrol (0%) digunakan medium PDA tanpa
penambahan buah maja. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah
pengukuran langsung terhadap zona hambat pertumbuhan Marssonina
rosae dalam medium PDA dengan penambahan ekstrak buah maja dengan
berbagai konsentrasi pada cawan petri setelah diinkubasikan pada suhu 37
o
C selama 1 X 24 jam dengan menggunakan jangka sorong.
G. Teknik Analisi Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis


statistik yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) untuk mengetahui
pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak buah maja terhadap pertumbuhan
Marssonina rosae. Jika dari uji ANAVA nilai F hitung > dari F tabel maka
hipotesis diterima dan dilanjutkan uji untuk mengetahui bahan uji yang
paling efektif, dilanjutkan uji Post- Hoc Duncan dengan taraf signifikasi 1
% bertujuan untuk mengetahui bahan uji dengan konsentrasi yang paling
efektif dalam mengahmbat pertumbuhan bakteri Marssonina rosae.
13

Daftar pustaka

Adnyana, 2011. Dampak Penggunaan Fungisida. Makalah, Universitas


Brawijaya, Malang
Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat, 431 Jenis Tanaman
Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka
Amiarsi. 2006. Pengaruh Jenis Dan Perbandingan Pelarut Terhadap Hasil
Ekstraksi Minyak Atsiri Mawar. J Hort. 16 (4) : 356-359.
Azzamy. (2015). Pengertian Fungisida dan Jenis-Jenis Fungisida. https://
mitalom.com/pengertian-fungisida-dan-jenis-jenis-ungisida/,Diakses 4
April 2019
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011. Nilai Ekspor
Tanaman Hias 2005-2010. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian
Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Tanaman Hias Indonesia. Jakarta
(ID): Badan Pusat Statistik Indonesia.
Berlian, I & R. C. Putra. 2017. Pengendalian Jamur Akar Putih
(Rigidoporus microporus) Menggunakan Isolat Trichoderma spp.
Indigenous Asal Kebun Karet Blimbing, Pekalongan, Jawa Tengah
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pertanian VII. 23
September 2017. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Halaman 373- 380.
Djatnika, I dan W. Handayati 1991. Skrining Fungisida untuk
Mengendalikan Penyakit bercak Daun pada Mawar. Pros. Seminar
Tanaman Hias, Cipanas 29 Agustus 1991: Hlm.177-181
Herbert RB. 1995. Biosintesis Metabolit Sekunder. Semarang: IKIP
Semarang Press. Terjemahan dari: Srigandono B.
Kurniawan, B., Aryana, W.F., 2015. Binahong (Cassia alata L) as Inhibitor
of
Lutfiyanti, R., W. F. Ma‟ruf, & E. N. Dewi. 2012. Aktivitas Antijamur
Senyawa Bioaktif Ekstrak Gelidium latifolium terhadap Candida
albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan 1 (1) :
26 – 33.
14

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. IKIP Press, Semarang.


Mulyani, S. dan M. Sumatera. 2002. Masalah Residu Pestisida pada
Produk Hortikultura. Simposium Entomologi, Bandung 25-27 Sept.
1982
Parwata, I. M. O. A. & P. F. S. Dewi. 2008. Isolasi dan Uji Aktivitas
Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas (Alpinia galaga L.).
Jurnal Kimia 2 (2) : 100 – 104.
Purbiati T, Supandi A, Retnoningtyas E, Sarwono. 2002. Pengkajian sistem
usaha tani (SUT) bunga potong mawar spesifik lokasi lahan kering.
Laporan Hasil Penelitian atau Pengkajian BPTP Karang Ploso.
Malang (ID): BPTP Karang Ploso.
Purnawanti S. 2002. Potensi Pasar Bunga dan Tanaman Hias Rawa
Belong. Jakarta (ID): UPT Pusat Promosi dan Pemasaran Hasil
Pertanian. Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI.
Rismayani. 2013. Manfaat Buah Maja Sebagai Pestisida Nabati untuk
Hama Pengerek Buah Kakao (Conomorpha cramerella). Warta
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, vol.19, No.3.
Rout, S., H. N. Thatoi & S. N. Tewari. 2014. Sensitivity of ethanolic extract
of Aegle marmelos-based Amasof-e, an organic antifungal product,
against Pyricularia grisea that causes blast disease of rice. Archives of
Phytopathology and Plant Protection 48 (1): 73-83. DOI:
10.1080/03235408.2014.882124.
Sugianitri, N. K. 2011. Ekstrak Biji Buah Pinang (Areca catechu L.) dapat
Menghambat Pertumbuhan Koloni Candida albicans secara In Vitro
pada Resin Akrilik Heat Cured. Tesis. Program Pascasarjana Program
Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana, Bali.

Venkatesan, D., C.M. Karrunakarn, S. Selva Kumar & P. T. P. Swamy.


2009. Identification of Phytochemical Constituents of Aegle marmelos
Responsible for Antimicrobial Activity against Selected Pathogenic
Organisms. Ethnobotanical Leaflets 13: 1362- 1372
15

Winarti, dkk. 2015. Pestisida Organik, Langkah Mudah Meramu Pestisida


Organik Sendiri. Yogyakarta. Lily Publisher

Anda mungkin juga menyukai