KAWASAN PARIAMAN
DISUSUN OLEH :
SYAFA’ATIZ ZIKRI SYAM
2021
PENGESAHAN PKM RISET
Menyetujui
i
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………...2
1.3 Tujuan…………………………………………………………………...3
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………..3
1.5 Target Penelitian……………………………………………………… 3
1.5 Kontribusi……………………………………………………………...3
1.6 Luaran yang Diharapkan………………………………………………3
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam merupakan suatu gejala yang menyertai berbagai penyakit, yang merupakan respon
normal terhadap infeksi mikroorganisme maupun kondisi lingkungan (Subrata, 2012). Menurut Guyton
dan Hall (1997), definisi demam adalah temperatur tubuh yang berada di atas batas normal, yang dapat
disebabkan oleh kelainan pada otak, keadaan lingkungan maupun oleh bahan-bahan toksik yang
mempengaruhi pusat pengaturan temperatur. Adapun suhu tubuh normal manusia secara umum adalah
antara 98,00F dan 98,60F (36,70C dan 370C) bila diukur per oral, dan kira-kira 10F (0,60C) lebih
tinggi bila diukur per rektal.
Secara teoritis pada keadaan infeksi, demam dapat menguntungkan, karena respon imun tubuh
lebih efektif pada temperatur yang lebih tinggi (James dkk., 2008). Namun dalam keadaan demam
sering timbul perasaan tidak nyaman. Perubahan klinis yang dapat terlihat mengiringi demam
diantaranya adalah menggigil, sakit otot, sakit kepala, penurunan nafsu makan, lemas, haus, gelisah,
muka yang memerah (Setiawan dan Andina, 2012).
Antipiretik adalah obat yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam.
Antipiretik berasal dari bahasa yunani, anti yang berarti melawan dan pyretos yang berarti demam oleh
pyr atau api (Medterms, 2012). Antipiretik bisa dalam bentuk obat kimia, antara lain seperti aspirin,
paracetamol, dan ibuprofen. Selain itu, antipiretik bisa juga dalam bentuk obat tradisional, yang
didapat dari pemanfaatan tanaman obat.
Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan tanaman obat dan sangat
potensial untuk dikembangkan, namun belum dikelola secara maksimal. Kekayaan alam tumbuhan di
Indonesia meliputi 30.000 jenis tumbuhan dari total 40.000 jenis tumbuhan di dunia, 940 jenis
diantaranya merupakan tumbuhan berkhasiat obat (Dephut, 2010). Tanaman obat mudah diperoleh di
lingkungan sekitar rumah, selain itu dipasaran juga dijual dengan harga yang relatif lebih murah.
Keberadaan tanaman obat sebagai obat sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Bukti sejarah ini
terukir di helaian lontar, dinding-dinding candi, dan kitab masa lalu. Resep diwariskan turun-temurun,
1
yang tadinya hanya dikenal kalangan tertentu kemudian menyebar hingga masyarakat luas (Trubus,
2012). Tumbuhan obat tradisional di Indonesia mempunyai peran yang sangat penting terutama bagi
masyarakat di daerah pedesaan yang fasilitas kesehatannya masih sangat terbatas (Hidayat dan
Hardiansyah, 2012). Namun saat ini tidak hanya di pedesaan saja, pengobatan tradisional
menggunakan tanaman obat sudah mulai populer di kalangan masyarakat perkotaan karena efek
samping negatif dari obat tradisional lebih kecil sehingga aman untuk organ-organ vital manusia
seperti jantung, hati dan ginjal.
Tanaman sungkai merupakan tanaman dari suku Verbenaceae, yang secara tradisional
digunakan oleh suku Dayak di Kalimantan Timur sebagai obat antara lain sebagai obat pilek, demam,
obat cacingan (ringworms), dijadikan mandian bagi wanita selepas bersalin dan sebagai obat kumur
pencegah sakit gigi (Ningsih, dkk., 2013). Rebusan daun P. canescens secara tradisional juga
digunakan oleh penduduk lokal di daerah pariaman provinsi Sumatera Barat sebagai obat penyakit
malaria (Kitagawa dkk., 1994). Obat tradisional dapat memberikan khasiat penyembuh terhadap
penyakit, yang sama dengan obat-obat modern. Efek samping negatif yang terkandung dalam obat
tradisional sangat kecil jika dibandingkan dengan obat-obatan medis modern. Adanya kecenderungan
gaya hidup back to nature sekarang ini membuat pengobatan tradisional semakin meningkat
pemakaiannya (Redaksi Agromedia, 2008).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka kami tertarik untuk menguji “Menjadikan Daun
Sungkai sebagai Obat Tradisional Kolesterol di Kawasan Pariaman’’. Penelitian ini terinsiprasi
dari masyarakat pariaman yang sering menggunakan daun sungkai sebagai obat tradisional untuk
menurunkan demam dan juga menghilangkan nyeri haid bagi remaja putri di darerah pariaman.
2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui senyawa metabolit sekunder apa saja yang terdapat pada ekstrak daun tumbuhan
sungkai
2. Menguji aktivitas antikolesterol secara in-vitro dari ekstrak n-heksana dan senyawa yang
berhasil diisolasi menggunakan metode fotometrik dengan reaksi Liebermann- Burchard
melalui penurunan kadar kolesterol.
1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu mengungkap khasiat daun tumbuhan sungkai (Peronema
canescens) yang berkaitan dengan penurunan kadar kolesterol secara ilmiah, sehingga penggunaannya
sebagai obat tradisional di masyarakat pariaman.
Masyarakat pariaman dapat menggunakan daun sungkai tersebut sebagai obat tradisional untuk
menurunkan kolesterol.
Dari penelitian ini ‘’Menjadikan Daun Sungkai sebagai Obat Tradisional Kolesterol di
Kawasan Pariaman’. kontribusi. Pada Pendidikan adalah menjadi referensi baru untuk dijadikan
acuan dalam penelitian selanjutnya.
3
BAB 2 TINJAUN PUSTAKA
Sungkai (Peronema canescens) termasuk famili Verbenaceae, di Jawa Barat disebut jati sabrang
dan di Kalimantan Selatan populer dengan nama longkai. Daerah penyebarannya di Indonesia
mencakup wilayah Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, dan
seluruh Kalimantan (Khaerudin, 1994).
Tanaman P. canescens berbatang lurus atau sedikit berlekuk, tidak berbanir, dan ranting
dipenuhi dengan bulu-bulu halus. Kulit luar batang berwarna kelabu atau cokelat muda. P. canescens
dapat tumbuh mencapai tinggi 30 m dengan diameter batang lebih dari 60 cm dan panjang batang
bebas cabang mencapai 15 m. Tumbuh di hutan hujan tropis (tipe iklim A sampai C), pada tanah
kering dan tanah sedikit basah. Ketinggian tempat minimal 0-600 dpl. Tajuknya berbentuk bulat telur
dan mempunyai sifat menggugurkan daun di musim kemarau panjang (Khaerudin, 1994).
Secara umum, klasifikasi ilmiah dari tanaman P. canescens adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Verbenaceae
Genus : Peronema
Tanaman sungkai (Peronema canescens) menghasilkan kayu yang berkualitas tinggi, hampir
sebanding dengan kayu jati (Nair, 2000). Kayu P. canescens termasuk kelas awet III dan kelas kuat III,
cocok untuk rangka atap, karena ringan dan cukup kuat. Selain itu, kayu P. canescens juga digunakan
untuk tiang rumah, bangunan jembatan, serta mebel karena memiliki corak yang menarik berupa garis-
garis indah (Dewanti, 2011). Selain sebagai bahan bangunan tanaman P. canescens digunakan oleh
masyarakat tertentu sebagai obat.
Dari hasil penelitian identifikasi tanaman obat tradisional daerah pariaman Sumatera Barat
diketahui bahwa daun muda P. Canescens merupakan bahan baku obat herbal untuk menurunkan panas
(antipiretik) (Yani, 2013).. Dalam pengobatan suku serawai daun P. canescens ditumbuk dan ditampal
4
untuk sakit memar (Yusrin, 2008). Sadapan air batang P. canescens diminum sebagai obat cacar
(Sunarti, 2012). Di daerah Palembang, Sumatera Selatan, digunakan untuk obat sakit demam atau
penurun panas (Heyne, 1985). Dalam pengobatan suku Dayak Tunjung di Kalimantan Timur, daun
muda P. canescens digunakan sebagai obat demam sedangkan akarnya sebagai obat diuretika dan pegal
linu (Setyowati, 2010). Menurut Kitagawa dkk. (1994), rebusan daun P. canescens secara tradisional
juga digunakan oleh penduduk lokal di daerah Curup, Bengkulu sebagai obat penyakit malaria.
Berdasarkan hasil penelitian, di dalam daun P. canescens mengandung sejenis senyawa aktif
Peronemin yang berfungsi sebagai obat anti malaria (Kitagawa dkk., 1994). Menurut Ningsih dkk.
(2013), hasil isolasi n-Heksan daun P. canescens diperoleh satu senyawa, yaitu isolat B1, berdasarkan
data pereaksi kimia isolat B1 positif golongan senyawa terpenoid dan memiliki aktifitas anti bakteri.
Daun muda sungkai juga mengandung zat Flavonoid, yang berperan besar sebagai pigmen merah, biru
dan ungu yang terdapat pada sebagian besar tumbuhan tingkat tinggi (Winkel-Shirley, 2001).
Flavonoid memiliki efek antipiretik, sebagaimana hasil penelitian dari Owoyele (2008) yang
menyatakan bahwa bahan aktif dari ekstrak Chromolaena odorata yang memiliki aktivitas analgesik,
antiinflamasi, dan antipiretik adalah Flavonoid.
5
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan selama ± 1 bulan Januari
di laboratorium SMAN 1 Nan Sabaris.
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Spektrofotometer UVVis, KLT,
seperangkat alat Rotary Vacum Evaporator, aluminium foil, kaca arloji, beaker glass, pipet
ukur, labu ukur, vial, pipet tetes, tabung reaksi, vorteks, penangas air, krus, cawan porselin,
blender, timbangan digital tipe ABJ 220-4M, bola hisap, kertas saring, spatel, chamber
kromatografi, penotol kapiler, lampu UV 254 dan 366 nm, serta alat-alat gelas lainnya.
2. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daun tanaman Peronema
canescens Jack, metanol, n-heksan, etil asetat, 1,1-difenil-2- pikrilhidrazil (DPPH), plat
silika gel 60 F254, vanillin, asam asetat, H2SO4 10%, pereaksi Dragendorff, FeCl3, dan
aquadest.
Sampel yang digunakan adalah daun tanaman sungkai yang diperoleh dari Nan Sabaris,
Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat. Sampel yang digunakan adalah sampel segar (basah)
sebanyak 1 kg.
6
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tanaman dilakukan untuk memastikan jenis tanaman yang digunakan untuk
penelitian. Sampel daun sungkai diidentifikasi di SMAN 1 Nan Sabaris, Padang Pariaman, Sumatera
Barat.
Daun sungkai sebanyak 1 kg dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan pengotor
dan kemudian ditiriskan. Lalu keringkan daun sungkai dengan cara di angin-anginkan terlindungi dari
sinar matahari selama kurang lebih 5 hari dan kemudian dihaluskan menggunakan blender.
Serbuk kering daun sungkai sebanyak 300 g dimasukkan ke dalam botol maserasi atau bejana
berwarna gelap dengan pelarut n-heksan 2 L. Biarkan ditempat gelap selama 2x24 jam (2 hari). Setiap
hari di 6 jam pertama sesekali diaduk dan 18 jam kemudian dibiarkan. Pisahkan hasil maserasi dengan
penyaring menggunakan kertas saring. Ampas hasil pemisahan di keringkan dan maserasi kembali
dengan pelarut yang sama sebanyak 2 L selama 2x24 jam dan dibiarkan tanpa pengadukan, sampai tiga
kali pengulangan (filtrat terlihat tidak berwarna).
Maserat hasil pemisahan digabungkan kemudian diuapkan dengan rotary evaporator hingga
didapatkan ekstrak kental n-heksan yang selanjutnya disebut ekstrak non polar. Pada ampas yang sudah
dikeringkan dilakukan maserasi berturut-turut dengan pelarut etil asetat dan metanol dengan prosedur
dan perlakuan yang sama, sehingga akan diperoleh ekstrak kental etil asetat yang selanjutnya disebut
ekstrak semi polar dan ekstrak kental metanol yang selanjutnya disebut ekstrak polar.
7
3.6 Kesimpulan Hasil penelitian
Hasil penelitian identifikasi metabolit sekunder ekstrak diperoleh golongan
senyawa alkaloid, terpenoid - steroid, flavanoid, dan tanin. Ekstrak metanol daun P. canencens
Jack.memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Nilai KHM ekstrak metanol daun P. canencens
untuk bakteri S.mutans, S.thyposa dan S.aureus adalah konsentrasi 20%, sedangkan untuk B.
subtilis adalah 15%. Nilai KBM ekstrak metanol P. canencens pada konsentrasi 5% efektif
membunuh bakteri Str. mutans dan S. thyposa, sedangkan konsentrasi 1 % efektif membunuh
bakteri B.subtilis dan S.aureus. Dan juga bisa ekstrak daun sungkai ini dijadikan obat tradisional
apalagi untuk masyarakat pariaman sebagai obat penurunan kolesteral dan bakteri jahat.
8
BAB 4
Anggaran dan Jadwal Kegiatan
Tahun 2021
No. Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Pembuatan proposal
2 Perizinan kegiatan
3 Survey awal ke lokasi
4 Identifikasi Kebutuhan
5 Penyusunan laporan kemajuan
6 Penyusunan laporan akhir
9
DAFTAR PUSTAKA
Fitri, R.A., Sumarmin, R. and Yuniarti, E. 2017. Effect of mangosteen skin extract
(Garcinia mangostana L.) on males mice (Mus musculus L. Swiss Webster) uric acid level,
BioSciences, 1(2), pp. 53–61. doi: https://doi.org/10.24036/bsc.v1i2.7718.
D. Fransisca, dkk. 2020. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun sungkai
(Peronema canescens Jack) terhadap pertumbuhan Escherichia coli dengan metode difusi
cakram Kirby-Bauer. http://bkpsl.org/ojswp/index.php/jplb/article/view/6D.
Adya Anastasia Prescilla and Muharni, Muharni and Riyanti, Fahma (2021). Solasi
Dan Uji Aktivitas Antikolesterol Senyawa Metabolit Sekunder Dari Fraksi N-Heksana Daun
Sungkai (Peronema Canescens Jack). https://repository.unsri.ac.id/47035/
Darmawan, Rahmad And Primairyani, Ariefa And Yennita , Yennita (2014) Uji
Aktivitas Antiplasmodium Ekstrak Daun Sungkai (Peronema Canescens) Terhadap Mencit
Jantan (Mus Musculus) Serta Implementasinya Sebagai Lks Pada Materi
Protista. http://repository.unib.ac.id/8373/
https://repository.unsri.ac.id/47035/2/
RAMA_47201_08031281722061_0004036903_0008047202_01_front_ref.pdf
Soica, C. et al. (2014). Betulinic Acid in Complex with a Gamma-Cyclodextrin Derivative
Decreases Proliferation and in Vivo Tumor Development of NonMetastatic and Metastatic
B164A5 Cells. International Journal of Molecular Sciences. 2014(15), 8235–8255.
Sticher, O. (2008). Natural product solation. Journal of Natural Product Report. 25, 517-554.