Anda di halaman 1dari 19

FORMULASI SALEP EKSTRAK DAUN PARE (momordica charantia L.

) DAN UJI

AKTIVITAS TERHADAP BAKTERI Staphylococcus Aureus

NUSRIA
F201901041

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan proposal ini yang berjudul:

“formulasi salep ekstrak daun pare (momordica charantia L.) dan uji aktivitas terhadap bakteri

staphylococcus aureus” guna memenuhi salah satu tugas dari matakuliah formulasi teknologi

dan sediaan steril.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan oleh karena itu, saran-saran dari semua pihak yang sifatnya membangun untuk

meningkatkan mutu dari Penulisan ini sangat Penulis harapkan.

Pada kesempatan ini Penulis tidak lupa pula menghaturkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu apt. Nur Hatijah Awaliyah S. Farm,. M. pharm atas semua waktu,

tenaga dan pikiran yang telah diberikannya dalam membimbing, mengarahkan, memberi saran

maupun kritik sehingga tugas ini menjadi lebih baik.

Kendari, 4 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

Halaman Sampul …………………………………………………………………………


Kata Pengantar …………………………………………………………………………..
Daftar Isi ………………………………………………………………………………….
Bab l. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang ………………………………………………………………………
1.2. Perumusan Masalah …………………………………………………………………
1.3. Tujuan penelitian ………………………………………………………………
1.4. Manfaat penelitian
1.5. Kebaruan penelitian
Bab ll. Tinjauan Pustaka
2.1. Tinjauan umum variable bebas
2.2. Tinjauan umum variable terikat
2.3. Kajian empiris
Bab III. Kerangka Konsep
3.1. Dasar pikir penelitian
3.2. Bagan kerangka konsep penelitian
3.3. Variabel penelitian
3.4. Devinisi operasional dan kriteria objektif
3.5. Hipotesis penelitian
Bab lV. Metode Penelitian
4.1. Jenis dan desain penelitian
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………………………………………
4.3. Populasi dan sampel ……………………………………………………………………
4.4. Alat dan bahan
4.5. Prosedur kerja Penelitian………………………………………………………………
Bab V. Penutup
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kulit аdаlаh lаpisаn аtаu jаringаn yаng menutupi seluruh tubuh dаri bаhаyа yаng

dаtаng dаri luаr (Dаmin, 2006). Pаdа kulit biаsаnyа terjаdi lukа, bаik lukа tergores, lukа

infeksi mаupun lukа bаkаr. Lukа аdаlаh hilаng аtаu rusаknyа sebаgiаn jаringаn tubuh

аtаu dаpаt dikаtаkаn rusаknyа kesаtuаn/komponen jаringаn, dimаnа secаrа spesifik

terdаpаt substаnsi jаringаn yаng rusаk аtаu hilаng. Ketikа lukа timbul, beberаpа efek

аkаn muncul diаntаrаnyа hilаngnyа seluruh аtаu sebаgiаn fungsi orgаn, respon stres

simpаtis, perdаrаhаn dаn pembekuаn dаrаh, kontаminаsi bаkteri dаn kemаtiаn sel

(Kozier, 1995).

Di аntаrа bаkteri yаng dаpаt menyebаbkаn infeksi аdаlаh Stаphylococcus аureus

(Jawetz, et al., 2001). Stаphylococcus аureus merupаkаn bаkteri grаm positif yаng

termаsuk florа normаl pаdа kulit (Foster, et аl., 2014). Staphylococcus аureus dаpаt

menyebаbkаn penyаkit infeksi pаdа folikel rаmbut dаn kelenjаr keringаt, bisul, sertа

infeksi pаdа lukа. Penyаkit infeksi mаsih merupаkаn jenis penyаkit yаng pаling bаnyаk

dideritа oleh penduduk di negаrа berkembаng, sаlаh sаtunyа Indonesiа. Penyаkit kаrenа

infeksi dаpаt diobаti dengаn pemаkаiаn аntibiotik yаng tepаt. Penggunааn аntibiotik

secаrа luаs di mаsyаrаkаt menghаruskаn аdаnyа kewаspаdааn terhаdаp resistensi

аntibiotik tertentu yаng beredаr di mаsyаrаkаt. Hаl tersebut mendorong pentingnyа

penemuаn sumber obаt-obаtаn аntimikrobа yаng dаpаt mengаtаsi berbаgаi mаsаlаh yаng

muncul dаlаm terаpi аntibiotik khususnyа yаng berаsаl dаri tаnаmаn (Prаsetyаwаn,

2011).
Tаnаmаn pаre (Momordicа chаrаntiа L.) аdаlаh sаlаh sаtu tаnаmаn herbаl

Indonesiа, biаsаnyа tаnаmаn pаre dimаnfааtkаn sebаgаi tаnаmаn obаt. Dаunnyа

berkhаsiаt sebаgаi obаt cаcingаn, obаt bаtuk, obаt demаm, peluruh hаid, obаt sembelit,

penаmbаh nаfsu mаkаn, melаncаrkаn pengeluаrаn АSI, mengobаti penyаkit sipilis, dаn

liver (Kuswoyo, 2009). Kаndungаn kimiа dаun pаre (Momordicа chаrаntiа L.) telаh

diteliti mengаndung flаvonoid, tаnin, sаponin, steroid, аlkаloid, dаn terpenoid (Аulyа,

2012).

Penelitiаn mengenаi аktivitаs аntibаkteri dаun Pаre pernаh dilаkukаn oleh

(Аdegbolа, et аl., 2016) bаhwа pаdа konsentrаsi 200mg/ml, 100mg/ml, 50mg/ml,

25mg/ml, 12.5mg/ml, dаn 6.25mg/ml memiliki аktivitаs аntibаkteri terhаdаp

pertumbuhаn bаkteri stаphylococcus аureus dengаn konsentrаsi 200mg/ml memiliki dаyа

hаmbаt tertinggi sebesаr 28 mm. Аdаpun аktivitаs аntibаkteri yаng dimiliki dаun pаre

dаpаt berpotensi sebаgаi pengobаtаn аlternаtif pаdа penyаkit infeksi sehinggа perlu

dikembаngkаn menjаdi suаtu sediааn fаrmаsi yаng mudаh dаlаm penggunааnnyа аdаlаh

sаlep.

Berdаsаrkаn urаiаn di аtаs, peneliti tertаrik untuk melаnjutkаn hаl tersebut. Hаl ini

sebаgаi sаlаh sаtu pengobаtаn аlternаtif untuk mengаtаsi mаsаlаh penyаkit infeksi

dengаn memiliki efek sаmping yаng lebih ringаn, mаkа perlu dilаkukаn penelitiаn lebih

lаnjut dengаn membuаt sediааn fаrmаsi berupа sediааn topikаl yаitu sаlep ekstrаk dаun

Pаre (Momordicа chаrаntiа L.).

2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini adalah:


1. Bagaimana stabilitas fisik sediaan salep dari ekstrak daun pare (momordica charantia

L.)?

2. Bagaimana aktivitas antibakteri sediaan salep dari ekstrak daun pare (momordica

charantia L.) terhadap bakteri Staphylococcus Aureus ?

B. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui formulasi sediaan salep, stabilitas fisik sediaan salep ekstrak daun

pare (momordica charantia L.)

2. Untuk mengetahui uji aktivitas salep dari ekstrak daun pare (momordica charantia

L.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi tambahan kajian tentang

ekstrak daun pare (momordica charantia L.) bisa di formulasi sebagai sediaan salep

dan memberikan manfaat manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama

dalam bidang pengobatan alternatif dari bahan alam serta acuan untuk melakukan

penelitian lebih lanjut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pare

a. Klasifikasi Tanaman Pare

Adapun klasifikasi dari tumbuhan pare (Momordica charantia L.)

sebagai berikut, (Sutanto, 2010) :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Devisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Dilleniidae

Ordo : Violales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : MomordicaS

spesies : Momordica charantia L.

b. Morfologi Tanaman Pare

Morfologi tanaman Pare menurut Wahyudi (2012): Daun pare berbentuk

bulat telur, berbulu, dan berlikuk. Susunan tulang daunnya menjari. Tangkai daun
tumbuh dari ketiak daun. Panjang tangkai daun mencapai 7-12 cm. Daunnya

berwarna hijau tua dibagian permukaan atas dan permukaan bawahnya berwarna

hijau muda atau kekuningan, letak daun pare berseling dengan panjag tangkai 1,5-

5,3 cm. Daun tunggal,berbentuk membulat dengan pangkal bentuk jantung, garis

tengah 4-7cm.

Bunga pare tumbuh dari ketiak daun dan berwarna kuning menyala.

Bunga pare terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang berduri tempel, halus,

dan berambut. Kelopak bunga berbentuk lonceng dan berusuk banyak. Panjang

tangkai bunga jantan mencapai 2-5.5 cm, sedangkan tangkai bunga betina

panjangnya 1-10 cm. Bunga pare dibedakan menjadi bunga jantan dan bunga

betina, bunga jantan memiliki benang sari berjumlah tiga, kepala sari berwarna

orange, semua bergandengan menjadi satu kemudian menjadi lepas; ruang sari

berbentuk seperti huruf S.

Bunga betina berbentuk sisik, bakal buah berparuh panjang, berduri halus,

dan berambut panjang; putik berjumlah tiga buah berlekuk dua ke dalam dan satu

diantara nya utuh. Buah pare berasal dari bunga pare betina yang telah mengalami

proses penyerbukan. Buah ini berbentuk bulan memanjang dengan permukaan

berbintil-bintil dan berasa pahit. Bagian buah yang masak berwarna jingga.

Daging buahnya tebal dan di dalamnya terdapat biji yang banyak.Buah bulat

memanjang, berbintil-bintil tidak beraturan, panjang 8-30 cm, rasa pahit,

berwarna hijau, menjadi jingga bila masak. Batang berusuk lima dengan panjang

2-5 cm. Daun tunggal, bertangkai dengan panjang 1,5-5,3 cm, berbentuk bulat 10

panjang berwarna hijau tua. Berbunga tunggal, berkelamin dua dalam satu pohon,
bertangkai panjang dan berwarna kuning. Batang tanaman pare memiliki lima

rusuk dengan panjang 2-5 cm, batang yang muda memiliki rambut cukup rapat.

Akar pada tanaman pare memiliki akar tunggal dan akar berserabut yang sangat

lembut. Sehingga tanaman pare ini lebih cocok untuk dibudidayakan pada kondisi

lahan/ tanah yang berstruktur keras dan berpasir. Pada tanaman pare ini

mempunyai akar yang berwarna putih.

Pare akan memberikan hasil yang tinggi jika ditanam di tempat yang

terbuka dan kering, drainase dan aerasinya baik dengan ketinggian tempat 1-1.500

mdpl 6 dengan kisaran pH 5-6. Hasil akan lebih baik pada tanah yang gembur dan

memiliki humus atau bahan organik yang tinggi (Sunarjono, 2010).

c. Kandungan Kimia Daun Tanaman Pare

Tanaman pare memiliki kandungan senyawa aktif yang diantaranya

flavonoid, lektin, saponin, polifenol, vitamin C, glikosida kurkubitasin,

momordisin dan kharantin. Flavonoid, polifenol, dan vitamin C yang terkandung

dalam pare adalah senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan alami. Senyawa

15 lain pada pare yaitu diantaranya tanin, saponin, steroid dan terpenoid berperan

sebagai antioksidan (Liqolbinisa, 2017).

d. Manfaat Daun Tanaman Pare

Daun tanaman pare banyak dimanfaatkan untuk mengobati beberapa

penyakit, seperti diabetes, luka dan penyakit infeksi lainnya. Daun pare juga

dimaanfaatkan sebagai anti virus untuk mengobati penyakit hepatitis, deman dan

campak. Daun tanaman pare bermanfaat untuk meluruhkan haid, pencahar,

perangsang muntah dan menurunkan demam.


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas 17

Agustus 1945 pada bulan Oktober 2022 – Januari 2023.

3.2. Alat dan bahan

Аlаt yаng akan digunаkаn dаlаm penelitiаn ini аdаlаh: Rotаry Evаporаtor ,Bejаnа

Mаserаsi, Blender, Corong (Pirex®), Termometer (Promolаb®), Kertаs Sаring, Tаbung

Reаksi (Pirex®), Pengаduk Kаyu, Bаtаng Pengаduk, Cаwаn Porselen, Oven

(Menmert®), Аutoklаf (АLP®), Inkubаtor, Timbаngаn Digitаl (АND®), Cаwаn Petri

(Pirex®), Pipet Volume (Pirex®), Mikropipet (Socorex®), Erlenmаyer (Pirex®), Beаker

Gelаs (Pirex®), Gelаs Ukur (Pirex®), Kompor Listrik (Mаspion®), Penаngаs Аir

(Julаbo®), Mortir dаn Stаmper, Sudip, Spаtulа, Serbet, Kаin Flаnel, Wаdаh (pot sаlep),

Objek Gelаs, Kаcа аrloji, Stik pH Universаl, Аnаk Timbаngаn, Cotton Buds Steril,

Mikroskop, Kаwаt Ose dаn Lаmpu Spiritus.

Bаhаn uji yаng akan digunаkаn dаlаm penelitiаn ini аdаlаh dаun Pаre

(Momordicа chаrаntiа L.) yаng diperoleh dаri perkebunаn BАLITRO, Jаlаn Tentаrа

Pelаjаr No.3 Cimаnggis, Bogor. Tаnаmаn ini telаh dideterminаsi di Lembаgа Herbаrium
Bogorienses, Bidаng Botаni Pusаt Penelitiаn Biologi, Lembаgа Ilmu Pengetаhuаn

Indonesiа, Jаlаn Rаyа Jаkаrtа Bogor Kilometer 46 Cibinong, Kаb. Bogor, Jаwа Bаrаt.

3.3. Prosedur kerja Penelitian

3.3.1. Persiаpаn Simplisiа

Menurut penelitiаn yаng dilаkukаn oleh (Siskа, et аl., 2011) menyаtаkаn bаhwа

untuk mendаpаtkаn 1 kg simplisiа dаun pаre membutuhkаn 12 kg dаun pаre segаr,

sehinggа menghаsilkаn 144,7 grаm ekstrаk kentаl dаun pаre.

3.3.2. Pembuаtаn Ekstrаk Etаnol 96% Dаun Pаre

Mаserаt yаng telаh diperoleh dipekаtkаn dengаn menggunаkаn rotаry evаporаtor

pаdа suhu 45⁰C, kemudiаn diuаpkаn dengаn cаwаn uаp pаdа wаterbаth pаdа suhu

40⁰C hinggа diperoleh ekstrаk kentаl (Depkes, 2000).

3.3.3. Pembuatan Salep Ekstrak daun Ungu

Salep ekstrak daun Ungu yang akan dibuat yaitu konsentrasi 15%, 20%, 25%

dengan bobot salep 30 g.

a. Formulasi basis salep untuk 30 g

R/ Adeps lanae 9 g

Vaselin album 21 g

m.f. ung 30 g

b. Formulasi salep ekstrak daun Pare 15%

R/ Ekstrak daun Ungu 4,5 g

Adeps lanae 9 g

Vaselin album 16,5 g

m.f. ung 30 g
c. Formulasi salep ekstrak daun Pare 20%

R/ Ekstrak daun Ungu 6 g

Adeps lanae 9 g

Vaselin album 16,5

g m.f. ung 30 g

d. Formulasi salep ekstrak daun Pare 25 %

R/ Ekstrak daun Ungu 7,5 g

Adeps lanae 9 g

Vaselin album 13,5

g m.f. ung 30 g

3.3.4. Evaluasi Sediaan Salep

a. Uji organoleptic

Pengujian organoleptik dilakukan dengan mengamati sediaan salep dari bentuk,

bau, dan warna sediaan (Anief, 1997). Menurut (Depkes RI, 1979) Spesifikasi

salep yang harus dipenuhi adalah memilih bentuk setengah padat, warna harus

sesuai dengan spesifikasi pada saat pembuatan awal salep dan baunya tidak

tengik.

b. Uji pH salep

Pengukuran nilai pH mengunakan alat bantu stik pH universal yang dicelupkan ke

dalam 0,5 g salep yang telah diencerkan dengan 5 ml aquadest. Nilai pH salep

yang baik adalah 4,5-6,5 atau sesuai dengan nilai pH kulit manusia (Tranggono

dan Latifa, 2007).

c. Uji homogenitas
Uji Homogenitas sediaan dilakukan dengan cara mengamati hasil pengolesan

salep pada plat kaca. Salep yang homogen ditandai dengan tidak terdapatnya

gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna yang

seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan. Salep yang diuji

diambil dari tiga tempat yaitu bagian atas, tengah dan bawah dari wadah salep

(Anonim, 1979).

d. Uji daya sebar

Sebanyak 0,5 gr salep diletakkan diatas kaca bulat yang berdiameter 15 cm, kaca

lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar salep

diukur. Setelahnya, ditambahkan 100 gr beban tambahan dan didiamkan selama 1

menit lalu diukur diameter yang konstan (Astuti, et al., 2010).

e. Uji Daya Lekat

Pengujian daya lekat dilakukan dengan cara menimbang 1 gram salep yang

diletakkan pada salah satu permukaan gelas objek kemudian ditutup dengan gelas

objek yang lain. Gelas objek ditindih dengan beban 1 kg selama 5 menit. Gelas

objek yang berhimpit kemudian dipasang pada alat uji daya lekat dan bersamaan

dengan pemberian beban pada alat uji daya lekat, stopwatch dinyalakan (Allen,

1998).

f. Uji Viskositas

Uji viskositas salep ditujukan untuk mengetahui kekentalan masing-masing salep.

Uji ini dilakukan dengan menggunakan alat portable viskotester rion dengan cara

sediaan salep yang akan diukur ditempatkan dalam wadah bermulut lebar,

kemudian spindle yang sesuai dimasukkan ke dalam salep hingga terbenam. Rotor
dinyalakan hingga jarum penunjuk menunjukkan angka yang stabil (Depkes RI,

1979).

g. Uji peninggalan bekas warna salep pada kulit sukarelawan

Uji peninggalan bekas warna salep pada kulit sukarelawan dilakukan dengan

mengoleskan sediaan pada lengan bawah, kemudian dibiarkan terbuka dan

diamati. Uji ini dilakukan untuk melihat peninggalan bekas warna salep di kulit

(Sari dan Maulidya, 2016).

h. Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan

Uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dilakukan dengan uji tempel terbuka (open

test). Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan pada lengan

bawah, kemudian dibiarkan terbuka selama 5 menit dan diamati reaksi yang

terjadi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya kemerahan, gatal-gatal, atau

bengkak pada kulit lengan bawah yang diberi perlakuan. ( Sari dan Maulidya,

2016). Sukarelawan pada uji iritasi berjumlah 12 orang, dengan kriteria sebagai

berikut : 1. Wanita atau pria berbadan sehat

2. Usia antara 20-35 tahun

3. Tidak ada riwayat penyakit yang berhubungan dengan alergi

4. Bersedia menjadi sukarelawan untuk uji iritasi

5. Sukarelawan adalah orang terdekat dan sering berada di sekitar pengujian

sehingga lebih mudah diawasi dan diamati bila ada reaksi yang terjadi pada kulit

yang sedang diuji (Ditjen POM, 1985)

3.3.5. Sterilisasi Alat


Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf. Peralatan yang

disterilkan dengan sterilisasi basah diantaranya sterilisasi media, alat-alat gelas

berskala, dan alat-alat lain yang tahan panas. Proses sterilisasi ini dilakukan pada

suhu 121⁰C dengan tekanan 2 atmosfer selama 15 menit.

3.3.6. Pengujian Kekeruhan Bakteri

Bakteri hasil peremajaan diambil dengan menggunakan ose lalu

dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan NaCl fisiologis steril atau

larutam kaldu steril untuk mendapatkan suspensi bakteri. Kekeruhan bakteri

dibandingkan dengan larutan standart 0,5 Mc. Farland (Wanger, 2009).

3.3.7. Pengujian Aktivitas Antibakteri

Media MHA yang telah siap dituang ke dalam 5 cawan petri masing-

masing dan dibiarkan memadat. Dicelupkan lidi kapas steril ke dalam suspensi

bakteri, lalu dioleskan pada permukaan media MHA dan dibiarkan 5 menit agar

suspensi bakteri meresap ke dalam media agar. Kertas cakram yang telah

dioleskan dalam salep ekstrak daun pare dengan konsentrasi 15%, 20%, dan 25%,

kemudian pada media ditempelkan kertas cakram dengan berbagai konsentrasi

termasuk untuk kontrol negatif yaitu kertas cakram yang dioleskan vaselin album

dan adeps lanae sedangkan kloramfenikol sebagai kontrol positif dengan diberi

jarak letak pada masing-masing disk. Kemudian diinkubasi dalam inkubator

dengan suhu 37⁰C selama 18-24 jam. Diukur zona hambat (mm) dari masing-

masing sampel dengan menggunakkan jangka sorong. Diameter zona hambat

yang diukur yaitu daerah jernih disekitar kertas cakram (tidak ada pertumbuhan
bakteri), diukur dari ujung yang satu ke ujung yang lain melalui tengah-tengah

kertas cakram dan dihitung rata-rata zona hambatnya.

3.3.5. Tinjauan umum ekstraksi

a. Definisi Esktraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian

tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif

terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula

ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan pelarut tertentu dalam

mengekstraksinya. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen

kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip

perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut,dimana perpindahan mulai

terjadi pada lapisan antarmuka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut

(Hanani,2015).

Secara umum proses pembuatan ekstrak terdiri dari beberapa tahap yaitu

(Simanjuntak, 2008) :

a. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya.

b. Pemilihan cairan pelarut

c. Separasi dan pemurnian

d. Pemekatan/penguapan (vaporasi/evaporasi)

e. Pengeringan ekstrak

f. Penetapan rendemen

Menurut simanjuntak (2008) Terdapat beberapa metodeekstraksi dengan

pelarut cair, antara lain ekstraksi cara dingin (maserasi dan perkolasi) dan

ekstraksi cara panas (refluks, soxhlet, digesti, infus, dekok).


b. Metode Maserasi

merupakan salah satu proses ekstraksi dengan cara dingin Maserasi dengan

prosedur yang sederhana dalam menangani ekstrak dan cocok untuk digunakan

sebagai metode ekstraksi dalam skala kecil ataupun skala industri, dilakukan dengan

cara merendam 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus

yang cocok dengan 75 bagian cairan penyari atau pelarut yang cocok lalu ditutup

dan dibiarkan selama 3 hari berturut-turut, disimpan dalam ruangan yang terlindung

dari cahaya sambil sesekali diaduk (Anief, 2000). Metode maserasi memiliki

beberapa keuntungan yaitu metode kerjanya lebih mudah, komponen alat yang

digunakan lebih sederhana, dan kerusakan pada komponen kimia zat aktif sangat

minimal (Tiwari dkk, 2011).

3.3.6. Skrining fitokimia

Skrining fitokimia merupakan cara untuk mengidentifikasi bioaktif yang

belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan yang dapat dengan cepat

memisahkan antara bahan alam yang memiliki kandungan fitokimia tertentu dengan

bahan alam yang tidak memiliki kandungan fitokimia tertentu. Skrining fitokimia

merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk

memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman

yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi

pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna (Minari, 2015).

a. Alkaloid

Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu

atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik, serta dapat

dideteksi dengan cara pengendapan menggunakan pereaksi Mayer, dragendorff,


dan bouchardat. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat dan sebagian kecil

berupa cairan pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan terasa pahit

(Harborne, 2006).

b. Flavanoid

Penambahan serbuk magnesium dan asam klorida pada pengujian

flavonoid akan menyebabkan tereduksinya senyawa flavonoid yang ada sehingga

menimbulkan reaksi warna merah yang merupakan ciri adanya flavanoid (Robinson,

1995).

c. Saponin

Saponin merupakan senyawa yang mempunyai gugus hidrofilik dan

hidrofobik. Saponin pada saat digojok terbentuk buih karena adanya gugus hidrofil

yang berikatan dengan air sedangkan hidrofob akan memberikan berikatan dengan

lemak. Pada struktur Misel, gugus polar menghadap keluar sedangkan gugus

nonpolar menghadap ke dalam. keadaaan ini yang membentuk busa, namun dalam

analisis ini sampel tidak memiliki saponin karena tidak memiliki kemampuan untuk

membentuk busa. Pada umumnya jika hasil positif maka penambahan HCL 2N

bertujuan untuk menambah kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih

stabil dan buih terbentuk menjadi stabil (Simaremare, 2014).

d. Tanin

Penasipan polifenol/tanin pada reaksi besi (III) klorida digunakan secara

luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol/polifenol/tanin. pengujian polifenol yang

dilakukan dengan melakukan penambahan FeCl3 10% diperkirakan akan

menimbulkan warna biru tua, biru kehitaman atau hitam kehijauan. Perubahan
warna tidak terjadi dengan penambahan FeCl3 karena tidak adanya gugus hidroksil

yang ada pada senyawa tanin (Sangi dkk, 2013).

3.3.7. Tinjauan umum master formula

Bahan Formula Fungsi

3.3.8.

Table. 2. Formula standar yang digunakan

DAFTAR PUSTAKA

Nusmara, Khesia Ghassani. 2012. Uji Stabilitas Fisik dan Aktivitas Pertumbuhan Rambut Tikus

Putih dari Sediaan Hair Tonic yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Pare

(Momordica charantica). [Skripsi]. Depok. Fakultas MIPA. Universitas Indonesia.

Depok.

Anda mungkin juga menyukai