I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sambiloto tergolong tanaman terna (perdu) yang tumbuh di berbagai habitat, seperti
pinggiran sawah, kebun atau hutan (Soejono, 1996). Komponen utama sambiloto adalah
andrographolide yang terdapat pada seluruh bagian tanaman, namun bagian tanaman yang
tertinggi mengandung andrographolide adalah bagian daun (sekitar 1%). Andrographolide
merupakan diterpene lactone yang banyak digunakan dalam komposisi obat memiliki rasa
pahit. Berdasar Materia Medika Indonesia (MMI), standar mutu simplisia sambiloto adalah
Kadar sari larut dalam air lebih dari 18%, Kadar sari larut dalam alkhohol minimal 9.7 %.
Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) merupakan salah satu tanaman obat herbal
yang banyak dibutuhkan dalam industri obat tradisional di Indonesia. Cukup banyak klaim
yang menunjukkan manfaat sambiloto dalam pengobatan tradisional, seperti untuk
meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi kuman, anti diare, gangguan lever, dan anti
bakteri. Oleh karena itu Badan POM memasukkan tanaman ini sebagai tanaman unggulan
untuk dikembangkan dalam industri obat fitofarmaka.
Dalam industri obat tradisional Indonesia, sambiloto dimanfaatkan untuk berbagai
produk, seperti jamu anti inflamasi, obat penurun tekanan darah, dan sebagainya. Hasil survei
serapan tanaman obat untuk industri obat tradisional di Jawa dan Bali memperlihatkan
bahwa sambiloto digunakan baik oleh Industri Obat Tradisional (IOT) maupun Industri Kecil
Obat Tradisional (IKOT). Jumlah serapan sambiloto segar pertahun untuk kedua jenis
industri obat tersebut adalah 471.567 kg dan 385.840 kg, masing-masing untuk IOT dan IKOT
(Kemala et al., 2004).
Yusron et al. (2004a) melaporkan bahwa bahan baku sambiloto untuk industri obat
tradisional diambil dari tumbuhan liar dengan kondisi lingkungan yang sangat beragam. Hal ini
yang menyebabkan mutu simplisia yang dihasilkan sangat beragam pula. Mutu simplisia yang
dipanen Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah, bahkan tidak memenuhi standar mutu
Materia Medica Indonesia (MMI).
Saat ini sambiloto telah ditetapkan sebagai tanaman obat yang dikembangkan sebagai
obat fitofarmaka. Salah satu syarat obat fitofarmaka adalah bahan yang digunakan dapat
dipertanggung jawabkan secara medis. Untuk itu perlu dukungan ketersediaan teknologi
yang cukup, agar dapat dihasilkan simplisia dan ekstrak terstandar. Teknologi tersebut harus
mencakup dari penyediaan bibit sampai dengan pasca panen. Penerapan teknik budidaya yang
baku diharapkan dapat menyediakan bahan baku dalam jumlah yang memadai, mutu sesuai
standar, dan kontinyuitas pasokan bahan baku dapat dijamin.
Ekstrak sambiloto ternyata mampu melawan Plasmodium berghei parasit penyebab
malaria dengan menghambat perkembangbiakannya.
B. Tujuan
1. Mengetahui karakteristik tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness).
2. Mengetahui khasiat dari tanaman sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
3. Mengetahui khasiat sambiloto terhadap penyakit malaria
II. TANAMAN SAMBILOTO
A. Sifat Botani
Sambiloto merupakan tanaman semusim, hidup secara liar, dan sebagian ditanam di
halaman rumah sebagai tanaman obat, sekarang banyak orang secara khusus membudidayakan
tanaman yang memiliki rasa pahit ini karena khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai macam
penyakit. Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh diberbagai habitat, seperti pinggiran
sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto merupakan herba perenial, tinggi 30 - 100 cm. Sambiloto
memiliki batang berkayu berbentuk bulat telur dan segi empat serta memiliki banyak cabang
(monopodial). Daun tunggal saling berhadapan, bertangkai pendek, berbentuk pedang (lanset)
dengan tepi rata dan permukaannya halus, berwarna hijau tua, bagian bawah daun berwarna hijau
muda, panjang 2-8 cm, lebar 1-3 cm Bunga sambiloto berwarna putih keunguan, bunga
berbentuk jorong (bulan panjang) dengan pangkal dan ujung lancip. Bunga tumbuh dari ujung
batang atau ketiak daun, berbentuk tabung, kecil-kecil, warnanya putih bernoda ungu. Memiliki
buah kapsul berbentuk jorong, panjang sekitar 1,5 cm, lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam,
bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Tanaman Sambiloto di Indonesia, bunga dan
buahnya ditemukan sepanjang tahun (Purwanti, 2014).
Tumbuhan sambiloto memiliki daya adaptasi pada lingkungan ekologi setempat. Tumbuhan
tersebut terdapat di seluruh Nusantara karena dapat tumbuh dan berkembang baik pada
berbagai topografi dan jenis tanah. Tumbuh baik pada curah hujan 2.000 3.000 mm/tahun, suhu
udara 25 32C serta kelembaban yang dibutuhkan antara 70 90 %. Tumbuhan sambiloto
dapat tumbuh pada semua jenis tanah, ialah yang subur, mengandung banyak humus, tata udara
dan pengairan yang baik. Sambiloto tumbuh optimal pada pH tanah 6 7 (netral). Pada tingkat
kemasaman tersebut, unsur hara yang dibutuhkan tanaman cukup tersedia dan mudah diserap
oleh tanaman. Kedalaman perakaran sambiloto dapat mencapai 25 cm dari permukaan tanah
(Anonymous, 2002 cit Anonymous, 2003 cit Pujiasmoro dkk, 2007).
Habitat alamiah sambiloto ialah di tempat terbuka seperti ladang, pinggir jalan, atau di
bawah tegakan pohon jati atau bambu. Sambiloto menghendaki banyak sinar matahari selama
pertumbuhannya. Namun, naungan 0 30 % masih memberi produksi baik (Yusron et al. 2005
cit Jufri dan Utami, 2012).
B. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Magnoliophyta
Kelas : Manolipsida
Ordo : Mamiales
Famili : Acanthaceae
Genus : Andrographis
Spesies : Andrographis paniculata Ness (Purwanti, 2014).
C. Persebaran
Tanaman dengan khasiat segudang ini diduga terdapat secara liar di India dan meluas ke
arah Selatan melalui Thailand ke Malaysia sebelah utara dan terus meluas ke Indonesia. Di
Asia tanaman ini terdapat di negera-negara India, Srilangka, Singapura, Bangladesh,
Thailand, Brunai Darussalam, Malaysia, Vietnam, Kamboja dan Indonesia. Persebaran di
Indonesia meliputi hampir seluruh wilayah Nusantara.
D. Manfaat dan Khasiat Sambiloto
Daun sambiloto mengandung saponin, flavonoid, dan tanin. Kandungan lainnya yaitu
kalmegin dan hablur kuning yang memiliki rasa pahit. Tumbuhan sambiloto bersifat
menurunkan panas, antibiotik, antipiretik, antiradang, antidiare, antitumor, dan
hepatoprotektor.
III. KESIMPULAN
1. Sambiloto tergolong tanaman perdu yang tumbuh diberbagai habitat, seperti pinggiran
sawah, kebun, atau hutan. Sambiloto memiliki batang berkayu berbentuk bulat dan segi empat
serta memiliki banyak cabang (monopodial). Daun tunggal saling berhadapan, berbentuk
pedang (lanset) dengan tepi rata dan permukaannya halus, berwarna hijau. Bunga sambiloto
berwarna putih keunguan, bunga berbentuk jorong (bulan panjang) dengan pangkal dan
ujung lancip. Tanaman Sambiloto di Indonesia, bunga dan buahnya ditemukan sepanjang
tahun.
2. Sambiloto dapat dimanfaatkan sebagai obat-obatan herbal, yaitu: mampu melawan
Plasmodium berghei parasit penyebab malaria, mengatasi diare yang disebabkan bakteri
Eschericia coli, mencegah penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah, mengatasi
gigitan ular, mengatasi penyakit liver.
DAFTAR PUSTAKA
Jufri, A. dan Utami, N. 2012. Budidaya sambiloto di antara tegakan tanaman tahunan pada
wilayah perkebunan. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia vol. 14: 1-5.
Pujiasmoro, B., J. Moenandir. Syamsulbahri, dan Kuswanto. 2007. Kajian agroekologi dan
morfologi sambiloto (Andrographispaniculata Ness.) pada Berbagai Habitat.
Biodiversitas 8: 326-329.
Sembiring, B. Br. 2008. Status Teknologi Pasca Panen Sambiloto (Andrographis paniculata
Needs). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Pp 134-144
Sulistijo, T.D., dan B. Pujiasmanto. 2007. Identifikasi sambiloto (Andrographis paniculata Ness)
sebagai dasar pemanfaatan dan pelestarian plasma nutfah. Biodiersitas 8 (3) : 218-222.
Suhesti, Amalia, Nursalam, W. Haryudin, R. Bakti, dan S. Aisyah. 2010. Persiapan pelepasan
varietas pegagan, sambiloto, purwoceng, menthe dengan produktivitas > 15%.
<http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/laptek/2010/persiapan%20pel
epasan%20varietas%20pegagan,%20mentha%20dan%20sambiloto.pdf>. Diakses pada
25 Oktober 2015.
17