Anda di halaman 1dari 37

TOKSISITAS EKSTRAK BUAH JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia)

TERHADAP MORTALITAS LARVA JENTIK CULEX SP.

LAPORAN PRAKTIKUM

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS

TOKSIKOLOGI INDUSTRI PENDIDIKAN SARJANA TERAPAN JURUSAN

KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI, BANDUNG

Oleh :

Annisa Aulia Zahra P17333119409

Atthya Fidela Nur Haliza P17333119410

Reigina Sukarlan P17333119446

Syifa Rifda Hanifah P17333119459

Trisi Nurapifah P17333119466

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI BANDUNG

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

KESEHATAN LINGKUNGAN

2021
ABSTRAK

TOKSISITAS EKSTRAK BUAH JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia)

TERHADAP MORTALITAS LARVA JENTIK CULEX SP.

Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit

yang penting bagi kehidupan manusia. Nyamuk yang termasuk dalam genus

Culex dikenal sebagai vektor penular arbovirus, demam kaki gajah dan malaria

pada unggas. Nyamuk genus ini merupakan nyamuk yang banyak terdapat

disekitar kita. Selain itu, nyamuk ini termasuk serangga yang beberapa spesiesnya

sudah dibuktikan sebagai vektor penyakit, disamping dapat mengganggu

kehidupan manusia karena gigitannya (Ahdiyah, 2015).

Larva Culex Sp dapat ditemukan di segala jenis air kotor, termasuk perairan

sawah dan kolam yang dangkal. (Aryani, 2008). Telur Culex sp. berwarna coklat,

panjang dan silinder, vertikal pada permukaan air, tersementasi pada susunan 300

telur. Panjang susunan biasanya 3 – 4mm dan lebarnya 2 – 3mm. Untuk

membedakan nyamuk jantan dan betina perlu diperhatikan palpus dan proboscis.

Palpus nyamuk betina lebih pendek dari proboscis, sedangkan pada nyamuk

jantan palpus dan proboscis sama panjang (Putu, 2014).

Tumbuhan yang mempunyai potensi sebagai larvasida botani adalah buah

jeruk nipis (Citrus X aurantiiolia). Buah jeruk nipis mengandung senyawa aktif

flavonoid, minyak atsiri yang terdiri dari limolen dan linalool yang dapat berperan

sebagai insektisida, larvasida, penolak serangga (repellent), dan anti-feedant

dengan cara kerja sebagai racun kontak dan racun perut. Pencampuran ataupun

tidak larvasida botani dapat memberikan efek seperti sinergis, antagonis, dan
aditif. Sehingga apabila senyawa aktif buah jeruk nipis yang bersifat toksik ini

dijadikan sebagai larvasida, diharapkan akan mampu meningkatkan toksisitas

terhadap larva Culex Sp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui toksisitas buah

jeruk nipis (Citrus X aurantiiolia) terhadap mortalitas larva nyamuk Culex Sp

dalam waktu penelitian keseluruhan 24 jam. Penelitian dilakukan di rumah

mengingat dilakukan dalam keadaan pandemik Covid-19.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala

rahmat-Nya sehingga laporan praktikum dengan judul “TOKSISITAS EKSTRAK

BUAH JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) TERHADAP MORTALITAS

LARVA JENTIK CULEX SP.” ini dapat tersusun dengan baik. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu praktikum

toksikologi dan penyusunan laporan ini.

Penulis sangat berharap semoga laporan praktikum ini dapat menambah

pengetahuan dan pengalaman bagi pem. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi

agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis menyadari bahwa praktikum toksikologi ini tidak sempurna dan masih

memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Cimahi, September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Abstrak ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Rumusan masalah 3

1.3 Tujuan Praktikum 4

1.4 Manfaat Praktikum 4

BAB II DAFTAR PUSTAKA 5

2.1 Pengertian Toksikologi 5

2.2 Metode Pembuatan Ekstrak 8

2.2.1 Metode Ekstraksi 9

2.2.2 Proses Pembuatan Ekstrak 11

2.3 Ekstrak Jeruk Nipis 12

2.4 Kaidah Daya Bunuh Toksikologi 14

BAB III PEMBAHASAN 19

3.1 Desain Praktikum 19

3.2 Subjek dan Objek Praktikum 19

3.3 Lokasi dan Waktu Praktikum 20

3.4 Alat, Bahan, dan Langkah kerja 20

3.4.1 Alat 20

3.4.2 Bahan 21

v
3.4.3 Langkah Kerja 21

3.5 Hasil Penelitian 23

3.6 Hasil Analisis Data 25

BAB IV PENUTUP 28

4.1 Kesimpulan 28

4.2 Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 31
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyamuk merupakan vektor yang menimbulkan dan menularkan penyakit

dalam kehidupan manusia .Populasi nyamuk yang kuat sangat berbahaya bagi

kehidupan manusia. Keberadaan vektor yang berbahaya dan merugikan harus

diatasi oleh kontrol vektor. Di Indonesia sendiri sebagai daerah tropis adalah

tempat yang sangat baik untuk perkembangbiakan nyamuk, hal ini

disebabkan oleh suhu, iklim dan musim di Indonesia dengan cara yang sangat

menguntungkan dalam proses mereproduksi nyamuk. Sehingga populasi

nyamuk di Indonesia tinggi.

Salah satu nyamuk yang ada di Indonesia adalah nyamuk Culex

sp.Nyamuk Culex sp merupakan nyamuk yang banyak terdapat di sekitar kita.

Nyamuk Culex sp banyak di temukan di daerah tropis dan sub tropis,

khususnya di Indonesia. Di Indonesia nyamuk culex sp penyebarannya di

seluruh daerah adalah merata khususnya di daerah Sumatera, Jawa, Sulawesi,

Kalimantan, NTT, dan Irian jaya pemerataan penyebaran nyamuk Culex sp

di Indonesia karena habitat dari nyamuk culex sp. yang di temukan di daerah

persawahan dan di daerah kumuh di perkotaan. Nyamuk Culex sp yang

ditemukan diketahui sebagai vektor penyakit yang penting seperti, filariasis,

chikungunya dan Japanese B enchepalitis (Just emandkk,2016).

Penyakit Filariasis menginfeksi lebih dari 1,3 miliar penduduk di 72

negara. Tersebar di berbagai wilayah yaitu 65% di Asia Tenggara, 30% di

Afrika dan 5% di daerah tropis lain (WHO, 2009). Indonesia tergolong daerah
rawan kasus Filariasis. Jumlah kasus klinis Filariasis di Indonesia

berdasarkan data kumulatif sampai tahun 2013 ditemukan sejumlah 12.714

kasus. Jumlah kasus Filariasis mengalami peningkatan sejak tahun 2012,

yaitu 11.902 kasus (Kemenkes RI, 2014).

Akibat yang ditimbulkan dengan adanya penyakit filariasis dapat

menimbulkan kecacatan seumur hidup dan rasa tidak nyaman bagi penderita

dan keluarganya bila telah menimbulkan pembekakan pada tangan, kaki,

payudara, dan skrotum. Serta stigma sosial berupa pengucilan, kegiatan sosial

terganggu dan penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya

tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat

dan negara (Kemenkes RI, 2010).

Salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran nyamuk Culex sp.

adalah dengan cara pengendalian vektor dengan menggunakan larvasida.

Dimana saat ini telah banyak larvasida yang digunakan oleh masyarakat,

tetapi larvasida tersebut membawa dampak negative pada lingkungan karena

mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbahaya, baik terhadap

manusia maupun lingkungan.

Terdapat banyak jenis tanaman yang baik untuk di gunakan dalam

pembuatan insektisida alami yaitu salah satunya adalah tanaman jeruk

nipis. Maka dari itu, kami mencoba membuat larvasida dengan ekstrak

jeruk nipis. Jeruk nipis (Citrus X aurantifolia) ialah sejenis tanaman yang

berpotensi sebagai insektisida nabati diantaranya adalah ekstrak kulit

jeruk yang bersifat repelen/penolak, antifeedant dan insektisida larva hal

tersebut dilaporkan karenaminyak hasil ekstrak kulit jeruk mengandung

2
limolen dan linalool yang mempunyai daya bunuh terhadap serangga.

Kandungan minyak atsiri dapat digunakan sebagai insektisida botani

dalam pengendalian hama, selain itu pemakainanya aman bagimanusia

serta cepat mengalami degradasi (Toana, 2007). Berdasarkan Lalage

(2013) jeruk nipis mengandung linalool, minyak terbang limonen dan

flavonoid, sepertiponcirin, hesperidine, rhoifolin dan naringin. Pada buah

jeruk nipis yang sudah masak mengandung synephrine, n-

methyltyramine, asam sitrat, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, B1,

dan C.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu menurut

Marisanti (2017) minyak atsiri yang terdapat pada kulit buah jeruk nipis

mampu membunuh larva atau jentik nyamuk Aedes aegypti. Maka dari

itu, kami tertarik untuk melakukan penelitian membuat larvatisida dari

ekstrak buah jeruk nipis terhadap mortalitas larva nyamuk Culex sp.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah Buah Jeruk Nipis (Citrus X aurantiifolia) dapat

berpengaruh pada moralitas larva Culex Sp. ?

2. Berapakah LC50 ekstrak buah jeruk nipis (Citrus X aurantiifolia)

terhadap mortalitas larva nyamuk Culex Sp.?

3
1.3 Tujuan Praktikum

1. Mengetahui Efektivitas Buah Jeruk nipis (Citrus X aurantiifolia)

sebagai larvasida alami untuk moralitas larva Culex Sp. ?

2. Mengetahui LC50 ekstrak buah jeruk nipis (Citrus X aurantiifolia)

terhadap mortalitas larva nyamuk Culex Sp.

1.4 Manfaat Praktikum

Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui manfaat penelitian sebagai

berikut,

1. Untuk para peneliti lain dalam bidang yang sama, dapat digunakan

sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan.

2. Untuk lembaga ilmu pengetahuan, penelitian ini akan memberikan

informasi tentang toksisitas buah jeruk nipis (Citrus X aurantiifolia

(Christm.) terhadap larva nyamuk Culex sp.

3. Untuk lembaga kesehatan, penelitian ini akan memberikan

informasi tentang toksisitas buah jeruk nipis (Citrus X aurantiifolia

(Christm.) terhadap larva nyamuk Culex sp.

4. Untuk masyarakat, penelitian ini dapat menambah wawasan dan

sumber informasi bahwa extrak buah jeruk nipis (Citrus X

aurantiifolia (Christm.) memiliki toksisitas terhadap larva nyamuk

Culex sp.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Toksikologi

Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang merupakan perpaduan antara ilmu

biologi dan ilmu kimia untuk memahami konsep aksi dan keberadaan zat

toksik serta penerapan konsep tersebut dalam permasalahan lingkungan.

Secara tradisional toksikologi merupakan pengetahuan dasar tentang aksi dan

perilaku racun. Sedangkan pengertian racun sendiri adalah bahan yang bila

tertelan atau terabsorpsi mampu menimbulkan efek samping yang sakit dan

mematikan mematikan (Mukono, 2010).

Toksikologi juga dapat diartikan sebagai studi mengenai efek-efek yang

tidak diinginkan (adverse effects) dari zat-zat kimia terhadap organisme

hidup. Gabungan antara berbagai efek potensial yang merugikan serta aneka

ragam bahan kimia di lingkungan menjadikan toksikologi sebagai ilmu yang

sangat luas (Kusnoputranto, 1996). Dengan kata lain, toksikologi dapat

dinyatakan sebagai suatu studi menegnai efek dari polutan terhadap

lingkungan hidup serta bagaimana hal ini dapat mempengaruhi ekosistem.

1. Sejarah Perkembangan Toksikologi

Kata racun sendiri berasal dari bahasa Yunani , yang berarti panah.

Dimana panah pada saat itu panah digunakan sebagai senjata dalam

peperangan, yang disetiap anak panahnya terdapat racun atau zat

berbahaya bagi tubuh. Perkembangan peradaban manusia dalam

5
mencari makanan semakin berkembang menjadikan manusia untuk

dapat membedakan mana makanan yang aman dan berbahaya.

Orang Mesir kuno telah memuat informasi lengkap mengenai

pengobatan dan obat serta ramuan untuk racun, seperti antimon ,

tembaga, timbal, hiosiamus, opium, terpentine, dan verdigris . Selain

itu, Hippocrates yang juga membahas toksikologi dalam bukunya

menyatakan dan menulis banyak mengenai racun bisa ular yang dapat

ditangkal. Hippocrates menyebutkan bahwa orang Mesir kuno telah

memiliki pengetahuan penangkal racun dengan menghambat laju

penyerapan racun dari saluran pencernaan.

Dalam postulatnya, Paracelcius menyatakan bahwa Semua zat

adalah racun dan tidak ada zat yang tidak beracun, hanya dosis yang

membuatnya menjadi tidak beracun. Pernyataan tersebut menjadi dasar

bagi konsep hubungan dosis reseptor dan indeks terapi yang

berkembang dikemudian hari.

Perkembangan toksikologi kemudian dilanjutkan oleh Matthieu

Joseph Bonaventura Orfila dengan mengembangkan hubungan

sistematik antara suatu informasi kimia dan biologi tentang racun.

2. Ranah Toksikologi

Ranah toksikologi mencakup bidang yang sangat luas meliputi

penanganan studi efek toksik suatu bahan atau yang disebut dengan

“toksisitas” di berbagai bidang. Toksikologi dapat dikelompokkan ke

dalam empat bidang, yaitu:

6
a. Bidang kedokteran untuk tujuan diagnostik, pencegahan, dan

terapeutik

b. Bidang industri makanan sebagai zat tambahan baik langsung

maupun tidak langsung.

c. Bidang pertanian sebagai pestisida zat pengatur pertumbuhan,

peyerbuk bantuan, dan zat tambahan pada makanan hewan.

d. Bidang industri kimia sebagai pelarut, komponen, dan bahan

antara plastik serta banyak jenis bahan kimia lainnya. Di dalam

industri kimia juga dipelajari pengaruh logam (misal dalam

pertambangan dan tempat peleburan), produk minyak bumi,

kertas dan pulpa, tumbuhan beracun, dan racun hewan terhadap

kesehatan.

Loomis (1979) mengemukakan, berdasarkan pengaplikasiannya

toksikologi dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yakni:

a. Toksikologi lingkungan

b. Toksikologi ekonomi

c. Toksikologi forensik.

d. Toksikologi analisis

e. Toksikologi klinik

f. Toksikologi kerja

g. Toksikologi hukum

h. Toksikologi mekanistik

7
2.2 Metode Pembuatan Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk

yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku

obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara

destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit

mungkin terkena panas (Depkes RI, 2014). Berdasarkan sifatnya ekstrak

dapat dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Ekstrak encer : Sediaan yang memiliki konsistensi seperti cairan

madu yang mudah mengalir

2. Ekstrak kental : Sediaan kental yang apabila dalam keadaan dingin

dan kecil kemungkinan bisa dituang dimana kandungan airnya

berjumlah sampai 30%.

3. Ekstrak kering : Sediaan yang memiliki konsistensi kering dan

mudah dihancurkan dengan tangan dan diproses melalui penguapan dan

pengeringan yang hanya memilliki kandungan lembab <5%.

4. Ekstrak cair : Sediaan simplisia nabati yang mengandung etanol

sebagai pelarut atau sebagai pengawet ataupun keduanya.

8
2.2.1 Metode Ekstraksi

Cara penyarian atau metode ekstraksi yang umum digunakan antara lain

maserasi dan perkolasi. Metode penyarian yang akan digunakan

tergantung dari wujud dan kandungan bahan yang akan disari. Selain

itu, pemilihan metode penyarian disesuaikan dengan kepentingan untuk

memperoleh kandungan kimia yang diinginkan.

1. Maserasi

Maserasi merupakan metode sederhana yang banyak dilakukan

untuk mengekstrasi senyawa dari tanaman. Terdapat dua tipe

maserasi yaitu sederhana, ultrasonik dan kinetik atau

pengadukan. Maserasi sederhana dapat dilakukan dengan

merendam bagian simplisia secara utuh atau yang sudah digiling

kasar dengan pelarut dalam bejana tertutup, yang dilakukan pada

suhu kamar selama sekurang-kurangnya tiga hari dengan

pengadukan berulang kali sampai semua bagian tanaman dapat

melarut dalam cairan pelarut.

Proses ekstraksi dihentikan ketika telah tercapai

kesetimbangan senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam

sel tanaman (Mukhairini, 2014). Selanjutnya campuran di saring

dan ampasnya diperas agar diperoleh bagian cairnya saja. Cairan

jernih disaring atau didekantasi dan dibiarkan selama dalam

waktu tertentu (Kumoro, 2015).

Maserasi ultrasonik merupakan modifikasi dari metode

maserasi dengan mengunakan ultrasound (gelombang dengan

9
frekuensi tinggi, 20kHz). Metode ini dilakukan dengan

memasukkan simplisia kedalam sebuah bejana, kemudian bejana

dimasukkan dalam wadah ultrasonik.

Pada prinsipnya, metode ini memberikan tekanan mekanik

pada sel sehingga menghasilkan rongga pada sampel, rongga

yang terbentuk menyebabkan peningkatan kelarutan senyawa

dalam pelarut dan meningkatkan hasil ekstraksi. Sehingga

senyawa yang diperoleh cukup banyak (Mukhriani, 2014).

Keuntungan penggunaan metode ini adalah prosesnya lebih cepat

dan efisien dibandingkan dengan metode yang lainnya.

2. Perkolasi

Perkolasi biasanya digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dari

bagian tanaman dalam penyediaan tinktur dan ekstrak cair.

Perkolator merupakan silinder sempit dan panjang, yang kedua

ujungnya berbentuk kerucut terbuka. Tanaman yang akan

diekstrak dibasahi dengan pelarut yang sesuai dan didiamkan

selama 4 jam dalam tangki tertutup. Kemudian bagian tanaman

dimasukkan ke dalam perkolator, dan ditambahkan sejumlah

pelarut sampai terbentuk lapisan tipis. Kemudian campuran ini

didiamkan selama 24 jam dalam perkolator tertutup yang

selanjutnya pelarut ditambahkan lagi sesuai kebutuhan sampai

diperoleh cairan sebanyak tiga per empat dari volume akhir.

Residu ditekan dan ditambahkan ke cairan ekstrak.

Sejumlah pelarut ditambahkan lagi ke dalam cairan ekstrak agar

10
diperoleh ekstrak dengan volume yang diinginkan. Campuran

ekstrak yang diperoleh dilakukan penjernihan dengan menyaring

kemudian dilanjutkan dengan proses pemisahan ekstrak

sederhana (dekantasi) (Kumoro, 2015).

2.2.2 Proses Pembuatan Ekstrak

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk

simplisia kering. Dari simplisia dibuat serbuk simplisia sampai derajat

kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak

dengan dasar beberapa hal yaitu makin halus serbuk simplisia, proses

ekstraksi makin efektif-efisien, namun makin halus serbuk, maka makin

rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi. Namun hal ini

dapat dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.

Proses selanjutnya adalah menentukan pelarut yang akan

digunakan. Pelarut yang digunakan yang mampu melarutkan hampir

semua metabolit sekunder yang terkandung dalam tanaman. Namun

sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah

air dan alkohol serta campurannya. Selanjutnya dilakukan pemurnian

ekstrak untuk menghilangkan senyawa yang tidak dikehendaki tanpa

berpengaruh pada senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga

diperoleh ekstrak yang lebih murni. Lalu dilakukan pemekatan yaitu

peningkatan jumlah senyawa terlarut secara penguapan pelarut hingga

didapatkan ekstrak kental atau pekat.

11
2.3 Ekstrak Jeruk Nipis

Tanaman jeruk nipis mempunyai akar tunggang, jeruk nipis termasuk jenis

tumbuhan perdu yang banyak memiliki dahan dan ranting. Batang pohonnya

berkayu, ulet, berduri, dan keras. Sementara, permukaan kulit luarnya

berwarna tua dan kusam. Batangnya berwarna cokelat, berbentuk silindris,

percabangan dikotomi, arah pertumbuhan batang tegak lurus dan arah tumbuh

cabang dondong ke atas. Bunganya berukuran kecil-kecil, berwarna putih.

Bunganya majemuk/tunggal yang tumbuh diketiak daun atau di ujung batang

(Satya, 2013). Pada umur 2,5 tahun, tanaman jeruk nipis sudah mulai berbuah.

Buahnya berbentuk bulat sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm

berwarna hijau atau kekuning-kuningan pada kulit luarnya. Buah jeruk nipis

yang sudah tua rasanya (Saparinto & Rini, 2016).

1. Klasifikasi Jeruk Nipis

Kingdom :Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Superdivision : Embryophyta

Division : Tracheophyta

Subdivision : Spermatophytina

Class : Magnoliopsida

Superorder : Rosanae

12
Order :Sapindales

Family :Rutaceae

Genus :Citrus

Spesies :Citrus X aurantiifolia

2. Kandungan Jeruk Nipis

Seperti kita ketahui jeruk nipis adalah sejenis tanaman perdu yang

banyak tumbuh di Indonesia. Di dalam buah jeruk nipis terkandung

banyak senyawa kimia yang bermanfaat seperti asam sitrat, asam amino

(triptopan dan lisin), minyak atsiri (limonen, linalin asetat, geranil

asetat, fellandren, sitral, lemon kamfer, kadinen, aktialdehid dan

anildehid), vitamin A, B1 dan vitamin C. Dari hasil penelitian

sebelumnya, diperoleh hasil bahwa ekstrak dari jeruk nipis memiliki

aktivitas antimikrobial yang tinggi (Haq et al., 2010)

Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, dan bersifat sedikit

dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis,

antara lain asam sitrat sebanyak 7-7,6 %; damar lemak; mineral;

vitamin B1; minyak terbang; sitrat limonen, fellandren, lemon kamfer,

geranil asetat, cadinen, dan linalin asetat (Hariana, 2013). Jeruk nipis

mengandung linalool, minyak terbang limonene dan flavonoid, seperti

poncirin, hesperidine, rhoifolin dan naringin. Pada buah jeruk nipis

yang sudah masak mengandung synephrine, n-methyltyramine, asam

sitrat, kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, B1, dan C (Lalage, 2013).

Jeruk nipis mengandung unsur-unsur senyawa kimia yang bermanfaat,

seperti limonen, linalin asetat, geranil asetat, fellandren, asam sitrat, dan

13
sitral (Prasetyono, 2012). Jeruk nipis mengandung minyak atsiri

limonen, asam sitrat, linalin asetat, dan felandren (Gemilang, 2012).

Berdasarkan paparan pustaka di atas dapat disimpulkan bahwa

buah jeruk nipis berpotensi sebagai insektisida nabati karena zat yang

terandung di dalam buah jeruk bersifat repelen/penolak, antifeedant

dan insektisida larva hal tersebut dilaporkan karena minyak hasil

ekstrak kulit jeruk mengandung limolene dan linalool yang mempunyai

daya bunuh terhadap serangga.

2.4 Kaidah Daya Bunuh Toksikologi

Tujuan akhir dari uji toksikologi dan penelitian lainnya yang berkaitan dalam

menilai keamanan/resiko toksikan pada manusia, idealnya mengumpulkan

data dari manusia. Tetapi karena adanya hambatan etik yang tidak

memungkinkan untuk langsung melakukan uji toksisitas pada manusia, maka

uji toksikologik dilakukan pada binatang, hewan bersel tunggal, atau sel

kultur.

Berdasarkan data-data tersebut kemudian dilakukan ekstrapolasi

terhadap manusia, sehingga diperloleh batasan-batasan nilai yang dapat

diterapkan guna memenuhi tujuan akhir dari uji toksikologik yang dilakukan.

Informasi mengenai efek zat kimia pada manusia dapat diperoleh melalui

berbagai cara, seperti surveilans medis pekerja yang terpejan pada zat kimia

tertentu, penelitian epidemiologi pada segmen masyarakat tertentu dan

penelitian klinik pada pasien yang diberi dosis berlebihan disamping pasien

14
yang secara kebetulan atau dengan sengaja terpejan pada sejumlah besar

toksikan.

1. Pedoman Uji Daya Bunuh

Terdapat lima pedoman uji toksisitas (Weil, 1972) dalam buku ajar

toksikologi umum, yaitu:

1. Bila dianggap praktis sedapat mungkin menggunakan satu atau

lebih spesies yang secara biologis memperlakukan suatu bahan

yang secara kualitatif semirip mungkin dengan manusia.

2. Bila mudah dikerjakan, gunakan beberapa tingkatan dosis,

dengan alasan aksi/efek pada manusia dan hewan berkaitan

dengan dosis.

3. Efek yang ditimbulkan pada tingkat dosis yang lebih tinggi

bermanfaat untuk melukiskan kerja mekanisme aksi, tetapi untuk

suatu bahan dan efek berbahaya, ada tingkat dosis untuk manusia

atau hewan dengan dosis rendah dimana efek berbahaya ini tidak

akan muncul.

4. Uji statistika untuk signifikansi itu sahih hanya pada satuan

eksperimental yang secara matematika telah dirambang di antara

dosis dan kelompok kontrol bersangkutan

5. Efek yang diperoleh melalui suatu jalur pemberian kepada hewan

uji tidak „apreori“ dapat diterapkan pada efek melalui jalur

pemberian lain pada manusia. Jalur yg dipilih adalah dimana

eksposisi akan terjadi.

15
2. Prinsip Uji Toksikologi

Prinsip uji toksikologi meliputi (I Made, 2006):

1. Ada persamaan sistem biokimia pada spesies hewan uji dan

mekanisme sistem biologi mamalia.

2. Substansi uji dapat menyebabkan disfungsi dan kerusakan

jaringan pada beberapa dosis pemaparan.

3. Data toksikolgi dari hewan coba dapat digunakan untuk

mengukur dosis yang tidak menyebabkan efek negatif pada

manusia.

4. Hubungan antara konsentrasi bahan kimia pada lokasi kontak

dengan pengaruh yang ditimbulkan adalah hal yang penting untuk

diperhatikan

3. LD50 dan LC50

Lethal Dose 50 (LD50) merupakan salah satu rangkaian pengujian

limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang pengujiannya

menggunakan mencit (mus musculus) sebagai hewan uji. Definisi

Lethal Dose 50 (LD50) adalah dosis tertentu yang dinyatakan dalam

miligram berat bahan uji per kilogram berat badan (BB) hewan uji yang

menghasilkan 50 % respon kematian pada populasi hewan uji dalam

jangka waktu tertentu. Regulasi Pemerintah No.85 Tahun 1999

menyatakan bahwa nilai ambang batas Lethal Dose 50 (LD50) secara

oral adalah 15 mg/kg berat badan.

16
LD50 merupakan dosis yang menyebabkan 50% dari hewan coba

mengalami kematian. Pada percobaan, LD50 nya adalah 317,47 mg/kg

BB. Bila dosis yang digunakan lebih dari dosis tersebut, maka hewan

coba akan mengalami kematian 100%. ED50 sendiri merupakan

keefektifan suatu obat mampu menunjukkan efek yang diharapkan.

Makin besar perbedaan antara LD50 dengan ED50 maka semakin baik

obat tersebut.

Sementara itu, Lethal Concentration 50 (LC50) yaitu konsentrasi

yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang

dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada suatu waktu

pengamatan tertentu, misalnya LC50 48 jam, LC50 96 jam sampai

waktu hidup hewan uji.

Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC50 adalah suatu

perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau

senyawa. Makna LC50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat

mematikan 50 % dari organisme uji, misalnya larva Artemia salina. Uji

toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat

toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk

pemantauan rutin suatu limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat

“racun akut” jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun

dalam jangka waktu singkat. Suatu senyawa kimia disebut bersifat

“racun kronis” jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun

dalam jangka waktu panjang (karena kontak yang berulang-ulang

walaupun dalam jumlah yang sedikit). (Rosianna, 2006).

17
Suatu konsentrasi mematikan (Lethal Concentration) adalah

analisa secara statistik yang menggunakan uji Whole Effluent Toxicity

(WET) untuk menaksir lethalitas sampel effluent. Konsentrasi effluent

dimana 50% dari organisme mati selama test (LC50) digunakan sebagai

pemenuhan titik akhir (endpoint) untuk Test Whole Effluent Toxicity

(WET) akut. Menurut Meyer dkk. (1982) tingkat toksisitas dari ekstrak

tanaman dapat ditentukan dengan melihat harga LC50-nya. Apabila

harga LC50 lebih kecil dari 1000 μg/ml dikatakan toksik, sebaliknya

apabila harga LC50 lebih besar dari 1000 μg/ml dikatakan tidak toksik.

Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna terhadap potensi

aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC50 semakin

toksik suatu senyawa.

18
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Desain Praktikum

Desain yang digunakan adalah rancakan acak lengkap. Menurut Akhmadi

(2012) rancangan acak lengkap merupakan jenis rancangan percobaan

dimana perlakuan diberikan secara acak kepada seluruh unit percobaan. Hal

ini dapat dilakukan karena lingkungan tempat percobaan diadakan relatif

homogen sehingga media atau tempat percobaan tidak memberikan pengaruh

berarti pada respon yang diamati.

Dalam menentukan desain hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu

adalah menghitung jumlah pengulangan yang dihitung berdasarkan rumus

Gomez, sebagai berikut:

t (r-1) ≥ 15

2 (r-1) ≥ 15

2r – 2 ≥ 15

2r ≥ 17

r ≥ 8,5 ∽ 9

3.2 Subjek dan Objek Praktikum

a. Subjek Praktikum, Subjek dalam praktikum ini adalah konsentrasi

ekstrak jeruk nipis

b. Objek Praktikum, Objek dalam praktikum ini adalah kematian larva

19
3.3 Lokasi dan Waktu Praktikum

a. Lokasi Praktikum

Dikarenakan kondisi pandemi dan praktikum tidak dapat dilakukan di

laboratorium, maka lokasi pada praktikum dilakukan di rumah anggota

praktikan yang terletak di daerah Setiabudi, Kota Bandung dan

Babakan Loa, Cimahi Utara.

b. Waktu Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 2 – 12 September 2021

3.4 Alat, Bahan dan Langkah Kerja

3.4.1. Alat

1. Beaker glass 14. Alumunium foil

2. Batang pengaduk

3. Pipet plastik

4. Pipet tetes

5. Pipet ukur

6. Bulb

7. Erlenmeyer

8. Kertas saring

9. Baskom

10. Toples kaca

11. Blender

12. Oven

13. Timbangan

20
3.4.2. Bahan

1. Jeruk nipis

2. Etanol 97%

3. Tween

4. Aquades

5. Jentik atau larva nyamuk

3.4.3. Langkah Kerja

a. Pembuatan Ekstrak Jeruk Nipis

Pada tahap pembuatan ekstrak buah jeruk nipis diawali dengan

persipan pemilihan buah jeruk nipis yang tidak rusak oleh jamur

maupun hama lainya. Pembutaan kedua ekstrak tersebut memiliki

prosedur yang sama. Pembuatan ekstrak buah jeruk nipis

dijelaskan sebqgai berikut:

1. Mengumpulkan buah jeruk nipis dan memilih buah yang

baik

2. Menimbang berat basah jeruk nipis sebanyak 700 gram

3. Mencuci jeruk nipis dengan bersih dengan air mengalir

4. Memotong jeruk nipis tipis-tipis untuk memudahkan proses

pengeringan

5. Mengeringkan buah jeruk nipi dengan cara dikeringkan

dengan kipas angin selama ± 1-2 hari. Kemudian dilakukan

pengeringan menggunakan oven untuk memastikan buah

benar-benar kering sampai beratnya konstan. Kemudian

diblender hingga menjadi serbuk.

21
6. Menimbang serbuk sebanyak 100 gram dan memasukanya

kedalam gelas Erlenmeyer bila tidak ada dapat digantikan

dengan toples kaca. Kemudian ditambahan etanol 96%

sebanyak 400 ml, diaduk sampai homogen menggunakan

batang pengaduk dan ditutup dengan menggunakan

alumunium foil.

7. Melakukan proses maserasi selama 3 hari dengan cara

ekstrak cair yang terdapat di dalam toples diaduk setiap satu

jam sekali.

8. Menyaring ekstrak hasil maserasi dengan menggunakan

kertas saring, kemudian cairan hasil saringan diwaterbath

dengan air panas untuk menguapkan sisa etanol 96%

sampai konsentrasi cairan menjadi lebih kental.

9. Ekstrak murni yang telah diperoleh diletakan pada

erlemeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil untuk

membuat ekstrak lebih tahan lama dapat di simpen dalam

lemari es.

b. Uji Toksisitas Ekstrak Buah Jeruk Nipis Terhadap

Mortalitas Larva Nyamuk

1. Menyiapkan masing-masing 3 buah gelas plastik untuk

kontrol, konsentrasi 25 ppm dan konsentrasi 50 ppm.

2. Mencampurkan ekstrak buah jeruk nipis dengan tween

secukupnya dan aquades jadilah stok yang kemudian

22
menggunakan konsentrasi yang sudah disesuaikan dengan

literatur yaitu 25 ppm dan 50 ppm.

3. Memasukkan dengan hati-hati 25 larva uji menggunakan

pipet plastik kedalam gelas platik yang berisi larutan

ekstrak buah jeruk nipis dengan konsentrasi 25 ppm dan 50

ppm.

4. Melakukan proses pengamatan terhadap jumlah larva yang

mati dengan cara menyentuhkan bagian batang lidi atau alat

pengaduk pada larva uji dengan mengamati proses

pergerakanya. Pengamatan dilakukan selama 12 jam.

5. Mencatat jumlah larva yang mati dan menentukan LC50

mengunakan analisis probit.

3.5 Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 2-12 September

2021 mengenai efektivitas ekstrak buah jeruk nipis dalam mematikan larva

nyamuk dengan konsentrasi 25 ppm dan 50 ppm terhadap 25 ekor larva

nyamuk uji disetiap perlakuan atau replikasi dengan pengamatan setelah 12

jam, maka hasil penelitian yang diperoleh adalah sebgai berikut :

23
Tabel 1
Hasil Pengamatan Pengaruh Ekstrak Buah Jeruk Nipis
Pada Kematian Larva Nyamuk
Pengul Perlakuan
ang-an
Konsentarsi 25 ppm Konsentrasi 50 ppm

Mortalitas Rata- Jumlah Mortalitas Rata- Jumlah


rata uji rata uji

1 14 14 25 24 24 25

2 12 13 25 23 23,5 25

3 12 12,6 25 23 23,3 25

4 12 12,5 25 23 23,2 25

5 16 13,2 25 20 22,6 25

6 17 13,8 25 22 22,5 25

7 15 14 25 22 22,4 25

8 14 14 25 22 22,3 25

9 13 13,8 25 22 22,3 25

Total 125 120.9 225 201 186,1 225

Tabel 1 memperlihatkan data kematian larva uji setelah pemberian ekstrak

buah jeruk nipis dengan konsentrasi 25 ppm dan 50 ppm setelah 12 jam dari

pemberian cairan ekstrak. Setalah 12 jam total kematian jentik dengan

konsentrasi 25 ppm dalam 9 kali pengulangan adalah 125 jentik. Sedangkan

pada konsentrasi 50 ppm dalam 9 kali pengulangan kematian jentik adalah

225 jentik.

24
3.6 Hasil Analisis Data

Pada penelitian ini terdapat beberapa hal yang akan dianalisis, yaitu:

a. Untuk mengetahui persentase mortalitas larva nyamuk, akibat

tokksisitas ekstrak buah jeruk nipis terhadap mortalitas larva nyamuk

dengan rumus Abbot.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑡𝑖


Mortalitas = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎𝑟𝑣𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑗𝑖 𝑥 100%

b. Untuk menentukan nilai LC50 dari ekstrask buah jeruk nipis dengan

menggunakan analisis Probit, Software yang digunakan adalah

Microsoft Excel.

Pada peneletian ini didapatkan hasil pengaruh pemberian ekstrak buah

jeruk nipis dalam mematikan larva nyamuk didapatkan bahwa dari hasil uji

coba selama 12 jam dengan 9 kali pengulangan atau replikasi dari setiap

konsentrasinya yaitu diperoleh kematian larva nyamuk pada konsentrasi 25

ppm dapat mematikan jentik dengan persentase kematian sebesar 56% dari

jumlah populasi larva nyamuk yang diuji dalam Sembilan kali pengulangan

yaitu 125 ekor. Sedangkan, kematian larva atau jentik dengan konsentrasi 50

ppm mencapai persentase kematian sebesar 89% dari jumlah populasi larva

nyamuk yang diuji dalam Sembilan kali pengulangan yaitu 225 ekor.

Data tersebut memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh pemberian

ekstrak buah jeruk nipis dalam mematikan larva nyamuk dan konsentrasi

yang mencapai nilai indicator Lethal Concentrarion 50 (LC50) atau 50% lebih

besar populasi larva nyamuk yang mati terdapat ada konsentrasi 25 ppm dan

50 ppm.

25
Konsentrasi ekstrak buah jeruk nipis yang paling efektif mematikan

larva nyamuk pada 50 % populasi atau LC50 terdapat pada konsentrasi 22,7

ppm, hal tersebut didapatkan dari uji Analisis Probit LC50 menggunakan

software Micrososft Excel. Hasil pengujian Analisis Probit LC50 pengaruh

pemberian ekstrak buah jeruk nipis terhadap kematian larva nyamuk dapat

dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 3.2
Uji Probit LC50 Pengaruh Ekstrak Buah Jeruk Nipis
Pada Kematian Larva Nyamuk
konsentrasi log
ppm Probit %Dead Mortality Total
(%) (ppm)
0.0025 25 1.39794 5.15 56% 125 225
0.005 50 1.69897 6.23 89% 201 225

Tabel 3.3
Koefisien Uji Probit LC50 Pengaruh Ekstrak Buah Jeruk Nipis Pada
Kematian Larva Nyamuk
Coefficients
Intercept 0.13464
log (ppm) 3.58768

y = ax+b

5 = 3.58768x + 0.13464

x = 1.356130287

LC50 = antilog (x)

= 22.70545907 ppm

= 0.0023 %

26
Pada penelitian ini tidak didapatkan tingkat persentase kematian larva

100%, tetapi penelitian ini masih dapat diterima menurut Purwanto et al.

(1997) dalam arsin larvasida dinyatakan efektif bila memilki daya bunuh

antara 50-100%.

27
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dari penelitian efektivitas ekstrak buah jeruk

nipis dalam mematikan larva nyamuk dengan konsentrasi 25 ppm dan 50 ppm

terhadap 25 ekor larva nyamuk uji disetiap perlakuan atau replikasi dengan

pengamatan setelah 12 jam dikatahui bahwa, tidak didapatkan tingkat

persentase kematian larva 100%.

Hal tersebut diketahi dari hasil hitung Koefisien Uji Probit LC50

Pengaruh Ekstrak Buah Jeruk Nipis Pada Kematian Larva Nyamuk yang

menunjukkan angka sebesar 22.70545907 ppm atau 0.0023 %. Akan tetapi

penelitian ini masih dapat diterima berdasarkan pernyatakan menurut

Purwanto et al. (1997) bahwa, dalam arsin larvasida dinyatakan efektif bila

memilki daya bunuh antara 50-100%.

4.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi perbandingan

antara ekstrak buah srikaya (Annona squamosa L.) dan buah jeruk nipis

(Citrus X aurantiifolia (Christm.) Swingle) dan perbedaan pengaruh

lamanya penyimpanan ekstrak terhadap pengaruh toksik yang

ditimbulkan dalam perlakuan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji kandungan

senyawa aktif yang terpapar dalam tubuh larva Aedes aegyti L. untuk

28
membukti kerja dari ekstrak buah srikaya (Annona squamosa L.) dan

buah jeruk nipis (Citrus X aurantiifolia (Christm.) Swingle) sebagai

racun kontak, saraf, racun perut, racun pernafasan.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Lethal Time (𝐿𝑇50) yaitu

waktu yang dibutuhkan untuk membunuh 50% larva uji pada

konsentrasi tertentu.

4. Diharuskan untuk menggunakan konsentrasi yang sudah ditetapkan

pada perlakuan kontrol positif yang menggunakan abate

29
DAFTAR PUSTAKA

Marisanti.2017.Toksisitas Campuran Ekstrak Buah Srikaya Dan Jeruk Nipis

Terhadap Moralitas Larva Aedes Aegypti L (Sebagai Pemanfaatan Buku

Ilmiah Populer).Jember: Universitas Jember.

30
LAMPIRAN

31

Anda mungkin juga menyukai