BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mawar (Rosa hybrida L.) merupakan salah satu bunga yang banyak
diminati masyarakat karena penampilan yang cantik dan indah serta aroma
yang harum dan khas, sehingga dijuluki queen of flower. Mawar banyak
dipakai dalam bentuk bunga tangkai untuk upacara atau hadiah pada hari-hari
penting. Menurut kegunaannya, bunga mawar dikelompokkan menjadi bunga
potong, mawar taman, dan mawar tabur (Purbiati et al. 2002). Mawar
merupakan salah satu produk minyak potensial yang diproduksi Indonesia
dengan kualitas ekspor (Amiarsi 2006). Pada saat ini, bunga potong Indonesia
sudah memasuki pasar internasional, yaitu ke negara-negara Asia, Eropa,
Australia, Afrika, dan Amerika, namun masih dalam jumlah kecil dan tidak
kontinyu (Purnawanti 2002). Kebutuhan pasar domestik untuk bunga potong
terus meningkat dengan laju pertumbuhan 15-25% per tahun, sedang kenaikan
produksi hanya 10- 20%. Menurut Badan Pusat Statistik (2015), tanaman
mawar menempati urutan kedua luas panen tertinggi yaitu 354.37 ha setelah
krisan. Produksi mawar sebagai bunga potong di Indonesia mengalami
peningkatan pada tahun 2015 sebesar 8.80%, yaitu produksi 173 077 811
tangkai pada tahun 2014 menjadi 188 302 152 tangkai pada tahun 2015. Bunga
mawar potong juga mengalami peningkatan jumlah nilai ekspor setiap
tahunnya sebesar 79% pada tahun 2005-2010, menempati urutan ketiga setelah
anggrek dan krisan (Balitbangtan 2011). Salah satu kendala bagi petani dalam
meningkatkan produksi bunga mawar untuk memenuhi permintaan domestik
maupun ekspor adalah gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Serangan OPT juga mempengaruhi kualitas bunga mawar potong. Diantara
gangguan OPT tersebut adalah penyakit tanaman mawar yang disebabkan oleh
kelompok cendawan patogen.
bercak hitam akibat jamur ini terjadi apabila daun selalu basah selama ±7 jam
terus menerus. Penyakit ini seringkali menyerang tunas muda, karena tunas
muda adalah yang paling rentan terhadap infeksi pathogen. Gejala yang terjadi
yaitu terdapat bercak hitam-pekat yang tepinya bergerigi pada daun, Lambat
laun bercak-bercak berdiameter ± 1 cm menyatu, sehingga jaringan daun di
sekitarnya menjadi kuning. Daun yang terserang menjadi mudah berguguran
atau gugur daun dini, sehingga gungsi daun menjadi tidak optimal.
Pengendalian penyakit tersebut dapat dilakukan dengan cara kimiawi
maupun non kimiawi. Cara non kimiawi dapat dilakukan dengan menjaga
kondisi kebersihan (sanitasi) kebun dan memangkas bagian tanaman yang
terserang penyakit. Cara kimiawi dapat dilakukan dengan penyemprotan
fungisida pada bagian yang terserang penyakit. Fungisida adalah jenis pestisida
yang secara khusus dibuat dan digunakan untuk mengedalikan (membunuh,
menghambat atau mencegah) jamur atau cendawan patogen penyebab
penyakit.Fungisida alami atau fungisida organik adalah fungisida yang terbuat
dari bahan-bahan alami yang banyak tersedia di alam. Fungisida ini relatif
lebih aman digunakan karena tidak mengandung bahan kimia berbahaya
(Winarti, 2015). Fungisida nabati dapat berasal dari tanaman yang memiliki
senyawa metabolit sekunder. Umumnya metabolit sekunder mempunyai
aktifitas biologis dan beperan sebagai pelindung dari tumbuhan itu sendiri dari
gangguan hama penyakit maupun lingkungan (Herbert, 1995).
Salah satu tanaman yang memiliki senyawa metabolit sekunder yang
memiliki zat antimikroba yaitu tanaman maja Aegle marmelos (L) Correa. Dari
hasil analisis fitokimia diketahui bahwa senyawa alkaloid, saponin, tannin,
flavonoid dan furanocoumarin yang dihasilkan dari ekstrak buah maja tersebut
berpengaruh terhadap aktifitas antijamur (Rout, 2014). Tanaman maja
merupakan tanaman subtropis yang mudah tumbuh dan berkembang hamper di
seluruh Indonesia. Tepatnya tumbuhan ini merupakan salah satu ikon dari kota
mojokerto, yang merupakan tumbuhan khas dari kota mojokerto, yang dulu
pada masa kerajaan majapahit banyak di temukan di sekitar wilayah kerajaan
majapahit. Ekstrak dari buah maja dapat digunakan sebagai fungisida nabati
pada penelitian sebelumnya yaitu menghambat pertumbuhan dari jamur
3
E. Batasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat batasan penelitian yang berguna untuk
membatasi bahasan dari penelitan supaya lebih terfokus dan tidak melebar
antara lain sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini digunakan buah maja yang digunakan yang sudah tua
atau matang
2. Pada penelitian ini cendawan yang digunakan adalah Marsonina rosae dari
biakan murni hasil dari uji pendahuluan.
3. Uji aktifitas antimikroba ekstrak buah maja Aegle Marmelos (L) Correa
sebagai fungisida nabati penyakit bercak hitam oleh cendawan Marsonina
rosae menggunakan metode agar modifikasi
4. Pengamatan pertumbuhan cendawan Marsonina rosae selama 3 hari
berturut-turut
F. Definisi Operasional
Definisi operasinal yang kami lakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Daya antimikroba ekstrak buah maja Aegle Marmelos (L) Correa sebagai
fungisida nabati penyakit bercak hitam oleh cendawan Marsonina rosae
menggunakan metode difusi agar modifikasi
2. Metode difusi agar modifikasi digunakan untuk pengujian daya
antibakteri dengan Menggunakan ekstrak buah maja Aegle Marmelos (L)
Correa yang dicampur dengan medium PDA kemudian cendawan
Marsonina rosae diinokulasikan dengan diameter 5 mm ke medium
tersebut
3. Ekstrak buah maja dalam bentuk pasta diperoleh dari ektraksi simplisia
kering daun salam dengan metode maserasi yang menggunakan pelarut
etanol 96 %
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tanaman Maja
1. Morfologi dan Klasifikasi Maja
Klasifikasi tanaman maja menurut (Badan POM RI, 2008) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Aegle
Spesies : Aegle marmelos (L.) Correa
buah berwarna hijau dan memiliki kulit tempurung yang sangat keras. Pohon
maja ini dapat tumbuh sampai 20 meter dengan tajuk yang tummbuh ke atas
dan kayunya sangat keras (Rismayani, 2013). Dahan pohon memiliki banyak
duri yang tumbuh di ketiak daun, daun panjang dan beringgit mempunyai titik
tembus cahaya (Agromedia, 2008). Perbungaan berbentuk tandan,
bergerombol dan kelopak bunga berbentuk segi tiga, berwarna kehijau-hijauan
hingga putih. Buah berbentuk buni agak bulat dan berwarna hijau pada
kulitnya, buah maja memiliki biji sebanyak 6-10 berada dalam daging buah
yang jernih
2. Kandungan Daging Buah Maja
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Beaker glass, cawan petri, Laminar Air Flow (LAF), pinset, bor gabus,
incubator dan jangka sorong.
2. Bahan
Buah maja yang sudah tua/ masak, etanol 96 %, alumunium foil,
plastik, ,alkohol 70 %, PDA powder, kapas pembalut, kain kasa, aquades
steril, alumunium foil, kertas saring, cotton bud, vaselin, lisol, kertas
pembungkus, benang kasur, kertas label, sabun cuci dan tisu.
E. Prosedur Kerja
1. Sterilisasi alat
Seluruh perlengkapan alat yang digunakan dalam proses penelitian ini
terlebih dahulu disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 1210C dengan
tekanan 1 atm selama 15 menit dengan ditutupi oleh kertas sampul.
2. Pembuatan ekstrak buah maja
Bahan segar berupa buah maja dikeringkan menggunkan oven
kemudian dihaluskan menggunakan blender kering sampai diperoleh
serbuk kering. Serbuk kering 300 g dimaserasi dengan pelarut etanol 96 %
selama 3 hari kemudian disaring. Residu dimaserasi berulang kali sampai
larutan menjadi jernih. Ekstrak cair dipekatkan dengan menggunakan oven
/ vakum evaporator hingga didapatkan ekstrak bentuk padat.
3. Pembuatan Medium PDA dengan penambahan ekstrak buah maja
Menimbang PDA powder dan menyiapkan aquades untuk pelarut
PDA, memasukkan larutan medium PDA kedalam beaker glass kemudian
dipanaskan diatas kompor sambil diaduk hingga homogen, apabila
medium PDA sudah mulai mendidih dan homogen maka dituangkan ke
cawan petri menggunakan mikropipet 10 ml kemudian ditambahkan
beberapa konsentrasi (0%, 25%, 50% dan 75% ) ekstrak buah maja pada
masing - masing medium PDA , kemudian medium PDA disterilisasi
dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 1 atm
selama 15 menit.
4. Uji Daya Hambat.
12
Daftar pustaka