Anda di halaman 1dari 20

ANTIBAKTERI TERPENOID DARI SARANG SEMUT

(MYRMECODIA PENDANS)
TERHADAP STREPTOCOCCUS MUTANS

ANDRI FEBRIANTO (16177)


RIZKA RAHMAWATI (1617710)
SHORFIA NEPRILIA E (161722)

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA INDUSTRI
POLITEKNIK AKA BOGOR
BOGOR
2018
ANDRI FEBRIANTO, RIZKA RAHMAWATI DAN SHORFIA
NEPRILIA E. Isolasi Terpenoid dari Sarang Semut (Myrmecodia Pendans)
dan Potensinya untuk Penghambatan dan Pemberantasan dari Biofilm
Streptococcus Mutan. Dibimbing oleh CANDRA IRAWAN, CYSILIA
HENDARTO dan JOKO UNTUNG.

RINGKASAN

Karies merupakan salah satu penyakit manusia, yang paling sering terjadi.
Penyakit ini akibat dari kerusakan jaringan keras gigi yang disebabkan oleh
Streptococcus mutans. Studi sebelumnya telah diperkenalkan agen antibakteri
alternatif yang diekstrak dari pendans Myrmecodia (Merr & Perry), tanaman asli
dari Papua. Tanaman ini memiliki senyawa fitokimia antibakteri-aktif dan telah
digunakan secara empiris sebagai obat alami. Penelitian ini dilakukan untuk
menentukan senyawa aktif yang berasal dari M. pendans dan untuk menyelidiki
aktivitas terhadap S. mutans ATCC 25175. Metode soxhlet dengan Etil asetat
dilakukan untuk mengekstrak dari M. pendans, kemudian dipisahkan dan
dimurnikan melalui kromatografi. Senyawa akan ditentukan sebagai terpenoid A.
Senyawa ini ditentukan sebagai terpenoid A. Aktivitas antibakteri senyawa diuji
menggunakan metode Kirby-Bauer dengan 0,5 Mc Farland di piring agar. Zona
penghambatan terpenoid A setelah 48 jam inkubasi 10.000, 5.000, 1.000 mg / mL
adalah 13,7, 13,6, 11,8 dan 14,6 mm untuk masing-masingnya. Minimum
Inhibitory Concentration (MIC) dari terpenoid A melawan S. mutans adalah 39
mg / mL dan Minimum Bactericide Concentration (MBC) adalah 312,5 ug / mL.

14
15

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kami panjatkan kehadirat


Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena dengan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah kami yang berjudul Isolasi Terpenoid dari Sarang
Semut (Myrmecodia Pendans) dan Potensinya untuk Penghambatan dan
Pemberantasan dari Biofilm Streptococcus Mutan. Makalah ini disusun sebagai
syarat untuk menyelesaikan tugas mata kuliah kimia organik bahan alam.
Dalam penyusunan makalah, kami banyak mendapatkan bantuan,
arahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Maka dari itu, kami mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Sebagai penulis, kami beharap makalah ini dapat memberikan
informasi-informasi yang bermanfaat bagi pembacanya dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Bogor, November 2018

Penulis
16

PENDAHULUAN

Tanaman sarang semut ( Myrmecodia pendans) adalah tanaman berasal


dari masyarakat lokal di pulau Papua yang terletak di Indonesia bagian timur.
Tanaman sarang semut dikenal oleh orang-orang Papua sebagai tanaman obat.
Tanaman sarang semut dapat mengobati berbagai penyakit termasuk kanker,
tumor, asam urat, diare, demam dan setiap deseases lainnya . Tanaman ini juga
tersebar dari bahasa Melayu Peniasula ke Philiphines, Kamboja, Sumatera, Jawa,
Papua, Cape York serta pulau Solomon. M. pendans adalah anggota dari
Rubiaceae keluarga dengan 5 genus Hypnophytum formicarum, Myrmecodia
pendans dan Myrmecodia tuberosa yang dipertimbangkan untuk memiliki nilai
obat.
Studi sebelumnya telah diperkenalkan agen antibakteri alternatif yang
diekstrak dari tanaman ini. Myrmecodia pendans Merr & Perry, tanaman asli dari
Papua, memiliki potensi antibakteri-aktif senyawa fitokimia dan telah digunakan
secara empiris sebagai obat alami. Penggunaan obat-obatan herbal adalah salah
satu solusi untuk masalah ini. Ekstrak etanol Myrmecodia pendans memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli, pada konsentrasi 25 dan 50%.
Ekstrak etanol juga memiliki aktivitas antibakteri terhadap Shigella dysentriae
dan Klebisella pneumonia. Dalam penelitian kami sebelumnya menemukan
bahwa ekstrak EtOAc dari M. pendans dapat menghambat pertumbuhan
Streptococcus mutans. Senyawa terpenoid termasuk diterpenoid, monoterpenoid,
dan sesquiterpenoid dilaporkan memiliki banyak aktivitas antibakteri dan
antimikroba. Jadi, kami fokus untuk menemukan antibakteri terpenoid terhadap S.
mutans.
Salah satu faktor yang mendukung terjadinya karies adalah adanya bakteri
mulut kariogenik. bakteri patogen dalam plak yang menjadi etiologi utama
kerusakan gigi adalah Streptococcus mutans, sering diidentifikasi secara konsisten
sebagai bakteri yang paling menonjol. Streptococcus mutans dianggap bakteri
yang menyebabkan karies gigi, karena kemampuannya untuk membentuk biofilm
yang dikenal sebagai plak pada permukaan gigi.
17

Saat ini pencegahan karies ditujukan untuk mencegah pembentukan plak


gigi atau mengurangi jumlah Streptococcus mutans dalam plak. Beberapa bahan
kimia yang sering digunakan dalam produk gigi yang dapat menekan
pertumbuhan bakteri. Pilihan untuk metode pencegahan karies adalah senyawa
antimikroba, pemanis buatan, terapi bakteri kariogenik dengan strain avirulen atau
vaksin anti-mutans. Kebanyakan perhatian diarahkan pada penggunaan senyawa
antibakteri yang dapat menghambat pembentukan plak . Chlorhexidine adalah
standar obat kumur antiplak. Ia memiliki spektrum antimikroba yang luas dan
umur panjang, sehingga berpotensi kuat dalam penghambatan plak.
Chlorhexidine memberikan efek samping seperti pewarnaan kuning-coklat pada
gigi, sensasi terbakar di jaringan lunak mulut, rasa sakit dan kekeringan pada
jaringan mulut.
18

TINJAUAN PUSTAKA

Myrmecodia pendans

Myrmecodia pendans (sarang semut) merupakan tanaman epefit yang kaya


akan phytochemical. Myrmecodia pendans (genus myrmecophytes), juga dikenal
penduduk asli Papua sebagai sarang semut Sarang Semut (Myrmecodia pendans)
sejenis tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain yang lebih besar.
Tumbuhan Sarang Semut umumnya banyak dijumpai di daerah Kalimantan,
Sumatera, Papua Nugini, Filipina, Kamboja, Malaysia, Cape York, Kepulauan
Solomon dan Papua (A.F.S.L & H.T.W., 2009).
Klasifikasi ilmiah dari tumbuhan sarang semut adalah sebagai berikut
(SUBROTO & HENDRO , 2008) :
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Lamiidae
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Myrmecodia
Sarang semut memiliki keunikan yang terletak pada interaksi dari semut
yang menjadikan lorong-lorong umbi sebagai sarang didalamnya dan membuat
koloni sehingga semut-semut sangat betah bersarang di dalam tanaman ini.
Sehingga dengan jangka waktu yang lama terjadi reaksi kimiawi secara alami
antara senyawa yang dikeluarkan semut dengan zat yang terkandung di dalamnya.
Sarang Semut tidak memiliki akar tetapi menempel pada batang pohon. Efek
negatif sarang semut belum ditemukan tetapi kebalikannya dapat meningkatkan
fungsi metabolisme tubuhdan kelancaran dari peredaran darah meningkat
sehingga stamina tubuh juga meningkat (HERTIANI, et al., 2010).
Tumbuhan sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-pohon di
pinggir pantai hingga ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut. Sarang
semut banyak ditemukan menempel di beberapa pohon, umumnya di pohon kayu
19

putih (Melaleuca), cemara gunung (Casuarina), Kaha (Castanopsis), dan pohon


beech (Nothofagus). Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai obat adalah
bagian daging umbi/hipokotil (caudex) yang dapat berbentuk bulat, memanjang
bahkan tidak beraturan. Umbi sarang semut rata-rata berdiameter 25 cm dan tinggi
45 cm dengan permukaan bertekstur untuk melindunginya dari herbivora. Dalam
umbi sarang semut terdapat labirin yang dihuni oleh semut dan cendawan. Dalam
jangka waktu yang lama terjadi reaksi kimiawi secara alami antara senyawa yang
dikeluarkan semut dengan zat yang terkandung dalam tanaman sarang semut.
Perpaduan inilah yang diduga membuat sarang semut memiliki kemampuan
mengatasi berbagai jenis penyakit (SUBROTO & SAPUTRO, 2006).

Gambar 1. Tumbuhan Sarang Semut yang menggantung pada pohon

Terpenoid

Terpenoid yang sering disebut sebagai terpen merupakan bagian dari


senyawa minyak atsiri yang tidak aromatik dengan kerangka bangun berupa
isoprenoid. Berdasarkan jumlah isoprenoid yang membangunnya, terpenoid
20

terbagi ke dalam banyak golongan, salah satunya adalah triterpenoid yang


memiliki enam unit isoprenoid. Dalam tumbuhan, senyawa ini banyak berfungsi
sebagai hormon, pigmen dan prekursor vitamin. Selain itu, terpenoid memiliki
banyak turunan senyawa, antara lain steroid dan saponin. Steroid dapat ditemukan
dalam jaringan tumbuhan maupun hewan. Banyak steroid tumbuhan yang beracun
bagi manusia namun dapat juga bermanfaat sebagai obat. Saponin dapat
membentuk busa seperti sabun bila dikocok dengan air. Saponin sering
dipergunakan dalam kegiatan laboratorium dalam sintesis senyawa-senyawa yang
bermanfaat bagi mahluk hidup. (ERIK, 2011)
Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai
bau dan dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan disebut sebagai
minyak atsiri. Minyak atsiri yang awalnya berasal dari bunga pada awalnya
dikenal dari penentuan struktur secara sederhana yaitu dengan perbandingan atom
hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu 8:5 dan dengan
perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut adalah golongan
terpenoid (LENNY, 2006).
Terpenoid tersusun dari senyawa-senyawa yang mengandung suatu
gabungan kepala ke ekor dan mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh
dua atau lebih unit C-5 yang disebut unit isopren. Unit C-5 ini dinamakan
demikian karena kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren (LENNY,
2006). WALLACH (1983), mengatakan bahwa struktur rangka
terpenoid dibangun oleh dua atau lebih molekul isopren. Pendapat ini dikenal
dengan “hukum isopren”. Isopren unit yang terdapat di alam masing-masing
bergabung dengan ikatan “head to tail” yang bahagian ujung suatu molekul
berikatan dengan bagian kepala molekul isopren lainnya.
Bioaktivitas terpenoid telah banyak diteliti dalam bidang kedokteran.
Beberapa diantaranya adalah sebagai bahan antikanker, anti-inflamasi, anti-HIV,
antijamur, antiparasit, antibakteri dan masih banyak lagi penelitian bioaktivitas
terpenoid. Monoterpen dan diterpen diketahui memiliki aktivitas antibakteri yang
sangat kuat (ZWENGER & BASU, 2008).
21

Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram-positif termasuk


kelompok dari Streptococcus viridians, ciri khas organisme ini adalah sifat α-
hemolitik tetapi dapat juga non-hemolitik. Streptococcus mutans merupakan
salah satu bakteri dari tujuh spesiesStreptococcus yang berada
(S.mutans,S.sobrinus, S.cricetus, S.ferus, S.rattus, Smacacae dan S.downei) dan 9
serotipe (a, b, c, d, e, f, g, h dan k). Diantara kesembilan serotipe tersebut yang
paling banyak, klasifikasinya:
Kingdom :Monera
Diviso :Firmicutes Class
Class :Bacilli
Ordo :Lactobacilalles
Family :Streptococcaceae
Genus :Streptococcus
Spesies :Streptococcus mutans
Salah satu bakteri yang dianggap sangat berperan dalam mekanisme
pembentukan plak gigi dan peningkatan kolonisasi bakteri penyebab karies adalah
S.mutans. S.mutans terdapat didalam plak sebagai bakteri penghasil asam yang
kuat serta sangat resisten terhadap asam. Bakteri S.mutans mampu tumbuh dalam
keadaan asam dan dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya
membuat polisakarida ekstra sel. Polisakarida ini terdiri dari polimer glukosa yang
menyebabkan matriks plak mempunyai konsistensi seperti gelatin, akibatnya
bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Plak
makin lama makin tebal, sehingga akan menghambat fungsi saliva sebagai
antibakteri dan terjadilah karies gigi (KIDD & BECHAL, 1991).

Antibakteri
Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan
mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi,
22

membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah


pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (SULISTYO, 1971).
Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral
(GANISWARA, 1995).
Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa
antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan
permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan
makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat,
penghambatan kerja enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein.
Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu
substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat
pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara
bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (PELCZAR DAN CHAN, 1988).
Menurut MADIGAN dkk. (2000), berdasarkan sifat toksisitas selektifnya,
senyawa antimikrobia mempunyai 3 macam efek terhadap pertumbuhan mikrobia
yaitu:
1. Bakteriostatik memberikan efek dengan cara menghambat pertumbuhan
tetapi tidak membunuh. Senyawa bakterostatik seringkali menghambat
sintesis protein 8 atau mengikat ribosom. Hal ini ditunjukkan dengan
penambahan antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase
logaritmik. Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik
didapatkan jumlah sel total maupun jumlah sel hidup adalah tetap.
2. Bakteriosidal memberikan efek dengan cara membunuh sel tetapi tidak
terjadi lisis sel atau pecah sel. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan
antimikrobia pada kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik.
Setelah penambahan zat antimikrobia pada fase logaritmik didapatkan
jumlah sel total tetap sedangkan jumlah sel hidup menurun.
3. Bakteriolitik menyebabkan sel menjadi lisis atau pecah sel sehingga
jumlah sel berkurang atau terjadi kekeruhan setelah penambahan
antimikrobia. Hal ini ditunjukkan dengan penambahan antimikrobia pada
kultur mikrobia yang berada pada fase logaritmik. Setelah penambahan
23

zat antimikrobia pada fase logaritmik, jumlah sel total maupun jumlah sel
hidup menurun.

Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima,


yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel
mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam
nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikrobia (SULISTYO, 1971). Daya
antimikrobia diukur secara in vitro agar dapat ditentukan kemampuan suatu zat
antimikrobia (JAWETZ, 2001). Adanya fenomena ketahanan tumbuhan secara
alami terhadap mikrobia menyebabkan pengembangan sejumlah senyawa yang
berasal dari tanaman yang mempunyai kandungan antibakteri dan antifungi
(GRIFFIN, 1981).
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode
pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur
diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon
penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak.
Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL
(HERMAWAN, et al., 2007).
24

PERCOBAAN

Prosedur Percobaan Umum

Myrmecodia pendans yang kering disuplai dari Papua pedalaman dan


diidentifikasi oleh Joko, Laboratorium Tanaman Taxonomi, Depatemen Biologi,
Fakultas Sains Universitas Padjadjaran, Bandung, Indonesia. Kiesel gel 60 resin
gel silika digunakan untuk kromatografi kolom (cc) (Merck, Darmstadt, Jerman)
dan ODS adalah Li Chroprep RP-18 (Merck). Analisis TLC dilakukan dengan
menggunakan Kiesel gel 60 F 254 dan RP-18 F 254S ( Merck). Pelarut deuterated
dibeli dari Merck Co Ltd dan Sigma Aldrich Co Ltd (St Louis, MO, USA).
Streptococcus mutans ATCC 25.175 digunakan untuk pengujian, Muller Hinton
kaldu dan Muller Hinton agar digunakan sebagai media, dan klorheksidin sebagai
kontrol positif.

Ekstraksi dan Isolasi

Bahan tanaman yang sudah kering ( Myrmecodia pendans, 1,5 Kg)


diekstraksi dengan EtOAc pada 40 ° C dengan pemanasan mantel ekstraktor
soxhlet. Ekstrak diuapkan untuk menghasilkan residu (55,7 g). Residu (EtOAc
ekstrak) dipisahkan dengan kromatografi kolom fase diam silika gel 60 (300 g,
70-230 mesh, Merck, Munish, Jerman) yang di elusi dengan gradient 10% n
Heksana / EtOAc, untuk menghasilkan sebelas fraksi. Fraksi 3 (5,7 g) dipisahkan
dengan kromatografi kolom fase diam silika gel 60 (9 g, 70-230 mesh) yang
dielusi dengan gradien 2,5% n Heksana / EtOAc (100: 0 25:75 v / v), untuk
menghasilkan sebelas fraksi. Fraksi 3,7 hingga fraksi 3,9 (62,8 mg) dikenai kolom
RP-C18, yang dielusi dengan gradien 5% dari H 2 O / MeOH untuk menghasilkan
1 ( 33,2 mg). Nilai Rf untuk senyawa A adalah 0,62 pada TLC (Silica Gel60
F254S) dielusi dengan n-hexane / ethyl acetate (4: 1). Senyawa yang terisolasi
dikarakterisasi dengan inframerah, tipe Nuclear Magnetic Resonance JEOL ECA
dan Spektroskopi Massa.
25

Antibacterial Assay

Uji difusi disk dilakukan untuk menentukan efek antibakteri senyawa pada
S. mutans ATCC 25175. Uji kerentanan difusi disk Kirby-Bauer digunakan untuk
menentukan sensitivitas atau resistensi S. mutans terhadap senyawa. Senyawa
(sampel) diencerkan dengan metanol, namun klorheksidin (kontrol) diencerkan
dengan air. Sejumlah satu ose bakteri dari stok diinokulasi ke dalam tabung uji
steril yang mengandung suspensi Muller Hilton sebanyak 5 mL hingga tingkat
kekeruhan 0,5 Mc Farland. Pencapaian kekeruhan dilakukan dengan
membandingkan dengan standar kemudian diinkubasi selama 48 jam pada 37 ° C.
Tongkat kapas dicelupkan ke dalam suspensi bakteri dan diaplikasikan pada
permukaan media agar hingga terdistribusi merata. Selanjutnya, sebanyak 50μL
sampel, kontrol positif (klorheksidin) dan kontrol negatif (metanol) ditambahkan
pada cawan kertas dan kemudian ditempatkan pada difusi agar. Kemudian
diinkubasi pada 37 ° C selama 48 jam. Diameter zona bening di sekitar cawan
diamati. Zona penghambatan di sekitar cawan diukur dengan menggunakan
caliper untuk menentukan zona penghambatan utama. Tes dilakukan tiga kali.
26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi Senyawa

Senyawa aktif dari Sarang semut ditandai dengan munculnya noda tunggal
pada kromatogram (Gambar 1). Senyawa yang diperoleh berwarna kuning dan
berminyak disebut terpenoid A.

Gambar 1. Kromatogram dari Terpenoid A: fase terbalik, silika G 60 RP-


18 (MeOH 100%) dan fase normal, silika G 60 ( n-heksana-EtOA/ 3: 2)

Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri dilakukan terhadap Streptococcus mutans


menggunakan metode difusi disk (juga dikenal sebagai metode Kirby-Bauer).
Zona penghambatan terpenoid A terhadap S. mutans lebih kecil dari klorheksidin
sebagai kontrol positif (Tabel 1).
27

Tabel 1. Aktivitas antibakteri dari Terpenoid A melawan Streptococcus mutans


Penghambatan Zona senyawa (mm) pada
Konsentrasi
MBC
(Mg / mL) (ug / mL)
Senyawa MIC (ug /
10000 5000 1000 mL)
SEBUAH
rata-rata rata-rata verage

terpenoid A 13,7 13,6 11,8 39 312,5


Klorheksidin e * ** 16.7 ** 1,9 31,2

* standar
* * belum

Zona penghambatan dari terpenoid A pada 10.000, 5.000 dan 1.000 μg /


mL masing-masing adalah 13,7, 13,6, dan 11,8 mm. Sementara itu zona
penghambatan pada Chlorhexidine sebagai kontrol positif adalah 16,7, 13,7, dan
11,8 mm (Gambar 2). Menurut protokol Laboratorium Klinis Standar
Internasional, kategori kerentanan pada bakteri rentan (> 20 mm), sedang (15-19
mm), dan resisten (<14 mm) 18. Jadi, berdasarkan kriteria ini, terpenoid A
resisten, sedangkan klorheksidin bersifat intermediet.

Gambar 2. Kerentanan Terpenoid A terhadap Streptococcus mutans


28

Gambar 3. Nilai MIC dan MBC dari Terpenoid A melawan Streptococcus


mutans

Nilai MIC dan MBC yang diukur dengan metode pengenceran mikro
menggunakan pembaca lempeng pada panjang gelombang 630 nm adalah 39 dan
312,5 μg / L. Nilai MIC dari sampel OD (Medium + bakteri + sampel) hanya
ditentukan ketika kontrol OD (Medium + bacteria) stabil, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3. Grafik ini mengungkapkan bahwa tidak ada
peningkatan jumlah kontaminan. Dengan kata lain, pertumbuhan bakteri adalah
nol. Di sisi lain, nilai OD senyawa yang mengandung medium, bakteri, dan
senyawa menurun secara signifikan. Ini berarti senyawa tersebut memiliki efek
pada pertumbuhan bakteri. Nilai MIC berada pada titik terendah penghambatan
yang terjadi di pada konsentrasi 39 μg / mL.
Dari nilai MIC, nilai MBC dapat ditentukan yang diambil dari senyawa
dengan konsentrasi terendah di mana tidak ada pertumbuhan bakteri, dan nilainya
adalah 312,5 μg / mL. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri dapat
terjadi dengan penetrasi sel membran. Lapisan permukaan sel terdiri dari empat
komponen: peptidoglikan, polisakarida antigen, protein (glikoprotein) dan gliserol
dari asam theicidic dan lipoteichoic, juga mengandung fimbria. Meskipun
29

peptidoglikan dinding sel berfungsi untuk melindungi bakteri dari tekanan


osmotik internal yang tinggi, ruang terbuka antara polimer di dalam dinding dapat
dipecah oleh enzim proteolitik.
Freires menunjukkan bahwa mentol dan eugenol dianggap senyawa luar
biasa yang menunjukkan potensi antibakteri. Hanya obat pencuci mulut L.sidoides
(1%) yang menunjukkan efek antimikroba terhadap patogen oral. Wassel
menjelaskan dalam prosuk alami dengan fluoride menjadi pernis gigi dapat efektif
untuk pencegahan karies terutama miswak dan propolis. Dalam analisis kimia
Galvao menunjukkan adanya terpen dalam minyak atsiri. Minyak atsiri
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi rendah dan fraksinya juga efektif
terhadap biofilm yang dibentuk oleh Streptococcus mutans. Leandro mengatakan
bahwa aktivitas senyawa yang terisolasi dari oleoresin tidak menjelaskan
aktivitas kuat dari minyak mentah. Sujatha mempelajari bahwa rumput laut
memiliki zat antibakteri potensial yang dapat digunakan melawan patogen oral.
Produk alami digunakan dalam penelitian pencegahan karies. Efek dari zat
alami adalah pada penghambatan pertumbuhan bakteri melalui biosintesis dinding
sel atau permeabilitas membran sel, penghambatan sintesis protein atau
metabolisme asam nukleat dan penghambatan aktivitas enzim seperti
glukosiltransferase atau tingkat transkripsi gen.
30

SIMPULAN

Dalam penelitian ini, terpenoid baru (yang diklasifikasikan sebagai


diterpene) diisolasi dari M. pendans dan aktivitas antibakteri terhadap S.
mutans ditunjukkan untuk pertama kalinya. Berdasarkan perbandingan pada
Scifinder, terpenoid tipe labdane diterpeneis adalah senyawa baru yang
diisolasi dari tanaman. Sebagai kesimpulan, senyawa ini adalah kandidat
sebagai agen antibakteri, karena memiliki potensi untuk menjadi agen
antibakteri, dan disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui apakah itu dapat mencegah karies.
31

DAFTAR PUSTAKA

ERIK, H. 2011. Biologi Edisi III. Jakarta. Erlangga.


GANISWARA, T.G.1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Farmakologi FK
UI.

GRIFFIN, D. H. 1981. Fungal Physiology. John Wiley and Son, Inc. New York
HERMAWAN, A., HANA, W., DAN WIWIEK, T. 2007. Pengaruh Ekstrak
Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli dengan Metode Difusi Disk. Universitas Erlangga.

HERTIANI TE, SASMITO, SUMARDI, ULFAH M. 2010. Preliminary


study on immunomodulatory effect of sarang-semut tubers Myrmecodia
pendens. Online J Biological Sci. 10:136-141.

JAWETZ, E. MELNIK JL. ADELBERG EA. 1996. Mikrobiologi Kedokteran.


Jakarta: Kedokteran EGC.

KIDD EAM, BECHAL SJ. Dasar - Dasar Penyakit Karies dan


Penanggulangannya. Cetakan 2. Jakarta:EGC. 2002: 66–96.

LENNY, S. 2006. Terpenoid dan Steroid. Medan. Departemen Kimia FMIPA


Universitas Sumatera Utara.

LOK, A.F.S.L. DAN H.T.W. TAN. 2009. Tuberous, Epiphytic, Rubiaceous


myrmecophytes of Singapore. Nature in Singapore 2:231-236.

MADIGAN. M. T., MARTINKO, J. M., DAN PARKER, J. 2000. Brock


Biology of Microorgansims, 9th Edition. Prentice – Hall Inc. New Jersey.

PELCZAR, M DAN CHAN.1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi (Jilid1) Jakarta:


UI Press.

SUBROTO, A.; & SAPUTRO, H. 2009. Kandungan Sarang Semut. Analycal


Chem [serial online] 2008.

SUBROTO MA., SAPUTRO H., 2006. Gempur Penyakit dengan Sarang


Semut. Jakarta:Penebar Swadaya:15-16

SULISTYO. 1971. Farmakologi dan Terapi. EKG. Yogyakarta.


WALLACH, E. J. 1983. Individuals and Organizations: The Cultural Match.
Training and Development Journal.

ZWENGER, S. DAN BASU, C. 2008. Plant Terpenoids: Applications and


Future Potentials. Biotechnology and Molecular Biology Reviews. 3(1): 1-
7.
32

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai