Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan
sumber bahan obat tradisional yang telahdigunakan
rakyatnya secara turun-temurun sejak zaman
nenek moyang terdahulu.Keuntungan penggunaan
obat tradisional adalah selain karena bahan
bakunya mudahdiperoleh, faktor ekonomi turut
memengaruhi. Sebagian besar rakya Indonesia
hidup
di pedesaan yang menyebabkan sulitnya jangkauan 
obat modern, komunikasi dan transportasi, juga
daya beli yang relative rendah. Salah satu tanaman
di Indonesia yang berkhasiat sebagai obat
tradisional adalah daun Cincau (Ciclea barbata).
Cincau hijau merupakan salah satu tanaman
berkhasiat yang banyak dijumpai di Indonesia.
Tanaman ini tidak memerlukan penanganan khusus
dalam pembudidayaannya. Cincau biasanya hanya
digunakan untuk dikonsumsi secara langsung
dengan mengekstrak daun cincau menjadi gel
cincau segar dan dihidangkan dengan kuah santan
dan gula jawa sebagai es cincau. Padahal cincau
memiliki kandungan serat yang tinggi dan beberapa
senyawa bioaktif yang baik untuk kesehatan.
Cincau selain mengandung karbohidrat, lemak dan
protein juga mengandung kalsium, vitamin, mineral
dan beberapa senyawa bioaktif seperti klorofil,
polifenol dan flavonoid. Kandungan senyawa bioaktif
tersebut bersifat antioksidan yang dapat menangkal
radikal bebas. Berbagai penelitian menunjukkan
efek positif ekstrak cincau terhadap kesehatan
diantaranya kandungan antioksidan berupa
flavonoid pada cincau dapat menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi,ekstrak cincau
dapat menghambat aktivitas sel kanker dan sebagai
antimalarial Daun cincau segar mudah mengalami
kerusakan akibat kadar air yang tinggi. Untuk itu
perlu adanya pengolahan lebih lanjut guna
memperpanjang masa simpan daun cincau hijau,
salah satunya yaitu dengan pengolahan daun
cincau menjadi bubuk cincau. Selain
memperpanjang masa simpan, bubuk cincau dapat
digunakan secara lebih leluasa dalam berbagai
kegiatan industri.
B. Tujuan
1. Memenuhi tugas praktikum mata kuliah
Farmakognosi
2. Memahami cara pembuatan simplisia yang baik
dan benar 
3. Mengetahui kandungan dan khasiat di dalam
daun cincau (ciclea barbata)
BAB II
PENDAHULUAN

tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah


lama dimiliki oleh nenek moyang kita dan hingga
saat ini telah banyak yang terbukti secara ilmiah.
Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus
meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa
Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai
jamu. Bagian-bagian tanaman yang digunakan
sebagai bahan obat yang disebut simplisia. Istilah
simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan
obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya
atau belum mengalami perubahan bentuk
(Gunawan, 2010).

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang


telah dikeringkan yang digunakan untuk
pengobatan dan belum mengalami pengolahan,
kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan untuk
simplisia tidak lebih dari 600 C ( Ditjen POM, 2008)

Simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu :

a. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa


tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eskudat
tumbuhan. Eskudat tumbuhan adalah isi sel
yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau
zat nabati lain yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tumbuhannya (Ditjen POM, 1995)
b. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa


hewan utuh atau zat-zat berguna yang
dihasilkjan oleh hewan. Contuhnya adalah
minyak ikan atau madu (Gunawan,2010)

c. Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia


berupa bahan pelikan atau mineral yang belum
diolah atau telah diolah dengan cara sederhana.
Contohnya serbuk seng dan serbuk tembaga
(Gunawan, 2010)

Faktor-faktor Penentu Kualitas Simplisia

Menurut Gunawan (2010), kualitas simplisia


dipengaruhi oleh dua faktor antara lain sebagai
berikut :

1. Bahan Baku Simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bias


diperoleh dari tanaman liar dan atau dari
tanaman yang dibududayakan. Tumbuhan liar
umumnya kurang baik untuk dijadikan bahan
simplisia jika dibandingkan dengan hasil
budidaya, karena simplisia yang dihasilkan
mutunya tidak seragam.
2. Proses Pembuatan Simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa


tahapan, yaitu :

 Pengumpulan bahan baku


 Sortasi basah
 Pencucian
 Pengubahan bentuk
 Pengeringan
 Sortasi kering
 Pengepakan dan penyimpanan

Daun Cincau Hijau (Cyclea barbata Miers)


Taksonomi dan Morfologi cincau hijau (Cyclea
barbata Miers)

Daun cicau hiaju (Cyclea barbata Miers) banyak


ditemui diberbagai tempat di Indonesia, dari pasar
tradisional hingga dipusat perbelanjaan modern.
Tanaman ini dikenal dengan nama camcao (Jawa),
camcauh (Sunda), juju, kepleng, krotok, tarawalu,
tahulu (Melayu). Terdapat beberapa jenis cincau
yang dikenal saat ini yaitu cincau hijau, cincau
hitam dan cincau minyak. Masyarakat Indonesia
menggemari jenis cincau hijau karena fisik daun
cincau hijau yang tipis dan lemas sehingga lebih
mudah dibentuk menjadi gelatin ataupun menjadi
agar-agar (Nurlela, 2015)
Menurut De Padua dkk (1999), kedudukan
taksonomi tanaman cincau hijau (Cyclea barbata
Miers) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Bangsa : Ranunculales
Suku : Menispermaceae
Marga : Cyclea
Jenis : Cyclea barbata

Karakteristik tanaman ini pada bagian akar


berdaging tebal dan panjang, berwarna coklat pucat
dibagian luar dan berwarna putih atau kuning
dibagian dalam ( De Padua dkk., 1999).
Daun cincau hijau (Cyclea barbata Miers)
memiliki warna hujau kecoklatan dan mnyerupai
bentuk hati, memiliki panjang 5,5 cm hingga 9 cm,
sedangkan lebarnya 5,5 cm hingga 9,5 cm. bagian
ujung daun berbentuk runcing, tetapi tidak ata,
berambut halus, dan memiliki ujung pangkal yang
tumpul. Bagian tangkai daun memiliki panjang 2,5
cm sampai 4,5 cm (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1989)
Batang tanaman cincau hijau (Cyclea barbata
Miers) berbentuk bulat, dengan diameter 1 cm.
Bunganya berbentuk kecil dan berkelopak, bunga
jantan berwarna hijau muda dengan panjang 30-4-
mm dan mempunyai kelopak bunga sebanyak 4-5
kelopak. Sedangkan bunga betina berukuran lebih
kecil dengan panjang 0,7-1,0 mm dan mempunyai
kelopak bunga sebanyak 1-2 kelopak serta sebuah
kelopak yang berbulu. Setiap buah mengandung 1-2
biji yang keras berbentuk bulat telur. Akar cincau
hijau dapat tumbuh membesar seperti umbi dengan
bentuk yang tidak teratur (Nurlela, 2015)

Kandungan dan Kegunaan Daun Cincau Hijau


(Cylcea barbata Miers)

Secara umum kandungan daun cincau hijau


(Cylcea barbata Miers) adalah karbohidrat, lemak,
protein dan senyawa-senyawa lainnya seperti
polifenol, flavonoid serta mineral-mineral seperti
kalsium, fosfor, vitamin A, dan vitamin B
(Nurlela,2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Faridan
dan Vanoria (2008) menunjukkan bahwa daun
cincau hijau (Cylcea barbata Miers) memiliki
senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid,
alkaloid, saponin, tannin, dan steroid. Keberadaan
senyawa flavonoid pada daun cincau hijau (Cylcea
barbata Miers) merupakan indikasi adanya aktivitas
antibakteri dan antioksidan (Farida dan Vanoria,
2008)

Manfaat Daun Cincau untuk Pengobatan


1. Obat Anti Inflamasi

Cincau mengandung zat klorofil cukup besar


pada daunnya. Zat ini dapat meredakan
peradangan yang terjadi akibat bakteri atau
kuman pada bagian tertentu. Untuk manfaat ini,
daun cincau dapat ditumbuk dan diberi sedikit
garam kemudian dioles pada bagian yang sakit 3
kali sehari.

2. Obat Demam

Daun cincau mengandung saponin dan


manfaat antioksidan yang berperan untuk
menurunkan demam. Minum air rebusa cincau
setelah air disaring dua kali sehari.

3. Obat Diabetes Mellitus

Daun cincau memiliki kandungan senyawa


berupa bisbenzilsokuinolin dan klorofil yang
bermanfaat untuk menstabilkan kadar gula
dalam darah. Hal tersebut kemudian akan
memperbaiki kinerja hormon insulin pankreas
dalam mengatur kadar gula darah. Jika
mengkonsumsi air rebusan daun cincau ini
secara teratur, sebanyak 200 ml 2 kali sehari.

4. Obat Radang Lambung
Kandungan vitamin C dan manfaat antioksidan
dalam daun cincau akan membantu klorofil
untuk mengatasi radang lambung yang dialami
oleh seseorang yang memiliki kelainan pada asam
lambungnya. Senyawa-senyawa tersebut, akan
menguatkan otot dinding lambung untuk
membunuh bakteri yang menyebabkan penyakit
pada lambung. Untuk mengobati radang
lambung, dapat mengkonsumsi rebusan daun
cincau sebayak 2 kali sehari. 

Mengatasi diare

Senyawa alkaloid pada daun cincau


mengandung manfaat vitamin C dan manfaat
vitamin B yang dapat mengatasi diare setelah
dikonsumsi secara teratur sebanyak 3 kali sehari.
Senyawa alkaloid akan membantu membunuh
kuman penyakit yang terdapat dalam makanan dan
meningkatkan penyerapan sari makanan di dalam
tubuh.
BAB III
METODE PENELITIAN

Alat

1. Baki plastik
2. Timbangan
3. Gunting
4. Mesh 60
5. Kertas Payung
6. Toples

Bahan

1. Daun Cincau

Prosedur Kerja

1. Pengumpulan Daun Cincau


Daun Cincau yang dipakai merupakan daun yang
diambil langsung dari pohonnya pada satu daerah
yaitu dusun cangkring Desa Ratawangi Rt 007 Rw
002 Kecamatan Banjarsari. Tepatnya diambil pada
hari sabtu tanggal 31 Agustus 2019 pukul 17.00
WIB. Tinggi tanaman cincau ini  2 M. Arah tumbuh
tanaman cincau ini merambat, dan daun cincau
yang tumbuh berbentuk menyerupai jantung agak
bulat berwarna hijau tua, dan bagian ujung daun
meruncing.

Panjang dan lebar daun cincau yang tumbuh


sekitar 10 cm
2. Sortasi Basah
Dilakukan pemisahan pada daun cincau,
untuk memisahkan daun dari organel lain
seperti kotoran atau pun daun yang kurang
bagus, dan dilakukan penimbangan.

3. Pencucian
Pencucian menggunakan air mengalir untuk
membersihkan daun cincau dari debu dan
pengotor lainnya yang menempel pada
permukan daun cincau. Air yang digunakan
merupakan air dari sumur

4. Perajangan
Tidak dilakukan perajangan pada daun
cincau karena permukaan daun cincau sudah
tipis. Semakin tipis bahan yang akan di
keringkan semakin cepat penguapan air
sehingga mempercepat waktu pengeringan.

5. Pengeringan
Proses pengeringan daun cincau yaitu
mnggunakan metode angin- angina,
tujuannya adalah untuk mengurangi kadar air
dan perkembangan mikroorganisme .
Pengeringan pada daun cincau ini tidak
secara langsung dikeringkan dibawah sinar
matahari, karena bila langsung dikeringkan
dibawah matahari langsung daun bisa saja
rusak ataupun menjadi gosong. Maka daun
disimpan ditempat yang teduh dan disimpan
secara disebar dan rata diatas nampan.

6. Sortasi Kering
Dilakukan sortasi kering untuk memisahkan
apabila ada daun yang rusak atau terlalu
kering atauun pemisahan dari pengotor
seperti jamur atau kotoran lainnya.

7. Penggilingan
Dilakukan penggilingan dengan
menggunakan alat blender

8. Pengayakan
Pengayakan dilakukan untuk meratakan
ukuran. Dengan menggunakan mesh no 60

9. Pengemasan
Simplisia yang telah dibuat disimpan dalam
wadah yaitu toples.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN

PEMBUATAN SIMPLISIA

1 Penyiapan bahan
segar

Ditimbang sebanyak
1,15 kg

Deskripsi pengerjaan :

Daun cincau (Cyclea barbata) didapatkan dari dusun


Cangkring Desa Rata Wangi Rt 07/02 kec. Banjarsari pada
hari Sabtu tanggal 31 Agustus pukul 17.00 WIB. Tinggi
tanaman cincau ini ± 2 m dan tumbuh di dataran rendah.
Arah tumbuh tanaman cincau ini merambat dan daun
cincau yang tumbuh berbentuk menyerupai jantung dan
agak bulat berwarna hijau tua, bagian ujung daun
meruncing. Panjang dan lebar daun cincau yang tumbuh
sekitar 10 cm

2 Sortasi Basah

Jumlah pengotor
650 gram
Sisa bahan 500
gram

Deskripsi Pengerjaan :

Melakukan pemisahan pada daun cincau, dipisahkan atau


dibuang dari daun-daun yang kurang baik dan pengotor
yang ada pada sampel atau daun cincau, lalu dilakukan
penimbangan kembali untuk sisa bahan yang sudah bersih
dari pengotor.

3 Pencucian dan
Ditiriskan

Air yang digunakan


Air sumur

Jumlah setelah
dicuci 490 gram

Deskripsi Pengerjaan :

Da un cincau yang telah melewati sortasi basah lalu


dilakukan pencucian. Daun cincau dicuci menggunakan air
bersih yang mengalir untuk membersihkan debu dan
pengotor lainnya yang menempel pada permukaan daun
cincau.
4 Perajangan

Ukuran rata – rata


daun

Dengan panjang 10
cm dan

Lebar 5,5 cm

Deskripsi Pengerjaan :

Tidak dilakukan perajangan pada daun cincau karena


permukaan daun cincau sudah tipis. Semakin tipis bahan
yang akan dikeringkan semakin cepat penguapan air
sehingga mempercepat waktu pengeringan.

5 Pengeringan

Metode yang
digunakan di angin-
angin

Suhu yang
digunakan 30˚C

Bobot setelah
pengeringan 266
gram

Deskripsi Pengerjaan :
Metode yang digunakan dalam pengeringan adalah di
angin-angin, tujuannya adalah untuk mengurangi kadar
air dan perkembangan mikroorganisme. Pengeringan pada
daun cincau ini tidak secara langsung dikeringkan dibawah
sinar matahari namun dilakukan di tempat yang teduh
dengan daun cincau yang disebar ratakan diatas nampan
lemari atau kotak. Alasannya agar daun cincau cepat
kering dan mempercepat waktu yang dibutuhkan

6 Sortasi kering

Jumlah pengotor 10
gram

Sisa bahan 256


gram

Deskripsi Pengerjaan :

Melakukan sortasi kering pada daun cincau alasannya


untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-
pengotor (berjamur, kotoran hewan) yang masih ada dan
tertinggal pada simplisia kering. Sehingga mendapatkan
hasil simplisia yang berkualitas

7 Penghalusan dan
Pengemasan

Derajat kehalusan
simplisia

Menggunakan
pengayak Mesh 60

Jumlah bahan hasil


pengayakan
gram

Deskripsi Pengerjaan :

Pada proses penghalusan digunakan blender sebagai alat


untuk menghaluskan simplisia

B. PEMBAHASAN

Simpilisia menurut Farmakope Indonesia edisi III


adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat
alam yang belum mengalami pengolahan apapun
juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan.

Simplisia memiliki banyak keunggulan antara


lain efek sampingnya relatif lebih kecil daripada
obat-obatan kimia karena berasal dari alam, adanya
komposisi yang saling mendukung untuk mencapai
efektivitas pengobatan, dan lebih sesuai untuk
penyakit metabolik dan degeneratif. Meskipun
begitu, obat tradisional ini memiliki kekurangan
yaitu memiliki efek farmakologis yang lemah, bahan
baku belum terstandar, dan belum dilakukan uji
klinik serta mudah tercemar berbagai
mikroorganisme.
Pada percobaan ini, bahan yang digunakan
adalah daun cincau (Cyclea Barbata Miers). Daun
cincau, termasuk kedalam famili tumbuhan
menispermaceae. Tanaman ini dikenal dengan
sebutan nama daerah camcauh, juju, tarawulu dan
kepleng. Tumbuhan ini memiliki kandungan kimia
yang banyak sekali yang berguna bagi kesehatan
tubuh kita diantaranya karbohidrat yang menyerap
air, zat lemak dan alkaloid siklein, kardioplegikum,
tentradine dan dimetil tetradine, polifenol, saponoid
dan flavonoida. Pada pembuatan simplisia pada
daun cincau mengalami beberapa tahap yaitu
pemanenan, sortasi basah, pencucian, perajangan,
pengeringan, sortasi kering, dan pengepakan.

Pada tahap panen ini, merupakan tahap yang


sangat menentukan untuk mendapatkan simplisia
dengan kualitas yang memenuhi standar. Pada
percobaan ini, bagian yang diambil dari tanaman
cincau yaitu bagian daun. Pada saat dipanen bagian
dari daun yang akan digunakan yaitu helai daun
yang masih segar dan baik tanpa ada bekas gigitan
serangga dan kotoran hewan. Setelah melakukan
tahap panen hasil yang diperoleh sebanyak 1,15 kg.

Selanjutnya sortasi basah, dilakukan setelah


selesai panen yang bertujuan untuk memisahkan
kotoran dari daun yang baru panen. Sortasi ini
dapat mengurangi jumlah kontaminasi mikroba.
Pada saat melakukan sortasi basah setelah
melakukan pemilahan hasil panen ditimbang,
terdapat pengotor sebanyak 650 gram dan sisa
bahan sebanyak 500 gram.

Setelah melakukan sortasi basah, selanjutnya


tahap pencucian. Pada tahap pencucian ini daun
cincau dicuci dengan menggunakan air bersih yang
mengalir. Dengan menggunakan tahap pencucian
ini bertujuan untuk mengurangi mikroba dan
kotoran lain yang terdapat dalam simplisia.
Pencucian harus segera dilakukan setelah panen
karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pada
pencucian harus diperhatikan air cucian dan air
bilasannya, jika masih terlihat kotor ulangi
pencucian atau pembilasan sekali atau dua kali lagi.
Dalam pencucian harus dilakukan dalam waktu
yang sesingkat mungkin untuk menghindari larut
dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan.

Tahap selanjutnya yaitu perajangan yang


dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya
seperti pengeringan. Perajangan ini biasanya hanya
dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar
dan tidak lunak dan lain-lain. Ukuran perajangan
tergantung dari bahan yang digunakan. Namun,
pada daun cincau tidak di lakukan perajangan
karena permukaan daun cincau sudah tipis, lunak,
dan ukurannya tidak terlalu besar. Semakin tipis
bahan yang akan di keringkan semakin cepat pula
penguapan air sehingga mempercepat waktu
pengeringan. Pada daun permukaan daun cincau
sudah tipis, lunak, dan ukurannya tidak terlalu
besar.
Tahap selanjutnya yaitu proses pengeringan,
dimana tahap pengeringan merupakan cara
pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan
cara mengurangi kadar air, sehingga proses
pembusukan terhambat. Dengan demikian, dapat
dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak
dan tahan disimpan dalam waktu yang lama. Dalam
proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif
dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan
waktu pengeringan perlu diperhatikan. Pengeringan
pada daun cincau di lakukan dengan cara di angin-
angin artinya di keringkan tanpa sinar matahari
langsung. Pengeringan ini, suhu yang digunakan
antara ±30oC dan bobot setelah pengeringan
menjadi 266 gram. Pengeringan dengan di angin-
angin memberikan hasil yang relatif konstan dan
waktu yang diperlukan relatif cepat.

Selanjutnya tahap sortasi kering yang bertujuan


untuk memisahkan benda-benda asing yang
terdapat pada simplisia. Proses sortasi kering ini
merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia
kering sebelum dilakukan penyerbukan,
pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih
lanjut. Setelah melakukan pemilahan maka
simplisia yang sudah kering ditimbang kembali.
Terdapat simplisia pengotor bertambah menjadi 10
gram dan sisa bahan simplisia menjadi 250 gram.

Setelah melakukan sortasi kering kemudian


tahap terakhir yaitu penyerbukan dan pengemasan.
Penyerbukan dan pengemasan dapat dilakukan
terhadap simplisia yang sudah di keringkan. Pada
sortasi kering sisa bahan simplisia sebanyak 250
gram ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama
simplisia yang diserbukan sebanyak 200 gram yang
di ayak menggunakan mesh nomer 60. Pengayakan
ini bertujuan untuk mendapatkan ukuran partikel
yang seragam dan di simpan di dalam toples. Lalu
sisa yang sebanyak 50 gram di jadikan rajangan dan
simpan silica gel didalamnya yang bertujuan untuk
mencegah terbentuknya kelembapan yang
berlebihan sebelum terjadi.

BAB V
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa :

1. Simpilisia menurut Farmakope Indonesia edisi III


adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat
alam yang belum mengalami pengolahan apapun
juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang
telah dikeringkan
2. Dalam pembuatan simplisia bahan yang
digunakan adalah daun cincau hijau (Cyclea
barbata Miers). Daun cincau hijau (Cyclea
barbata Miers) memiliki warna hujau kecoklatan
dan mnyerupai bentuk hati, memiliki panjang
5,5 cm hingga 9 cm, sedangkan lebarnya 5,5 cm
hingga 9,5 cm. bagian ujung daun berbentuk
runcing, tetapi tidak ata, berambut halus, dan
memiliki ujung pangkal yang tumpul. Bagian
tangkai daun memiliki panjang 2,5 cm sampai
4,5 cm (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1989)
3. Pada pembuatan simplisia ada beberapa tahapan
untuk mendapatkan simplisia dengan kualitas
yang memenuhi standar.
 Penyiapan bahan segar : tahap ini
merupakan tahap penentuan untuk
mendapatkan simplisia dengan kualitas
yang memenuhi standar. Pada hasil
penyiapan bahan segar ini di peroleh daun
cincau hijau (Cyclea barbata Miers)
sebanyak 1,15 kg.
 Sortasi basah : Tahap ini bertujuan untuk
memisahkan cemaran dan kotoran dari
simplisia yang baru di ambil. Saat
melakukan sortasi basah setelah
melakukan pemilahan hasil panen di
timbang. Terdapat pengotor sebanyak 150
gram dan sisa bahan sebanyak 1 kg.
 Pencucian : Pada tahap pencucian ini daun
cincau hijau di cuci dengan menggunakan
air bersih (air sumur). Dengan
menggunakan tahap pencucian ini
bertujuan untuk mengurangi microba yang
terdapat dalam simplisia.
 Perajangan : Perajangan ini biasanya
hanya di lakukan pada bahan yang
ukurannya agak besar dan tidak lunak.
Pada daun cincau (Cyclea barbata Miers)
tidak dilakukan perajangan pada daun
cincau karena permukaan daun cincau
sudah tipis. Semakin tipis bahan yang
akan di keringkan semakin cepat
penguapan air sehingga mempercepat
waktu pengeringan.
 Pengeringan : Dimana tahap pengeringan
merupakan cara pengawetan atau
pengolahan pada bahan dengan cara
mengurangi air, sehingga proses
pembusukan terhambat. Pengeringan pada
daun cincau (Cyclea barbata Miers) adalah
di angin angin.
 Sortasi kering : Sortasi kering ini
bertujuaan untuk memisahkan benda -
benda asing yang terdapat pada simplisia.
Setelah melakukan pemilihan maka
simplisia pengotor bertambah menjadi 10
gram dan sisa bahan simplisia menjadi 265
gram.
 Pengemasan : Pengemasan dapat di
lakukan terhadap simplisia yang sudah di
keringkan. Pada sortasi kering sisa bahan
simplisia sebanyak 265 gram di bagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama
simplisia yang sudah di keringkan
sebanyak 25 gram ini di simpan di toples
sebagai rajangan dan bagian ke dua nya
simplisia yang sudah kering sebanyak 240
gram ini di gunakan untuk di buat serbuk
dengan melakukan penggilingan dengan
pengayakan no mesh 60. Pengayakan ini
bertujuaan untuk mendapatkan ukuran
partikel yang seragam.

DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. (1995). Materia Medika Indonesia.
Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
De Padua, L., Bunyapratsara. Dan
Lemmens.R.1999.Plat Resources of South East Asia.
Medicinal and Poisonous Plants. PROSEA
Foundation. Bogor.Halaman 21,24,30.
Gunawan, D. dan Mulyani, S. 2010. Ilmu Obat
Alm (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Farida, Y dan Vanoria, I. 2008. Uji aktivitas
antioksidan dari ekstrak daun cincau ijau (Cyclea
barbata Miers ). Cincau hitam (Mesona palustris B)
dan cincau perdu (Premana parastica Blume) dengan
metode peredaman radikal bebas DPPH. Farmasi 26
(2) : 211-219.
Nurlela, J.2015. The effect of leaf green grass
jelly extract (Cyclea L. barbata Miers) to motility in
mice balb/c male that exposed smoke. J Majority
4(4):58-64.

Anda mungkin juga menyukai