Pemanfaatan Antosiani Pada Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) dengan
Metode Simplisia
Disusun oleh :
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi tanaman yang secara turun
temurun digunakan sebagai obat tradisional. Herbal, telah menjadi budaya masyarakat
Indonesia sejak berabad silam sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan. Indonesia
dikenal secara luas sebagai mega center keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar
ke-2 di dunia setelah Brazil, terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah
Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000, di antaranya memiliki
khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat.
Terlebih lagi produk herbal, dewasa ini lebih diminati oleh masyarakat, dikarenakan
efek samping yang dimilikinya lebih sedikit dibandingkan dengan obat kimia.
(Murdopo, 2014)
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun atau yang baru mengalami proses setengah jadi, seperti
pengeringan. Simplisisa dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani, simplisia
pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman adalah
isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan
dari selnya, atau zat-zat nabati lain yang dikeluarkan dari tanamannya. (Prasetyo, 2013)
Salah satu tanaman yang dapat dijadikan simplisia adalah tanaman umbi-
umbian. Produktivitas umbi-umbian di Indonesia 1.9 juta ton per tahun. Kandungan
pati ubi jalar ungu terdiri dari 30-40% amilosa dan 60-70% amilopektin. Ubi jalar ungu
juga memiliki kadar serat pangan yang tinggi yaitu 4,72% per 100 gram. Selain itu, ubi
jalar ungu juga mengandung banyak sumber antioksidan yang berasal dari antosianin,
vitamin C, vitamin E dan betakaroten. Ubi jalar ungu memiliki kandungan antosianin
yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis ubi jalar lainnya, yaitu sebesar 110,51
mg/100 g. Kandungan betakaroten sebesar 1.208 mg dan vitamin C sebesar 10,5 mg.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa beberapa flavonoid yang terdapat dalam ubi
jalar ungu memiliki khasiat antioksidan. (Yuniarty, 2016)
Penelitian yang pernah dilakukan terhadap ubi ungu diantaranya ialah;
pembuatan sari ubi jalar ungu sebagai bahan eksperimen yang berfungsi zat pewarna
alternatif pada pewarnaan bakteri gram positif S. aureus. Penelitian lain berupa analisis
kandungan antosianin total pada ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) dan ubi ungu
(Dioscoreaalata L.). Penelitian serupa yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi solven terhadap rendemen hasil proses ekstraksi juga telah dilakukan.
Penelitian yang kami lakukan kali ini adalah pembuatan dan pengamatan simplisia
berbahan jahe. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya karena dalam
penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap simplisia ubi ungu.
1.1 Simplisia
Selama sepuluh tahun terakhir, obat tradisional mendapat perhatian yang
semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah industri obat
tradisional setiap tahunnya. Kecenderungan meningkatnya penggunaan obat dari bahan
alami di dunia internasional juga ikut mendorong pertumbuhan industri obat tradisional
di Indonesia. Obat alami dapat diperoleh dari tumbuhan, hewan atau mineral (pelikan).
Tumbuhan obat dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu tumbuhan obat tradisional,
tumbuhan obat modern dan tumbuhan obat potensial.
Tumbuhan obat tradisional adalah spesies tumbuhan yang diketahui atau
dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan
baku obat tradisional. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara
ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat
sebagai obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis.
Tumbuhan obat potensial adalah spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa
atau bahan bioaktif yang berkhasiat sebagai obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah
(medis) atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit ditelusuri.
Dalam dunia farmasi, bahan mentah untuk obat-obatan biasa disebut dengan
simplisia. Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun dan berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia
terdiri dari 3 macam yaitu :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman (isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya ataupun zat-zat
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan
belum berupa zat kimia murni).
2. Simplisia hewani adalah simplisia yang merupakan hewan utuh, sebagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah dengan cara yang sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
Simplisia nabati terbagi menjadi beberapa kategori berdasarkan pemanfaatan
bagian bahan uji. Simplisia rimpang atau empon-empon, bagian yang dimanfaatkan
sebagai obat adalah akar rimpang atau umbinya. Sebagai contoh adalah dari jenis jahe-
jahean seperti jahe, kencur, lengkuas, kunyit, lempuyang, temulawak, temu putih dan
lain-lain. Simplisia akar, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah akarnya.
Sebagai contoh akar alangalang, akar wangi, gandapura. Simplisia biji, bagian yang
dimanfaatkan sebagai obat adalah bijinya. Sebagai contoh adalah biji kapulaga, jintan,
mrica, kedawung, kecipir (botor), senggani dan lain-lain.
Simplisia daun, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya.
Sebagai contoh adalah daun kumis kucing, daun tabat barito, daun kemuning, daun keji
beling, daun alpokat dan lain-lain. Simplisia batang, bagian yang dimanfaatkan sebagai
obat adalah batangnya. Sebagai contoh adalah cendana, pule, pasak bumi dan lainlain.
Simplisia umbi, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah umbinya. Sebagai
contoh adalah umbi singkong kayu, umbi ubi jalar, dan lain sebagainya.
Aryati, E. (2016). Potensi Kandungan Kimiawi Dari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas
L) Sebagai Bahan Identifikasi Keberadaan Plak Pada Permukaan Gigi. Jurnal
Kesehatan Gigi, 2.
Yuniarty, T. (2016). Pemanfaatan Sari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas Poiret)
Sebagai Zat Pewarna. Jurnal Tekhnologi Laboratorium, Kendari.