Anda di halaman 1dari 11

PROPOSAL PENELITIAN

Pemanfaatan Antosiani Pada Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) dengan
Metode Simplisia

Disusun oleh :

Athaya Ramadhani Janitra


NIM: 3920187181454
Ayu Aida Fikriyah
NIM: 3920187181456
Lathifah Yuliana Hastuti
NIM: 3920187181465
Qurrah A’yuniyyah Haryanto
NIM: 3920187181478

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR KAMPUS 3
MANTINGAN, NGAWI, JAWA TIMUR
2019 / 1441 H
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi tanaman yang secara turun
temurun digunakan sebagai obat tradisional. Herbal, telah menjadi budaya masyarakat
Indonesia sejak berabad silam sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan. Indonesia
dikenal secara luas sebagai mega center keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar
ke-2 di dunia setelah Brazil, terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah
Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000, di antaranya memiliki
khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat.
Terlebih lagi produk herbal, dewasa ini lebih diminati oleh masyarakat, dikarenakan
efek samping yang dimilikinya lebih sedikit dibandingkan dengan obat kimia.
(Murdopo, 2014)
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun atau yang baru mengalami proses setengah jadi, seperti
pengeringan. Simplisisa dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, simplisia
pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah
isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya, atau zat-zat nabati lain yang dikeluarkan dari tanamannya. (Prasetyo, 2013)
Salah satu tanaman yang dapat dijadikan simplisia adalah tanaman umbi-
umbian. Produktivitas umbi-umbian di Indonesia 1.9 juta ton per tahun. Kandungan
pati ubi jalar ungu terdiri dari 30-40% amilosa dan 60-70% amilopektin. Ubi jalar ungu
juga memiliki kadar serat pangan yang tinggi yaitu 4,72% per 100 gram. Selain itu, ubi
jalar ungu juga mengandung banyak sumber antioksidan yang berasal dari antosianin,
vitamin C, vitamin E dan betakaroten. Ubi jalar ungu memiliki kandungan antosianin
yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis ubi jalar lainnya, yaitu sebesar 110,51
mg/100 g. Kandungan betakaroten sebesar 1.208 mg dan vitamin C sebesar 10,5 mg.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa beberapa flavonoid yang terdapat dalam ubi
jalar ungu memiliki khasiat antioksidan. (Yuniarty, 2016)
Penelitian yang pernah dilakukan terhadap ubi ungu diantaranya ialah;
pembuatan sari ubi jalar ungu sebagai bahan eksperimen yang berfungsi zat pewarna
alternatif pada pewarnaan bakteri gram positif S. aureus. Penelitian lain berupa analisis
kandungan antosianin total pada ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) dan ubi ungu
(Dioscoreaalata L.). Penelitian serupa yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi solven terhadap rendemen hasil proses ekstraksi juga telah dilakukan.
Penelitian yang kami lakukan kali ini adalah pembuatan dan pengamatan simplisia
berbahan jahe. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya karena dalam
penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap simplisia ubi ungu.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah hasil uji evaluasi fisik dari simplisia ubi ungu?
2. Apakah manfaat simplisia ubi ungu bagi kesehatan?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
1. Mengetahui hasil uji evaluasi fisik simplisia ubi ungu.
2. Mengetahui manfaat simplisia ubi ungu bagi kesehatan.

1.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian ini adalah hasil uji evaluasi fisik simplisia ubi ungu sesuai
dengan SNI.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teorotis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dari penelitian
dimasa yang akan datang. Dimana kami berharap hasil penelitian sederhana kami ini,
mampu menjadi acuan dasar dalam dunia pendidikan, terutama perkuliahan yang
menjurus pada ilmu kesehatan terlebih lagi program studi Farmasi.
1.5.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pemanfaatan ubi ungu.
Terlebih kami berharap bahwasanya penelitian ini bermanfaat bagi kesehatan maupun
lingkungan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1.1 Simplisia
Selama sepuluh tahun terakhir, obat tradisional mendapat perhatian yang
semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah industri obat
tradisional setiap tahunnya. Kecenderungan meningkatnya penggunaan obat dari bahan
alami di dunia internasional juga ikut mendorong pertumbuhan industri obat tradisional
di Indonesia. Obat alami dapat diperoleh dari tumbuhan, hewan atau mineral (pelikan).
Tumbuhan obat dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu tumbuhan obat tradisional,
tumbuhan obat modern dan tumbuhan obat potensial.
Tumbuhan obat tradisional adalah spesies tumbuhan yang diketahui atau
dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan
baku obat tradisional. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara
ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat
sebagai obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
Tumbuhan obat potensial adalah spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa
atau bahan bioaktif yang berkhasiat sebagai obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah
(medis) atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit ditelusuri.
Dalam dunia farmasi, bahan mentah untuk obat-obatan biasa disebut dengan
simplisia. Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun dan berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia
terdiri dari 3 macam yaitu :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman (isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya ataupun zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan
belum berupa zat kimia murni).
2. Simplisia hewani adalah simplisia yang merupakan hewan utuh, sebagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah dengan cara yang sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
Simplisia nabati terbagi menjadi beberapa kategori berdasarkan pemanfaatan
bagian bahan uji. Simplisia rimpang atau empon-empon, bagian yang dimanfaatkan
sebagai obat adalah akar rimpang atau umbinya. Sebagai contoh adalah dari jenis jahe-
jahean seperti jahe, kencur, lengkuas, kunyit, lempuyang, temulawak, temu putih dan
lain-lain. Simplisia akar, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah akarnya.
Sebagai contoh akar alangalang, akar wangi, gandapura. Simplisia biji, bagian yang
dimanfaatkan sebagai obat adalah bijinya. Sebagai contoh adalah biji kapulaga, jintan,
mrica, kedawung, kecipir (botor), senggani dan lain-lain.
Simplisia daun, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya.
Sebagai contoh adalah daun kumis kucing, daun tabat barito, daun kemuning, daun keji
beling, daun alpokat dan lain-lain. Simplisia batang, bagian yang dimanfaatkan sebagai
obat adalah batangnya. Sebagai contoh adalah cendana, pule, pasak bumi dan lainlain.
Simplisia umbi, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah umbinya. Sebagai
contoh adalah umbi singkong kayu, umbi ubi jalar, dan lain sebagainya.

2.2 Ubi Ungu


Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia terutama di negara – negara beriklim
tropis, diperkirakan pada abad ke- 16. Penyebaran ubi jalar pertama kali terjadi di
Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Siji dan Salendia Baru. Orang-orang
dianggap berjasa menyebarkan tanaman ubi jalar ke asia terutama Filiphina, Jepang
dan Indonesia. (Utari, 2017)
Di Indonesia ubi jalar sebagian besar digunakan sebagai bahan pangan. Umbi
ubi jalar berpotensi dalam menggantikan beras sebagai makanan utama karena lebih
efisien menghasilkan energi, vitamin serta mineral. Selain itu, umbi ubi jalar
mempunyai kandungan vitamin A, riboflavin, asam askorbat, fosfor, tianin, kalsium
dan mempunyai Indeks Glikemik (IG) rendah. Secara morfologi, ubi jalar termasuk
tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman semusim dengan susunan utama terdiri
dari batang, umbi, daun, dan bunga.
Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar pada permukaan tanah dengan panjang
tanaman dapat mencapai 3m, tergantung pada kultivarnya. Bentuk batang bulat, tidak
berkayu, tidak berbuku-buku dan tumbuh tegak atau merambat. Bentuk daun bulat
sampai lonjong, tepi daun tepi rata atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, dan
bagian ujungnya meruncing. Kurang lebih 3 minggu setelah tanam, tanaman ini
biasanya mulai terbentuk umbi. Bentuk umbi yang ideal dan bermutu baik adalah bulat
lonjong agak panjang dan tidak banyak lekukan dengan bobot antara 200g – 250g per
ubi. Baik bentuk maupun ukuran umbi merupakan kriteria dalam penentuan harga
jualnya di pasar. (Purbasari, 2018)
Berdasarkan kandungan zat berkhasiatnya, ubi ungu dapat dimanfaatkan
sebagai obat penambah nafsu makan, obat untuk memperbaiki pencernaan, obat untuk
tonika, menghilangkan nyeri, obat untuk memperlancar air seni atau diuretik, obat
kencing manis atau diabetes mellitus, obat tekanan darah tinggi atau hipertensi, obat
pelindung lever atau yang sering disebut “hepatoprotector”, obat kencing batu, obat
diare dan sebagainya. Bahkan bagian tumbuhan yang dapat meningkatkan imunitas
tubuh atau yang bersifat sebagai imunostimulator diperkirakan dapat mengobati
penyakit infeksi maupun kanker. Belakangan ada pula upaya untuk menemukan
tumbuhan yang dapat menjadi sumber obat HIV-AIDS. (Utami, 2013)
Salah satu kandungan dari ubi ungu adalah antosianin. Antosianin merupakan
senyawa pigmen yang bersifat amfoter, penyumbang warna merah, merah muda, ungu
dan biru. Jumlah kandungan antosianin bervariasi pada setiap tanaman dan berkisar
antara 20mg/100gr untuk 600 mg/100gr berat basa. Sifat mudah larutnya kedalam air
menjadikan pigmen antosianin sebagai bahan alam yang banyak digunakan untuk
dikonsumsi karena mudah diserap oleh tubuh, dan memiliki kemampuan menangkap
radikal bebas dan aktivitas antioksidan yang tinggi serta menunjukkan efek
penghambatan terhadap pertumbuhan beberapa sel kanker. Bila dibandingkan dengan
pewarna-pewarna sintetis, penggunaan warna alami mempunyai keterbatasan antara
lain: (1) seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang diinginkan, (2) konsentrasi
yang rendah, (3) stabilitas pigmen yang rendah, (4) keseragaman warna yang kurang
baik, dan (5) spektrum warna yang tidak seluas seperti pewarna sintetis. (Saati, 2016)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Farmasi Universitas
Darussalam Gontor Kampus Mantingan. Dimulai dari penyiapan bahan, pembuatan
simplisia, hingga uji kualitatif dan kuantitatif sediaan simplisia. Pengamatan ini
dilakukan selama dua bulan, mulai akhir Juli hingga bulan November 2019.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Alat-alat yang digunakan diantaranya ialah pisau, oven, preparat, alas, talenan,
blender dan ayakan. Bahan-bahan yang diperlukan ialah ubi ungu dan air bersih.

3.3 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian pada percobaan ini adalah
Perlakuan Hari Hari Hari Hari Hari ke-9
ke-1 ke-3 ke-5 ke-7
Pengeringan … … … … … gram
Menggunakan gram gram gram gram
Oven
Pengeringan … … … … … gram
Dengan Sinar gram gram gram gram
Matahari

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Penyiapan Bahan
Penelitian ini dimulai dengan penyiapan bahan utama, yaitu ubi ungu. Yang
mana ubi ungu didapatkan dari pasar tradisional Jawa Timur.
3.4.2 Sortasi Basah
Tahap selanjutnya ialah sortasi basah, atau pencucian bahan utama dengan air
mengalir. Hal ini dilakukan dengan harapan tidak ada kotoran yang tertinggal
pada ubi ungu.

3.4.3 Pemotongan Ubi Ungu


Untuk mempercepat proses pengeringan maka dilakukan pemotongan bahan.
Hal ini dilakukan untuk memperluas luas permukaan bahan yang terkena sinar
matahari ataupun panas oven. Sehingga proses pengeringan tidak memerlukan
waktu terlalu lama.

3.4.4 Pengeringan Bahan


Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan ialah pengeringan bahan. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan zat air pada bahan simplisia. Yang mana zat air
dan zat-zat lain yang tidak diperlukan dapat mengganggu proses pembuatan
selanjutnya.

3.4.5 Sortasi Kering


Sortasi kering dilakukan dengan melakukan pengayakan terhadap simplisia ubi
ungu. Hal ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran dan membersihkan
simplisia dari benda asing.

3.5 Analisis Data


Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif
dengan melihat pada hasil uji evaluasi fisik simplisia.
DAFTAR PUSTAKA

Aryati, E. (2016). Potensi Kandungan Kimiawi Dari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas
L) Sebagai Bahan Identifikasi Keberadaan Plak Pada Permukaan Gigi. Jurnal
Kesehatan Gigi, 2.

Murdopo. (2014). Warta Ekspor. Jakarta: Kementrian Perdagangan Republik


Indonesia.

Prasetyo. (2013). Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-Obatan (Bahan Simplisia).


Bengkulu: Badan Penerbitan Fakultas Pertanian Unib.

Pratama, A. (2016). Perbandingan Efektivitas Antioksidan Antosianin Ubi Jalar Ungu


(Ipomoea Batatas L),. 100.

Purbasari, K. (2018). Studi Variasi Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L) Berdasarkan


Karakter. Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya, 1.

Saati, E. A. (2016). Pigmen Antosianin: Identifikasi Dan Manfaatnya Bagi Industri


Makanan Dan Farmasi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Utami, M. (2013). Keragaman Dan Pemanfaatan Simplisia Nabati Yang. Jurnal


Biologi, 2-3.

Utari, D. S. (2017). Analisis Karakter Morfologis Dan Hubungan Kekerabatan


Tanaman Ubu Jalar. Jurnal Agroteknologi, 1.

Yuniarty, T. (2016). Pemanfaatan Sari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas Poiret)
Sebagai Zat Pewarna. Jurnal Tekhnologi Laboratorium, Kendari.

Anda mungkin juga menyukai