SEMINAR WAJIB
Theodorus H. Tambuwun
NIM: 201331002
SEMINAR WAJIB
Theodorus H. Tambuwun
NIM: 201331002
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur patut saya panjatkan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan tuntunan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Pemanfaatan Semut Rangrang (Oecophylla
smaragdina) Sebagai Pengendali Hayati Tanaman yang Terserang
Hama”.
Terwujudnya makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak
yang telah mendorong dan membimbing serta membantu baik lewat
tenaga,ide-ide, maupun pemikiran. Semoga segala bantuan yang telah
diberikan kepada akan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yesus Kristus.
Dalam pembuatan makalah ini saya merasa masih terdapat banyak
kekurangan mengingat akan pengetahuan yang saya miliki. Karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, saya ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Tuhan Yesus memberkati.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan........................................................................3
1.3. Manfaat Penulisan......................................................................3
1.3.1. Manfaat Teoritis................................................................3
1.3.2. Manfaat Praktis.................................................................3
1.4. Metode Penulisan.......................................................................3
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................20
iii
BAB I. PENDAHULUAN
1
mengambil keputusan dan melakukan tindakan untuk mengatasi masalah
OPT.
Salah satu hewan yang bisa dimanfaaatkan sebagai indikator
hayati, yaitu semut. Semut merupakan salah satu kelompok serangga
yang keberadaannya sangat umum dan hampir menyebar luas, paling
suskes dari kelompok serangga, terdapat dimanamana di habitat
teresterial dan jumlahnya melebihi hewanhewan darat lainnya.
Keberadaannya dimulai dari kutub sampai tropis dan daerah peisisir
sampai pegunungan (Borror, Triplehorn dan Johnson, 1992). Semut juga
dapat berperan sebagai alat monitoring perubahan kualitas lingkungan
dan penentuan kawasan konservasi. Hal ini didukung oleh beberapa sifat
yang dimiliki semut, yaitu hidup diberbagai habitat, mempunyai toleransi
yang sempit terhadap perubahan lingkungan, biomassa dominan, mudah
dikoleksi, mempunyai sifat yang penting dalam ekosistem serta secara
taksonomi relative maju (Andersen, 1993); (Agosti et al.,2000).
Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) banyak digunakan
dalam mengendalikan hama pertanian. Dari beberapa penelitian yang
telah ada, banyak petani yang menggunakan semut rangrang sebagai
pengendalinya. Lim (2008) menggunakan Oecophylla smaragdina sebagai
musuh alami dalam pengendalian hama di pohon mahogani. Semut ini
mampu mengatasi hama mangga sekitar 70% pada perkebunan di
Australia (Peng dan Christian, 2005) dan 40% menurunkan hama jeruk di
Vietnam (Offenberg, 2009).
Oecophyilla smaragdina adalah semut yang dominan di hutan
terbuka mulai dari India, Australia, Cina dan Asia Tenggara, yang daun
sarangnya diselenggarakan bersamasama dengan sutra larva.
Oecophylla smaragdina telah menjadi subjek penting dalam penelitian
tentang integrasi kontrol, komunikasi, teritorial dan koloni biologis serta
pengendalian biologis pada hama pertanian atau perkebunan. Semut
Rangrang (Oecophylla smaragdina) merupakan serangga eusosial (sosial
sejati), dan kehidupan koloninya sangat tergantung pada keberadaan
2
pohon (arboreal). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin
melakukan penelitian berdasarkan studi literatur.
3
BAB II
SEMUT RANGRANG SEBAGAI PENGENDALI HAYATI TANAMAN
YANG TERSERANG HAMA
4
dan daerah perut) dan metasoma (perut yang kurang abdominal segmen
dalam petiole). Petiole yang dapat dibentuk oleh satu atau dua node
(hanya yang kedua, atau yang kedua dan ketiga abdominal segmen ini
bisa terwujud) (Bayu, 2012)
.
Gambar 1. Morfologi Semut Rangrang
(www.krotocilacap.com)
5
Gambar 2. Siklus Hidup Semut Rangrang
(www.gemaperta.com)
6
2.1.5. Manfaat Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina)
Huang dan Yang (1987) menuliskan bahwa semut Rangrang sudah
dikenal oleh bangsa China pada tahun 304 Masehi untuk mengendalikan
hama kutu-kutuan pada tanaman jeruk. Perilaku agresif semut Rangrang
dalam mempertahankan daerah kekuasaannya barangkali menjadi salah
satu pertimbangan bagi para petani untuk menggunakannya sebagai
“penjaga” tanaman terhadap gangguan hama. Hasil kajian Van Mele dan
Truyen (2002) di Vietnam membuktikan bahwa penerapan teknologi
pengelolaan O. smaragdina yang tepat di lapangan, mampu
meningkatkan potensi mereka sebagai musuh alami seperti yang
diperlihatkan oleh Offenberg et al., (2006) bahwa semut Rangrang mampu
melindungi tanaman mangrove dari serangan kepiting Episesarma
versicolor.
Menurut Way dan Khoo (1992) semut Rangrang menjadi musuh
alami pada sekitar 16 spesies hama yang menyerang tanaman yaitu
kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga, eukaliptos dan jeruk. Semut
Rangrang dikenal sebagai predator yang agresif dan aktif memburu
mangsa. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Falahudin (2012),
menyatakan bahwa semut ini efektif pada beberapa ulat diperkebunan
kelapa sawit terutama ulat api dengan kematian 83 %.
Semut juga mempunyai fungsi ekologis dalam membantu
tumbuhan untuk menyebarkan biji-bijian (dispersal), menggemburkan
tanah, dan sebagai predator atau pemangsa serangga lain (Schultz dan
McGlyinn, 2000). Selain itu, hal yang paling diharapkan dari semut yaitu
untuk membantu mengendalikan hama pertanian (Mele dan Cuc, 2004)
karena semut merupakan predator yang penting dan diprediksikan dapat
melindungi tanaman dari hama jika dapat dimengerti dan diteliti dengan
benar (Philpott dan Armbrecht, 2006). Semut Rangrang juga sangat peka
terhadap perubahan udara sehingga semut ini dapat digunakan sebagai
indikator keadaan udara di suatu lingkungan Semut Rangrang menyukai
lingkungan yang berudara bersih. Jangankan asap pabrik atau asap
7
kendaraan bermotor, asap yang berasal dari pembakaran sampah di
kebun saja dapat membuat mereka menyingkir (Fitry, 2016).
2.2. Hama
2.2.1. Deskripsi Hama
Menurut Smith (1983) hama adalah semua organisme atau agen
biotik yang merusak tanaman dengan cara yang bertentangan dengan
kepentingan manusia. Hama dalam arti luas adalah semua bentuk
gangguan baik pada manusia, ternak dan tanaman. Pengertian hama
dalam arti sempit yang berkaitan dengan kegiatan budidaya tanaman
adalah semua hewan yang merusak tanaman atau hasilnya yang mana
aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum menimbulkan
kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk
hama. Namun demikian potensi mereka sebagai hama nantinya perlu
dimonitor dalam suatu kegiatan yang disebut pemantauan (monitoring).
Secara garis besar hewan yang dapat menjadi hama dapat dari jenis
serangga, moluska, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar. Mungkin
di suatu daerah hewan tersebut menjadi hama, namun di daerah lain
belum tentu menjadi hama (Dadang, 2006).
8
didasarkan atas keanekaragaman jenisnya. Nematoda adalah
mikroorganisme yang berbentuk cacing, bentuk tubuh bilateral simetris,
dan spesiesnya bersifat parasit pada tumbuhan, berukuran sangat kecil
yaitu antara 300 – 1000 mikron, panjangnya sampai 4 mm dan lebar 15 –
35 mikron (Ivan. 2013).
Sastrosuwignyo (1990) menyatakan bahwa tidak semua anggota
Nematoda berperan sebagai hama tanaman atau bersifat parasit, namun
ada juga yang bersifat saprofag yang tidak merugikan tanaman.
Nematoda yang menyebabkan kerusakan pada tanaman hampir
semuanya hidup didalam tanah, baik yang hidup bebas didalam tanah
bagian luar akar dan batang didalam tanah bahkan ada beberapa parasit
yang hidupnya bersifat menetap didalam akar dan batang (Ivan, 2013).
Meloidogyne spp. merupakan salah satu nematoda parasit pada
tanaman. Nematoda ini memiliki jangkauan inang yang sangat beragam,
sehingga dapat ditemukan pada beberapa tanaman penting pertanian.
Kerugian yang telah ditimbulkan oleh nematoda ini sangat besar, banyak
hasil tanaman pertanian rusak, mati, dan hasil panen menurun drastis
(Ivan, 2013).
9
Menurut Mersy (2012) hama dari kelas mamalia terdiri dari ordo
Rodentia (binatang mengerat) yang merupakan ordo paling merugikan,
misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah (Rattus rattus
argentiventer). Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan satwa liar
seperti gajah, kera, babi hutan, rusa, dan beruang juga dapat berperan
sebagai hama yang merugikan. Sedangkan dari kelas aves yang berperan
sebagai hama misalnya burung pipit (Lonchura leucogastroides)
10
2.3. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati adalah manipulasi secara langsung dan
sengaja menggunakan musuh alami, pesaing organisme pengganggu,
seluruhnya atau sebagian, atau sumberdaya yang diperlukan oleh agensi
hayati untuk pengendalian organisme pengganggu atau dampak
negatifnya (Tampubolon, 2004).
Sedangkan DeBach (1964) lebih lanjut memperbaiki istilah
pengendalian hayati dan membedakan antara pengendalian alami dari
pengendalian hayati. Pengendalian alami ialah proses pengaturan
kepadatan populasi suatu organisme yang berfluktuasi di antara batas
bawah dan batas atas populasi selama kurun waktu tertentu oleh
pengaruh faktor-faktor lingkungan abiotik atau biotik. Pengendalian hayati
(dari pandangan ekologis) ialah “aksi parasitoid, predator dan patogen”
dalam pemeliharaan kepadatan populasi organisme lain pada suatu rata-
rata populasi yang lebih rendah daripada yang akan terjadi jika musuh
alami tersebut tidak ada.
Musuh alami yang berupa parasitoid, predator dan patogen dikenal
sebagai faktor pengatur dan pengendali populasi serangga yang efektif
karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan populasi inang
atau mangsa. Peningkatan populasi inang akan ditanggapi secara
numerik (respon numerik) dengan meningkatkan jumlah predator dan
secara fungsional (respon fungsional) dengan meningkatkan daya makan
per musuh alami (Ardiawan, 2010).
11
Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga lain. Pada
parasitoid yang bertindak sebagai parasit adalah stadia pradewasa,
sedangkan imagonya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya
(Habibi, 2012).
Adapun faktor-faktor yang mendukung efektivitas pengendalian
dengan parasitoid, yaitu:
1. Daya kelangsungan hidupnya baik.
2. Hanya satu atau sedikit individu inang yang diperlukan untuk
melengkapi siklus hidupnya.
3. Populasi parasitoid dapat bertahan meskipun dalam keadaan populasi
yang rendah.
4. Memiliki inang yang sempit (Habibi, 2012).
2.3.1.2. Predator
Predator merupakan organisme yang hidup bebas dengan
memakan atau memangsa organisme yang lain. Predator berbeda dengan
parasitoid. Perbedaan antara parasitoid dengan predator, yaitu:
1. Parasitoid umumnya nersifat monofag atau oligofag, sedangkan
predator bersifat poliphag.
2. Parasitoid hanya memerlukan satu inang untuk perkembangannya,
sedangkan predator memerlukan banyak mangsa untuk
menyelesaikan siklus hidupnya.
3. Yang mencari inang pada parasitoid adalah imago betina, sedangkan
pada predator yang mencari mangsa adalah jantan dan betina, juga
pradewasanya.
12
4. Predator mematikan mangsa untuk dirinya, sedangkan parasitoid
mematikan inang untuk keturunannya.
5. Parasitoid ukuran tunuhnya lebih kecil dibanding inangnya, predator
ukuran tubuhnya lebih besar dari mangsanya.
6. Metamorfosis parasitoid adalah sempurna, sedangkan predator ada
yang sempurna dan tidak sempurna.
7. Parasitoid memarasit inangya pada stadia tertentu, misalnya larva.
Sedangkan predator memangsa semua stadia perkembangan
mangsanya.
8. Parasitoid mematikan inangya memerlukan waktu yang agak lama,
predator mematikan mangsanya dalam waktu yang singkat (Habibi,
2012).
2.3.1.3. Patogen
Serangga seperti juga organisme lainnya dalam hidupnya juga
diserang oleh banyak patogen atau penyakit yang disebabkan olehn virus,
cendawan, bakteri, nematoda, dan protozoa (Habibi, 2012).
Beberapa patogen yang dalam kondisi lingkungan tertentu
merupakan faktor mortalitas utama pada populasi serangga. Oleh karena
kemampuannya membunuh serangga hama sehingga sejak lama patogen
digunakan dalam pengendlian hayati (Habibi, 2012)
13
sebagai cara klasik. Contoh : Introduksi Tetrastichus brontispae untuk
mengendalikan Brontispa longissima dari pulau Jawa ke Sulawesi
Selatan. Introduksi Curinus coreolius dari Hawaii untuk mengendalikan
Heteropsylla cubana (kutu loncat) di Indonesia (Habibi, 2012).
2.3.3.2. Augmentasi
Augmentasi merupakan teknik penambahan musuh alami secara
periodik dengan tujuan untuk meningkatkan jumlah dan pengaruh musuh
alami (Habibi, 2012).
2.3.3.3. Konservasi
Konservasi merupakan usaha untuk mempertahankan atau
melestrarikan musuh lami yang telah ada di suatu daerah . teknik ini
bertujuan untuk menghindarkan tindakan yang dapat menurunkan
populasi musuh alami (Habibi, 2012).
14
Jumar (2000) menambahkan beberapa keuntungan dari
pengendalian hayati yaitu: (1) Aman artinya tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan dan keracunan pada manusia dan ternak, (2)
tidak menyebabkan resistensi hama, (3) Musuh alami bekerja secara
selektif terhadap inangnya atau mangsanya, dan (4) Bersifat permanen
untuk jangka waktu panjang lebih murah, apabila keadaan lingkungan
telah setabil atau telah terjadi keseimbangan antara hama dan musuh
alaminya.
Selain memiliki kelebihan, pengendalian secara hayati juga memiliki
kelemahan, yaitu: (a) Pengendalian terhadap OPT berjalan lambat, (b)
Hasilnya tidak dapat diramalkan, (c) Sukar untuk pengembangan dan
penggunaannya, (d) Dalam pelaksanaannya pengendalian hayati
memerlukan pengawasan untuk mengetahui tingkat keberhasilannya.
Pengembangan pengendalian hayati perlu dilakukan pengawalan dengan
teknologi aplikasi yang tepat agar keberhasilannya dapat terlihat dengan
nyata (Steka, 1975 dalam Mudjiono, 1994).
15
BAB III. PEMBAHASAN
16
penjelajahan wilayah, pengamanan koloni dari predator dan musuh,
pencarian makan, dan pembuatan sarang. Siklus hidup semut Rangrang
atau terbentuknya koloni adalah dimulai dari seekor semut betina yang
sudah dikawini (haplometrosis) atau sekelompok betina yang sudah
dikawini (pleometrosis).
Semut Rangrang yang bersifat predator dan agresif ini sering
digunakan sebagai biokontrol agen pengendali hama pada perkebunan
tropis untuk meningkatkan produksi tanaman, seperti yang dilakukan
petani mete di Australia dan petani kakao di Vietnam. Perilaku agresif
semut Rangrang dalam mempertahankan daerah kekuasaannya menjadi
salah satu pertimbangan bagi para petani untuk menggunakannya
sebagai “penjaga” tanaman terhadap gangguan hama, karrna semut rang-
rang dapat mengganggu, menghalangi atau memangsa berbagai jenis
hama seperti kepik hijau, ulat pemakan daun, serangga, pohon-pohon
kayu dan dapat menghalangi serangan tikus. Semut Rangrang
mempunyai perilaku yang kuat, yaitu pemberani. Semut Rangrang dikenal
berani menyerang organisme lain yang mengganggu meskipun ukuran
tubuhnya 100 kali lebih besar dari mereka. Kelompok semut rangrang
membangun sistem komunikasi di antara mereka dengan mengeluarkan
aroma dan sentuhan tertentu.
Dalam waktu singkat semua anggota kelompok dapat mengetahui
apabila terjadi sesuatu dalam kelompoknya dan mereka akan langsung
melakukan pembagian tugas apa yang harus dilakukan. Setiap saat
mereka akan memberikan peringatan kepada semut lainnya apabila ada
pengacau memasuki daerah kekuasaannya. Ketika mereka menemukan
mangsa, semut prajurit menyebarkan bau dan menyentuh semut lainnya
dengan cara-cara tertentu untuk menunjukkan dimana mereka
menemukan mangsa dan seberapa besar mangsa yang ditemukan.
Sementara itu, beberapa semut ‘mengeksekusi’ mangsa tersebut dengan
cara menjepit menggunakan gigi-giginya. Hal ini lah yang menjadikan
semut Rangrang sebagai spesies semut yang dapat digunakan sebagai
agen pengendali hayati.
17
Menurut Way dan Khoo (1992), semut Rangrang menjadi musuh
alami pada sekitar 16 spesies hama yang menyerang spesies tanaman,
yaitu kakao, kelapa, kelapa sawit, mangga, eukaliptus, dan jeruk.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa semut
Rangrang dapat digunakan sebagai agen pengendali hayati seperti yang
telah dilakukan oleh Lim (2007), membuktikan bahwa pemanfaatan
Oecophylla smaragdina sebagai musuh alami dalam pengendalian hama
di pohon mahogani, mampu mengatasi hama mangga sekitar 70%
pada perkebunan di Australia. Sedangkan merutut hasil uji preferensi
yang dilakukan oleh Falahudin Irham (2012), menyatakan bahwa
pemanfaatan semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) sebagai
pengendali biologis terhadap beberapa hama ulat di perkebunan kelapa
sawit, mampu mengendalikan 83% ulat api dan 17% hama yang lain.
Penelitian Offenberg et al., (2006) juga menunjukan bahwa semut
Rangrang mampu melindungi tanaman mangrove dari serangan kepiting
Episesarma versicolor.
18
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Semut Rangrang (Oecophylla smaragdina) dapat digunakan
sebagai pengendali hayati tanaman yang terserang hama karena semut
ini bersifat predator dan agresif dalam menjaga wilayahnya dan sudah
terbukti dengan adanya penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung
pemanfaatan semut Rangrang dalam mengendalikan hama tanaman.
4.2. Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan semut
Rangrang sebagai pengendali hama pada tanaman.
19
DAFTAR PUSTAKA
Agosti. D. Majer, D., Alonso L.E., Schultz, TR. 2000. Ants Standard
Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity.Washington:
Smithsonian Institution Press. pp. 14.
20
Huang, H.T. & P. Yang. 1987. The ancient cultured citrus ant. BioScience
37(9):665-671.
Lim, G.T., L.G. Kirton, S.M. Salom, L.T. Kok, R.D. Fell, & D.G. Pfeiffer. 2008.
Mahogany shoot borer control in Malaysia and prospects for biological control
using weaver ants. Journal of Tropical Forest Science 20(3):147-155.
Offenberg, J., D.J. Macintosh, and M.G. Nielsen. 2006. Indirect ant-
protection against crab herbivory: damage-induced susceptibility to
crab grazing may lead to its reduction on ant-colonized trees.
Functional Ecology (20): 52-57.
21
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1995 Tentang
Perlindungan Tanaman. hal 6.
22
Untung, K. 2003. Strategi Implementasi PHT Dalam Pengembangan
Perkebunan Rakyat Berbasis Agribisnis. Risalah Simposium
Nasional Peneltian PHTPerkebunan Rakyat. Bogor, 17-18
September 2002. hal. 1-18
Van Mele dan Cuc. 2004. Semut Sahabat Petani(alih bahasa oleh:
Subekti Rahayu). [ICRAF] World Agroforestry center, 61 PP. CABI
Bioscience. hal 61.
Way, M.J. & K.C. Khoo. 1992. Role of ants in pest management. Annual
Review of Entomology (37): 479-503.
23