Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENELITIAN

Pemanfaatan Antosianin Pada Ubi Jalar Ungu (Ipomoea


batatas L.) dengan Metode Simplisia

Disusun oleh :
Athaya Ramadhani Janitra 3920187181454
Ayu Aida Fikriyah 3920187181456
Lathifah Yuliana Hastuti 3920187181465
Qurrah A’yuniyyah Haryanto 3920187181478

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
MANTINGAN, NGAWI, JAWA TIMUR
2019 / 1441 H

0
BA B I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara tropis dengan potensi tanaman yang secara turun
temurun digunakan sebagai obat tradisional. Herbal, telah menjadi budaya
masyarakat Indonesia sejak berabad silam sebagai bagian dari upaya menjaga
kesehatan. Indonesia dikenal secara luas sebagai mega center keanekaragaman hayati
(biodiversity) terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil, terdiri dari tumbuhan tropis dan
biota laut. Di wilayah Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000, di
antaranya memiliki khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya
merupakan tanaman obat. Terlebih lagi produk herbal, dewasa ini lebih diminati oleh
masyarakat, dikarenakan efek samping yang dimilikinya lebih sedikit dibandingkan
dengan obat kimia. [ CITATION Mur14 \l 1033 ]
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipakai sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun atau yang baru mengalami proses setengah jadi,
seperti pengeringan. Simplisisa dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani,
simplisia pelikan atau mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara
tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lain yang dikeluarkan dari
tanamannya. [ CITATION Pra13 \l 1033 ]
Salah satu tanaman yang dapat dijadikan simplisia adalah tanaman umbi-
umbian. Produktivitas umbi-umbian di Indonesia 1.9 juta ton per tahun. Kandungan
pati ubi jalar ungu terdiri dari 30-40% amilosa dan 60-70% amilopektin. Ubi jalar
ungu juga memiliki kadar serat pangan yang tinggi yaitu 4,72% per 100 gram. Selain
itu, ubi jalar ungu juga mengandung banyak sumber antioksidan yang berasal dari
antosianin, vitamin C, vitamin E dan betakaroten. Ubi jalar ungu memiliki kandungan

1
antosianin yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis ubi jalar lainnya, yaitu
sebesar 110,51 mg/100 g. Kandungan betakaroten sebesar 1.208 mg dan vitamin C
sebesar 10,5 mg. Berbagai penelitian membuktikan bahwa beberapa flavonoid yang
terdapat dalam ubi jalar ungu memiliki khasiat antioksidan. [ CITATION Tut16 \l 1033 ]
Penelitian yang pernah dilakukan terhadap ubi ungu diantaranya ialah;
pembuatan sari ubi jalar ungu sebagai bahan eksperimen yang berfungsi zat pewarna
alternatif pada pewarnaan bakteri gram positif S. aureus. Penelitian lain berupa
analisis kandungan antosianin total pada ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) dan uwi
ungu (Dioscoreaalata L.). Penelitian serupa yang bertujuan untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi solven terhadap rendemen hasil proses ekstraksi juga telah
dilakukan. Penelitian yang kami lakukan kali ini adalah pembuatan dan pengamatan
simplisia berbahan jahe. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya karena
dalam penelitian ini juga dilakukan pengamatan terhadap simplisia ubi ungu.

1.1 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari penelitian ini adalah untuk:
1. Bagaimana hasil uji evaluasi fisik simplisia ubi ungu?
2. Apa manfaat simplisia ubi ungu bagi kesehatan?

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui hasil uji evaluasi fisik simplisia ubi ungu.
2. Mengetahui manfaat simplisia ubi ungu bagi kesehatan.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Simplisia
Selama sepuluh tahun terakhir, obat tradisional mendapat perhatian yang
semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya jumlah industri obat
tradisional setiap tahunnya. Kecenderungan meningkatnya penggunaan obat dari
bahan alami di dunia internasional juga ikut mendorong pertumbuhan industri obat
tradisional di Indonesia. Obat alami dapat diperoleh dari tumbuhan, hewan atau
mineral (pelikan). Tumbuhan obat dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu tumbuhan
obat tradisional, tumbuhan obat modern dan tumbuhan obat potensial.
Tumbuhan obat tradisional adalah spesies tumbuhan yang diketahui atau
dipercaya oleh masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai
bahan baku obat tradisional. Tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang
secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang
berkhasiat sebagai obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara
medis. Tumbuhan obat potensial adalah spesies tumbuhan yang diduga mengandung
senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat sebagai obat tetapi belum dibuktikan
secara ilmiah (medis) atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit
ditelusuri.[ CITATION Pra13 \l 14345 ]
Dalam dunia farmasi, bahan mentah untuk obat-obatan biasa disebut dengan
simplisia. Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun dan berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia
terdiri dari 3 macam yaitu :
1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman (isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya ataupun zat-zat

3
nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan
belum berupa zat kimia murni).
2. Simplisia hewani adalah simplisia yang merupakan hewan utuh, sebagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa
zat kimia murni.
3. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah dengan cara yang sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
Simplisia nabati terbagi menjadi beberapa kategori berdasarkan pemanfaatan
bagian bahan uji. Simplisia rimpang atau empon-empon, bagian yang dimanfaatkan
sebagai obat adalah akar rimpang atau umbinya. Sebagai contoh adalah dari jenis
jahe-jahean seperti jahe, kencur, lengkuas, kunyit, lempuyang, temulawak, temu putih
dan lain-lain. Simplisia akar, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah akarnya.
Sebagai contoh akar alangalang, akar wangi, gandapura. Simplisia biji, bagian yang
dimanfaatkan sebagai obat adalah bijinya. Sebagai contoh adalah biji kapulaga,
jintan, mrica, kedawung, kecipir (botor), senggani dan lain-lain.
Simplisia daun, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya.
Sebagai contoh adalah daun kumis kucing, daun tabat barito, daun kemuning, daun
keji beling, daun alpokat dan lain-lain. Simplisia batang, bagian yang dimanfaatkan
sebagai obat adalah batangnya. Sebagai contoh adalah cendana, pule, pasak bumi dan
lainlain. Simplisia umbi, bagian yang dimanfaatkan sebagai obat adalah umbinya.
Sebagai contoh adalah umbi singkong kayu, umbi ubi jalar, dan lain sebagainya.
[ CITATION Mei13 \l 14345 ]

2.2 Ubi Ungu


Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia terutama di negara – negara
beriklim tropis, diperkirakan pada abad ke- 16. Penyebaran ubi jalar pertama kali
terjadi di Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Siji dan Salendia Baru. Orang-

4
orang dianggap berjasa menyebarkan tanaman ubi jalar ke asia terutama Filiphina,
Jepang dan Indonesia. [CITATION Dwi17 \l 14345 ]
Di Indonesia ubi jalar sebagian besar digunakan sebagai bahan pangan. Umbi
ubi jalar berpotensi dalam menggantikan beras sebagai makanan utama karena lebih
efisien menghasilkan energi, vitamin serta mineral. Selain itu, umbi ubi jalar
mempunyai kandungan vitamin A, riboflavin, asam askorbat, fosfor, tianin, kalsium
dan mempunyai Indeks Glikemik (IG) rendah. Secara morfologi, ubi jalar termasuk
tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman semusim dengan susunan utama terdiri
dari batang, umbi, daun, dan bunga.
Tanaman ubi jalar tumbuh menjalar pada permukaan tanah dengan panjang
tanaman dapat mencapai 3m, tergantung pada kultivarnya. Bentuk batang bulat, tidak
berkayu, tidak berbuku-buku dan tumbuh tegak atau merambat. Bentuk daun bulat
sampai lonjong, tepi daun tepi rata atau berlekuk dangkal sampai berlekuk dalam, dan
bagian ujungnya meruncing. Kurang lebih 3 minggu setelah tanam, tanaman ini
biasanya mulai terbentuk umbi. Bentuk umbi yang ideal dan bermutu baik adalah
bulat lonjong agak panjang dan tidak banyak lekukan dengan bobot antara 200g –
250g per ubi. Baik bentuk maupun ukuran umbi merupakan kriteria dalam penentuan
harga jualnya di pasar.[ CITATION Kar18 \l 14345 ]
Berdasarkan kandungan zat berkhasiatnya, ubi ungu dapat dimanfaatkan
sebagai obat penambah nafsu makan, obat untuk memperbaiki pencernaan, obat
untuk tonika, menghilangkan nyeri, obat untuk memperlancar air seni atau diuretik,
obat kencing manis atau diabetes mellitus, obat tekanan darah tinggi atau hipertensi,
obat pelindung lever atau yang sering disebut “hepatoprotector”, obat kencing batu,
obat diare dan sebagainya. Bahkan bagian tumbuhan yang dapat meningkatkan
imunitas tubuh atau yang bersifat sebagai imunostimulator diperkirakan dapat
mengobati penyakit infeksi maupun kanker. Belakangan ada pula upaya untuk
menemukan tumbuhan yang dapat menjadi sumber obat HIV-AIDS.[ CITATION
Mei13 \l 1033 ]

5
Salah satu kandungan dari ubi ungu adalah antosianin. Antosianin merupakan
senyawa pigmen yang bersifat amfoter, penyumbang warna merah, merah muda,
ungu dan biru. Jumlah kandungan antosianin bervariasi pada setiap tanaman dan
berkisar antara 20mg/100gr untuk 600 mg/100gr berat basa. Sifat mudah larutnya
kedalam air menjadikan pigmen antosianin sebagai bahan alam yang banyak
digunakan untuk dikonsumsi karena mudah diserap oleh tubuh, dan memiliki
kemampuan menangkap radikal bebas dan aktivitas antioksidan yang tinggi serta
menunjukkan efek penghambatan terhadap pertumbuhan beberapa sel kanker. Bila
dibandingkan dengan pewarna-pewarna sintetis, penggunaan warna alami
mempunyai keterbatasan antara lain: (1) seringkali memberikan rasa dan flavor khas
yang diinginkan, (2) konsentrasi yang rendah, (3) stabilitas pigmen yang rendah, (4)
keseragaman warna yang kurang baik, dan (5) spektrum warna yang tidak seluas
seperti pewarna sintetis.[ CITATION Elf16 \l 1033 ]

6
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Farmasi Universitas
Darussalam Gontor Kampus Mantingan. Dimulai dari penyiapan bahan, pembuatan
simplisia, hingga uji kualitatif dan kuantitatif sediaan simplisia. Pengamatan ini
dilakukan selama dua bulan, mulai akhir Juli hingga bulan November 2019.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Alat-alat yang di gunakan selama penelitian ini diantaranya ialah:
 Pisau  Baskom
 Keranjang
 Oven
 Timbangan
 Loyang
 Mikroskop
 Ayakan
 Sendok
 Lumpang Alu
 Palu
 Keranjang
 Kertas
 Kain Putih
 Toples

Bahan-bahan yang kami gunakan ialah:


 Ubi ungu
 Air bersih.

7
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penyiapan Bahan
Penelitian ini kami mulai dengan penyiapan bahan, bahan utama yang kami
gunakan ialah ubi ungu
3.3.2 Sortasi Basah
Tahap selanjutnya ialah sortasi basah, atau pencucian bahan utama dengan air
mengalir. Proses ini dilakukan agar bahan bersih dari tanah-tanah di luar
permukaan.
3.3.3 Pencucian
Tahap selanjutnya yang kami lakukan ialah pencucian ubi ungu dengan
menggunakan air mengalir.
3.3.4 Perajangan
Tujuan dari perajangan ialah untuk memperluas, luas permukaan bahan yang
terkena sinar matahari ataupun panas oven.
3.3.5 Pengeringan Bahan
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan ialah pengeringan bahan. Hal ini
bertujuan untuk menghilangkan zat air pada bahan simplisia.
3.3.6 Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan dengan tujuan menghilangkan kontaminan dari
simplisia.
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif
dengan melihat pada hasil uji evaluasi fisik simplisia. Data yang kami peroleh
dari penelitian ini akan kami bahas dalam bab IV.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Hasil yang kami dapatkan dari penelitian ini diantaranya:
4.1.1 Berat Simplisia
Perlakuan Setelah 12 jam 24 jam 36 jam Berat Halus
Pengeringan disortasi
basah
P1 (Oven 335 gram 193 gram 129 gram 120 75 gram
50ºC) gram (ayakan uk. 44)
P2 (Sinar 297 gram 109 gram 106 gram Pengerin 102 gram
Matahari) gan (ayakan uk. 60)
selesai
Setelah melalui tahap sortasi basah, berat bahan dari P1 yaitu 335 gram dan
berat bahan P2 yaitu 297 gram. Dalam penelitian ini, simplisia yang dikeringkan
menggunakan oven maupun menggunakan sinar matahari di timbang setiap 12 jam
sekali. Pada 12 jam pertama simplisia dari masing-masing perlakuan ditimbang. P1
mengalami penurunan berat sebanyak 142 gram menjadi 193 gram. Sedangkan P2
mengalami penurunan berat sebanyak 188 gram menjadi 109 gram. Setelah 12 jam
selanjutnya, simplisia ditimbang lagi. P1 mengalami penurunan 64 gram menjadi 129
gram. Sedangkan P2 mengalami penurunan sebanyak 3 gram menjadi 106 gram. Pada
12 jam selanjutnya, P1 mengalami penurunan 9 gram menjadi 120 gram.
Masing-masing perlakuan mengalami penurunan berat bahan yang berbeda.
Hal tersebut menandakan bahwa kadar air dari simplisia berkurang karena proses

9
pengeringan. Semakin lama waktu pengeringan, kadar air dalam simplisia semakin
berkurang. Dari data yang diperoleh, pengeringan menggunakan sinar matahari lebih
cepat menurunkan kadar air simplisia daripada pengeringan menggunakan oven
sehingga dapat dikatakan bahwa pengeringan simplisia lebih efektif dengan
menggunakan sinar matahari
4.1.2 Pengamatan Fisik Organoleptis
Parameter Organoleptis Pengeringan dengan Pengeringan dengan
Oven Sinar Matahari
Warna Coklat Pudar Ungu pudar
Tekstur Agak kasar Halus
Rasa Hambar, sedikit terasa ubi Hambar, sedikit terasa ubi
ungu ungu
Bentuk Serbuk agak kasar Serbuk halus
Kontaminan Bersih Bersih
Bau Beraroma Tidak terlalu beraroma

4.1.3 Pengamatan Fisik Mikroskopis


Dalam melakukan pengamatan fisik digunakan mikroskop cahaya binokuler
dengan perbesaran lensa 10 x 10. Dalam pengamatan ini terlihat bentuk lingkaran dari
tayangan menandakan adanya amilum atau pati dalam kandungan ubi ungu. Warna
menjadi berubah disebabkan oleh reaksi browning. Ubi ungu menggunakan oven
berwarna coklat pudar dikarenakan terjadinya case hardening, yaitu bagian
permukaan bahan pangan sudah kering sedangkan bagian dalamnya masih basah.
Sedangkan pada ubi ungu yang menggunakan pengeringan dengan matahari berwarna
ungu pudar, memudarnya warna dikarenakan pengeringan itu sendiri yang
menyebabkan terjadinya pemudaran warna. Tekstur dan bentuk berbeda diantara
keduanya dikarenakan kami menggunakan pengayakan berbeda, yaitu pengayakan
nomor 44 pada ubi ungu yang menggunakan pengeringan oven dan nomor 60 pada
pengeringan menggunakan sinar matahari. Pada pengeringan menggunakan oven

10
lebih wangi dibandingkan menggunakan sinar matahari dikarenakan, oven dapat
mempertahankan aroma bahan agar tetap terjaga. Pada metode keduanya, pastilah
mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Apabila pengeringan ingin
dilakukan dengan cepat dan penumbukan mudah maka dilakukan pengeringan
menggunakan sinar matahari, apabila pengeringan ingin mempertahankan bau aroma
pada ubi ungu, maka dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven, tetapi
penumbukannya nanti akan lebih sulit.
Mutu Simplisia
Berdasarkan penilaian mutu simplisia baik atau tidak, dinyatakan menurut
parameter:
a. Kontaminan, apabila terdapat bakteri, mikroba, ataupun senyawa lain
dalam simplisia maka, simplisia tersebut dinyatakan gagal. Pada simplisia
yang diteliti tidak terdapat partikel asing, maka dapat dinyatakan
bahwasanya simplisia yang diteliti memenuhi standar.
b. Kadar air, simplisia dinyatakan baik apabila kadar airnya tepat, tidak
kurang dan tidak lebih. Maksudnya, tidak lembab dan tidak terlalu kering
atau gosong. Pada hasil simplisia yang diteliti, kadar air yang ada tidak
berlebih atau tidak lembab. Dan tidak kurang atau bahkan gosong.
Sehingga dapat dinyatakan sebagai simplisia memenuhi standar.
4.1.4 Perhitungan Kadar Air
Pengeringan Menggunakan Oven bersuhu 50º C :
Berat awal – Berat akhir × 100% = 335 gram – 75 gram × 100% = 34%
Berat akhir 75 gram
Pengeringan Dengan Sinar Matahari
Berat awal – Berat akhir × 100% = 297 gram – 106 gram × 100% = 18%
Berat Akhir 106 gram

4.2 Pembahasan Prosedur Penelitian


4.2.2 Penyiapan Bahan

11
Penelitian ini dimulai dengan penyiapan bahan, bahan utama yang
digunakan ialah ubi ungu. Ubi ungu yang digunakan didapatkan dari salah
satu kebun di Jawa Timur, dengan bantuan asisten praktikum dan dosen.
Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah alat-alat yang sudah tersedia di
Laboratorium Farmasi UNIDA.
4.2.3 Sortasi Basah
Tahap selanjutnya ialah sortasi basah, atau pencucian bahan utama
dengan air mengalir. Sortasi basah dilakukan dengan cara penghilangan zat-
zat yang tidak diperlukan, seperti tanah yang masih menempel pada ubi ungu,
akar, dan sebagainya.
4.2.4 Pencucian
Tahap selanjutnya yang dilakukan ialah pencucian ubi ungu dengan
menggunakan air mengalir. Hal ini dilakukan dengan tujuan menghilangkan
tanah-tanah yang masih menempel pada ubi ungu.
4.2.5 Perajangan
Tujuan dari perajangan ialah untuk memperlebar luas permukaan
bahan yang terkena sinar matahari ataupun panas oven. Sehingga proses
pengeringan tidak memerlukan waktu terlalu lama. Perajangan dilakukan
dengan menggunakan pisau.
4.2.6 Pengeringan Bahan
Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan ialah pengeringan bahan. Hal
ini bertujuan untuk menghilangkan zat air pada bahan simplisia. Yang mana
zat air dan zat-zat lain yang tidak diperlukan dapat mengganggu proses
pembuatan selanjutnya. Pengeringan bahan dilakukan dengan dua metode.
Metode pertama ialah dengan menggunakan oven bersuhu 50ºC selama
36jam, dan diamati setiap 12jam sekali. Pengeringan dengan metode ini
dilakukan di Laboratorium Kimia Analisis Program Studi Farmasi UNIDA
Gontor.

12
Metode kedua yang digunakan ialah dengan menggunakan sinar
matahari selama total waktu 24 jam, dengan pengamatan setiap 12 jam sekali.
Selama melakukan penelitian ini diketahui bahwasanya pengeringan ubi ungu
dengan menggunakan sinar matahari lebih baik dibandingkan dengan
pengeringan menggunakan oven. Hal ini diketahui saat melakukan
penumbukan atau penghalusan bahan dan melihat dari segi warna bahan
setelah dikeringkan. Bahan yang dikeringkan dengan menggunakan sinar
matahari lebih mudah untuk dihaluskan dibandingkan dengan bahan yang
dikeringkan dengan oven. Dari parameter warna, yang dihasilkan dari
pengeringan bahan metode oven memiliki warna lebih pucat dibandingkan
dengan menggunakan sinar matahari. Namun bahan yang dikeringkan dengan
metode oven memiliki aroma lebih wangi dibandingkan dengan pengeringan
sinar matahari.
4.2.7 Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan dengan melakukan pengayakan terhadap
simplisia ubi ungu. Hal ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran dan
membersihkan simplisia dari benda asing. Pengayakan dilakukan dengan dua
ayakan. Bahan yang dikeringkan dengan sinar matahari diayak dengan ayakan
nomor 60. Dan bahan yang dikeringkan dengan oven diayak dengan ayakan
nomor 44.

4.3 Perbandingan hasil simplisia berdasarkan metode pengeringan


4.3.1 Perbandingan waktu
Proses pengeringan bahan dilakukan dengan dua metode, yaitu dengan
sinar matahari dan dengan menggunakan oven. Dilakukan pengeringan
dengan sinar matahari selama dua hari, dimulai menjemur pada pagi hari dan
diambil di sore hari. Untuk pengeringan dengan menggunakan oven di
lakukan dengan derajat oven 50 C, dan timer yang tertera pada oven di atur
tiap 12jam sekali. Ubi ungu dikeringkan dalam oven dengan durasi waktu

13
oven 3x12jam. Sehingga, bila dihitung berdasarkan satuan jam, pengeringan
ubi ungu dengan sinar matahari dilakukan selama 24 jam dan pengeringan
dengan oven selama (12x3) 36jam. Dapat disimpulkan bahwa proses
pengeringan ubi ungu dengan sinar matahari lebih cepat dibandingkan
menggunakan oven. Namun terdapat beberapa pengecualian, apabila suhu
oven dinaikkan maka ada kemungkinan pengeringan akan lebih cepat
menggunaka oven. Dikarenakan suhu yang kami gunakan dalam oven hanya
50ºC, hal ini menjadi faktor proses pengeringan dengan oven lebih lama
dibandingkan dengan sinar matahari.
4.3.2 Perbandingan warna
Dengan adanya perbedaan metode pengeringan maka hasil yang
adapun berbeda berdasarkan tingkat kualitasnya. Warna yang dihasilkan dari
bahan yang dikeringkan dengan menggunakan bantuan sinar matahari
menghasilkan warna ungu pudar. Sedangkan bahan yang dikeringkan dengan
menggunakan oven menghasilkan warna coklat pudar. Hal ini berhubungan
dengan reaksi maillard. Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gugus
karbonil terutama dari gula pereduksi dengan gugus amino terutama dari asam
amino, peptida dan protein. Reaksi awal antara gugus aldehid atau keton dari
molekul gula dan gugus amino bebas dari molekul asam amino atau protein,
oleh karena itu sering disebut dengan istilah reaksi gula-amino. Reaksi
Maillard dapat dibagi dalam tiga tahapan yaitu tahap awal dimana terbentuk
glikosilamin dan Amadori Rearrangement Product (ARP), tahap intermediet
dimana terjadi dekomposisi ARP dan degradasi strecker, dan tahap akhir
dimana terjadi perubahan senyawa karbonil (furfural, produk fisi,
dehidroredukton atau aldehid hasil degradasi strecker) menjadi senyawa yang
mempunyai berat molekul tinggi. Produk degradasi ARP selama pemanasan
adalah hidroksimetil furfural (HMF) yang terbentuk melalui jalur 3
deoksiglukoson yang merupakan prekursor dalam pembentukan melanoidin.
Tahap akhir dari reaksi Maillard ini menghasilkan pigmen-pigmen melanoidin

14
yang berwarna coklat dan menghasilkan aroma yang khas.[CITATION
Ros09 \l 14345 ]. Sedangkan pada pengeringan dengan sinar matahari tidak
terjadi rekasi maillard. Hal inilah yang menyebabkan hasil dari pengeringan
dengan oven berwarna coklat pudar dan hasil dari pengeringan sinar matahari
berwarna ungu pudar.
4.3.3 Perbandingan aroma
Dalam rekasi maillard dikatakan jika pemanggangan makanan dengan
oven dapat menghasilkan warna makanan lebih kecoklatan dan menghasilkan
senyawa aromatis. Reaksi inilah yang menyebabkan aroma yang dihasilkan
dari bahan yang kami keringkan dengan oven lebih aromatis. Sedangkan
bahan yang dikeringkan dengan sinar matahari tidak terlalu beraroma.
4.3.3 Perbandingan tekstur
Perbedaan metode pengeringan tentu saja memberikan hasil tekstur
yang berbeda. Ubi ungu yang dikeringkan dengan menggunakan sinar
matahari memiliki sifat lebih kering. Sehingga memudahkan didalam
melakukan proses penumbukan. Berbeda dengan yang kami keringkan dengan
menggunakan oven. Ubi ungu yang kami keringkan menggunakan oven
memiliki tekstur yang lebih keras dibandingkan dengan menggunakan sinar
matahari.
Dan dalam proses pengayakan kami menggunakan ayakan yang
berbeda. Ubi ungu yang kami keringkan dengan menggunakan bantuan sinar
matahari kami ayak dengan menggunakan ayakan nomor 60. Sedangkan ubi
ungu yang kami keringkan dengan menggunakan oven kami ayak dengan
menggunakan ayakan nomor 44. Perbedaan alat yang kami gunakan menjadi
faktor utama perbedaan hasil diantara keduanya. Semakin besar nomor
ayakan, maka semakin kecil partikel yang mampu melewatinya. Sehingga
hasil dari ubi ungu yang kami ayak dengan menggunakan ayakan 60 lebih
halus dibandingkan dengan ubi ungu yang kami ayak dengan menggunakan
ayakan nomor 44.

15
4.3.4 Perbandingan rasa
Simplisia ubi ungu yang sudah selesai kami buat berbentuk bubuk
halus seperti tepung. Membahas tentang rasa yang ada, rasa ubi ungu
sangatlah mirip, tidak ada perbedaan antara keduanya. Simplisia ubi ungu
memiliki rasa yang sama antara simplisia hasil pengeringan sinar matahari
dan oven. Yang membedakan hanyalah tekstur kelembutannya, hal ini
disebabkan perbedaan ukuran partikel yang disebabkan karena adanya
perbedaan ayakan.

4.3.5 Perbandingan bentuk


Dikarenakan pada proses pengayakan kami menggunakan nomor
ayakan yang berbeda membuat bentuk yang dihasilkan berbeda satu dengan
lainnya. Simplisia yang kami ayak dengan ayakan nomor 60 memiliki bentuk
yang sangat lembut seperti susu bubuk. Sedangkan simplisia yang kami ayak
dengan menggunakan ayakan nomor 44 memiliki bentuk partikel yang lebih
besar daripada simplisia yang diayak dengan ayakan nomor 60. Hal ini
disebabkan karena perbedaan ukuran lubang pada masing-masing ayakan.
4.3.6 Perbandingan kontaminan
Selama melakukan proses pembuatan simplisia telah diusahakan
menjaga tingkat kehigienisan produk, agar tidak terdapat kontaminan pada
sediaan. Sehingga pada saat melakukan pengayakan kami sangat
memperhatikan hasil ayakan, agar tidak terdapat partikel lain yang ikut
tersaring. Proses sortasi kering yang dilakukan berupa penggerusan bahan,
pengayakan dan pemisahan bahan dari partikel lain. Namun dapat dipastikan
bahwasanya hasil simplisia kami tidak terkontaminasi brotowali maupun
bahan lain. Karena bentuk partikel brotowali yang dapat terlihat jelas oleh
mata biasa, sehingga memudahkan kami untuk melakukan sortasi kering.

16
Untuk simplisia yang kami ayak dengan menggunakan ayakan nomor 60,
dapat dipastikan tidak ada partikel kelompok lain yang tertingal pada ayakan.
Jadi, dapat dipastikan bahwasanya pada hasil simplisia kami tidak terdapat
kontaminan. Baik yang menggunakan ayakan nomor 60 ataupun ayakan
nomor 44.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Pada penelitian ini, pengeringan menggunakan sinar matahari lebih cepat
kering, lebih mudah untuk dihaluskan dan warna lebih cerah dibandingkan ubi ungu
yang dikeringkan menggunakan oven. Akan tetapi ubi ungu yang dikeringkan
menggunakan oven lebih aromatis.
Ubi ungu dapat dimanfaatkan sebagai obat penambah nafsu makan, obat untuk
memperbaiki pencernaan, obat untuk tonika, menghilangkan nyeri, obat untuk memperlancar
air seni atau diuretik, obat kencing manis atau diabetes mellitus, obat tekanan darah tinggi
atau hipertensi, obat pelindung lever atau yang sering disebut “hepatoprotector”, obat kencing
batu, obat diare dan sebagainya.

Saran
Untuk penelitian yang lebih lanjut, agar menggunakan blender dan menggunakan
ayakan yang berukuran sama untuk memudahkan penghalusan dan memudahkan
dalam proses perbandingan antara keduanya.

17
LAMPIRAN

Proses pencucian Ubi Ungu Proses penimbangan setelah di cuci

18
Pemotongan Pengovenan

Penyusunan sebelum masuk kedam


Wujud Ubi Ungu setelah dikeringkan
pengovenan

P
enghalusan Ubi Ungu menggunakan
Penyusunan sebelum dikeringkan
Lumpang Alu
dibawah matahari

19
Amilum yang dilihat menggunakan
mikroskop pada ubi unguPengayakan
ubi ungu

20
DAFTAR PUSTAKA

Aryati, E. (2016). Potensi Kandungan Kimiawi Dari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea
Batatas L) Sebagai Bahan Identifikasi Keberadaan Plak Pada Permukaan Gigi.
Jurnal Kesehatan Gigi, 2.
Dedin, R. (2009). Aktivitas Antioksidan Fraksi-Fraksi Model Dari Produk Reaksi
Maillard. Disertasi Sekolah Pascasarjana, 1.
Murdopo. (2014). Warta Ekspor. Jakarta: Kementrian Perdagangan Republik
Indonesia.
Prasetyo. (2013). Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-Obatan (Bahan Simplisia).
Bengkulu: Badan Penerbitan Fakultas Pertanian Unib.
Pratama, A. (2016). Perbandingan Efektivitas Antioksidan Antosianin Ubi Jalar Ungu
(Ipomoea Batatas L),. 100.
Purbasari, K. (2018). Studi Variasi Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L) Berdasarkan
Karakter. Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya, 1.
Saati, E. A. (2016). Pigmen Antosianin: Identifikasi Dan Manfaatnya Bagi Industri
Makanan Dan Farmasi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.
Utami, M. (2013). Keragaman Dan Pemanfaatan Simplisia Nabati Yang. Jurnal
Biologi, 2-3.
Utari, D. S. (2017). Analisis Karakter Morfologis Dan Hubungan Kekerabatan
Tanaman Ubu Jalar. Jurnal Agroteknologi, 1.
Yuniarty, T. (2016). Pemanfaatan Sari Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas Poiret)
Sebagai Zat Pewarna. Jurnal Tekhnologi Laboratorium, Kendari.

Anda mungkin juga menyukai