Oleh :
Ketua
Anggota
Dr. drg. Sinar Yani, M.Kes
drg. Very Asfirizal, M.Kes
dr. Ika Fikriah, M.Kes
Siti Nur Azizah, S.KG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
DAFTAR ISI
Sampul ................................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
Ringkasan Penelitian .......................................................................................... iii
I. Latar Belakang .......................................................................................... 1
II. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 1
III. Metode Penelitian ..................................................................................... 6
IV. Hasil Penelitian ......................................................................................... 7
V. Pembahasan ............................................................................................. 17
VI. Simpulan ................................................................................................... 19
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 20
ii
ABSTRAK
iii
I. Latar Belakang
1
Gambar 1. Umbi tanaman sarang semut yang sudah dibelah
Sumber (Subroto, 2006. Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut)
Batangnya jarang ada yang bercabang, jika ada hanya satu atau beberapa cabang
saja. Bahkan ada beberapa spesies yang tidak memiliki cabang sama sepaket.
Batangnya tebal dan internodalnya sangat dekat, kecuali pada pangkal sarang semut
dari beberapa spesies.2
Daunnya tebal seperti kulit. Pada beberapa spesies memiliki daun yang sempit dan
panjang. Stipula (penumpu) besar, persisten, terbelah dan berlawanan dengan
tangkai daun (petiol), serta membentuk seperti “telinga” pada klipeoli. Terkadang terus
berkembang menjadi sayap di sekitar bagian atas klipeolus.2
Pembungaan dimulai sejak adanya beberapa ruas (intermodal) pada tiap-tiap nodus
(buku). Dua bagian pada setiap bunga berkembang pada suatu kantong udara
(alveolus) yang berbeda. Alveoli tersebut mungkin ukurannya tidak sama dan terletak
pada tempat yang berbeda di batang. Kuntum bunga muncul pada dasar alveoli.
Setiap bunga berlawanan oleh suatu brakteola. Bunga jarang kleistogamus
(menyerbuk tidak terbuka) dan terkadang heterostilus .2
Khasiat Tanaman Sarang Semut Jenis Myrmecodia pendens
1. Mengobati TBC
2. Mengatasi stroke
3. Mengobati rematik
4. Mengatasi ambeien/wasir
5. Antikanker dan antitumor
6. Mengatasi gangguan jantung terutama jantung coroner
7. Mengatasi gangguan fungsi ginjal/ prostat.2
2
Hasil penelitian modern menunjukkan bahwa tanaman sarang semut
mengandung senyawa aktif, berupa asam fenolik, flavonoid, tannin, polifenol,
tokoferol, serta berbagai macam mineral yang berfungsi sebagai antioksidan dan
antikanker. Flavonoid dapat memainkan peran langsung sebagai antibiotik
dengan mengganggu fungsi mikroorganisme bakteri atau virus, tetapi juga
bertindak sebagai antioksidan yang dapat membentuk mekanisme pertahanan
sel terhadap kerusakan akibat radikal bebas. Tannin adalah senyawa polifenol
yang dapat menghambat dan membunuh pertumbuhan bakteri dengan cara
bereaksi dengan membran sel.2
Berikut manfaat senyawa aktif yang ada di dalam sarang semut.
1. Asam fenolik berfungsi sebagai anti oksidan, menghilangkan radikal bebas,
dan melancarkan aliran darah pada pembuluh darah.
2. Flavonoid berfungsi melindungi struktur sel, mengobati kanker, melemahkan
virus HIV/AIDS dan herpes, mencegah osteoporosis, meningkatkan
efektivitas kinerja vitamin C, sebagai antibiotik, dan antiinflamasi.
3. Tannin berfungsi sebagai astringent yang bertugas mengikat dan
mengendapkan protein dalam tubuh untuk mengobati ambeien/wasir,
menghentikan mimisan dan pendarahan.
4. Polifenol berfungsi sebagai menurunkan kadar gula dalam darah dan
antimikroba.
5. Tokofenol berfungsi sebagai meredam radikal bebas.3
Tanaman Sarang Semut Jenis Myrmecodia pendens sebagai Antibakteri
Kemampuan ekstrak sarang semut memiliki efektivitas sebagai
antibakteri juga didukung oleh zat-zat aktif yang dikandung oleh tumbuhan ini
Berdasarkan analisis fitokimia, selain mengandung zat-zat nutrisi yang penting
bagi tubuh, tumbuhan sarang semut juga mengandung senyawa-senyawa kimia
dari golongan flavonoid dan tannin. Dalam banyak kasus, flavonoid dapat
berperan secara langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari
mikroorganisme bakteri atau virus.4
Mekanisme penghambatan flavonoid terhadap pertumbuhan bakteri
diduga karena kemampuan senyawa tersebut membentuk komplek dengan
protein ekstraseluler, mengaktivasi enzim, dan merusak membran sel. Pada
umumnya senyawa flavonoid dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif dan Gram negatif.5
3
Tannin memiliki aktivitas antibakteri. Toksisitas tannin dapat merusak
membran sel bakteri, senyawa astringen tannin dapat menginduksi
pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat mikroba
dan pembentukan suatu kompleks ikatan tannin terhadap ion logam yang dapat
menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Mekanisme kerja senyawa tannin
dalam menghambat sel bakteri, yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel
bakteri, menghambat fungsi selaput sel (transpor zat dari sel satu ke sel yang
lain) dan menghambat sintesis asam nukleat sehingga pertumbuhan bakteri
dapat terhambat. Selain itu dengan adanya tannin (asam tanat) maka akan
terjadi penghambatan metabolisme sel, mengganggu sintesa dinding sel, dan
protein dengan mengganggu aktivitas enzim.5
Toksikologi adalah studi tentang efek buruk bahan kimia, biologi, atau fisik
pada organisme hidup dan lingkungan. Zat beracun ini termasuk bahan kimia
berbahaya yang muncul secara alami, atau racun, serta zat asing yang disebut
xenobiotik. Racun adalah racun yang berasal dari tumbuhan dan organisme mikroba
dan juga termasuk racun yang dilepaskan oleh hewan untuk melukai predator.6
4
dengan jelas dan kemudahannya untuk paparan terkontrol, durasi paparan terkontrol,
dan kemungkinan pemeriksaan rinci semua jaringan setelah nekropsi. Informasi yang
diperoleh dapat berfungsi sebagai dasar untuk klasifikasi bahaya dan pelabelan
bahan kimia dalam perdagangan. Inti dari pengujian toksisitas bukan hanya untuk
memeriksa seberapa aman suatu zat uji tetapi untuk mengkarakterisasi kemungkinan
efek racun yang dihasilkannya. Efek toksik obat dapat berkisar dari dapat diabaikan
hingga parah untuk mencegah pengembangan senyawa lebih lanjut. Semua studi
toksisitas didukung oleh; analisis klinis, analisis autofik, analisis hematologis dan
hematokimia, analisis histopatologis dan presentasi statistik dan interpretasi data. 6
1. Untuk memeriksa efek zat uji pada hewan laboratorium dan efek toksik
langsung pada manusia.
2. Paparan hewan laboratorium pada dosis tinggi untuk mengevaluasi
kemungkinan bahaya pada manusia yang terpapar dosis jauh lebih rendah.
5
3. Untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk pemilihan dosis
dalam studi toksisitas yang berkepanjangan.
4. Untuk menghasilkan data yang mengandung efek buruk zat pada
manusia, kesehatan hewan dan lingkungan.
5. Untuk memberikan dasar bagi program pengujian lainnya bisa desain.
6. Untuk akademisi dan tujuan pengaturan; klasifikasi, pelabelan dan
transportasi agen kimia.6
LD50 ekstrak etanol umbi Sarang Semut (Myrmecodia armata DC.) lebih besar dari
24,51 g/Kg BB p.o mencit. Dengan demikian ekstrak etanol umbi Sarang Semut
(Myrmecodia armata DC.) termasuk kategori relatif tidak berbahaya. Gejala yang
teramati pada mencit selama uji toksisitas akut antara lain adanya penurunan aktivitas
gerak setelah 1 jam pemberian ekstrak etanol umbi Sarang Semut (Myrmecodia
armata DC.), ini dimungkinkan ekstrak etanol umbi Sarang Semut (Myrmecodia
armata DC.) mempengaruhi system neuromuscular. (I Made Agus Yogeswara
Wibawa, 050513400 (2009) UJI TOKSISITAS AKUT DAN UJI TERATOGENIK
EKSTRAK ETANOL 96 % UMBI SARANG SEMUT (myrmecodia armata DC.) PADA
MENCIT.
Perhitungan LD50
Penetapan LD50 ini dilakukan dengan metode Thompson-Weil dengan
tingkat kepercayaan 95%. LD50 dihitung menggunakan rumus berikut:
Log LD50 = Log D + d(f+1)
D = dosis terkecil yang digunakan
d = logaritma kelipatan
f = Faktor dalam tabel R ; df = dicari pada tabel R.
7
Tabel 1 menunjukan bahwa terdapat 4 kelompok yang diberikan kepada
masing-masing 5 organ tikus, yaitu kelompok kontrol yang diberi larutan sodium
carboxymethyl cellulose (CMC-Na), kelompok intervensi dengan dosis ekstrak sarang
semut 0.1 gram/kg berat badan, kelompok intervensi dengan dosis ekstrak sarang
semut 1 gram/kg berat badan dan kelompok intervensi dengan dosis ekstrak sarang
semut 2.5 gram/kg berat berat badan. Presentase masing-masing kelompok adalah
25%.
2. Distribusi kejadian radang pada organ hepar
8
Gambar 2. Histologi organ hepar dengan radang
Sumber: data primer
9
Gambar 4. Histologi Organ Hepar Nekrosis
Sumber: data primer
4. Distribusi kejadian dilatasi sinus pada organ hepar
Kejadian Frekuensi Presentase Persentase kumulatif
sinus (%) (%)
Tidak 6 30 30
Ya 14 70 100
Total 20 100
Sumber : data primer
Tabel 4 menunjukan bahwa pada seluruh intervensi yang diberikan pada
sampel, mayoritas sampel mengalami dilatasi sinus yaitu pelebaran sinusoid hepar
sebesar 70% dan 30% lainnya tidak mengalami efek dilatasi sinus.
10
5. Distribusi kejadian vakuolisasi pada organ hepar
Kejadian Frekuensi Presentase Persentase kumulatif
vakuolisasi (%) (%)
Tidak 5 25 25
Ya 15 75 100
Total 20 100
Sumber : data primer
Tabel 5 menunjukan bahwa pada seluruh intervensi yang diberikan pada
sampel, mayoritas sampel mengalami vakuolisasi pada organ hepar, yaitu
sitoplasma sel hepar membentuk vakuolisasi sebesar 75%. Sementara itu, 25%
lainnya tidak mengalami vakuolisasi.
Tabel 6 menunjukan perbedaan efek radang terjadi pada organ ginjal, yaitu
tidak seluruh saampel mengalami radang. Terdapat 15% dari sampel yang normal
dari ke-empat kelompok intervensi tersebut. Hal ini dapat terlihat pada tabel 6.
11
Mayoritas sampel juga hanya mengalami radang minim, yaitu 80% dan 5% lainnya
mengalami radang.
12
7. Distribusi kejadian nekrosis pada organ ginjal
Kejadian Frekuensi Presentase Persentase kumulatif
vakuolisasi (%) (%)
Tidak 20 100,0 100,0
Ya 0 0 100,0
Total 20 100,0
Sumber : data primer
Tabel 7 menunjukan tidak ada kejadian nekrosis organ ginjal pada seluruh
sampel. Hal ini berbeda dengan organ hepar, yaitu 30% sampel mengalami
nekrosis. Sementara itu, perbedaan efek atau cross tabulasi setiap intervensi yang
diberikan terhadap efek yang muncul pada setiap sampel ditujukan pada tabel
berikutnya.
13
yang diberi 1 gram seluruhnya mengalami radang (100%). Selanjutnya kelompok
dengan intervensi ekstrak sarang semut 2.5 gram / kg berat badan mengalami radang
sedang (30%) dan radang (40%).
14
10. Cross tabulasi kelompok sampel dengan kejadian dilatasi sinus pada
organ hepar
Kelompok Tidak Ya Total
I. Kontrol (Na- n 3 2 5
CMC) % 60% 40% 100%
II. 0.1gr/kgBB n 0 5 5
% 0% 100% 100%
III. 1 gr/kgBB n 2 3 5
% 40% 60% 100%
IV.2.5gr/kgBB n 1 4 5
% 20% 80% 100%
Total n 6 14 20
% 30% 70% 100%
Sumber : data primer
Tabel 10 menggambarkan bahwa kelompok kontrol yang diberi larutan Na-
CMC tidak mengalami dilatasi sinus pada organ hepar (60%) dan 40% mengalami
dilatasi sinus. Sementara itu, seluruh sampel yang diberi ekstrak sarang semut 0.1
gram mengalami dilatasi sinus. Selanjutnya, kelompok yang diberi ekstrak sarang
semut 1 gram dan 2.5 gram mayoritas mengalami dilatasi sinus pada organ hepar
yaitu masing-masing 60% dan 80%.
15
Tabel 11 menggambarkan bahwa kelompok kontrol yang diberi larutan Na-
CMC mengalami vakuolisasi hepar (40%) dan sisanya tidak mengalami vakuolisasi
hepar. Selanjutnya, seluruh kelompok intervensi yang diberi ekstrak sarang semut
masing-masing 0.1 gram, 1 gram dan 2.5 gram mengalami vakuolisasi hepar secara
berurutan yaitu 80%, 80% dan 100%.
12. Cross tabulasi kelompok sampel dengan kejadian radang pada organ
ginjal
Kelompok Radang Total
Normal Minim Radang
I. Kontrol n 3 2 0 5
(Na-CMC) % 60% 40% 0% 100%
II. 0.1gr/kgBB n 0 4 1 5
% 0% 80% 20% 100%
III. 1 gr/kgBB n 0 5 0 5
% 0% 100% 0% 100%
IV.2.5gr/kgBB n 0 5 0 5
% 0% 100% 0% 100%
Total n 3 16 1 20
% 15% 80% 5% 100%
Sumber : data primer
Tabel 12 menunjukan intervensi yang diberikan kepada organ ginjal. Kelompok
kontrol yang diberi larutan Na-CMC mayoritas normal atau tidak mengalami radang
(60%) dan 40% dari kelompok ini hanya mengalami infiltrasi sel-sel radang yang
minim. Sementara itu, kelompok intervensi yang diberi ekstrak sarang semut 0.1 gram
mengalami radang minim (80%) dan radang (20%). Selanjutnya, kelompok dengan
intervensi ekstrak sarang semut 1 gram dan 2.5 gram seluruhnya mengalami infiltrasi
sel-sel radang minim.
16
13. Cross tabulasi kelompok sampel dengan kejadian nekrosis pada organ
ginjal
Kelompok Tidak Ya Total
I. Kontrol (Na- n 5 0 5
CMC) % 100% 0% 100%
II. 0.1gr/kgBB n 5 0 5
% 100% 0% 100%
III. 1 gr/kgBB n 5 0 5
% 100% 0% 100%
IV.2.5gr/kgBB n 5 0 5
% 100% 0% 100%
Total n 20 0 20
% 100% 0% 100%
Sumber : data primer
Tabel 13 menunjukan bahwa seluruh kelompok kontrol dan kelompok yang
diberi intervensi ekstrak sarang semut pada dosis yang berbeda-beda tidak
mengalami efek nekrosis pada organ ginjal.
V. Pembahasan
Hewan coba yang diberikan perlakukan adalah 20 ekor tikus Wistar jantan
(Rattus norvegiskus) yang memiliki berat yang sama dan dilakukan adaptasi
lingkungan laboratorium selama 3 hari.
Selanjutnya, pada hari ke 7 seluruh tikus dikorbankan (sacrified) dan dilakukan
autopsi pada 20 ekor tikus wistar jantan, kemudian dua organ tikus diambil dan
dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa pemeriksaan histologi jaringan. Kedua organ
tersebut yaitu organ hepar dan organ ginjal. Efek yang dapat terjadi pada setiap
intervensi yang diberikan adalah terjadinya efek sebagai berikut:
1. Radang pada sel-sel limfosit dan neutrofil yang mungkin terjadi pada organ
hepar dan ginjal
2. Nekrosis pada jaringan nekrotik yg dikelilingi sel radang yang mungkin
terjadi pada organ hepar dan ginjal
3. Dilatasi sinus, yaitu pelebaran sinusoid hepar
4. Vakuolisasi, yaitu sitoplasma sel hepar membentuk vakuolisasi.
17
Dilakukan pengamatan dibawah mikroskop dengan pembesaran 400x. Bahan
yang digunakan untuk pembuatan preparat histopatologi dengan pewarnaan HE
(Haematoxilin-Eosin), alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 90%, alkohol 96%, alkohol
absolut,toluena, dan paraffin.7 Selain itu dilakukan pengamatan secara makroskopik
dan secara umum seluruh tikus tidak ada yang mati dan tidak menunjukkan tanda-
tanda keracunan,seperti gelisah, berjalan kiri kanan tanpa arah, kejang. Selama masa
pengamatan didapatkan tingkah laku tikus yang aktif , tidak terdapat kelainan pada
mata dan kerontokan pada bulunya. Nafsu makan dan minum pun baik.
Hewan yang diberi perlakuan adalah 20 ekor tikus (Mus musculus) jantan Swiss
yang dibagi menjadi 5 kelompok; 1 kelompok kontrol dengan pemberian NaCMC 1%
dan 4 kelompok eksperimen dengan pemberian dosis ekstrak etanol sarang semut
(Myrmecodia pendens) masing-masing adalah 0,1, 1, 10 dan 100g/Kg BB. Evaluasi
gejala klinis toksik dan kematian dilakukan dalam 24 jam 14 hari untuk kelangsungan
hidup mencit. Pengujian menghasilkan LD50 ekstrak etanol sarang semut adalah
3,162g/Kg berat badan. Semua mencit pada kelompok 10 dan 100g/kg berat badan
mati dalam satu jam pemberian ekstrak dan menunjukkan gejala klinis toksik seperti
hiperaktif dan kejang. Pemeriksaan histopatologi ginjal mencit mati menunjukkan
infiltrasi sel radang dan tubulus kongestif difus. Ekstrak etanol sarang semut
merupakan zat yang sedikit beracun bagi mencit jantan Swiss berdasarkan kriteria
Hodge dan Sterner.8
Ekstrak etanol sarang semut Aceh mempunyai potensi toksisitas akut. Hal
tersebut berkaitan dengan keempat senyawa yang berhasil didentifikasi secara kimia
yang terdapat dalam sarang semut yaitu golongan fenolik, saponin, triterpenoid, dan
steroid. Keempat golongan senyawa inilah yang berperan menyebabkan kematian
larva Artemia salina Leach. Hal ini disebabkan karena perbedaan jenis (spesies)
kedua tanaman. Letak tumbuh dan perbedaan iklim tumbuh akan sangat
memengaruhi komposisi dan kadar senyawa aktif yang dimiliki oleh tumbuhan yang
mirip (marga yang sama).9
Hasil histopatologis organ hewan uji yang diberikan sediaan uji dan diautopsi
24 jam setelah perlakuan menunjukkan adanya kelainan berupa degerasi epitel
tubulus ginjal, peribronkhiolitis. Perivasculitis, serta degenerasi hidropik hepar. Hasil
histopatologi hewan uji yang diautopsi pada hari ke-14 setelah perlakuan
menunjukkan adanya foki radang pada pada hepar.10
18
Hepar berfungsi sebagai organ detoksifikasi bahan-bahan asing yang masuk
dan berbahaya bagi tubuh. Pada saat dosis ekstrak sarang semut dinaikkan hingga
375 mg/kg BB adanya gangguan hepar mulai muncul dan mengakibatkan adanya
degenarasi midzonal yang ditandai terbentuknya vakuola di jaringan sel hepar. Hal
tersebut terjadi karena adanya penumpukan dan peningkatan bahan toksik yang ada
di hati dan menyebabkan gangguan proses terbentuknya nutrisi dari darah vena
pencernaan. Dampak selanjutnya adalah terjadi timbunan toksikan dan berbahaya
bagi se-sel hepar. Dengan dosis sebesar 3750 mg/kg BB bahan toksik makin banyak
menumpuk dan tidak dapat diproses oleh hepar dan dapat menyebabkan nekrosis
atau kematian sel pada organ hepar dan ginjal. Nekrosis sel hepar ditandai dengan
adanya perubahan inti dan sitoplasma sel. Pada saat membrane plasma sel hepar
rusak, enzim-enzim dari sitosoal akan dibebaskan ke dalam aliran darah dan menjadi
tanda kuantitatif kerusakan sel hati yang makin luas. Proses detoksifikasi yang
dilakukan oleh enzim microsomal hepatic dapat pula menyebabkan bahan berbahaya
menjadi lebih toksik dan menyebabkan kerusakan sel-sel. Dosis 3750 mg/kg BB dapat
mengakibatjan gangguan proses detoksifikasi enzim mikrosimal hepar sehingga
terjadi nekrosis dan berlanjut ke jaringan ginjal serta dapat memicu reaksi imun dan
memperngaruhi reaksi biokimia sel. Kerusakan hepar yang berat dapat terjadi dan
mungkin menghambat proses regerasi dan kemungkinan akan meninggalkan bekas
luka meskipun hepar telah kembali pulih. Dalam keracunan yang sifatnya berat, fungsi
hati dapat mengalami kegagalan dan jika berlanjut dapat menyebabkan kematian
hanya dalam waktu 12-24 jam. Sementara itu pada pemberian dosis 3750 mg/kg BB
kondisi nekrosis dapat terjadi hingga hari ke 12 dan pada ahri ke 26 akan muncul
vakuolisasi dengan infiltrasi sel-sel makrofag dan neutrofil. Dosis ini tidak
menyebabkan kematian pada hewan uji sehingga penggunaan ekstrak sarang semut
dengan dosis tersebut cukup aman dan berpotensi untuk digunakan sebagai bahan
farmasi obat.11
VI. Simpulan
Uji toksisitas akut ekstrak etanol sarang semut (Myrmecodia Pendens) pada
tikus Wistar Jantan (Rattus Novergikus) pada dosis 0,1 gr/kg BB pada gambaran
histologi hepar dan ginjal memiliki efek toksik minimal terhadap ekstrak sarang semut
setelah pemberian hari ke 7 ditunjukkan oleh gambaran infiltrasi sel-sel radang yang
minim. Hasil ini dapat digunakan sebagai acuan dasar penggunaan ekstrak sarang
19
semut pada dosis kurang dari 0,1 gr/kg BB sebagai bahan dasar irigasi terapi poket
periodontal. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan formulasi ekstrak
sarang semut pada dosis kurang dari 0,1 gr/kg BB dan dilakukan uji iritasi pada hewan
coba sehingga kedepan dapat menghasilkan produk sediaan obat kumur atau bahan
irigasi poket periodontal sediaan cair.
20
DAFTAR PUSTAKA
2. Subroto, M, A., A.H. Saputro. 2006. Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut.
Perpustakaan Nasional : katalog Dalam Terbitan (KDT).
3. Sudiono, J., C, T, Oka., Dan P, Trisfilha. 2015. Jurnal The Scientific Base Of
Myrmecodia Pendans As Herbal Remedies. Faculty Of Dentistry, Trisakti
University, Jakarta, Indonesia.
4. Hermawati, R., dan H. A. C. Dewi. 2014. Berkat Herbal Penyakit Jantung Koroner
Kandas. FMedia (Imprint AgroMedia Pustaka).
6. Naufalin ,Rifda Dan Erminawati Wuryatmo. 2014. The Antimicrobia Activity “Ant-
Nest” (Myrmecodia Pendans) Extract As Natural Preservative.
7. Kusuma PW, dkk. Perubahan Histopatologi Ginjal Tikus Putih yang Diberikan
Ekstrak Etanol Sarang Semut dan Gentamisin Dosis Toksik. Indonesia Medicus
Veterinus. 2020. Vol.9 (3)
9. Frengki, Roslizawaty, Pertiwi Desi. Uji toksisitas ekstrak etanol sarang semut
lokal aceh (mymercodia sp.) Dengan metode bslt terhadap larva udang artemia
salina leach. Jurnal Medika Veterinaria. 2014. Vol.8 (1)
10. Firdausy, AF. Ketoksikan akut fraksi non-heksan ekstrak etanol umbi sarang
semut (Myrmecodia tuberosa) pada tikus wistar betina, Universitas Gadjah
Mada.2014
21
LAMPIRAN
22
HaKI
23
24
25
26
27
28