PERCOBAAN I
Disusun oleh:
KELOMPOK 1
KELOMPOK 1
Tanggal :
(Al Madani) 17 September 2021
I. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai salah satu negara yang kaya akan berbagai bahan alam,
baik itu tumbuhan maupun hewan sehingga banyak masyarakat Indonesia yang
memanfaatkannya sebagai obat tradisional. Pemakaian obat tradisional sebagai
salah satu pengobatan alternatif sebaiknya diimbangi pula dengan penelitian
tentang kebenaran khasiat dan efek sampingnya agar pemakaian dapat
dipertanggungjawabkan. Salah satu bagian dari budaya bangsa Indonesia yang
berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan alam yaitu pemeliharaan kesehatan dan
pengobatan penyakit. Budaya tersebut diperoleh dari pengalaman secara turun-
temurun. Aneka ragam tumbuhan di alam sekitar dapat memberikan manfaat
kesehatan bagi penggunanya (Fauzia & Zuniarto, 2018).
Dari masa ke masa obat tradisional mengalami perkembangan yang semakin
meningkat, terlebih dengan munculnya isu kembali ke alam (back to nature) serta
krisis ekonomi berkepanjangan yang menurunkan daya beli masyarakat. Sementara
ini banyak orang beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional relatif lebih
aman dibandingkan obat sintetis. Walaupun demikian bukan berarti obat tradisional
tidak memiliki efek samping yang merugikan (Fauzia & Zuniarto, 2018).
Perlu diketahui informasi yang memadai tentang ketepatan takaran atau dosis,
waktu penggunaan, cara penggunaan, pemilihan bahan secara benar, pemilihan obat
tradisional untuk indikasi tertentu agar penggunaannya optimal. Jadi tidak benar,
bila dikatakan obat tradisional itu tidak memiliki efek samping, sekecil apapun efek
samping tetap ada, namun hal itu bisa diminimalkan jika diperoleh informasi yang
cukup. Obat-obatan tradisional selain menggunakan bahan ramuan dari tumbuh-
tumbuhan tertentu yang mudah didapat di sekitar pekarangan rumah kita sendiri,
juga tidak mengandung resiko yang membahayakan bagi pasien dan mudah
dikerjakan (dibuat) oleh siapa saja dalam keadaan mendesak sekali pun. Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang semakin pesat dan canggih di zaman
sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser atau mengesampingkan begitu saja
peranan obat-obatan tradisional, tetapi justru hidup berdampingan dan saling
melengkapi (Fauzia & Zuniarto, 2018).
Salah satu tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional adalah
Amaranthus spinosus atau yang lebih dikenal dengan bayam duri. Tumbuhan ini
digunakan sebagai diuretika yang biasanya direbus atau diperas lalu diminum.
Bayam duri digunakan sebagai obat karena mengandung beberapa zat kimia yang
memiliki efek farmakologis seperti tanin dan flavonoid. Tanin dan flavonoid pada
daun bayam duri dapat berfungsi sebagai antimikrobia dan antivirus (peratun,
2013). Berdasarkan uraian diatas, akan dilakukan penelitian karakterisasi
pemeriksaan serbuk dan haksel dari simplisia daun sirih. Yang bertujuan untuk
mengidentifikasi simplisia dan menyebutkan ciri khas dari daun bayam duri
(Amaranthus spimosus).
Hasil
Sampel
• Diperiksa dan diamati fisiknya
Sampel
Hasil
V. HASIL
5.1 Hasil Pemeriksaan Serbuk dan Haksel dengan Mikroskopik
Uji Mikroskopik Haksel Daun Bayam Uji Mikroskopik Serbuk Daun Bayam
Duri Duri
(A)
(B)
(C)
Daun Membujur
(D)
(E
(F
(G)
(H)
Daun Melintang
Keterangan : Keterangan :
Daun terdiri dari tiga bagian utama A. Rambut Penutup Kelenjar
yaitu : B. Rambut Penutup
A. Epidermis yang merupakan selapis C. Kristal kalsium oksalat bentuk roset
sel dan disini terdapat stomata yang D. Kristal kalsium oksalat bentuk
berfungsi penting dalam proses prisma
respirasi. E. Epidermis Atas
B. Mesofil jaringan ini terbagi D. Berkas Pengangkut dengan
menjadi dua yaitu : penebalan spiral
1. Parenkim palisade yang F. Epidermis dengan stomata
terdapat dibagian bawah G. Epidermis tangkai daun
epidermis. (Kemenkes RI, 2017)
2. Parenkim spons yang disusun
oleh sel yang tidak beraturan.
VI. PEMBAHASAN
Judul pada percobaan ini adalah pemeriksaan bahan nabati daun bayam duri
(Amaranthus spinosus). Tujuan dari percobaan ini agar mahasiswa dapat
mengidentifikasi simplisia haksel dan serbuk daun bayam duri serta menyebutkan
ciri khas, klasifikasi dari simplisia. Simplisia adalah bahan alam yang telah
dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan.
Pengeringan dapat dilakukan dengan melakukan penjemuran dibawah sinar
matahari, diangin-angin, atau menggunakan oven, kecuali dinyatakan lain suhu
pengeringan dengan oven tidak lebih 60 (Kemenkes RI, 2017). Simplisia nabati
adalah bahan alamiah berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman
yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan atau mengalami
pengolahan secara sederhana serta belum merupakan zat murni kecuali dinyatakan
lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan
dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1979).
Simplisia memiliki berbagai jenis seperti herba, daun, bunga, buah, kulit buah,
biji, kulit kayu, kayu, akar, umbi, rimpang dan umbi lapis. Herba (herba) merupakan
seluruh bagian tanaman obat mulai dari akar, batang, daun, bunga dan buah yang
berasal dari tanaman jenis terna yang bersifat herbaceus, contohnya seperti pegagan.
Daun (folium) adalah jenis simplisia yang paling sering digunakan dalam pembuatan
ramuan herbal, simplisia ini bisa berupa daun segar atau kering dan dapat berupa pucuk
daun seperti teh atau daun tua seperti daun salam (Dalimartha, 2008).
Simplisia harus memenuhi persyaratan yang telah disebutkan dalam buku
Farmakope Indonesia yaitu secara umum simplisia harus memenuhi persyaratan
kadar air yang tepat, tidak berjamur, tidak mengandung lendir, tidak berubah warna
dan berubah bau serta tidak terserang serangga. Suatu simplisia dapat dinyatakan
bermutu jika memenuhi persyaratan tersebut (Depkes RI, 1979). Simplisia dapat
diamati dengan tiga macam cara yang berbeda yaitu ada uji mikroskopik, uji
makroskopik dan uji organoleptis. Uji mikrokopik adalah uji yang dilakukan untuk
melihat struktur jaringan yang dimiliki oleh sampel dengan menggunakan
mikroskop. Uji makroskopik adalah uji yang dilakukan untuk melihat bentuk fisik
atau morfologi dari sampel secara kasat mata atau bisa juga menggunakan kaca
pembesar. Uji organoleptis adalah uji yang dilakukan menggunakan alat indera
manusia untuk mengetahui bau, rasa dan warna suatu sampel (Idreos, 2019)
Ada delapan tahapan dalam pembuatan simplisia yaitu tahap pertama adalah
pengumpulan bahan baku. Kedua, sortasi basah, tahapan ini dilakukan untuk
membuang bahan lain yang tidak berguna atau berbahaya. Tahap ketiga yaitu
pencucian, tahap ini dilakukan agar bahan baku bersih dan bebas dari tanah atau
kotoran yang melekat. Tahap keempat yaitu perajangan, tahapan ini dilakukan
untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Tahap
kelima yaitu pengeringan, tujuannya adalah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Selain itu,
juga untuk mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik yang bisa
mencegah penurunan mutu atau kerusakan simplisia. Tahap keenam yaitu sortasi
kering, tujuannya adalah untuk memisahkan benda-benda asing seperti
bagianbagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang
masih ada dan tertinggal. Tahap ketujuh yaitu pengepakan, proses ini bertujuan agar
simplisia tidak mudah rusak atau berubah mutunya. Tahap terakhir yaitu
penyimpanan dan pemeriksaan mutu, yang bertujuan agar kualitas simplisia tetap
terjaga dengan baik (Waluyo, 2020).
Pada uji kali ini kita melakukan pengujian terhadap daun bayam duri. Bayam
duri memiliki zat berkhasiat yang memiliki banyak kandungan dann manfaat bagi
Kesehatan. Tanaman bayam duri mengandung zat spinasterol, amarantin, rutin,
hentriakotan, tanin, kalium nitrat, garam fosfat, zat besi, vitamin A, vitamin K,
vitamin C, dan piridoksin /vitamin B16, asam fenol, flavonoid, dan saponin. Selain
itu, khasiat yang bisa didapatkan dari senyawa-senyawa tersebut, antara lain
disentri, bisul, keputihan, menambah produksi ASI, TBC kelenjar, radang saluran
pernapasan, dan wasir (Fitmawati & Juliantari, 2017).
Hasil yang didapat pada pemeriksaan serbuk dan haksel daun bayam duri
dengan uji mikrokopis adalah pada serbuk daun bayam duri terlihat struktur
epidermis atan dan epidermis bawahnya, begitu pula pada haksel daun bayam duri
terlihat epidermis atas dan epidermis bawahnya. Pada haksel daun bayam duri,
terlihat jaringan pengangkutnya, sedangkan pada serbuk bayam duri hanya terlihat
berkas pengangkutnya dengan penebalan spiral. Selain itu, pada haksel daun bayam
duri terlihat mesofil yang terbagi menjadi dua, yaitu parenkim palisade dan
parenkim spons. Sedangkan, pada serbuk daun bayam duri hanya terlihat rambut
penutup serta kristal kalsium.
Hasil yang diperoleh melalui uji makroskopis dan organoleptis, yaitu pada
haksel daun bayam duri mempunyai bentuk rajangan atau tidak beraturan, berwarna
hijau kehitaman, berbau tidak sedap, serta mempunyai rasa sepat dan kepahit-
pahitan. Sedangkan, hasil pemeriksaan pada serbuk daun bayam duri, yaitu
mempunyai bentuk seperti serbuk-serbuk halus, berwarna hijau tua, berbau tidak
sedap, dan mempunyai rasa sepat dan kepahit-pahitan.
VII. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat disampaikan pada praktikum ini adalah:
1. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat tetapi belum
mengalami perubahan atau pengolahan apapun yang diolah secara sederhana.
2. Simplisia memiliki tahapan dalam pembuatannya agar mendapatkan hasil
atau khasiat yang bagus dan bisa digunaka untuk pengobatan secara
maksimal.
3. Simplisia digolongkan menjadi 3 bagian, diantaranya simplisia nabati,
simplisia hewani, dan simplisia pelican (Mineral).
4. Tahap pembuatan simplisia terbagi menjadi delapan tahap, diantaranya
pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,
sortasi kering, pengepakan, penyimpanan dan pemeriksaan mutu.
5. Daun bayam duri memiliki nama latin Amaranthus spinosus.
6. Daun bayam duri memiliki banyak khasiat, salah satunya adalah sebagai
pengobatan disentri.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Fitmawati & E. Juliantari. 2017. Tanaman Obat Dari Semak Menjadi Obat. US
Press, Riau
Idroes, R, dkk. 2019. Skrinning Tumbuhan Yang Berpotensi Sebagai Bahan Anti
Mikroba di Kawasan Ie Brok. Syiah Kuala University Press, Aceh
Kemenkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia Edisi II. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Wahyuni, R., G. Guswandi, & H. Rivai. (2014). Pengaruh Cara Pengeringan dengan
Oven, Kering Angin dan Cahaya Matahari Langsung terhadap Mutu
Simplisia Herba Sambiloto. Jurnal Farmasi Higea. 6: 126-132.