Anda di halaman 1dari 26

TUGAS SAINTIFIKASI JAMU

OBAT TRADISIONAL PADA PENYAKIT GAGAL GINJAL

Disusun oleh:
Kelompok 5
Nur Khijjatul Meiliyah 172211101009

Firda Ratna Safitri 172211101016

Nur Laily Khomsiah 172211101025

Fikriatul Hidayah 172211101127

Raras Puspa Wicitra 172211101128

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Obat tradisional menurut WHO 2008 adalah jumlah total dari pengetahuan,
keterampilan dan praktek berdasarkan teori, keyakinan dan pengalaman adat budaya
yang berbeda yang digunakan untuk menjaga kesehatan, serta mencegah, mendiagnosa,
memperbaiki atau mengobati penyakit fisik dan mental. Organisasi Kesehatan Dunia
atau WHO telah membuat strategi untuk mendukung dan mengintegrasikan pengobatan
tradisional termasuk didalamnya obat-obatan herbal ke dalam sistem kesehatan nasional
bagi negara-negara anggota WHO (WHO, 2008).
Pengobatan tradisional di Indonesia yang digunakan secara turun temurun bukan
hanya untuk mengobati suatu penyakit tertentu tetapi digunakan juga untuk ibu yang
sedang dalam masa nifas. Obat tradisional yang digunakan untuk ibu nifas berfungsi
membantu memperbaiki alat-alat reproduksi agar pulih seperti sebelum hamil.
Sedangkan pengertian masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya placenta
sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas
berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Suparyanto, 2012).
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi tinggi
dalam bidang pengobatan herbal. Hal ini didukung oleh kondisi negara Indonesia yang
beriklim tropis dan mempunyai tanaman yang sangat beraneka ragam. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengobatan cara nenek moyang atau
pengobatan tradisional dengan menggunakan obat-obatan herbal mulai kembali banyak
diincar. Hal ini sesuai dengan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 yang dilakukan
Kementrian Kesehatan menunjukkan, 59,12 % penduduk pernah mengonsumsi jamu
dan 95 % dari jumlah tersebut mengakui manfaat ramuan tradisional untuk kesehatan
(Lusia, 2013).
Indonesia yang terkenal akan rempah dan hasil alamnya yang begitu melimpah,
sehingga hasil rempah yang begitu banyak dimanfaatkan oleh nenek moyang kita sejak
dulu untuk meracik obat yang dipercayai mampu untuk menyembuhkan berbagai
penyakit tertentu. Indonesia memiliki kekayaan hayati yang cukup tinggi, tetapi potensi
ini belum sepenuhnya digali dan dimanfaatkan masyarakat. Masih tersimpan ribuan
jenis tanaman di hutan-hutan yang merupakan sumber daya hayati potensial bagi
industri fitofarmaka, fitokosmetik dan makanan kesehatan. Secara umum, usaha
pengobatan tradisional sudah banyak berkembang di Indonesia, terutama di daerah-
daerah pedesaan yang menggunakan tanaman lokal sebagai pengobatan terhadap
berbagai macam penyakit. Namun demikian, perkembangan usaha tanaman obat
tradisional di Indonesia kurang pesat dibandingkan dengan industri di negara lainnya.
Teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan persyaratan bahan
baku yang diinginkan. Pengembangan usaha biofarmaka harus memiliki kompetensi
untuk menghasilkan komoditas unggulan yang mampu bersaing di pasar global.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana komposisi dari ramuan tradisional yang berfungsi sebagai obat
untuk pra/pasca persalinan?
2. Bagamaina cara meramu atau meracik ramuan tradisional tersebut?
3. Bagaimana pemberian KIE kepada pasien yang akan menerima ramuan
tradisional tersebut?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui komposisi dan kandungan ramuan tradisional yang berfungsi
sebagai obat untuk pra/pasca persalinan tersebut.
2. Mengetahui cara meramu atau meracik ramuan tradisional tersebut.
3. Mengetahui hal-hal yang perlu diberitahukan kepada pasien yang akan
menerima ramuan tradisional tersebut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Tanaman
Ramuan jamu dibuat dengan cara direbus atau diseduh untuk diminum, rasanya
tidak enak dan agak pahit. Oleh sebab itu, dalam khazanah ramuan jamu sering
ditemukan penambahan beberapa simplisia yang tidak berkaitan langsung dengan
khasiat tetapi berperan dalam membuat sediaan lebih dapat diterima oleh konsumen
atau pasien dan disebut bahan tambahan, aditif, atau korigen.

A. Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus)


1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotiledon
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Orthosiphon
Species : aristatus

Gambar 1. Kumis kucing


2. Deskripsi
Daun bertangkai pendek, letaknya berselang-seling, berbentuk bulat telur sunsang,
ujung bundar melancip. Tepi daun bergerigi, berwarna hijau terang, bunga keluar di
ujung cabang dan ketiak daun, berbentuk bunga bonggol, bergagang atau duduk, dan
berwarna ungu. Buahnya longkah agak berbentuk gasing, berwarna cokelat dengan
bersudut putih (Sastrapradja, 1979).

3. Kandungan
Daun beluntas mengandung alkaloid, tannin, natrium, minyak atsiri, kalsium,
flafonoida, magnesium, dan fosfor. Sedangkan akarnya mengandung flafonoida dan
tannin.

4. Khasiat
Daun beluntas berbau khas aromatis dan rasanya getir dan menyegarkan,
berkhasiat untuk meningkatkan nafsu makan, membantu melancarkan pencernaan,
meluruhkan keringat, menghilangkan bau badan dan bau mulut, meredakan demam,
nyeri tulang, sakit pinggang, dan keputihan; sedangkan akar beluntas berkhasiat sebagai
peluruh keringat dan penyejuk. Daun beluntas juga dapat dikonsumsi sebagai lalaban
atau dikukus. Kadar minyak atsiri daun beluntas 5% dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus, sedangkan pada kadar 20% dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Escherechia coli (Sastrapradja, 1979).

B. Brambang Dayak (Eleutherine bulbosa)


1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Mgnoliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Iridaceae
Bangsa : Tigridieae
Genus : Eleutherine
Spesies : Eleutherine bulbosa
Gambar 2. Tanaman Brambang dayak

2. Deskripsi :
Bawang sabrang atau bawang dayak adalah salah satu species bawang yang
berasal dari Amerika. Tanaman ini banyak tumbuh di daerah pegunungan dengan tinggi
antara 600–1500 m dpl. Bawang dayak menyukai tempat-tempat terbuka dengan tanah
yang banyak humus dan lembab. Bagian tumbuhan yang ditanam adalah
umbinya. Bawang dayak tumbuh liar dihutan, dengan bunga berkelopak lima bewarna
putih dan hanya tumbuh saat gelap. Daun bawang dayak berbentuk pita dengan panjang
antara 15–20 cm dan lebar 3–5 cm serta mirip tanaman palem (Kementrian Pertanian,
2014).

3. Kandungan kimia
Bawang dayak mengandung alkaloid, senyawa ini yang menjadikan bawang ini
sebagai antimikroba, flavonoid yang mempunyai banyak bioaktivitas yang sangat
bermanfaat sebagai pencegah virus, kanker, diabetes dan obat anti depresi, glikosida
yang berguna sebagai obat kolesterol, obat kanker dan menjaga daya tahan tubuh.
Senyawa glikosida biasanya berupa amorf atau berbentuk kristal, saponin yang
termasuk ke dalam salah satu senyawa glikosidan yang bersifat kompleks. Saponin
sendiri terbagi menjadi 2 jenis yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid dan tanin
yang terdapat pada bawang dayak berfungsi sebagai obat diare. Selain diare senyawa ini
juga berfungsi sebagai anti oksidan yang dapat mencegah perkembangan sel-sel kanker
dalam tubuh, dan juga sebagai antidotum atau penawar racun (Yusni, 2008).

4. Khasiat tanaman
Bawang dayak banyak digunakan untuk obat. Biasanya digunakan untuk
mengobati kanker, jantung, antiradang, anti pendarahan serta untuk meningkatkan
imunitas atau sistem kekebalan tubuh. Bawang dayak memiliki daun panjang dan
beralur mirip dengan anggrek tanah. Umbi berbentuk bulat telur, berwarna merah serta
tidak berbau. Umbi ini juga dapat mengobati sembelit, disentri, bisul, luka, kanker
payudara, diabetes, hipertensi, muntah, penyakit kuning dan hiperkolesterol (Yusni,
2008).

C. Kumis Kucing
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Lamiales
Famili : Laminaceae
Genus : Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon aristatus

Gambar 3. Tanaman Kumis Kucing

2. Deskripsi
Tanaman Orthosipon aristatus memiliki tinggi mencapai dua meter
dengan daun yang berbentuk bulat telur lonjong ataupun belah ketupat. Orthosiphon
aristatus memiliki bunga berbentuk tandan yang keluar di ujung cabang dengan
mahkota berwarna putih atau ungu pucat yang memiliki panjang 13-27 mm. Pada
bagian atas mahkota menyerupai rambut pendek seperti kumis kucing berwarna
putih atau ungu. Tanaman ini memiliki buah berwarna cokelat gelap dengan panjang
1,75 – 2 mm dan biji berbentuk bulat panjang dengan warna putih kehitaman yang
akan menjadi cokelat kehitaman ketika matang (Mun’im, 2011).

3. Kandungan
Daun Orthosiphon aristatus memiliki kandungan mineral 12 % yang
komponen utamanya adalah kalium. Selain itu, daun Orthosiphon aristastus juga
mengandung flavonoid lipofil (sinensetin dan isosinensetin), glikosida, orthosifon,
asam rosmarinat, asam kafeat, fitoserol, salvigenin, eupatorin, tanin, minyak atsiri
(pimaran, sisopimaran diterpen staminol A), dan skutelarein tetrametil eter. Senyawa
orthosifol A-E merupakan senyawa lain yang saat ini telah berhasil diisolasi dari
Orthosiphon aristatus (Aminudin, 2004 dan Mun’im, 2011).

4. Kegunaan
Daun Orthosiphon aristatus telah diteliti pada hewan coba dan ternyata
terbukti memiliki efek diuretik. Pemberian ekstrak metanol-air daun Orthosiphon
aristatus dengan dosis 2 g/kg dapat meningkatkan ekskresi natrium dan kalium pada
8 jam pertama pemberian. Sementara itu ekstrak metanolik daun Orthosiphon
aristatus dengan dosis 100 dan 200 mg/kgBB terbukti memiliki efek nefroprotektif
dengan menurunkan kadar kreatinin, urea, protein, urin, dan menghambat terjadinya
radikal bebas. Minyak atsiri dari Orthosiphon aristatus memiliki aktivitas
antimikroba terhadap bakteri Vibria parahaemolyticus dan Stereptococcus mutans
sehingga bisa digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih (Mun’im, 2011).
Ekstrak daun Orthosiphon aristatus terbukti untuk menghambat
kontraksi otot polos aorta torakalis yang distimulasi oleh KCl. Selain itu, aktivitas
relaksasi juga muncul pada otot polos trakea guinea pig dengan atau tanpa stimulasi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak daun Orthosiphon aristatus efektif untuk
masalah pada trakea seperti batuk (Shibuya, 1999).

D. Krokot
1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Sub Kelas : Hamamelidae
Ordo : Caryophyllales
Familia : Portulacaceae
Genus : Portulaca
Species : Portulaca oleracea L.

Gambar 4. Tanaman Krokot

2. Deskripsi
Tanaman ini merupakan terna semusim, sering bercabang mulai dari kaki
tumbuhan. Batang krokot berbentuk bulat yang tumbuh tegak atau
sebagian/seluruhnya terletak di atas tanah tanpa mengeluarkan akar. Batangnya
berwana cokelat keunguan dengan panjang 10-50 cm, Batang lembut memiliki
rasa sedikit asam, dan asin. Tangkainya pendek berbentuk bulat telur sungsang,
bagian ujungnya bulat melekuk ke dalam. Pangkal batangnya membaji dengan
tepi rata, panjangnya 1-4 cm dan lebar 5-14 mm. Daun krokot berwarna hijau
dengan warna batang kemerahan, Warna permukaan atas daun hijau tua,
permukaan bawahnya merah tua. Daunnya tunggal, tebal berdaging, datar dan
letaknya berhadapan atau tersebar. Bunganya berkelompok 2-6 buah yang keluar
dari ujung percabangan. Mahkota daunnya berjumlah lima buah, berwarna
kuning dan kecil-kecil.bunga ini akan mekar pada pagi hari antara pukul 8.00-
11.00 siang dan layu menjelang sore. Buahnya berbentuk kotak, bijinya banyak
dengan warna hitam cokelat mengkilap (Valencia, 2008).
3. Kandungan
Krokot memiliki kandungan kimia yaitu saponin, steroid/triterpenoid,
karoten, vitamin A, C, B, B2, B1, Ca, Mg, asam organik, gilkosida, glikoretin
(Hariana, 2005). Krokot juga mengandung asam lemak Omega-3 serta asam oksalat
bebas, alkaloid, kumarin, flavonoid, glikosida jantung dan glikosida antrakinon
(Kurniadi, 2012).

4. Kegunaan
Secara tradisional, tumbuhan krokot digunakan untuk obat luar dalam
pengobatan bisul dan borok yang disebabkan oleh bakteri serta secara oral untuk
pengobatan disentri, diare akut, radang akut usus buntu, radang payudara, wasir
berdarah, keputihan, gangguan sistem saluran kencing, sakit kuning, cacingan
dan sebagai bakterisida (Rahardjo, 2007). Efek farmakologis dari tanaman
sebagai antistres, antioksidan, antiinflamasi, dan antibakteri. Senyawa flavonoid
pada krokot memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri E.coli dan
S.aureus (Karlina, 2013). Daun krokot mengandung beberapa senyawa
antioksidan yang dapat meredam radikal bebas, di antaranya adalah asam lemak
omega-3, vitamin C, alfa tokoferol, beta karoten, dan glutation. Dengan adanya
senyawa antioksidan ini, dapat mengurangi terjadinya peningkatan peroksida
lipid (Jusup, 2011).
E. Sambung Nyawa
1. Klasifikasi
Menurut Plantamor (2016), tanaman sambiloto diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Gynura
Spesies : Gynura procumbens (Lour.) Merr.
Gambar 5. Tanaman Sambung Nyawa

2. Deskripsi
Sambung nyawa atau Gynura procumbens berbentuk perdu tegak bila
masih muda dan dapat merambat setelah cukup tua. Bila daunnya diremas bau
aromatis. Batangnya segi empat beruas-ruas, panjang ruas dari pangkal sampai
ke ujung semakin pendek, ruas berwarna hijau dengan bercak ungu. Daun
tunggal bentuk elips memanjang atau bulat telur terbalik tersebar, tepi daun
bertoreh dan berambut halus. Tangkai daun panjang ½-3 ½ cm, helaian daun
panjang 3 ½-12 ½ cm, lebar 1- 5 ½ cm. Helaian daun bagian atas berwarna hijau
dan bagian bawah berwarna hijau muda dan mengkilat. Kedua permukaan daun
berambut pendek. Tulang daun menyirip dan menonjol pada permukaan daun
bagian bawah. Pada tiap pangkal ruas terdapat tunas kecil berwarna hijau
kekuningan. Tumbuhan ini mempunyai bunga bongkol, di dalam bongkol
terdapat bunga tabung berwarna kuning oranye coklat kemerahan panjang 1-1 ½
cm, berbau tidak enak. Tiap tangkai daun dan helai daunnya mempunyai banyak
sel kelenjar minyak (Perry, 1980; Backer and Van den Brink, 1965).

3. Kandungan
Hasil analisis kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis yang
dilakukan Sudarsono et al. (2002) mendeteksi adanya sterol, triterpen, senyawa
fenolik, polifenol, dan minyak atsiri. Sugiyanto et al. (2003) juga menyatakan
berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa dalam fraksi polar etanol daun
tanaman Gynura procumbens terdapat tiga flavonoid golongan flavon dan
flavonol. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa tumbuhan ini mengandung
senyawa flavonoid, tanin,saponin, steroid, triterpenoid, asam klorogenat, asam
kafeat, asam vanilat, asam para kumarat, asam p-hidroksi benzoat (Suganda et
al., 1988).

4. Kegunaan
Efek farmakologis dari sambung nyawa dapat menurunkan gula darah,
tekanan darah, dan antikarsinogenik, penyembuhan penyakit limpa, ginjal, kulit,
dan antibakteri. Senyawa flavonoid memiliki aktivitas sebagai antibakteri
terhadap bakteri E.coli, S.aureus dan B.subtilis (Aryanti et al., 2007).

F. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)


1. Klasifikasi Temulawak
Tanaman temulawak diklasifikasikan menurut ITIS (http://www.itis.gov)
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Divisi : Magnoliophyta
Sub divisi : Spermatphytina
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma xanthorrhiza

2. Morfologi Tumbuhan Temulawak


Temulawak berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi
kurang dari 2 m. Tiap tunas dari rimpang membentuk daun sebanyak 2 – 9
helai dengan bentuk bundar memanjang hingga lanset, warna daun hijau atau
coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31 cm – 84 cm dan lebar
10 cm – 18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43 cm – 80 cm, pada
setiap helaian dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun agak panjang.
Bunganya berwarna kuning tua, merupakan perbungaan lateral tangkai
ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9cm – 23cm dan lebar 4cm
– 6cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding
dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8mm
– 13mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4,5 cm
daging rimpangnya berwarna jingga tua atau kecokelatan, beraroma tajam yang
menyengat dan rasanya pahit.

Gambar 6. Tumbuhan Temulawak (Dalimartha, 2000)

3. Kandungan Kimia Tumbuhan Temulawak


Kandungan utama rimpang temulawak adalah protein, karbohidrat, dan
minyak atsiri (3-12%), yang terdiri atas kamfer (1.39%), glukosida, turmerol,
dan kurkuminoid (1-2%), sesquiterpenes (β-curcumene, ar-curcumene), dan
xanthorrizol (44.5%) (Mun’im, 2011).

4. Manfaat Temulawak
Senyawa marker yang terkandung dalam temulawak adalah xanthorrizol.
Senyawa ini memilki aktifitas sebagai antiplatelet, antimikroba, antifungi,
antioksidan, antiinflamasi, antihiperlipidemia, hepatoprotektor (Mun’im,
2011).

5. Penelitian yang Mendasari Khasiat Jamu


Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kim et al., (2008)
menunjukkan bahwa temulawak memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Streptococcus mutans. Temulawak mengandung senyawa kurkuminoid dan
minyak atsiri. Minyak atsiri rimpang temulawak dibuat dengan konsentrasi
0,25; 0,3; 0,4; 0,45 dan 0,5% dapat memberikan hambatan pada pertumbuhan
Candida albicans. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan
ketokonazol 2% (kontrol positif) diameter pertumbuhan jamur sama dengan
perlakuan uji pada minyak atsiri 0,5% (Sudrajad dan Azar, 2011). Menurut
Adila et al., (2013) ekstrak segar temulawak (hasil perasan temulawak)
sebanyak 20 µl memiliki hambatan besar untuk menghambat C. albicans
(13,07 mm), kemudian diikuti dengan hambatan terhadap S. aureus (15,75
mm) dan E.coli (31, 56 mm). Kadar Hambat Minimum (KHM) yang
diperlukan untuk memberikan sifat bakteristatik pada E. Coli adalah 12,5%
sedangkan Kadar Bunuh Minimum (KBM) untuk memberikan sifat baterisida
adalah 25%.

G. Temu Hitam
1. Klasifikasi Temu Hitam (Curcuma aeruginosa)
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma aeruginosa Roxb.

Gambar 7. Tanaman Temu Hitam


2. Morfologi Tumbuhan Temu Hitam
Temu hitam (Curcuma aeruginosa) adalah sejenis tumbuhan yang
rimpangnya dimanfaatkan sebagai campuran obat/jamu. Temu hitam dikenal
pula sebagai temu erang, temu ireng, atau temu lotong. Temu hitam terdapat di
Burma, Kamboja, Indocina, dan menyebar sampai ke Pulau Jawa. Selain
ditanam di pekarangan atau di perkebunan, temu hitam juga banyak ditemukan
tumbuh liar di hutan jati, padang rumput, atau di ladang pada ketinggian 400-
750 m dpl. Tanaman tahunan ini mempunyai tinggi 1-2 m, berbatang semu
yang tersusun atas kumpulan pelepah daun, berwarna hijau atau cokelat gelap.
Daun tunggal, bertangkai panjang, 2-9 helai. Helaian daun bentuknya bundar
memanjang sampai lanset, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan
menyirip, warnanya hijau tua dengan sisi kiri dan kanan, ibu tulang daun
terdapat semacam pita memanjang berwarna merah gelap atau lembayung,
panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm. Bunganya bunga majemuk berbentuk bulir
yang tandannya keluar langsung dari rimpang, panjang tandan 20-25 cm, bunga
mekar secara bergiliran dari kantong-kantong daun pelindung yang besar,
pangkal daun pelindung berwarna putih, ujung daun pelindung berwarna ungu
kemerahan. Mahkota bunga berwarna kuning. Rimpangnya cukup besar dan
merupakan umbi batang. Rimpang juga bercabang-cabang. Jika rimpang tua
dibelah, tampak lingkaran berwarna biru kehitaman di bagian luarnya.
Rimpang temu hitam mempunyai aroma yang khas. Perbanyakan dengan
rimpang yang sudah cukup tua atau pemisahan rumpun.

3. Kandungan Tumbuhan Temu Hitam


Senyawa aktif yang terkandung dalam temu hitam antara lain pati,
damar, lemak, mineral, tanin, kurkumol, kurkumenol, kurkumin, isokurkumenol,
kurzerenon, kurdion, kurkumalakton, germakron, g-elemene, linderazulene,
demethyoxykurkumin, dan bisdemethyoxykurkumin (Indartiyah et al, 2012).

4. Manfaat Tumbuhan Temu Hitam


Beberapa khasiat temu hitam yaitu penambah nafsu makan,
membersihkan setelah melahirkan, batuk berdahak, sesak nafas, dan penyakit
kulit (kudis, ruam, borok dan lainnya). Kurkumin merupakan senyawa fenolik
yang juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mendenaturasi
dan merusak membran sel sehingga proses metabolisme sel akan terganggu
(Rahmawati et al., 2012).

H. Kunyit (Curcuma longa L.)


1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Zingiberales
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma L.
Jenis : Curcuma longa L. (USDA, 2017)

Gambar 8. Tumbuhan Kunyit (Curcuma longa L.)

2. Morfologi Tumbuhan Kunyit


Tanaman kunyit berasal dari Asia Tenggara, diduga dari India dan Indo-
Malaysia. Tanaman tersebut banyak ditanam di Bangladesh, Cina, Filipina,
India, Indonesia, Jamaika, Sri Lanka, dan Taiwan. Lingkungan tumbuhnya mulai
dari dataran rendah sampai ketinggian sekitar 2.000 meter di atas permukaan air
laut, baik pada tanah liat maupun berpasir. Pada umumnya kunyit ditanam
sebagai tanaman monokultur maupun sebagai tanman tumpang sari di
perkarangan, kebun, maupun hutan (Pertanian, 2013)
Kunyit merupakan salah satu jenis tanaman temu-temuan yang termasuk
dalam family Zingiberacea yang mempunyai batang semi yang dibentuk dari
pelepah daun-daunnya. Ketinggian tanamannya dapat mencapai 1,0 – 1,5 meter,
tumbuh tegap dan membentuk rumpun seperti semak yang bergermbol. Daunnya
tunggal dan bertangkai, berbentuk lancet yang lebar, bertepi rata, ujung dan
pangkalnya meruncing, bertulang menyirip permukaannya licin, dan berwarna
hijau pucat. Panjang daunnya sekitar 20-40 cm dan lebarnya sekitar 15-30 cm.
Bunganya merupakan bunga majemuk yang berbentuk kerucut yang muncul dari
batang semuanya. Panjang bunga berkisar antara 10-15 cm, berwarna putih
sampai kuning muda atau kemerahan. Setiap bunga mempunyai tiga lembar
kelopal dan tiga lembar tajuk (Pertanian, 2013).

3. Kandungan kimia
Kunyit mengandung 69,4% karbohidrat, 6,3% protein, 5,1% lemak, 3,5%
mineral, dan 13,1% kelembaban. Minyak atsirinya (5,8%) dapat diperoleh
melalui uap distilasi menghasilkan Sesquiterpene (53%), zingiberene (25%), α-
phellandrene (1%), sabinene (0,6%), cineol (1%), dan borneol (0,5%).
Kurkumin (3-4%) bertanggung jawab dalam warna kuning pada kunyit, dan
terdiri dari kurkumin I (94%), kurkumin II (6%), dan kurkumin III (0,3%).
Turunan demetoksi dan bisdemetoksi dari kurkumin diisolasi dari kunyit.
Kurkumin memiliki melting point 176-177° C; terbentuk garam merah
kecoklatan dengan alkali dan larut dalam asam asetat, etanol, alkali, keton dan
kloroform (H. Nasri, 2014).
Kandungan minyak atsiri rimpang kunyit berkisar antara 2,5-6,0% yang
terdiri dari komponen artumeron, alfa dan beta tumeron, tumerol, alfa atlanton,
beta kariofilen, linalool, 1,8 sineol, zingiberen, dd felandren, d-sabinen, dan
borneol. Selain kurkuminoid dan minyak atsiri rimpang kunyit juga mengandung
senyawa lain seperti pati, lemak, protein, kamfer, resin, damar, gom, kalsium,
fosfor, dan zat besi (Pertanian, 2013).

4. Manfaat Tumbuhan Kunyit


Kunyit memiliki beberapa efek terapi dan efek farmakologi. Kunyit
dapat digunakan untuk antioksidan dengan kandungan curcumin sebagai
penangkap radikal bebas yang kuat. Sebagai efek kardiovaskuler dan
antidiabetes dengan menurunkan kadar glukosa dalam darah dan mengurangi
komplikasi yang terjadi pada pasien diabetes melitus. Selain itu curcumin juga
bermanfaat sebagai anti inflamasi dengan mekanisme menghambat
lipooksigenasi dan COX-2 serta curcumin dalam kunyit dapat menghambat
edema. Kunyit memiliki efek menghambat pembentukan ulcer yang disebabkan
oleh stres, alkohol, peningkatan dinding mukosa pada tikus. Kunyit
menunjukkan penghambatan pertumbuhan beberapa bakteri, fungi patogen, dan
parasit. Kunyit menunjukkan sifat renoprotektif dan hepatoprotektif (H. Nasri,
2014).

I. Pule (Alstonia scholaris (L.) R.BR.

1. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Superdivisi : Embryophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Asteranae
Ordo : Gentianales
Family : Apocynaceae
Genus : Alstonia R.Br.
Spesies : Alstonia scholaris (L.) R.Br. (ITIS, 2017)
(a) (b) (c)
Gambar 9. Tumbuhan pule (Alstonia scholaris (L.) R.BR.). (a) Tumbuhan pule; (b)
Daun dan biji tumbuhan pule; (c) Batang tumbuhan pule.

2. Deksripsi dan Morfologi Tumbuhan Pule


Tumbuhan pule telah lama digunakan sebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan berbagai penyakit manusia dan ternak. Tanman ini tumbuh di
dataran rendah dan pegunungan hutan hujan India, Asia-Pasifik, Selatan China
dan Queensland. Tanaman ini tumbuh di seluruh daerah India, terutama di
Bengal Barat dan hutan pantai barat India Selatan. Tanaman ini digunakan dalam
pengobatan Ayurvedic, Unani dan Sidhha/ Ta,mil sebagai jenis sistem obat
alternatif (Dey, 2011).
Tumbuhan pule berupa pohon dengan tinggi 10-50 m. Batang tegak,
berkayu, percabangan menggarpu dan berwarna hijau gelap. Daun tunggal,
bentuknya lanset, ujungnya membulat dan pangkalnya meruncing, tepinya rata,
panjang daun 10-20 cm dan lebar 3-6 cm, pertulangan menyirip, permukaan atas
licin, panjang tangkai ±1 cm dan warnanya hijau. Bunga majemuk, bentuknya
malai, terdapat di ujung batang, bentuk kelopak bunga bulat telur, panjang
tangkainya 2,5-5 cm, berambut dan warnanya hijau. Benang sari melekat pada
tabung mahkota bunga bulat telur dengan panjang 7-9 mm dan berwarna putih
kekuningan. Buah bumbung dengan bentuk pita dan panjangnya 20-50 mm,
warnanya putih. Biji kecil dengan panjang 1,5-2 cm dan berwarna putih. Akar
tunggang dan berwarna coklat (Badan POM, 2008).
3. Kandungan Kimia Tumbuhan Pule
Secara fitokimia, tumbuhan pule merupakan salah satu tumbuhan dengan
penelitian terbanyak dan hampir 400 senyawa telah diisolasi dan dikarakterisasi.
Tumbuhan pule kaya akan alkaloid, steroid, flavanoid dan triterpenoid. Sebagian
besar bagian dari tumbuhan mengandung alkaloid (Baliga, 2011).

4. Manfaat Tumbuhan Pule


Dekok dari batang tumbuhan pule digunakan untuk mengobati diare dan
malaria sebagai tonik dan antikolerik. Dekok dari daunnya dapat digunakan
untuk penyakit beri-beri.Selain itu tumbuhan pule dapat diberikan kepada ibu
menyusui untuk meningkatkan asi. Herba dari tumbuhan pule dapat
meningkatkan sistem disgestive serta antipiretik. Aktivitas farmakologi dari
tumbuhan pule yaitu memiliki aktivitas antioksidan, aktivitas antibakteri,
sebagai bronko-vasodilator, aktivitas sebagai hepatoprotektif, anti kanker,
aktivitas antidiabetes, anti stress, antidiare dan antispasmodik, sebagai analgesik
dan antiinflamasi, (Jaspreet, 2011).

BAB 3. ISI DAN PEMBAHASAN


3.1 Ramuan Jamu untuk Perawatan Pra/Pasca Persalinan
Definisi operasional untuk ramuan perawatan pra/pasca persalinan
adalah kondisi ibu hamil, bersalin dan nifas membutuhkan perawatan untuk
memperlancar persalinan serta perawatan setelah melahirkan, termasuk
perawatan nifas. Berikut merupakan formula jamu untuk perawatan pra/pasca
persalinan.
R/ Pluchea indica 1 genggam daun
Eleutherine bulbosa 1 genggam umbi
Portulaca oleracea 1 genggam herba
Orthosiphon aristatus 1 genggam daun
Curcuma longa 1 genggam rimpang
Alstonia scholaris 30 gram kulit batang
Gynura procumbens 1 genggam daun
Curcuma aeruginosa 1 genggam rimpang
Curcuma xanthorrhiza 1 genggam rimpang

3.2. Manfaat Tanaman Obat dalam Perawatan Pra/Pasca Persalinan


Nama Tanaman Obat Manfaat
Pluchea indica Antibakteri, penambah nafsu makan
Eleutherine bulbosa Anti pendarahan, antioksidan
Portulaca oleracea Antioksidan, antibakteri, anti stress
Orthosiphon aristatus Antimikroba
Curcuma longa Antioksidan, antibakteri
Alstonia scholaris Antioksidan, antibakteri, anti stress
Gynura procumbens Antibakteri
Curcuma aeruginosa Antibakteri
Curcuma xanthorrhiza Antioksidan, antimikroba

3.3 Cara Penggunaan Jamu


Pemakaian ramuan dilakukan 2 kali sehari dalam waktu satu minggu. Cara
pembuatan ramuan adalah semua bahan direbus dengan menambahkan 2 liter air
sampai mendidih. Kemudian hasil rebusan setelah dingin, diminum 2x1
gelas/hari selama 3-5 hari.
3.4 KIE Kepada Pasien
1. Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyiapan bahan.
2. Membersihkan alat dan bahan sebelum dilakukan perebusan.
3. Memberikan informasi kepada pasien untuk merebus formula dengan panci lurik
atau kuali/ terbuat dari tanah liat.
4. Setelah perebusan, rebusan disaring terlebih dahulu.
5. Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyimpanan rebusan yang
akan digunakan untuk beberapa kali pemakaian yaitu disimpam di kulkas.
6. Jika mengkonsumsi obat kimia, maka diinformasikan kepada pasiem untuk
memberi jeda waktu minimal 3 jam.

BAB IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Perawatan untuk pra/pasca melahirkan dapat digunakan formula sebagai
berikut, yaitu Pluchea indica, Eleutherine bulbosa, Portulaca oleracea,
Orthosiphon aristatus, Curcuma longa, Alstonia scholaris,
Gynura procumbens, Curcuma aeruginosa, Curcuma xanthorrhiza.
2. Pemakaian ramuan dilakukan 2 kali sehari dalam waktu satu minggu. Cara
pembuatan ramuan adalah semua bahan direbus dengan menambahkan 2
liter air sampai mendidih. Kemudian hasil rebusan setelah dingin, diminum
2x1 gelas/hari selama 3-5 hari.
3. Informasi yang dapat diberikan kepada pasien yaitu;
a. Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyiapan bahan.
b. Membersihkan alat dan bahan sebelum dilakukan perebusan.
c. Memberikan informasi kepada pasien untuk merebus formula dengan
panci lurik atau kuali/ terbuat dari tanah liat.
d. Setelah perebusan, rebusan disaring terlebih dahulu.
e. Memberikan informasi kepada pasien mengenai penyimpanan
rebusan yang akan digunakan untuk beberapa kali pemakaian yaitu
disimpan di kulkas.
f. Jika mengkonsumsi obat kimia, maka diinformasikan kepada pasiem
untuk memberi jeda waktu minimal 3 jam.
g. Menginformasikan kepada pasien untuk menjaga kebersihan seluruh
tubuh, khususnya daerah kelamin dengan sabun dan air, dari depan
ke belakang dan sekitar anus.
h. Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah
membersihkan daerah kelamin.
i. Jika pasien memiliki luka bekas jahitan saat melahirkan,
diinformasikan untuk menghindari luka tersebut terlebih dahulu.
j. Istirahat yang cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.
k. Kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan.
DAFTAR PUSTAKA

Adila, R., Nurmiati dan Anthoni A. 2013. Uji Antimikroba Curcuma spp. Terhadap
Pertumbuhan Candida albicans, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. J.
Biol. 2(1):5-8
Anna Lusia Kus.Pemanfaatan Obat Tradisional Meluas. Kompas,senin 25 Maret 2013

Aminudin, I. 2004. Kandungan Sinensetin dan Kalium pada Kumis Kucing


(Orthosiphon aristatus (Bl) Miq) di Bawah berbagai Tingkat Penutupan Tajuk.
Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Magister (thesis). Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Anonim. 1995. Materia Medika Indonesia, jilid VI. Jakarta: Depkes RI.

Aryanti., Harsojo., Syafria, Y., Ermayanti, T.M. 2007. Isolasi dan Uji Antibakteri Batang
Sambung Nyawa (Gynura Procumbens Lour) Umur panen 1,4 dan 7 bulan.
Jurnal Bahan Alam Indonesia. 6: 43-45

Backer, C.A., dan Van Den Brink, R.C.B. 1965. Flora of Java (Spermatophytes Only),
Vol II, N.V.P, 363-364, 424-425, Noordhoff-Groningen,The Netherlands.

Badan POM. 2008. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat Citeureup.
Badan POM RI: Jakarta Pusat.

Dey, A. 2011. Alstonia scholaris R.Br. (Apocynaceae): Phytochemistry and


pharmacology: A concise review. Journal of Applied Pharmaceutical Science.
1(06): 51-57.

Hariana A, 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 2. Jakarta: Pesebar Swadaya

Indartiyah, Ndarie. 2012. Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran danTanaman


Obat. Direktoral Jenderal Holtikultural. Kementerian Pertanian RI. Jakarta

ITIS. 2017. http://www.itis.gov. [diakses tanggal 20 Maret 2017].

Jaspreet, N., et al. Review on Ethnobotany, Phytochemical and Pharmacological Profile


of Alstonia scholaris. International Research Journal of Pharmacy. 2(1): 49-
54.

Kementrian Pertanian. “Bawang Sabrang". Diakses tanggal 27 Mei 2014.

Kim, JE., Kim, HE, Hwang JK, Ho, JL., Ho KK dan Kim B. 2008. Antibacterial
Characteristics of Curcuma xanthorrhiza Extract Streptococcus mutans
Biofilm. J Microbiol. 7: 65-70

Kurniadi, Deden. 2012. Krokot, Gulma Berkhasiat Obat, (Online),


(http://www.radarbangka.co.id/rubrik/detail/persepktif/4657/krokot-
gulmaberkhasiatobat.html, diakses 22 Pebruari 2013).

Mun’im, A. 2011. Fitoterapi Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.


Nasri, H., et al. 2014. Turmeric: A Spice with Multifunctional Medicinal Properties.
Journal of HerbMed Pharmacology. 3(1): 5-8.

Perry, L.M. 1980. The Medical Plants of East and Southeast Asia: Attributed Properties
and Uses, 94-95. London: The MIT Press.

Pertanian, B. P. 2013. http:// perkebunan.litbang.pertanian.go.id. [diakses 21 Maret


2017].

Plantamor. 2011. Gynura procumbens. http://www.plantamor.com/index.php?plant=651


[20 Maret 2017].

Rahmawati, N., Sudjarwo, E., dan Widodo., E. 2012. Uji aktivitas antibakteri ekstrak
herbal terhadap bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (3):
24 – 31

Sastrapradja, S., Naiola, BP, Rasmadi, ER, Roemantyo, Soepardjono, EK, Waluyo, EB:
"Tanaman Pekarangan",

Shibuya, H. 1999. Search for Pharmacochemical Leads from Tropical Rainforest Plants.
Pure Appl Chem. 71: 1109-1113.

Sudarsono., Gunawan, D., Wahyuono, S., Donatus, I.A., dan Purnomo. 2002.
Tumbuhan Obat II, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan. Yogyakarta:
Pusat Studi Obat Tradisional, Universitas Gadjah Mada.

Sudrajat, H. dan Azar F. A. 2011. Uji Aktivitas Antifungi Minyak Atsiri Rimpang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) secara in vitro.Skripsi Universitas
Wahid Hasyim Semarang

Suganda, A., Sudiro, I., dan Ganthina, 1988. Skrining Fitokimia dan Asam Fenolat
Daun Dewa (Gynura procumbens (Luor) Merr), Simposium Penelitian
Tumbuhan Obat III. Jakarta: Universitas Indonesia

Sugiyanto., Sudarto, B., dan Meiyanto, E. 1993. Efek Penghambatan Karsinogenisitas


Benzo(a)piren Oleh Preparat Tradisional Tanaman Gynura sp. Dan
identifikasi Awal Senyawa yang Berkhasiat. Yogyakarta: Fak. Farmasi UGM.

Suparyanto. Konsep Dasar Masa Nifas. [online]. 2012; [diakses 25 Maret 2013]
Avalaible at: http://konsep-dasar-masa-nifas.html,

USDA. 2017. https://plants.usda.gov; [diakses 22 Maret 2017].

Valencia, O. 2008. Efek Antistres Ekstrak Etanol Daun Krokot (Portulaca oleraceae
Linn.) pada Mencit Jantan. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
WHO. Traditional Medicine. Geneva. WHO;2008

Yusni. 2008. "Bawang dayak umbi ajaib penakhluk kanker dan diabetes militus". Sehat
Raga. Diakses tanggal 27 Mei 2014

Anda mungkin juga menyukai