Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

PENGANTAR MIKOLOGI TUMBUHAN

OLEH

NAMA : DEANANDAWARMAN

NOMOR BP : 1910253015

DOSEN PENJAB : 1. Dr.Ir. DARNETTY. MSc.

2. Ir. WINARTO. MS.

NAMA ASISTEN : 1. NOVERIZA HERMERIA (1610252023)

2. ROSIANA FADILA HRP (1710252016)

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN


JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum
Pengantar Miklogi Tumbuhan pada tahun ajaran Genap 2020/2021. Pada kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada asisten praktikum yang telah
membantu dan memberikan pengarahan kepada praktikan selama kegiatan praktikum
berlangsung.

Dalam penyusunan laporan akhir praktikum ini, penulis menyadari bahwa


laporan akhir praktikum ini sangat jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan laporan ini dan supaya bisa dijadikan acuan untuk
praktikum selanjutnya.

Demikian lah laporan akhir ini di tulis, jika ada kesalahan dan kejanggalan
penulis mohon maaf, sekian dan terima kasih.

Padang, 22 April 2021

(Penulis)

ii
DAFTAR ISI

A. Latar belakang..................................................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................3

A.PENGAMATAN MIKROSKOPIS DAN MAKROSKOPIS JAMUR..............................8

B. PENGENALAN JAMUR FILUM ZYGOMYCOTA (Rhizopus stolonifer)....................12

C. PENGENALAN JAMUR FILUM ASCOMYCOTA......................................................13

D. PENGENALAN JAMUR FILUM BASIDIOMYCOTA..................................................18

E. PENGAMATAN REPRODUKSI ASEKSUAL KELOMPOK JAMUR FUSARIUM, COLLETROTICUM,


SCLEROTIUM, DAN CERCOSPORA...........................................22

F. PENGAMATAN JAMUR FILUM OOMYCOTA............................................................24

BAB III. BAHAN DAN METODE.........................................................................................25

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................35

BAB V. PENUTUP................................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................38

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Jamur pada Roti.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Lapangan Jamur Filum Oomycota.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Infeksi Sclerotium rolfsii pada tanaman kacang hijau yang masih muda
dengan miselium putih pada bagian pangkal batang.

Gambar 2. Sklerotia Sclerotium rolfsii pada media buatan

Gambar 3. (a) Isolat R.solani berumur 7 hari dan (b) Isolat R.solani berumur 14 hari

Gambar. 4 Mikrokopis R.solani (perbesaran 10x40).

Gambar 5. Gejala R.solani pada batang bawah tanaman kedelai.

Gambar 6. Mikroskopis Rhizopus stolonifer

iv
BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jamur adalah makhluk hidup yang akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Jamur
atau fungi bervariasi dalam ukuran, dari ragi yang uniseluler sampai jamur multiseluler,
seperti jamur payung dan jamur kuping yang tumbuh di kayu. Pada umumnya, jamur
memiliki 3 karakteristik utama, yaitu (1) eukariotik, (2) menggunakan spora sebagai alat
perkembangbiakannya, dan (3) heterotrof. Sebagai tambahan, jamur membutuhkan tempat
yang lembab dan hangat agar dapat tumbuh.

Oleh karena itu, jamur banyak ditemukan di makanan yang lembab, di dasar kulit
batang pohon, di dasar lantai hutan, serta di lantai kamar mandi yang lembab. Oleh karena
bersifat heterotrof, secara ekologi jamur sangat penting karena berperan sebagai pengurai
dan ikut andil dalam daur nutrisi yang ada di tanah (Subahari, 2008).

Sebagian besar tubuh fungsi terdiri atas benang-benang yang disebut hifa, yang saling
berhubungan menjalin semacam jala yang disebut miselium. Miselium dapat dibedakan atas
miselium vegetatif yang berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan dan miselium fertile
yang berfungsi dalam reproduksi. Fungsi tingkat tingi maupun tingkat rendah mempunyai
ciri khas yaitu berupa benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut hifa. Fungi
dibedakan menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir (Syamsuri, 2004).

Semua jamur adalah eukariota, mereka memiliki sel membran yang menutupi inti dan
mitokondria dan organel bermembran lainnnya. Meskipun mereka berbeda mencolok
dalam ukuran dan bentuk, tetapi jamur memiliki karakter tertentu, termasuk car mereka
mendapatkan makanan. Jamur yang paling sederhana adalah ragi, uniseluler, dengan
bentuk bulat atau oval. Ragi tersebar luas di tanah, daun, buah, dan juga pada tubuh kita.
Ragi berperan penting dalam kedokteran, penelitian biologi, dan industri makanan
(Solomon, 2011).

Struktur tubuh jamur yang paling umum adalah filamen multiseluler dan sel tunggal
(ragi). Banyak spesies yang dapat tumbuh baik sebagai filamen dan ragi, tetapi kebanyakan
tumbuh sebagai filamen, hanya sedikit spesies yang tumbuh sebagai ragi. Ragi biasanya
berada di tempat yang lembab, termasuk getah tumbuhan dan jaringan hewan, dimana
terdapat nutrisi seperti gula dan asam amino (Campbell et al., 2009).

1
B. TUJUAN

Praktikum pengantar mikologi tumbuhan ini bertujuan untuk mengetahui


bentuk mikroskopis dan makroskopis serta pengenalan jamur pada filum
zygomycota, ascomycota, basidiomycota, dan oomycota, serta pengamatan
reproduksi aseksual dari kelompok jamur fusarium, colletroricum, sclerotium, dan
cercospora.

2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGAMATAN MIKROSKOPIS DAN MAKROSKOPIS


JAMUR
Tanaman jeruk merupakan salah satu tanaman buah yang sudah lama dikenal
dan dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Menurut Sarwono (1994) dalam
Andriani (2007) di Indonesia terdapat beberapa jenis jeruk yang umum
dibudidayakan, yaitu jeruk keprok, jeruk siam, jeruk besar, jeruk nipis, dan jeruk
lemon. Jeruk siam termasuk salah satu varietas jeruk yang paling banyak diusahakan
dan mendominasi 70-80% pasar jeruk nasional.

3
Secara umum jeruk yang dihasilkan di dalam negeri mutunya rendah dan masih
kalah bersaing dengan jeruk impor, sehingga harga jualnya relatif lebih rendah.
Masalah yang mendasar dari rendahnya mutu buah jeruk salah satunya adalah
serangan patogen pasca panen. Patogen yang banyak menyerang buah jeruk adalah
jamur.
Alfarez 1980 dan Nishijima (1987) dalam Turang dan Tuju (2004) menyebutkan
bahwa banyak mikroorganisme terutama jamur yang menyerang buah jeruk, antara
lain Colletotrichum sp., Penicillium sp., dan beberapa jamur lainnya. Penyakit pasca
panen pada komoditas hortikultura hingga kini belum mendapat perhatian yang
memadai. Di negara berkembang, fasilitas penanganan pasca panen sangat minim dan
tuntutan mutu masih rendah sehingga diduga kehilangan hasil mencapai 50% atau
lebih (Suhardi, 2009). Aktivitas jamur selama pertumbuhannya pada komoditi pangan
dapat menyebabkan kerugian dan penurunan kualitas pangan. Hal ini disebabkan
karena aktivitas metabolisme jamur tersebut dapat menghasilkan racun yang
berbahaya bagi kesehatan manusia sehingga produk pangan tersebut tidak layak
untuk dikonsumsi dan diperdagangkan (Sardjono, 2011). Dengan demikian
diperlukan upaya inventarisasi penyebab suatu penyakit sebagai suatu langkah awal
dalam studi penyakit guna menentukan langkah-langkah selanjutnya (Suhardi, 2009).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi jamur-jamur patogen
yang berasosiasi dengan buah jeruk di beberapa pasar tradisional dan modern di
Bandar Lampung dan mengetahui perbedaan jenis dan jumlah jamur dari buah jeruk
yang berasal dari pasar tradisional dan pasar modern.
Jenis buah jeruk yang diambil dari pasar tradisional maupun pasar modern adalah
jeruk lokal, yaitu jeruk siam atau biasa juga disebut jeruk medan. Setiap pasar diambil
dua kali sampel buah, sehingga total pengambilan sebanyak empat kali dengan urutan
pengambilan pertama di pasar tradisional, pengambilan kedua di pasar modern,
pengambilan ketiga di pasar tradisional, dan pengambilan keempat di pasar modern,
dengan jarak pengambilan 25 hari. Setelah sampel didapat, pada hari itu juga buah
langsung diinkubasi. Penelitian ini meliputi inkubasi dan isolasi.Inkubasi dilakukan
pada semua sampel buah jeruk yang telah diperoleh dari pasar tradisional dan pasar

4
modern, sedangkan isolasi dilakukan apabila ada gejala pada sampel buah yang tidak
menunjukan tanda penyakit.
Sampel buah jeruk diambil dari beberapa pasar tradisional dan pasar modern di
Bandar Lampung. Dari 20 kecamatan diambil 10 kecamatan secara acak (diundi), 5
kecamatan untuk pengambilan sampel di pasar tradisional dan 5 kecamatan lainnya
untuk pengambilan sampel di pasar modern. Sampel dari pasar tradisional diambil
dari pedagang yang terbesar. Dari masing- masing pasar diambil buah jeruk sebanyak
1⁄2 kg (lebih kurang 4 buah), kemudian semua sampel buah jerukdiinkubasi. Semua
sampel buah yang diinkubasi tidak diberikan perlakuan, hal ini bertujuan untuk
mendapatkan hasil apa adanya.
Sampel buah jeruk yang telah didapat dari pasar tradisional maupun pasar modern
untuk metode inkubasi di wadah toples yaitu buah dimasukkan ke dalam wadah
berupa toples plastik berukuran tinggi 6 cm dengan diameter 10,5 cm yang
didalamnya telah diisi dengan kertas merang yang dilembabkan, kemudian
toplesditutup rapat. Tiap 1 toples plastik diisi dengan 1 buah jeruk.Buah jeruk
diinkubasi selama 21 hari, sedangkan buah jeruk yang tidak menunjukkan adanya
tanda berupa struktur jamur diisolasi dalam cawan petri yang telah berisi media PSA.
Adapun langkah isolasi bagian buah jeruk yaitu, kulit buah jeruk dipotong antara
bagian yang sehat dan sakit. Potongan kulit buah direndam dalam aquades selama 1
menit, NaClO 1 menit, dan kembali direndam dalam aquades selama 1 menit secara
berurutan. Potongan kulit buah jeruk diletakkan di atas tisu dulu untuk menyerap air,
kemudian potongan kulit buah diletakkan di atas media PSA pada bagian tengah
cawan dengan menggunakan pinset. Isolasi dilakukan di dalam ruangan steril
(Laminar Air Flow). Hasil isolasi kemudian diinkubasi selama kurang lebih 7 hari di
dalam laboratorium.
Identifikasi mengacu pada buku Alexopoulos and Mims (1979). Identifikasi
jamur dilakukan dengan mengamati beberapa karakter morfologi secara makroskopis
dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis yaitu meliputi pengamatan gejala
yang muncul pada buah yang telah diinkubasi dalam wadah toples plastik selama 21
hari, diamati warna koloni, tekstur koloni, bentukkoloni, dan bentuk tepi koloni.

5
Pengamatan mikroskopis meliputi: stuktur hifa, bentuk spora dan konidia.
Pengamatan mengacu pada Ningsih (2012).
Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat jamur.
Jamur yang tumbuh pada buah jeruk yang telah diinkubasi maupun jamur yang
tumbuh hasil isolasi diambil sebagian menggunakan jarum dan diletakkan diatas kaca
preparat, kemudian ditetesi air steril. Setelah itu, preparat ditutup dengan gelas
penutup dan diamati dengan perbesaran terkecil sampai terbesar menggunakan
mikroskop cahaya. Pengamatan sampel buah jeruk yang diinkubasi dalam toples
plastik dilakukan sejak hari ke 7 sampai hari ke 21, sedangkan pengamatan inkubasi
di media PSA dilakukan sejak hari ke-1 sampai hari ke-7.
Pada penelitian dengan cara inkubasi pada wadah toples didapatkan 5 jenis jamur
yang tumbuh pada sampel buah jeruk yang berasal dari pasar tradisional, sedangkan
untuk sampel buah jeruk yang berasal dari pasar modern didapatkan 4 jenis jamur.
Beberapa sampel buah jeruk yang diisolasi dengan media PSA tidak didapatkan
koloni jamur yang tumbuh. Sampel buah jeruk yang diinkubasi di dalam wadah
toples plastik, umumnya buah menjadi busuk, menimbulkan bau, dan ditumbuhi
jamur. Jamur yang tumbuh beraneka ragam, dan umumnya tumbuh pada hari ke 7
setelah inkubasi.Pada beberapa sampel buah jeruk yang diinkubasi, dalam 1 buah ada
yang ditumbuhi 2 atau 3 jenis jamur yang berbeda.
Tanda penyakit yang terlihat pada buah jeruk ada yang berbeda namun ada juga
beberapa penyakit menunjukkan tanda yang hampir sama. Penyakit lapuk hijau,
busuk aspergillus, dan busuk fusarium yang disebabkan oleh jamur Penicillium sp.,
Aspergillus sp., dan Fusarium sp., menunjukkan gejala yang berbeda, sedangkan
untuk penyakit busuk buah geotrichum dan busuk buah antraknosa yang disebabkan
oleh jamur Geotrichum sp., dan Colletotrichum sp., menunjukkan gejala hampir
sama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel buah jeruk setelah diinkubasi selama
21 hari, masih ada beberapa buah jeruk yang tidak terserang patogen (masih sehat).
Dari sampel buah jeruk yang berasal dari pasar tradisional ada 8 buah jeruk yang
masih sehat, sedangkan dari pasar modern ada 10 buah jeruk yang masih sehat. Hal

6
ini bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu salah satunya diduga karena kondisi buah
pada saat pemanenan dan dipasarkan, buah dalam keadaan tidak terdapat luka pada
bagian kulit buah. Buah yang tidak terdapat luka tidak memicu tumbuhnya jamur
sehingga meskipun telah diinkubasi selama 21 hari tetap tidak tumbuh jamur. Buah
jeruk tersebut juga tidak mengandung patogen yang laten pada buah sejak di
lapangan. Apabila terdapat luka pada bagian buah, maka jamur akan mudah tumbuh
dan berkembang.
Dari Tabel 1 dan Tabel 2 terlihat bahwa persentase pemunculan jamur yang
berasal dari lapangan, yaitu jamur Colletotrichum sp. rerata persentase
pemunculannya lebih tinggi di pasar modern dibandingkan pasar tradisional, yaitu
dengan rerata 37,53% dan 26,42%. Mikroba patogen banyak dijumpai baik selama
buah berada di lapangan maupun di dalam ruang simpan. Bahkan ada beberapa jamur
yang mampu tumbuh sangat lambat meski berada di bawah suhu 100C (Handoko,
2000).
Berdasarkan hasil survei, didapat informasi bahwa pasar modern tempat
pengambilan sampel buah jeruk umumnya buah yang dikirim dari pusat langsung
dimasukkan ke ruang pendingin (cool storage) tanpa diberi perlakuan, hanya
dilakukan sortasi. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun penanganan pascapanen dan
buah sudah dikemas dengan baik patogen yang berasal dari lapangan masih bisa
berkembang. Persentase pemunculan jamur-jamur pascapanen pada buah jeruk yaitu
jamur Aspergillus sp., dan Fusarium sp. lebih banyak terdapat pada sampel buah
jeruk yang berasal dari pasar tradisional, yaitu 35,28% dan 28,80% dibandingkan
pada sampel buah jeruk yang berasal dari pasar modern yaitu 23,40% dan 14,40%.
Perbedaan ini diduga karena kondisi penyimpanan atau kondisi masing- masing
pasar. Martoredjo (2009) menyatakan bahwa penyakit yang disebabkan oleh jamur
Aspergillus sp. dan Fusarium sp. umumnya tidak menimbulkan masalah jika buah
disimpan pada suhu yang rendah yaitu pada suhu 15o C atau dibawahnya.
Pasar tradisional umumnya tempatnya terbuka dan buah yang dipasarkan pun hanya
diletakkan tanpa ruang pendingin, sehingga penyebaran jamur ini lebih mudah dan
cepat. Persentase tertinggi pemunculan jamur Aspergillus sp. terdapat pada pasar

7
Mambo di Teluk Betung yaitu sebesar 60% dan persentase pemunculan tertinggi
jamur Fusarium sp. ditemukan pada pasar Koga sebesar 33,33%.
Hal ini diduga karena umumnya para pedagang di pasar tradisional tidak begitu
memperhatikan kondisi penyimpanan, suhu dan kelembaban, sehingga patogen
mampu bertahan dan akan mudah tersebar. Lesmana (2009), distribusi buah jeruk
sebaiknya dilakukan pada suhu dingin untuk mempertahankan masa simpan jeruk. Di
pasar modern pada umumnya buah-buahan ditempatkan di tempat dingin dan tertutup
(cool- storage) oleh karena itu jamur Aspergillus sp. tidak menyebar dengan cepat.
Jamur-jamur pasca panen lainnya yaitu jamur Geotrichum sp., dan Penicillium sp.,
persentase pemunculannya bervariasi. Pemunculan pada sampel buah jeruk dari pasar
tradisional lebih rendah yaitu 10,07% lebih rendah dibandingkan di pasar modern
yaitu sebesar 25,74%. Hal ini mendukung bahwa meskipun penanganan pascapanen
sudah dilakukan dengan baik, tetapi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perkembangan jamur pascapanen seperti lingkungan dan kemampuan patogen dalam
menyerang produk selama dipenyimpanan mendukung maka jamur tetap dapat
berkembang. Hal ini didukung dengan Soesanto (2006) yang menyatakan bahwa
jamur Geotrichum sp. mampu tumbuh meski berada pada suhu rendah.
Jamur Penicillium sp. merupakan jamur yang jarang ditemukan keberadannya
pada buah jeruk, sehingga hasil rerata persentase pemunculannya paling rendah, yaitu
hanya sebesar 2,5% pada pasar tradisonal, dan bahkan tidak ditemukan di pasar
modern.

B. PENGENALAN JAMUR FILUM ZYGOMYCOTA (Rhizopus


stolonifer)
Zygomycota terdiri atas dua kelas, yaitu Trichomycetes dan Zygomycetes.
Zygomycetes bersifat saprofitik atau haustorial, atau parasitik non haustorial pada hewan,
pada tanaman dan fungi. Trichomycetes adalah simbion di dalam usus, atau kadang di
sekitar daerah anal dari arthropoda yang menempel kepada sel inang melalui sebuah
pegangan atau holdfast selular atau nonselular (Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006: 78).

8
Ciri khas dari divisi Zygomycota adalah jamur pada divisi ini menghasilkan zigospora
yang berdinding tebal pada reproduksi seksual dan pada reproduksi aseksual, menghasilkan
sporangium yang umumnya berbentuk bulat, dibentuk pada hifa fertil khusus yang disebut
sporangiosfor. Sporangium berisi sporangiospora. Ada pula spesies dengan sporangium
berukuran kecil yang terbentuk secara simultan, disebut sporangiola (Gandjar dan
Sjamsuridzal, 2006:76).

Menurut Karomah, L (2015) mengatakan bahwa jamur atau cendawan zygomycota


adalah cendawan yang memiliki ciri dinding sel jamur zygomycota tersusun atas kitin dan
glukan seperti pada anggota kingdom fungi lainnya, struktur hifa jamur zygomycota tidak
memiliki sekat disebut coenocytic, senositik, reproduksi jamur zygomycota (cendawan
zygomycota) terdiri dari dua tahap atau daur kehidupan yakni aseksual dan
seksual/generatif, daur reproduksi aseksual (haploid) jamur zygomycota lebih dominan
dibanding fase generatif/seksual yang diploid. Zygomycota memiliki empat sub-fillum yang
dikelompokkan berdasarkan kekerabatan yang dianalisis menggunakan sekuensing gen
pengkode 16S ssr RNA dan persamaan morfologi atau cara hidup masing-masing spesies
anggotanya. Pengelompokan berdasarkan sistematika mikrob modern yang dianalisis
menggunakan metode molekuler ini mengakibatkan zygomycota dihapus digantikan oleh
keempat sub-fillum tersebut, Mocoromycotina, Zoopagomycotina,
Entomorphthoromycotina, Kickxellomycotina.

Jamur atau cendawan zygomycota adalah cendawan yang memiliki ciri dinding sel
jamur zygomycota tersusun atas kitin dan glukan seperti pada anggota kingdom fungi
lainnya, struktur hifa jamur zygomycota tidak memiliki sekat disebut coenocytic, senositik,
reproduksi jamur zygomycota (cendawan zygomycota) terdiri dari dua tahap atau daur
kehidupan yakni aseksual dan seksual/generatif, daur reproduksi aseksual (haploid) jamur
zygomycota lebih dominan dibanding fase generatif/seksual yang diploid (Yosi Silfister,
2017)

Jamur Zygomycota berkembangbiak secara aseksual dengan spora. Beberpa hifa akan
tumbuh ke atas dan ujungnya menggembung membentuk sporangium. Sporangium yang
masak akan berwarna hitam. Sporangium kemudian pecah dan spora tersebar. Spora yang

9
jatuh di tempat yang sesuai akan tumbuh membentuk miselium baru. Sedangkan reproduksi
secara seksual dengan konjugasi yaitu : dua hifa yakni hifa betina (hifa -) dan hifa jantan (+)
bertemu, kemudian inti jantan dan inti betina melebur, sehingga terbentuk 65 zigot yang
berdinding tebal. Zigot menghasilkan kotak spora yang disebut zigosporangium dan
sporanya disebut zigospora. Zigospora mengalami dormansi (istirahat) selama 1-3 bulan.
Setelah itu, zigospora berkecambah membentuk hifa. Disebut Hifa jantan yaitu jika hifa
memberi isi selnya, dan disebut hifa betina kalau menerima isi sel. Bentuk dan ukuran hifa
sama (Berkah, 2013).

Jamur mikoriza termasuk dalam ordo Glomales (Zygomycota), terdiri dari dua subordo
yaitu Glomineae dan Gigasporiae. Berdasarkan struktur tubuh dan cara menginfeksi akar,
jamur mikoriza dikelompokkan menjadi dua, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza, asosiasi
mikoriza dengan sistem perakaran tanaman akan mampu membentuk vesikula dan
arbuskula (Sufaati et al., 2011).

Hasil pengamatan karakteristik morfologi jamur pada roti “Bhoi” secara makroskopis
terlihat bahwa koloni jamur Penicillium requantum bewarna kehijauan seperti yang terlihat
pada gambar 1 sampel A (a). Sedangkan pengamatan secara mikroskopis menggunakan
pembesarkan 4x10 didapatkan gambar jamur Penicillium requantumyang memperlihatkan
adanya konida, phialid, hifa tidak bersekat dan memperlihatkan sel tunggal (Gambar 2)

Gambar 2. Mikroskopis Penicillium requantum

Penicillium requantumtumbuh pada perlakuan P1 (daibiarkan terbuka), Penicillium


requantummulai tumbuh pada hari ke-31.Menurut Cappucino et al (2014:229) yang
menjelaskan ciri makroskopis dari Penicillium yaitu memiliki koloni dengan warna hijau
sementara secara mikroskopis memiliki sel tunggal yang berkembang pada ujung sterigma
yang tumbuh pada miselium bersekat. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini seperti yang
terlihat pada pengamatan secara mikroskopis terlaihat memiliki sel tunggal yang berkembang
dan hifa tidak bersekat dapat dilihat pada gambar 2.

2. Rhizopus stolonifer

10
Hasil penagamatan karakteristik morfologi jamur pada roti secara makroskopis
terlihat bahwa koloni jamur Rhizopus sp bewarna kehitaman. Sedangkan pengamatan
secara makroskopis menggunakan pembesaran 4x10 didapatkan gambar jamur
Rhizopus stolonifer yang memperlihatkan adanya Sporagium yang bulat bewarna
hitam di dalamnya terdapat spora yang belum pecah dan memiliki hifa yang tidak
bersekat.

Gambar 6. Mikroskopis Rhizopus stolonifer


Ciri lain dari Rhizopus stolonifer memiliki hifa yang halus pendek dan
tegak memiliki hifa tidak bersekat dengan bentuk konidiofor bulat. Miselium
Rhizopus sp terbagi-bagi atas stolon yang menghasikan rhizoid dan spogiofor.
Spogiofor tumbuh ke arah atas dan mengandung ratusan spora. Spogiofor ini
biasanya dipisahkan dari hifa lainnya dari dinding seperti septa. Rhizopus stolonifer
dapat membentuk koloni dengan cepat membentuk stolon dan rhizoid. Menurut
pendapat Natawijaya (2015:35) jenis jamur ini memiliki koloni bewarna hitam dan
memiliki sporangium yang bulat dan memiliki hifa bersekat.

Klasifikasi jamur merupakan pengelompokan jamur berdasarkan


kekerabatannya. Menurut Darnetty (2006:23), klasifikasi dan penamaan jamur
sampai sekarang belum sempurna dan sering berubah-ubah atau belum stabil, karena
masih banyak perbedaan pendapat tentang klasifikasi tersebut. Perbedaan pendapat
ini diakibatkan adanya perbedaan interprestasi dan data yang masih kurang lengkap
mengenai struktur, perkembangan, fisiologis dan hasil analisis DNA dari jamur
tersebut.

11
Menurut McKane (1996:264) menyatakan setiap fungi termasuk kedalam satu
kategori yang sama yang dibedakan atas tipe spora, morfologi hifa dan siklus
C. PENGENALAN JAMUR FILUM ASCOMYCOTA

Ascomycota

Darnety (2006:55) menyebutkan bahwa Ascomycota disebut juga sebagai jamur


kantung (sac fungi), hal ini dikarenakan keberadaan askus sebagai ciri khas dari divisi
Ascomycota. Jamur dari divisi Ascomycota dapat ditemukan pada hampir semua
musim di berbagai habitat, namun hanya ada beberapa jenis jamur yang bertahan
hidup pada musim kemarau. Kebanyakan jamur dari divisi Ascomycota hidup pada
tanah atau kayu lapuk dan menghasilkan tubuh buah yang besar.

Karakteristik yang membedakan antara Ascomycota dengan jamur dari divisi lain
adalah keberadaaan askus atau disebut juga kantong. Miselium pada Ascomycota
terdiri dari hifa yang berkembang dengan baik, ramping, septet dan bercabang. Pada
bagian tengah terdapat lubang kecil atau pori. Dinding sel hifa pada Ascomycota
sebagian besar terdiri dari kitin, tetapi ada pula beberapa spesies tertentu yang
memiliki kandungan sellulosa pada dinding selnya.

Menurut Gandjar dan Sjamsuridzal (2006: 76-83), Ascomycetes dapat dibagi


menjadi 3 kelas:

a. Archiascomycetes yang terbagi menjadi 5 ordo yaitu, Pneumocystidales,


Schizosassharomycetales, Neolectales, Protomycetales dan Taphirinales. Dimana
sampai saat ini baru 6 genera yang masuk kedalam kelas tersebut, yaitu: Pneumocyts,
Saitoella, Schizosaccaromyces, Neolecta, Protomyces dan Taphrina.

b. Hemiascomycetes yang askusnya tidak terbungkus didalam atau pada tubuh buah.
Secara filogenik kelas ini terdiri dari building yeast dan genera yang yeast- like
seperti Ascoidea dan Cephaloascus. Kelas ini hanya memiliki satu ordo yaitu
Saccaromycetales atau disebut juga Endomycetales.

12
c. Euascomycetes dapat membentuk askogonia dan askomata dan banyak
menghasilkan hifa apabila dtumbuhan pada medium buatan. Beberapa tumbuh serta
kelompok khamir, khususnya khamir hitam. Kelas ini memiliki 3 sub kelas, yaitu
Plectomycetes, Hymnoascomycetes dan Loculascomycetes.

Ascomycota adalah jamur yang ciri khasnya berkembang biak dengan askus
yang terjadi pada reproduksi seksual dengan cara membentuk, askospora Ascomycota
dibagi lagi menjadi beberapa berdasarkan bentuk askus. Hemiascomycetes,
Plectomycetes, Pyrenomycetes (Sunanda, R. 2015).

Darnety (2006:55) menyebutkan bahwa Ascomycota disebut juga sebagai


jamur kantung (sac fungi), hal ini dikarenakan keberadaan askus sebagai ciri khas
dari divisi Ascomycota. Jamur dari divisi Ascomycota dapat ditemukan pada hampir
semua musim di berbagai habitat, namun hanya ada beberapa jenis jamur yang
bertahan hidup pada musim kemarau. Kebanyakan jamur dari divisi Ascomycota
hidup pada tanah atau kayu lapuk dan menghasilkan tubuh buah yang besar.

filum Ascomycota dicirikan dengan spora (akospora) yang terdapat di dalam


kantung yang disebut askus. Askus. Setiap askus biasanya memiliki 2-8 askospora.
Kebanyakan ascomycetes bersifat mikroskopis, sebagian kecil bersifat makroskopis
yang memiliki tubuh buah (Gandjar et al., 2006).

Jamur yang tergolong ke dalam Divisi Ascomycota pada umumnya dapat


mendegradasi lignin meskipun dengan kemampuan yang berbeda-beda (Sadhasivam
et al., 2008).

D. PENGENALAN JAMUR FILUM BASIDIOMYCOTA

Basidiomycota

Kelompok fungi Basidiomycita sering disebut jamur oleh orang awam karena

banyak jenis-jenisnya yang karpusnya (tubuh buah) besar dan dapat dilihat dengan
kasat mata (Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006:84). Hal ini didukung pula oleh Darnetty

13
(2006:101) yang menyatakan bahwa anggota divisi Basidiomycota dikenal dengan
jamur makroskopis, merupakan kelompok besar dan penting dengan jumlah spesies
sekitar 22.000 jenis. Kebanyakan dari jamur yang kelihatan di lapangan ataupun pada
kayu adalah dari divisi ini. Basidomycota adalah kelompok jamur yang mempunyai
arti penting termasuk spesies yang berbahaya dan bermanfaat. Kelas Basdiomycetes
sendiri dibagi menjadi

a. Urediniomycetes, terdiri dari ordo Uredinales yang disebut sebagai rust fungi atau
jamur karat. Kebanyakan spesies dari ordo ini bersifat patogen untuk tanaman dan
merupakan organisme obligat.

b. Hymenomycetes, terdiri dari ordo Agaricales dan Aphillopharales yang merupakan


jamur yang dapat menghasilkan racun yang berbahaya tetapi beberapa diantaranya
dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan makanan.

c. Ustilaginomycetes, terdiri dari ordo Ustilaginales yang dikenal sebagai smut fungi
yang bersifat patogen pada tanaman budidaya dan tanaman berbunga. Sebagai contoh
Ustilago violaceae yang menyebabkan smut pada bunga anyelir (Gandjar dan
Sjamsuridzal, 2006:87).

Fusarium adalah jamur pathogen terbawa tanah yang sulit dikendalikan (Singh et
al. 1999). Kelompok jamur ini banyak menyerang pada bagian pangkal batang, akar
dan daun. Serangannya mengurangi nilai ekonomis pada tanaman bahkan mencapai
lebih dari 100 jenis tanaman dapat terinfeksi. Spesies dalam genus ini, yaitu F. affine,
F. moniliforme, F. radicicola, F. culmorum, F. dimerum, F. graminearum, F.roseum,
F.solani, dan Fusarium sp. F. oxysporum tergantung pada jenis tanaman inangnya.
Beberapa varietas F. oxysporum dan inangnya adalah F. oxysporum f.sp. lycopersici
pada tomat, F.oxysporum f.sp. cubense pada pisang, dan F. oxysporum f.sp. vanillae
pada vanili (Gonsalves & Ferreira 1994; Semangun, 2000; Semangun 2001,
Hadisutrisno, 2005). Fusarium oxysporum f.sp. vanillae yang menyerang tanaman
vanili menyebabkan busuk pada bagian pangkal batang, jika dibelah bagian kambium

14
berwarna coklat sehingga menyebabkan tanaman rebah diawali pada bagian pangkal
(Semangun, 2000; Hadisutrisno, 2005)

Kitin merupakan salah satu senyawa utama penyusun dinding sel jamur Fusarium
oxysporum f.sp. vanillae Pengendalian jamur tersebut dapat dilakukan dengan
memanfaatkan jamur yang mengandung aktivitas kitinase atau mikroba kitinolik,
jamur tersebut mampu menghidrolisis senyawa kitin yang menyusun dinding sel
jamur patogen. Senyawa pada dinding sel yang terdegradasi menyebabkan jamur
patogen lemah bahkan mati sehingga berpotensi sebagai biopestisida yang
mengendalikan jamur pathogen (Fakamizo et al.,cit. Ferniah et al., 2001; Semangun,
2001).

Seiring peningkatan permintaan produk vanili organik di pasaran, salah satu


caranya melalui budidaya vanili organik. Usaha mendapatkan material organik yang
mampu meningkatkan mutu dan ketahanan vanili terhadap patogen busuk batang
vanili diuji menggunakan isolat Rhizoctonia binukleat.

Rhizoctonia merupakan jamur polifag penyebab penyakit, membentuk struktur


tahan berupa sklerotium pada sisa tanaman. Inti dalam sel membedakan tingkat
patogenesitas, berdasarkan anastomosis (fusi) dikelompokkan dalam 14 AG,
berdasarkan peranannya dikelompokkan menjadi 3 (saprofitis, PGPF dan mikorisa).
Mikorisa merupakan salah satu agensia pengendali hayati aman lingkungan.
Mekanisme pengendalian hayati oleh BNR belum diketahui secara pasti, beberapa
penelitian melaporkan BNR bersifat antagonis terhadap patogen (Poromarto, 1997).
Berdasarkan pada jumlah inti sel per hifa, Rhizoctonia dibagi menjadi tiga kelompok
utama yaitu: uninukleat, binukleat, dan multinukleat, namun masih dapat dijumpai sel
dengan jumlah empat dan lima pada jenis ini, sedangkan Rhizoctonia multinukleat
biasanya berinti lebih dari dua (Priyatmojo et al., 2001).

Rhizoctonia binukleat atau biasa disebut dengan BNR atau binukleat


Rhizoctonia, infeksinya pada perakaran membentuk hifa intraseluler berupa lilitan
padat disebut peloton. Peloton menempati sebagian besar organ inang yang terinfeksi

15
(Andersen & Rasmusen, 1996; Kabirun, 2004), yang berperan memberikan kontribusi
terhadap kecepatan radiasi kelompok anggrekan (Taylor, et al., 2003).

BNR yang mempunyai kemampuan mendegradasi kitin dapat disebut sebagai


biopestisida. Penggunaan mikroorganisme sebagai biopestisida dapat memberikan
berbagai manfaat karena berperan sebagai penghasil enzim dan plant growth
promoting fungi (PGPR) yang menghasilkan metabolit pengatur pertumbuhan dan
menyediakan nutrisi bagi tanaman (Suryanto & Munir, 2006; Bautista et al., 2007;
Saraswati & Sumarn, 2008),

Mekanisme pengendalian hayati dapat terjadi dalam bentuk kompetisi, antibiosis,


dan mikoparasitisme. Kompetisi terhadap nutrisi dan ruang tumbuh atau pertumbuhan
dan faktor lingkungan,. antibiosis merupakan antagonisme melalui metabolit
spesifik/non- spesifikoleh/agensia lisis, enzim, senyawa folatil/zat beracun yang
dihasilkan mikroba mikoparasitik, yaitu biotrofik dan nekrotrofik yang berpengaruh
terhadap struktur

Jamur Rhizoctonia binukleat merupakan salah satu jamur yang mampu


menghambat perkembangan jamur F. oxysporum f.sp. vanilla baik pada medium
PDA maupun medium kitin (Tabel 2). Medium PDA memberikan nutrisi terhadap
kedua jamur sehingga perkembangan hifa jamur lebih cepat dinadingkan dengan
perkembangan pada medium kitin. Kitin merupakan tersusun dari monomer N-
asetilglukosamin yang tersusun linier dengan ikatan β (1,4). Diantara rantai yang satu
dengan yang lain berikatan dengan Hidrogen yang sangat kuat sehingga tidak larut
dalam air dan membentuk formasi serabut (fibril). Medium kitin yang digunakan
dalam pengujian menunjukkan pertumbuhan hifa jamur Rhizoctonia binukleat dan F.
oxysporum f.sp. vanilla 1,54 mm lebih lambat dibandingkan pada medium PDA.

B. Zona kematian/lisisnya pada perpanjangan hifa F. oxysporum f.sp. vanillae akibat


jamur Rhizoctonia binukleat.

16
Kitin pada jamur berbentuk mikofibril yang memiliki panjang yang berbeda
tergantung pada spesies dan lokasi selnya. Mikrofibril merupakan struktur utama dari
sel jamur yang terdiri atas jalinan rantai polisakarida yang saling bersilangan
membentuk anyaman. Kandungan kitin pada jamur bervariasi berkisar 4-9% berat
kering sel (Rajarathanam et al. cit Wahyuni, 2011).

Jamur R. binukleat mampu mendegradasi kitin yang berada di dinding sel jamur F.
oxysporum f.sp. vanillae karena jamur R. binukleat memproduksi enzim kitinase
yang digunakan sebagai nutrisi sehingga pertumbuhan jamur R. binukleat lebih cepat
dan menghambat jamur F. oxysporum f.sp. vanilla. Pengujian secara in-vitro telah
dilakukan terhadap enzim kitinase yang mendegradasi dinding sel jamur F.
oxysporum (Yurnalisa, 2001; Ferniah et al., 2011). Kitinolik yang diproduksi oleh
BNR ditemukan pada perakaran tanaman vanili sehat. Kitinolik dapat diamati dengan
adanya daerah zona bening disekitar koloni (Tabel 3). Hasil uji antagonisme tersebut
menunjukan interaksi antara jamur BNR dengan F. oxysporum f.sp vanillae
menunjukkan dimana miselium jamur BNR menghambat pertumbuhan miselium
jamur (Gambar 2 dan Gambar 3).

Hal ini disebabkan oleh adanya jamur kitinolitik memproduksi enzim kitinase
yang dapat menghambat dan mengganggu proses pertumbuhan jamur F. oxysporum
dan merupakan bentuk mekanisme pertahanan diri. Jamur BNR mendegradasi
dinding sel kitin kemudian menghasilkan enzim kitinase yang disintesis secara
induktif menghasilkan senyawa kitin sebagai induser.

C. Menguji kemampuan penghambatan perkecambahan spora antara jamur F.


oxysporum f.sp. vanillae dengan jamur Rhizoctonia binukleat pada medium Potato
Dextrose Agar dan medium kitin.

17
Gambar1:Uji penghambatan perkecambahan spora jamur F. oxysporum f.sp. vanillae
dengan jamur Rhizoctonia binukleat pada medium Potato Dextrose Agar . A= Isolat umur 2
hari; B= Isolat umur 11 hari

Gambar 2: Uji penghambatan perkecambahan spora antara jamur F. oxysporum f.sp.


vanillae dengan jamur Rhizoctonia binukleat pada medium Kitin/MEA. A= Isolat umur 2 hari;
B= Isolat umur 11 hari

E. PENGAMATAN REPRODUKSI ASEKSUAL KELOMPOK


JAMUR FUSARIUM, COLLETROTICUM, SCLEROTIUM,
DAN CERCOSPORA

Reproduksi atau perkembangbiakan adalah pembentukan individu baru yang memiliki


karekteristik dari sifat induknya. Reproduksi ini bertujuan untuk mempertahankan jenisnya
dari kepunahan. Menurut Darnetty (2006:14) reproduksi jamur secara umum terbagi atas dua
tipe yaitu aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual tidak melibatkan persatuan inti yaitu

18
dengan pembelahan diri ataupun pembentukan tunas sedangkan reproduksi seksual adanya
persatuan dua inti jamur.

Secara aseksual jamur dapat tumbuh dari sepotong miselium, tetapi hal ini jarang
terjadi. Perkembangbiakan yang umumnya terjadi pada jamur adalah pertumbuhan dari spora
aseksual. Spora aseksual jamur diproduksi dalam jumlah banyak, berukuran kecil dan
memiliki bobot yang ringan, dan sifatnya tahan terhadap keadaan kering. Spora ini dapat
dengan mudah beterbangan di udara dan tumbuh menjadi miselium baru ditempat lain. Pada
jamur dikenal beberapa macam spora aseksual, yaitu: konidiaspora (tunggal = konidium,
jamak = konidia), sporangiospora, arthospora, khlamidospora, blastospora dan zoospora.
Blastospora merupakan spora aseksual yang terbentuk pada khamir, sedangkan zoospore
umumnya terdapat pada jamur air (Fardiaz, 1992:185).

Menurut Harti (2015:23) adanya reproduksi seksual dan aseksual pada jamur
menjadikan jamur memiliki siklus hidup. Jamur yang menghasilkan spora seksual dan
aseksual disebut telemorphs, sedangkan jamur yang menghasilkan spora aseksual saja disebut
anamorphs, adapun macam-macam spora aseksual adalah sebagai berikut:

1. Conidiospora atau conidia.

2. Sporangiospora, spora yang dibentuk dalam sporangium.

3. Oidia atau arthrospora, spora ini merupakan hasil fragmentasi hifa.

4. Klamidiospora, merupakan spora aseksual berdinding tebal.

5. Blastospora, merupakan spora hasil pembentukan secara kuncup.

Reproduksi seksual pada jamur umumnya terjadi setelah beberapa generasi reproduksi secara
aseksual, tetapi jamur yang termasuk dalam Basidiomycetes biasanya melakukan reproduksi
seksual (Fardiaz, 1992:188). Pada reproduksi seksual jamur dikenal beberapa jenis spora,
diantaranya sebagai berikut:

1. Ascospora, merupakan spora bersel satu yang dibentuk dari ascus dan dalam setiap ascus
terdapat satu atau beberapa ascospora.

19
2. Basidiospora, merupakan spora bersel satu yang di atas struktur berbentuk gada yang
disebut basidium.

3. Zygospora, merupakan spora besar berdinding tebal yang terbentuk dari ujung- ujung dua
hifa yang serasi yang disebut gametangia.

4. Oospora, merupakan spora hasil terbentuk dari pertemua antara gamet betina dan gamet
jantan sehingga terjadi pembuahan yang menghasilkan oospora (Harti, 2015:23).

Selanjutnya menurut Darnetty (2006:18), reproduksi seksual pada jamur melalui

3 fase, yaitu:

1. plasmogami, merupakan penyatuan 2 protoplasma yang membawa inti untuk berdekatan


satu sama lain dalam sel yang sama.

2. Karyogami, merupakan penyatuan 2 inti. Pada sebagian besar jamur sederhana karyogami
umumnya terjadi segera setelah plasmogami, tetapi pada jamur yang lebih kompleks proses
plasmogami dan karyogami dipisahkan oleh waktu dan tempat. Plasmogami ini
mengakibatkan sel berinti dua yang mengandung satu inti dari tiap induk yang dinamakan
dikaryon. Jika kedua inti ini bersatu maka hifa baru yang berinti satu disebut monokaryotik.

3. Meiosis, merupakan penurunan jumlah kromosom menjadi haploid. Pada siklus seksual
yang sebenarnya ketiga proses ini terjadi pada tempat tertentu. Jika hanya satu talus, baik
haploid atau diploid dalam siklus hidup jamur, maka siklus hidup itu dinamakan haplobiontik
(haploos = satu, bios = hidup). Akan tetapi bila talus haploid diselingi dengan talus diploid
diselingi dengan talus diploid, maka siklus hidup ini dinamakan diplobiontik (diploos = dua,
bios = hidup). Sejauh yang diketahui jamur yang mempunyai miselium diplobiontik adalah
Oomycetes. Siklus hidup diplobiontik terjadi pada jamur akuatik Allomyces, Coelomomyces,
parasit nyamuk, beberapa ragi dan kemungkinan pada Plamodiophoromycota.

Reproduksi seksual diawali dari spora yang menyebar di beberapa tempat dengan
bantuan angin. Spora jamur ini akan tumbuh ketika menemukan tempat dan lingkungan yang
mendukung untuk pertumbuhannya. Spora yang jatuh akan berkecambah membentuk hifa
berupa benang-benang halus. Setelah hifa tumbuh maka akan terbentuk kumpulan hifa yang
membentuk miselium dan akan terbentuk gumpalan kecil yang menandakan tubuh buah

20
jamur mulai terbentuk dan setelah muncul tubuh buah akan diikuti terbentuknya bagian lain
seperti tangkai dan tudung jamur sehingga menjadi jamur yang sempurna. Siklus jamur ini
dapat dilihat pada

Fungi Deuteromycetes adalah fungi imperfect atau tidak sempurna karena


tidak memiliki fase seksual yang jelas. Morfologi khas dari kelas ini adalah struktur
reproduksi berupa konidia. Sebagian dari kelompok fungi ini merupakan stadium
anamorf dari kelas Ascomycetes atau Basidiomycetes. Fungi ini banyak terdapat di
alam pada berbagai medium seperti makanan, tumbuhan, minuman, permukaan gelas
bahkan juga logam. Deuteromycetes dapat tumbuh secara optimum pada suhu 29 –
32oC.

Fusarium oxysporum hanya reproduksi secara aseksual. Fungi ini memproduksi tiga
jenis tipe spora aseksual, yaitu mikrokonodia, makrokonodia, dan klamidospora.
Mikrokonodia adalah tipe spora yang paling sering di produksi oleh fungi ini dibawah setiap
kondisi lingkungan, termasuk diproduksi di dalam jaringan Xilem inang. Makrokonodia
biasanya ditemukan dalam permukaan jaringan tanaman yang mati, sedangkan

klamidospora biasa disebut ‘spora-spora yang beristirahat’ karena diproduksi oleh miselium

yang sudah tua atau dalam makrokonodia.

Miselium akan memasuki akar dan terus mengalir di dalam jaringan vascular Xilem
dimana pada tahap ini biasanya miselium mulai memproduksi mikrokonodia yang kemudian
akan menyumbat saluran jaringan xylem. Ketika tanaman yang diinfeksi mati, fungi ini
kemudian menginvasi semua jaringan tanaman yang ada sampai titik tertinggi tanaman
yang mati tersebut. Sampai tahap ini tercapai, sporulasi akan terjadi secara besar-besaran,
memproduksi makrokonodia dan klamidospora. Fusarium oxysporum dapat bertahan secara
saprofitikal di dalam tanah, baik dalam bentuk miselium ataupun ketiga tipe spora
sebelumnya yang biasanya disebut dengan istilah Soil-borne Plant Phatogenic Fungi.
Fusarium di dalam tanah yang berada dalam bentuk klamidospora (resting spores) akan
bertahan paling lama di dalam tanah, biasanya dalam kondisi yang dingin (Agrios, 2005)

21
Alat reproduksi aseksual jamur collectricum yaitu dapat bereproduksi
memproduksi konidiospora: konidia . Sedangkan alat reproduksi aseksual jamur sclerotium
menghasilkan sporangospora yang dihasilkan di dalam sporangium.

Reproduksi aseksual jamur cercospora yang menjadi bentuk khas dari jamur
tersebut dengan cara membentuk konidium (spora aseksual) berbentuk jenjang bersekat 3-
12 dengan ukuran 6-200 x 3 ,5, konidiofor dengan hifa yang membentuk spora aseksual
pendek bersekat.

F. PENGAMATAN JAMUR FILUM OOMYCOTA

Indonesia merupakan negara penghasil kakao (Theobroma cacao, L.) terbesar nomor
tiga di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana, sehingga kakao merupakan salah satu
komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi terbesar dalam upaya peningkatan
devisa Indonesia. Pada tahun 2006 ekspor kakao mencapai US$ 975 juta atau meningkat
24,2% dibanding tahun sebelumnya (Hasniawati, 2010).

Pada tahun 2005, di propinsi Sumatera Barat total luas perkebunan kakao adalah
25.000 ha (Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2006). Pada tahun 2011 terjadi peningkatan
yang sangat cepat hingga mencapai 110.000 ha (Mairawita et al., 2012). Namun
pengembangan dan produktifitasnya terkendala antara lain oleh serangan patogen sehingga
menekan produksi. Akibatnya rata-rata produksi kakao di Sumatera Barat hanya 700 kg/ha
(Harmel dan Nasir 2008) dari potensi genetiknya 2 ton per ha (Wardojo, 1992).

Penyakit yang sangat mengancam pada tanaman kakao adalah penyakit busuk buah
yang disebabkan oleh jamur Phythopthora palmivora (Manti, 2009; Harmel dan Nasir, 2009).
Di Sulawesi Tenggara patogen ini dilaporkan menurunkan produksi kakao sampai 52,99 %
(Sulistyowati, 2003), sedangkan di Jawa menurunkan hasil produksi sampai 50% (Wardojo,
1992). Pada tahun 2006, luas ladang kakao di Sumatera Barat yang terserang penyakit dan
hama telah mencapai 1.040 ha (Dinas Perkebunan Sumatera Barat, 2006).

Menurut Harmel dan Nasir (2009), serangan penyakit ini terutama karena kurangnya
sanitasi kebun dan tidak dilakukannya pemangkasan cabang. Selain jamur P. palmivora yang

22
menyebabkan penyakit busuk buah pada kakao, diperkirakan ada juga jenis jamur lainnya,
namun belum terdapat informasi mengenai jenis-jenis jamur tersebut. Diduga dengan adanya
perbedaan suhu dan ketinggian suatu lokasi akan menyebabkan perbedaan jumlah dan jenis
jamur yang ditemukan pada buah kakao yang busuk. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur-jamur yang terdapat pada buah kakao
Phytopthora palmivora

Jamur P. palmivora ditemukan pada sampel buah yang dikoleksi dari dataran
rendah dan dataran tinggi di Sumatera Barat. Ciri-ciri buah yang terinfeksi jamur ini
adalah permukaan kulit buah sebagian berwarna coklat dan membusuk. Gejala
dimulai dari ujung buah, terdapat kumpulan miselium yang berwarna putih, kuning
dan bintik- bintik coklat serta ada lingkaran berbentuk spiral di permukaan kulit buah.
Bagian buah yang terserang lunak. Selain itu, jamur tersebut juga ditemukan pada
buah yang memiliki ciri bagian pangkal buah lunak, hitam dan meluas hampir
menutupi seluruh permukaan kulit buah, ditutupi oleh kumpulan miselium putih
seperti tepung dan ada bercak coklat pada permukaan kulit buah (Gambar 1).

Jamur ini diisolasi pada medium PV8 dan memiliki ciri makroskopis koloni
berwarna putih, permukaannya halus dan seperti menyatu dengan medium, bagian
tepi koloni tidak rata (Gambar 2). Jamur ini memiliki sporangium yang bentuknya
lonjong dengan tonjolan di ujungnya dan terlihat batas atau garis yang jelas di dekat
tonjolan tersebut. Jamur ini juga memiliki hifa yang hialin, bercabang dan tidak
bersekat. Terdapat organ jantan (antheridium) yang menempel dibawah organ betina
(oogonium). Tetapi gambar yang didapatkan kurang jelas karena antheridium
bertumpukan dengan sporangium yang lain (Gambar 2).

Sesuai dengan karakter jamur menurut Alexopoulos dan Mims (1979), jamur
yang didapatkan pada sampel buah ini adalah Phytophthora. Di samping ciri tersebut,
sporangium jamur ini berbentuk lonjong dan pada ujungnya terbentuk papillate yang
sesuai dengan karakter P. Palmivora. Terdapat tiga tipe sporangium pada genus ini
yaitu non-papillate, semi papillate dan papillate sporangia. Badan buahnya berupa
oogonium yang merupakan organ betina, berbentuk bulat dan berdinding tebal serta

23
halus. Sedangkan antheridium yaitu organ jantan mempunyai dua tipe yaitu
paragynous (antheridium menempel di samping oogonium) dan amphygnous
(antheridium menyatu di bawah oogonium). Ciri-ciri ini sama dengan yang
ditemukan pada penelitian ini. Drenth dan Sendall (2001) menambahkan bahwa P.
palmivora memiliki sporangium tipe papillate, antheridium tipe ampygnous, hifa
tidak bersekat

BAB III. BAHAN DAN METODE

A. WAKTU DAN TEMPAT

Praktikum Mata Kuliah Pengantar Mikologi Tumbuhan dilaksanakan secara


kondisional pada tanggal 20 Februari sampai dengan 6 Maret 2021. Berlokasi di
tempat tinggal daerah masing-masing.

B. ALAT DAN BAHAN

Adapun alat yang digunakan pada praktikum adalah kamera dan mika plastik.
Sedangkan bahan yang dibutuhkan yaitu roti.

C. CARA KERJA

Roti dimasukkan dalam wadah dan diletakkan dalam kondisi terang dan
kondisi gelap, tanpa diberi perlakuan dan diamati selama 10 hari, difoto dengan posisi
yang sama dan dilihat perbedaannya.

24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Pengamatan jamur pada roti

Hari Tempat Keterangan


ke- Terang Gelap
1 belum ada
perubahan pada
kedua roti

2 belum ada
perubahan pada
kedua roti

3 belum ada
perubahan pada
kedua roti

4 belum ada
perubahan pada
kedua roti

5 belum ada
perubahan pada
kedua roti

25
6 belum ada
perubahan pada
kedua roti

7 belum ada
perubahan pada
kedua roti

8 belum ada
perubahan pada
kedua roti

9 Pada tempat
gelap terlihat
jamur berwarna
hitam
10 Pada tempat
gelap terlihat
jamur berwarna
hitam
11 Pada tempat
gelap terlihat
jamur berwarna
hitam
12 Pada tempat
gelap terlihat
jamur berwarna
hitam

26
13 Pada tempat
gelap terlihat
jamur berwarna
hitam
14 Pada tempat
gelap terlihat
jamur berwarna
abu abu
Tabel 1. Hasil Pengamatan Jamur pada Roti
2. Pengamatan Lapangan Jamur Filum Oomycota

Gambar Jamur yang menyerang


Jamur Phytophthora palmivora
penyebab busuk buah pada kakao

27
Jamur Pythium spp. penyebab rebah
kecambah (damping-off) pada tanaman
cabai dan tomat.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Lapangan Jamur Filum Oomycota..

B. PEMBAHASAN

1. Pengamatan jamur pada roti

Pertumbuhan mikroorganisme dapat mempengaruhi kualitas roti, terdapat


beberapa faktor yang membuat rusaknya roti yaitu suhu, kelembaban, kekeringan,
oksigen, cahaya, waktu dan beberapa mikroorganisme seperti (bakteri jamur yeast,
alga, protozoa dan lainnya). (Hardiyanto, 2013 :52). Kemudian disebabkan oleh
Faktor setelah pemanggangan yang terjadi kontaminasi jamur dari udara disekeliling
area pemanggangan, kontaminasi dari tangan pekerja yang tidak steril juga membuat
roti cepat di tumbuhi mikroorganisme. Faktor lain penyebab rusaknya roti yaitu
kemasan yang tidak tepat dan lama penyimpanan.

Hasil pengamatan secara makroskopis dari jamur Rhizopus stolonifer


menghasilkan koloni jenis kapang yang berwarna keputihan dengan spora hitam.
Pada roti yang diletakkan ditempat gelap terdapat jamur dan pada roti yang
ditempatkan ditempat terang tidak ditemukan adanya jamur. Hal ini dikarenakan
kondisi media yang kering dan kelembaban rendah serta keadaan yang tertutup
sehingga spora diudara tidak mudah masuk dan menyebar pada roti. Dan juga tidak
adanya perlakuan yang dberikan terhadap roti yang diamati.

28
Pertumbuhan jamur pada umumnya sangat sulit untuk di cegah, secara umum
pertumbuhan jamur dapat mengakibatkan perubahan fisik maupun kimiawi.Hal ini terlihat
dari pertumbuhan koloni di permukaan roti pada 3 perlakuan yang menyebabkan
perubahan fisik pada roti tersebut. Faktor lain yang menyebabkan pertumbuhan jamur yaitu
lama penyimpanan.

Lama penyimpanan diamati dengan melihat waktu dimulai terbentuknya tanda-


tanda kerusakan pada roti seperti tumbuhnya jamur. Roti dikemas dengan beberapa jenis
pengemasan dan disimpan dengan suhu ruangan 270C. Pengamatan dilakukan dalam waktu
41 hari dengan hasil pengamatan dimulai dari terbentuknya koloni jamur di permukaan roti

“Bhoi”. Pada perlakuan P1 (dalam keadaan terbuka) koloni yang tumbuh berkisar 75%

hamper menutupi permukaan roti “Bhoi”. Hal ini disebabkna kondisi penyimpanan roti “

Bhoi” yang dibiarkan terbuka menyebabkan spora-spora jamur kontaminasi berasal dari

udara menempel diatas permukaan roti “Bhoi” sehingga membuat roti “Bhoi” cepat

terserang mikrooganisme seperti jamur.Pada perlakuan P2 koloni yang tumbuh pada

permukaan roti “ Bhoi ” kurang lebih sekitar 45%.Hal ini disebabkan penyimpanan

pengemasan dengan menggunakan plastic bening dapat memperpanjang kualitas roti.

Dengan keadaan tertutup spora kontaminasi tidak mudah masuk, tetapi lama
kelamaan mulai terjadi pertumbuhan jamur di karenakan udara mulai masuk melalui lipatan
pada pembungkusan. Lipatan bertujuan untuk memudahkan pada saat pengambilan sampel
untuk di amati. Sedangkan pada perlakuan P3 pertumbuhan jamur terjadi sangat lambat hal
ini sedangkan pada perlakuan P3 pertumbuhan jamur terjadi sangat lambat hal ini
disebabkan sifat dari plastic yang kaku sehingga membuat roti tersusun dengan rapi di
dalam kemasan keadaan tertutup rapat menyebabkan spora yang di udara tidak mudah
masuk dan tidak mudah menyebar sehingga tidak terjadi penyebaran yang menyebabkan
pertumbuhan jamur terjadi sangat lambat.

Kondisi penyimpanan yang tidak sama untuk semua perlakuan menimbulkan dugaan
bahwa faktor penyebab tumbuhnya jamur disebabkan oleh beberapa faktor seperti aktivitas

29
air (aw) konsentrasi (Ph) dan nilai gizi (komposisi nutrient). Menurut Sulistio (2011:26).
Ketiga faktor tersebut baik secara sendiri maupun bersamaan memberikan kondisi media
yang lebih selektif terhadap pertumbuhan jamur.Hal ini terlihat dengan semakin
berkurangnya jenis jamur yang tumbuh sejalan dengan naiknya tingkat subtitusi tepung
dalam roti.

Roti mulai ditumbuhi jamur yang pertama kali mengalamai pertumbuhan jamur
pada perlakuan P1 (keadaan terbuka) dengan jenis jamur Rhizopus sp pada hari ke-31.Jenis
jamur yaitu Rhizopus stolonifer dan pada hari ke-34 jenis jamur Aspergillus fumigatus pada
hari ke-36. Kemudian dilanjutkan pada hari ke-35 P2 (dibungkus menggunakan plastic
bening) jamur yang tumbuh yaitu Aspergillus niger dan pada hari ke-35. Jenis jamur
Penicilium citrinum pada harike- 37.Selanjutnya pada P3 (dibungkus menggunakan plastic
mika) pada hari ke- 39 jamur yang ditumbuhi yaitu Aspergillus flavus.

Menurut Ganjar dkk, 2006 spesies utama jamur yang mengkontaminasi bahan
pangan antara lain Aspergillus flavus, A. tamari, Peniciliium puberulumm, P. Expansum, A.
wenlii, Alterenia alternate A. melleus, A.terreus, dan A.niger yang mampu memproduksi zat
racun yaitu mitoksin yang menyebabkan kerusakan pada makanan. Menurut mizana, dkk.
(2016) jamur yang sering tumbuh pada pembusukanroti yaitu Rhizopus stolonifer,
Penicelium sp, Mocor sp dan Geotrichum sp, hal ini sejalan dengan hasil penelitian, jenis
jamur yang tumbuh diantaranya Pencilium fumigatus, Rhizopus stolonifer, Penicilium
citrinum, Aspergillus niger,Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus.

Pertumbuhan jamur juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti suhu dalam
proses penelitian ini suhu ruangan yang terdapat di laboratorium Universitas Samudra yaitu
270C. Menurut (Mizana dkk : 5(2)) menyatakan keadaan bahan pangan khususnya roti jika
disimpan pada wadah yang steril dengan suhu ruangan (250C-280C) maka pertumbuhan
jamur akan lebih cepat, hal ini dikarenakan suhu akan mempengaruhi reaksi kimiawi dan
reaksi enzimatis pada mikroba.

Jamur dapat meningkatkan dekomposisi bahan pangan.Masing-masing dari jamur


memiliki toksin yang berbeda- beda.Secara umum jamur yang berbahaya memiliki ciri warna
yang mencolok, bau yang menyengat dan tumbuh pada tempat yang kotor.Pada perlakuan

30
ini yang berhasil diidentifikasi jenis-jenis jamur yang berasal dari 2 devisi yaitu Asomycota
dan Zygomycota.

2. Pengamatan Lapangan Jamur Filum Oomycota

Penyakit busuk buah disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora adalah salah
satu penyakit penting pada tanaman kakao. Sampai saat ini jamur patogen penyebab penyakit
busuk buah kakao tersebut masih merupakan masalah krusial yang belum bisa dituntaskan.
Jamur P.palmivora penyebab penyakit busuk buah kakao merupakan jamur dari kelas
Oomycetes yang memiliki ciri-ciri morfologi miselium panjang dan berwarna putih dengan
spora berbentuk seperti buah pir .

-Morfologi

Secara mikroskopis, P. palmivora memiliki hifa yang tidak bersekat dan hialin.
Sporangium berbentuk seperti buah pear, pada ujungnya terdapat papila. Selain sporangium
juga terdapat klamidospora yang berbentuk bulat yang berdiameter 32,31µm.

- Siklus hidup

Sporangia memiliki beragam bentuk seperti bulat lemon, ovoid, dan elips. Berwarna
transparan hingga ke kuning cerah, bersekat oleh papilla. Sporangia yang berjatuhan akan
disebarluaskan oleh angin atau air. Pada inang yang sesuai, sporangia akan berkecambah.
Perkecambahan sporangium dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu kelembaban dan
temperatur. Pada temperatur 20-300C sporangium akan berkecambah secara langsung oleh
tabung kecambah (Anonim, 2016).

Perkecambahan langsung bertindak seperti konidia. Tabung kecambah masuk melalui


stomata dan menginfeksi inang. Pada kondisi kelembaban dan suhu rendah, perkecambahan
dilakukan melalu zoosporangium dan memproduksi zoospora. Protoplasma dari sporangium
dipotong menjadi beberapa potongan polyhedral tak berair (Gambar 9F). Setiap potongan
polyhedral kemudian berputar dan bermetamorfosis menjadi zoospora (9G) (Anonim, 2016).

Clinton (1991) melaporkan phytophthora heterotalik, membutuhkan dua strain yang


berlawanan + dan – untuk reproduksi seksual. Organ reproduksi jantan disebut antheridia dan
betina disebut oogonia.

Menurut Vanegtern et al. (2015) gejala tampak yang dapat digambarkan bila buah
kakao terinfeksi patogen ini ialah adanya bercak cokelat pada buah. P. palmivora melakukan
penetrasi pada lapisan kutikula dan menyerang lapisan epidermis buah, kemudian bercak-
bercak cokelat akan tampak pada bagian yang terinfeksi. Setelah itu secara cepat patogen
akan menginfeksi buah secara menyeluruh, dan bercak yang berwarna cokelat akan berubah
menjadi hitam. Pada lingkungan yang mendukung, patogen ini akan menampakkan sporangia
berwarna putih pada permukaan kulit buah (Gambar 1). Selain gejala yang tampak, ada pula

31
gejala yang tak terlihat yaitu patogen akan terus menginfeksi masuk ke dalam buah dan
menyerang biji kakao. Biji kakao yang terserang akan menjadi busuk dan setelah itu buah
akan menjadi kering.

- Siklus penyakit

Patogen ini dapat disebarkan melalui percikan hujan dalam bentuk sporangia dan
dibawa oleh semut, serangga terbang dan hama lain sebagai vektor. Dilaporkan di Papua
Nugini oleh McMahon dan Purwantara (2004) bahwa bagian tanaman yang terinfeksi dan
gugur di atas tanah atau yang tertinggal di daerah bawah kanopi setelah panen menjadi
sumber inokulum (Purwantara dan Pawirosoemardjo, 1990). Angin juga dapat menjadi
perantara potensial dalam menyebarkan spora P. palmivora tetapi tidak menjadi perantara
yang berarti dalam penyebarannya (Evan, 1973).

Pada kakao, patogen ini dapat menyerang semua organ atau bagian tanaman kakao,
seperti akar, daun, batang, ranting, bantalan bunga, dan buah pada semua tingkatan umur.
Serangan pada buah paling merugikan dan di Indonesia penyakit ini perlu mendapat
perhatian (Opeke & Gorenz, 1974; Pawirosoemardjo & Purwantara, 1992 dalam Rubiyo
(2009).

Terdapat beberapa mekanisme penetrasi yang dilakukan patogen untuk dapat


menginfeksi inangnya, yaitu penterasi melalui lubang alami, luka atau langsung dengan
merusak dinding sel.

- Pengendalian

•Sanitasi Kebun.

Langkah paling penting dalam upaya pengendalian penyakit secara terpadu adalah
menghilangkan sumber inokulum patogen dari kebun. Oleh sebab itu semua buah yang
terinfeksi P. palmivora baik yang masih berada di pohon atau yang jatuh ke permukaan tanah,
kulit buah dari limbah panen, ranting dan daun dari pemangkasan harus dibersihkan
kemudian dikubur atau didekomposisi untuk dijadikan pupuk organik.

•Pemangkasan Pemeliharaan. Perkembangan P. palmivora tergantung pada


kelembaban kebun dan sangat peka terhadap cekaman suhu dan kekeringan. Oleh sebab itu
aktivitas pemangkasan pemeliharaan sangat efektif menurunkan intensitas serangan penyakit
busuk buah kakao.

•Pemanfaatan Mikroorganisme Antagonis. Pemanfaatan jamur antagonis


Trichoderma viride terbukti efektif menekan perkembangan patogen P. palmivora pada
pembibitan. Aplikasi biofungisida berbahan aktif spora T. viride terbukti mampu
menghambat perkembangan penyakit busuk buah di laboratorium dan lapangan.

32
•Pemanfaatan Fungisida Nabati. Minyak cengkeh dan serai wangi yang
diformulasikan terbukti mampu menurunkan intensitas serangan penyakit busuk buah di
lapangan.

•Penggunaan Asap cair. Potensi asap cair sebagai senyawa antimikroba dapat
dimanfaatkan untuk mengendalikan patogen tanaman. Penggunaan asap cair dari tempurung
kelapa hanya dengan konsentrasi 0,1% mampu menghambat pertumbuhan P. palmivora di
cawan petri. Penggunaan asap cair dari limbah kebun kakao untuk mengendalikan penyakit
BBK paling memungkinkan untuk dikembangkan di tingkat petani, karena mudah dan murah
membuatnya serta ketersediaan bahan baku yang melimpah di lapangan.

-Rebah kecambah (damping-off) sering terjadi dipersemaian cabai atau terung. Biji
yang membusuk didalam tanah atau semai dapat mati sebelum muncul kepermukaan tanah.
Penyakit tersebut biasanya disebabkan oleh Rhizoctonia solani Kuhn. dan Pythium spp.

-Morfologi Tubuhnya terdiri dari benang-benang yang disebut hifa, hifa dapat
membentuk anyaman bercabang-cabang yang disebut miselium. Reproduksi jamur, ada yang
dengan cara vegetatif ada pula dengan cara generatif.Phytium ini tergolong ke dalam klas
Phycomicetes.

- Siklus hidup

Jamur ini bersifat polyfag sehingga dapat mempunyai beberapa jenis tanaman inang
antara lain lamtoro (Leucana leucocephala), bayam duri (Amaranthus sp), kucingan (Mimosa
invisa), kerokot (Portulaca oleracea), dll

Phytium sp terdapat di dalam tanah sebagai saprophyt atau dalam bahan-bahan


organik yang mengalami perombakan atau sebagai parasit fakultatif yang lemah dan dapat
bertahan untuk masa waktu tertentu tanpa adanya makanan. Sporangium akan berfungsi
sebagai struktur survival jangka panjang

- Siklus penyakit

melewati musim dingin di tanah sebagai oospora , hifa dan /

Oospora dapat menghasilkan tabung kuman dan menginfeksi tanaman secara


langsung, atau, jika lingkungannya mendukung (dengan jumlah air yang cukup), oospora
dapat menghasilkan sporangia, yang pada gilirannya menghasilkan zoospora biflagalet motil

33
yang berenang ke tanaman inang, encyst, dan berkecambah. Infeksi ini dapat terjadi pada biji,
yang dapat membusuk, atau menghasilkan bibit yang lemah. Jika menginfeksi akar bibit,
miselium akan tumbuh di seluruh jaringan tanaman, melepaskan enzim pencernaan yang
memecah dinding sel tanaman sehingga patogen dapat menyerap nutrisi, secara efektif
membunuh tanaman dari waktu ke waktu. P. aphanidermatum adalah penyakit polisiklik .
Patogen tumbuhan polisiklik memiliki beberapa siklus hidup selama satu musim, yang berarti
ia dapat menginfeksi kembali tumbuhan inang, atau berpindah ke tumbuhan lain. Setelah
infeksi, beberapa hal yang dapat menyebabkan penyebaran infeksi dapat terjadi:

1) Bentuk struktur yang lebih aseksual, termasuk sporangiofor dan sporangia, yang
melepaskan lebih banyak zoospora yang dapat menginfeksi kembali tanaman inang, atau
berpindah ke tanaman lain.

2) Ada juga reproduksi seksual ketika dua jenis hifa kawin yang berbeda bertemu,
menciptakan oogonium (struktur betina), dan antheridium (struktur jantan). Ini menghasilkan
rekombinasi genetik dan ada sebagai oospore-tahap awal musim dingin dari patogen.

- Pengendalian

Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit Phytium ialah


sebagai berikut :

1. Untuk media pembibitan diusahakan tanah yang mudah meluluskan air, agar
kelembaban tanah tidak terlalu tinggi, terutama pada musim hujan

2. Laksanakan sanitasi yang ketat, bibit yang sakit harus dibuang untuk menghindari
penularan lebih lanjut, juga disarankan membuang bibit di sekitar bibit yang sakit dengan
radius 1 meter atau lebih.

3. Jarak tanam bibit agar diupayakan tidak terlalu rapat untuk mengurangi
kelembaban di pembibitan

4. Penyemprotan dengan fungisida terutama yang mengandung bahan aktif metalaxyl


misalnya Saromyl 35SD, atau fungisida yang disarankan pemakainanya oleh Balai Penelitian
Tembakau Deli. Rekomendasi penggunaan fungisida harus diikuti dengan benar

34
BAB V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Jamur dapat ditemukan di tempat yang lembab. Struktur tubuh jamur akan tampak
lebih jelas bagian bagiannya bila kita menggunakan mikroskop. Beraneka jenis jamur
mempunyai struktur tubuh yang berbeda-beda. Jamur diklasifikasikan kedalam 4 subdivisi
yaitu: zygomycota,ascomycota,basidiomycota, dan deuteromycota. Bagian-bagian tubuh
jamur tediri dari : rizoid,stolon,sporangiofor,spora,sporangium,dan hifa.

B. SARAN

Pada praktikum ini praktikan diharapkan melakukan praktikum mandiri


dengan sungguh-sungguh dan teliti dalam melakukan pengamatan agar hasil
pengamatan maksimal serta melakukan studi literatur dengan baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

A. Muslim, Suwandi S. Muhammad Yunus Umar. 2018. Serangan Penyakit Rebah


Kecambah Tanaman Cabai pada Tanah yang Berasal dari Persemaian
Tanaman Petani di Lahan Rawa Lebak Kecamatan Pemulutan Kabupaten
Ogan Ilir. Jurnal Lahan Suboptimal: Journal of Suboptimal Lands. Vol. 7 (1):
80-87.
Rina Sriwati, Rizky Muarif. 2012. Characteristic Symptoms of Phytophthora
palmivora on Cocoa Leaves. Jurnal Natural. Vol. 12 (2)
Nyadanu, D., M.K. Assuah, B. Adomako, Yaw Opoku Asiama1, I.Y. Opoku And Y.
Adu-Ampomah. 2009. Efficacy Of Screening Methods Used In Breeding For
Black Pod Disease Resistance Varieties In Cocoa. African Crop. Science
Journal, 17: 175 – 186
Sumartini. 2012. Penyakit Tular Tanah Sclerotium rolfsii dan Rhizoctonia solani
pada Tanaman Kacang Kacangan dan Umbi Umbian serta Cara
Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian. Volume 31 (1)
Esi Herawati, Syamsuddin Djauhari, Abdul Cholil. 2015. Eksplorasi Jamur Endofit
Pada Daun Kacang Hijau (Phaseolus Radiotus L.) Dan Uji Antagonis
Terhadap Jamur Fusarium Oxysporum. Jurnal HPT. Volume 3 (3)
Musa Kadim, Paniman Ashna Mihardjo, Abdul Majid. 2014. Efektivitas Beberapa
Isolat Bacillus spp. untuk Mengendalikan Patogen Jamur Rhizoctonia solani
pada Tanaman Kedelai. Jurnal Agroteknologi.
Mizana, et.al. (2016). Identifikasi Pertumbuhan Jamur Aspergillus sp Pada Roti
Tawar Yang Dijual Di Kota Padang Berdasarkan Suhu Dan Lama
Penyimpanan. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 5 (2): 355 – 360
Hardianto.D.A. 2013. Teknologi dan Metode penyimpanan makanan sebagai upaya
memperpanjang Shelf life. Rivew Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol.2 (2)
Natawijaya, et.al. (2015). Uji Kecepatan Pertumbuhan Jamur Rhizopus stolonifer
Dan Aspergillus niger Yang Diinokulasikan Pada Beberapa Jenis Buah Lokal.
Jurnal Siliwangi. Vol. 1. (1): 32 – 40

36
Ayu Dinda Lestari, Elfrida, Indriyati. 2019. Identifikasi Jamur Pada Roti Yang Dijual
Di Kota Langsa Berdasarkan Lama Penyimpanan. Jurnal Jeumpa vol 6 (2).

37
LAMPIRAN

Dokumentasi

Gambar Keterangan
Pengamatan Lapangan Jamur Filum
Oomycota

38

Anda mungkin juga menyukai