Anda di halaman 1dari 50

FITOPATOLOGI

DOSEN : Dr. ELIS TAMBARU, M. Si

JAMUR PATOGEN PADA TANAMAN BUNGA

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK III

NURUL AFIA ABD. MAJID (H041171312)

MIFTAHUL JANNAH (H041171307)

SARASWATI (H041171023)

AYU MITHA LESTARI (H041171022)

VENI APRILIANI (H041171021)

FIRA SARSI (H041171024)

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, karunia

terutama kesempatan yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan makalah ini dengan baik. Tanpa adanya kesempatan, mustahil penulis

dapat menyelasaikan penulisan makalah ini secara tuntas, walaupun masih banyak

terdapat kekurangan.

Selama penulisan makalah ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari

berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam

penulisan makalah ini. Untuk itu dari hati yang paling dalam penulis

menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu

penulisan makalah ini

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah

ini masih banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan, baik dari segi isi maupun

dari segi penulisanya. Segala kritikan dan masukan dari semua pihak, akan

menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi penulis demi kesempurnaan

makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………....2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………...3

BAB 1 PENDAHULUAN

I.1. Latar belakang………………………………………………………...4

I.2. Tujuan penulisan………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………....6

BAB III KESIMPULAN………………………………………………………..44

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...45

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kegiatan budidaya tanaman dalam prakteknya selalu terkait dengan

keberadaan OPT (organisme pengganggu tanaman) karena tanaman tidak

selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Organisme pengganggu tanaman adalah

semua organisme yang dapat menyebabkan penurunan potensi hasil yang secara

langsung karena menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia,

atau kompetisi hara terhadap tanaman budidaya. Keberadaan OPT yang berada

pada lahan pertanian bisa disebabkan oleh adanya hama, penyakit, maupun gulma.

Penyakit yang terjadi pada tumbuhan dapat disebabkan oleh mikroorganime dari

berbagai jenis. Salah satu jenis patogen yang menyerang diantaranya adalah dari

golongan jamur (Narendra, 2013).

Jamur adalah salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang

hampir semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga,

hingga buahnya. Penyakit ini menyebabkan bagian tumbuhan yang terserang,

misalnya buah, akan menjadi busuk. Jika menyerang bagian ranting dan

permukaan daun, akan menyebabkan bercak–bercak kecokelatan, dari bercak –

bercak tersebut akan keluar jamur berwarna putih atau oranye yang dapat meluas

ke seluruh permukaan ranting atau daun sehingga pada akhirnya kering dan

rontok. Tanaman bunga hias merupakan salah satu jenis tanaman yang dapat

diserang oleh jamur sehingga dapat mengganggu proses perkembangbiakan dari

tanaman tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka disusunlah maklah ini untuk

mengetahui jenis jenis jamur yang menyerang tanaman.

4
1.2 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. Mengetahui jenis-jenis jamur yang menyerang tanaman bunga.

2. Mengetahui gejala-gejala yang ditimbulkan oleh serangan jamur

3. Mengetahui siklus hidup dari jamur penyerang tanaman.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Puccinia horiana

Jamur Puccinia horiana merupakan jamur yang menyebabkan penyakit

karat putih (white rust). Jamur ini menyerang tanaman krisan Dendranthema

grandiflora Pzvelev (Yusuf et al., 2014). Menurut Hutabarat (2014) jamur ini

merupakan jamur yang bersifat obligat, yang berarti patogen ini hanya dapat

hidup pada jaringan hidup. Spora Puccinia horiana mempunyai teliospora

berbentuk gada bersel 2 dan agak melekuk pada sekat. Ukuran spora adalah ± 40-

43 µm x 16-17,5 µm. Hal ini sesuai dengan literatur Semangun (2007) yang

menyatakan bahwa Puccinia horiana mempunyai telium yang kompak

mengumpul dengan pola melingkar. Teliospora jorong memanjang atau berbentuk

gada berukuran 30-52 x 11-18 µm bersel 2 atau terkadang bersel 3 atau 4, agak

melekuk pada sekat.

(a) (b)
Gambar 1. (a) bentuk spora (b) gejala dari patogen Puccinia horiana
(Hutabarat et al., 2014)

Gejala krisan yang terserang Puccinia horiana berupa bercak berwana

kuning keputihan pada bagian atas daun. Pada serangan lanjut bagian atas daun

akan tampak seluruh permukaan daun didominasi dengan bercak berwarna kuning

6
keputihan yang menyerang hampir seluruh daun pada tanaman. Pada bagian

bawah daun terdapat bintil-bintil (pustul) berwana kuning keputihan. Rahardjo

dan Suhardi (2008) menyatakan gejala pada tanaman krisan yang terserang karat

daun pada bagian bawah daun terdapat bercak berwarna kuning keputihan yang

segera menjadi

coklat.

7
Gambar 2. Permukaan atas dan bawah daun yang terserang Puccinia horiana

Gambar 3. Siklus hidup Puccinia horiana (Trolinger, 2016).

Siklus hidup dari Puccinia horiana dimulai dari germinasi teliospora yang

berasal dari pustul. Teliospora bergerminasi pada kelembaban relative sekitar >96

% dan pada temperature sekitar 170C -24 0C (optimum pada suhu 170C).

Kemudian setelah 3-6 jam teliospora akan melepaskan basidiospora, basidiospora

akan mendarat pada permukaan daun krisan yang memiliki lapisan air. 2 jam

setelah perlekatan dari basidiospora akan terbentuk hifa yang akan berpenetrasi

pada pada jaringan daun. Penetrasi juga dapat berlangsung sekitar 5 jam ketika

keadaan kering. Perkembangan selanjutnya akan muncul gejala berupa timbulnya

bercak klorotik pada permukaan daun setelah 7-10 hari. Kemudian pada bagian

bawah daun akan terbentuk pustul yang berisi teliospora yang siap menginfeksi

tanaman krisan lainnya (Trolinger, 2016).

8
Penyakit karat daun berkembang baik pada saat kelembaban yang tinggi

pada areal pertanaman. Selain kelembaban yang tinggi jarak tanaman yang sangat

rapat juga merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit.

Kondisi yang baik untuk perkembangan penyakit adalah kelembaban yang tinggi

dan lapisan embun pada permukaan daun (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hortikultura, 2006).

2. Phragmidium mucronatum (Pers. ex Pr.) Schlecht.

Phragmidium mucronatum (Pers. ex Pr.) Schlecht merupakan jamur yang

menyebabkan penyakit karat daun pada tanaman mawar. Gejala yang ditimbulkan

berupa bintik-bintik warna jingga kemerah-merahan pada sisi bawah daun, pada

sisi daun atas terdapat bercak bersudut warna kemerah-merahan. Daun yang

terserang berat akan mudah gugur (rontok). Pada permukaan bawah daun terdapat

pustul berwarna hitam yang mengandung teliospora. P. mucronatum adalah

parasit obligat, autoecious (parasit yang dapat menyelesaikan siklus hidupnya

pada spesies inang tunggal). Selama siklus biologisnya jamur ini mempunyai lima

jenis spora (teliospora, basidiospora, pycniospora, aeciospora, dan uredospora).

Urediniospora bersel satu dan berwarna oranye kekuningan, dan teliospora

mengandung 6-8 sel dengan dinding yang sangat gelap dan kasar dan tangkai

panjang (pedicel) yang mudah terlepas dari lesi daun. Jamur ini menghasilkan hifa

dan haustoria interselular yang terlibat dalam penyerapan nutrisi dari sel-sel hidup

tanaman inang (Parvu et al., 2012).

9
Gambar 4. Hasil pengamatan dengan Scanning electron micrograph A.
Uredospora dan teliospora B. Uredospora (Parvu et al., 2012).

Gambar
5. Struktur

teliospora dengan tangkai (stalk) dan permukaan yang kasar

Gambar 6.
Sayatan

melintang pada daun mawar yang menunjukkan hifa dan hautorium jamur

10
Phragmidium
mucronatum A. Hifa (hy)
pada ruang antar sel
dan B.
Haustorium (hl) di bagian
sel mesofil (Parvu et
al., 2012).

Gambar 7. Bercak pada daun mawar yang disebabkan oleh Phragmidium


mucronatum

11
Gambar 8. Siklus hidup Phragmidium mucronatum

3. Botrytis tulipae (Lib.) Lind.

Bunga tulip merupakan salah satu tanaman bunga paling penting, di

Belanda terdapat sekitar 10.000 hektar menghasilkan 1 miliar bunga dan 2 miliar

umbi. Sebagian besar kultivar Tulipa gesneriana digunakan untuk produksi bunga

potong. Salah satu jenis jamur yang dapat menyerang tulip yaitu jamur Botrytis

tulipae (Lib.) Lind. Jamur ini dapat menginfeksi umbi, daun, dan bunga (Straathof

et al., 2014). Infeksi dari jamur ini dapat menyebabkan tunas kerdil, daun

12
bengkok dan rusak. Pada keadaan yang lembab akan nampak corak berwarna

keabu-abuaan, yang terdiri dari sejumlah besar spora mikroskopis (konidia).

Gejala lainnya yaitu timbulnya bintik-bintik pada daun tulip. Bintik-bintik ini

berbentuk oval hingga bulat dan berubah menjadi kuning kecoklatan.

Gambar 9. Gejala yang ditimbulkan berupa tunas kerdil daun bengkok dan rusak.

Gambar 10. Gejala berupa corak berwarna kuning kecoklatan


Pada cuaca kering, jaringan daun yang diserang menjadi rapuh dan sering

terbelah. Infeksi daun

dapat menyebar ke

batang. Jamur yang

menginfeksi kuncup bunga

dapat menyebabkan

kuncup bunga gagal untuk

13
membuka. Bintik bintik melepuh dapat berkembang pada bunga tulip. Jamur yang

menginfeksi umbi dapat menimbulkan lesi pada kulit luar umbi (Departement of

crop science, 2000).

Gambar 11. Gejala yang

timbul pada bunga berupa bintik yang

melepuh.

Gambar 12. Lesi pada kulit

umbi

Spora mikroskopis (konidia) dapat disebarkan oleh angin dan cipratan air

hujan. Spora dapat berkecambah dan menginfeksi pada kelembaban di atas 95 %.

Spora Botrytis tulipae dapat bertahan hingga enam minggu di permukaan tanah

lembab. Jamur ini tumbuh pada kisaran suhu 5-27°C. Siklus hidup dari Botrytis

14
tulipae dimulai dari germinasi kodinidiaspora yang akan berkembang menjadi

hifa. Hifa yang terbentuk akan berpenetrasi pada tanaman tulip dan menyebabkan

kerusakan

(Departement of crop

science, 2000).

Gambar 13. Siklus hidup Botrytis tulipae

4. Penyakit Kapang Kelabu krisan oleh Botrytis cinerea Pers.

Botrytis cinerea Pers. merupakan pathogen penting pada berbagai tanaman

hortikultura di daerah beriklim sedang, baik di lapangan maupun di penyimpanan.

Infeksi Botrytis umumnya terjadi pada buah-buahan yang berdaging lunak,

sayuran, tanaman hias dari Famili Amaryllidaceae, Iridaceae, Liliaceae, dan

Orchidaceae. Jamur mempunyai konidiofor bercabang-cabang, bersekat,

berwarna kelabu, dengan konidium lonjong atau hampir bulat, berukuran 12-

13×9-10 μm (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2006). Hifa

berbentuk seperti gelembung yang dibatasi oleh sekat berwarna putih, abuabu,

15
hingga cokelat kemudian membentuk miselium yang bercabang dan bersekat.

Selanjutnya konidiofor muncul tegak lurus dari miselium, bersekat, bercabang

pada ujungnya dan membentuk dikotomi atau trikotomi. Semakin tua umur

konidiofor, warnanya semakin cokelat pada bagian ujung dan lebih terang

mendekati percabangan. Ujung konidiofor membengkak membentuk ampula dan

terdapat dentikula (denticle) sebagai tempat menempelnya konidium

(Komalaningrat, D. A., dkk., 2018).

Gambar 14. Botrytis cinerea

Gejala yang ditimbulkan

Penyakit ini disebabkan oleh jamur Botrytis cinerea, dengan gejala pada

tajuk bunga terjadi hawar atau busuk bunga. Penyakit muncul pada waktu musim

penghujan. Jamur ini setelah menghasilkan spora dan berkecambah pada tajuk

bunga terjadi bercak yang kecil dan bundar. Cuaca yang lembap bercak dapat

berkembang dan tajuk bunga tampak seperti diliputi lapisan kelabu kecoklatan

(Mamahit, J. M. E., dkk., 2016).

16
Gambar 15. Gejala serangan Botrytis cinerea
Faktor yang mempengaruhi

Jamur dapat bertahan sebagai saprofit pada sisa-sisa tanaman sakit.

Penyakit biasanya hanya terjadi pada musim hujan pada kondisi yang sangat

lembab (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, 2006). Faktor biotik

dapat

mempengaruhi perkembangan dan penyebaran patogen. Sebagai contoh, serbuk

sari yang telah terinfeksi oleh jamur B. cinerea pecah lalu terbawa oleh angin.

Serbuk sari kemudian menempel pada permukaan tanaman lain. Tanaman tersebut

akan terinfeksi jamur B. cinerea dari serbuk sari yang menempel tadi. Dengan

demikian kehadiran serbuk sari mungkin meningkatkan tingkat penyakit

17
Gambar 16. Siklus hidup B. cinerea

Air dan hembusan angin adalah pembawa yang paling efektif dalam

proses penularan jamur ini pada tanaman pada fase spora. Selain itu beberapa

jenis serangga juga merupakan pembawa potensial jamur ini seperti lebah dan

aphid. Cuaca yang dingin dengan temperatur rendah serta kelembaban yang tinggi

seperti di daerah Indonesia pada umumnya merupakan faktor yang mendukung

daur hidupnya.

Jamur Botrytis ada di lingkungan sebagai parasit atau sebagai saprofit.

Karena merekadapat menginfeksi berbagai macam tanaman, organisme ini dapat

ditemukan di berbagai lingkungan di seluruh dunia. Untuk tumbuh dan

berkembang dengan sukses, mereka membutuhkan lingkungan yang sejuk dan

lembab. Dengan demikian, mereka dapat ditemukan di hampir semua lingkungan

dengan kondisi menginfeksi berbagai tanaman. Dalam kondisi lingkungan yang

menguntungkan, spora jamur Botrytis dapat bertahan dan berkecambah untuk

melanjutkan siklus hidup ketika kondisinya membaik. Jamur Botrytis

menghasilkan berbagai jenis spora. Sementara beberapa spora ini memiliki tutup

pelindung yang memungkinkan mereka bertahan hidup selama kondisi ekstrem

untuk periode waktu yang lama (musim dingin, kekurangan nutrisi, dll.) Yang lain

18
hanya dapat bertahan untuk jangka waktu terbatas (dari beberapa minggu hingga

sekitar 3 bulan).

5. Gejala busuk pangkal batang bunga lili merah oleh Sclerotium rolfsii

Deskripsi jamur

Sclerotium rolfsii adalah cendawan mempunyai miselium berwarna putih

dan membentuk sklerotium. Sklerotium berbentuk bulat tidak beraturan, berwarna

putih saat muda, dan menjadi cokelat tua saat matang,. Pada hifa dijumpai adanya

percabangan septa, dan koneksi klam (Sektiono, A.W., dkk., 2019).

Gejala yang ditimbulkan

Infeksi S. rolfsii pada Lilium sp. pernah dilaporkan di Cina dengan

penampakan gejala berupa klorosis pada daun, pangkal batang, dan umbi tanaman

yang terinfeksi; kemudian tanaman layu pada tingkat serangan lebih lanjut.

Jaringan tanaman tersebut ditumbuhi massa miselium dan ketika kelembapan

tinggi terbentuk sklerotium berwarna putih atau cokelat krem sampai cokelat tua

dengan diameter 1–3 mm. S. rolfsii pada umumnya yang telah ditemukan, yaitu

1.0–1.2 mm (Sektiono, A.W., dkk., 2019).

Infeksi S. rolfsii mula-mula terjadi pada bagian pangkal tanaman, ditandai

dengan munculnya gejala lesio berwarna cokelat, 7 hari kemudian terdapat

massamiselium berwarna putih seperti kapas dan 7 hari setelahnya tampak butiran

sklerotium berwarna putih,krem dan cokelat. Gejala berupa daun menguning,

daun layu dan akhirnya tanaman rebah yang terjadi pada hari ke 21 setelah

inokulasi. Miselium yang tumbuh tidak hanya pada pangkal batang tanaman lili

merah, tetapi juga pada permukaan kulit umbinya. Gejala infeksi tidak tampak

pada bagian dalam umbi tanaman lili merah yang dibelah (Sektiono, A.W., dkk.,

2019).

19
a b

c d
Gambar 17. a, Gejala menguning pada keseluruhan tanaman yang terinfeksi; b
Miselium yang tumbuh pada pangkal batang tanaman yang terinfeksi; c,
Sklerotium (→) yang terbentuk diatas permukaan koloni S. rolfsii pada serangan
lebih lanjut; d, Infeksi cendawan S. rolfsii tidak sampai pada umbi tanaman

Gambar 18. Siklus hidup

20
Dalam siklus hidupnya, S. rolfsii mempunyai dua fase, yaitu : Fase

patogenesis, berupa miselia atau kumpulan hifa berwarna putih dan bersifat

sebagai parasit. Pada fase ini, jamur memulai infeksinya pada jaringan tanaman

dalam tanah dan dekat permukaan tanah.

Fase saprogenesis, pada fase ini terjadi pembentukan struktur sklerosia

yang berfungsi sebagai alat bertahan hidup jika tidak ada tanaman inang di

lapangan, dan bersifat sebagai saprofit. Lingkungan pertanaman dengan suhu

hangat dan kelembaban tinggi merupakan kondisi yang mendukung perkembangan

penyakit busuk batang.

Penyebaran

Residu tanaman terinfeksi yang mengandung inokulum (miselia dan

sklerosia) berperan sebagai sumber primer penyakit di lahan pertanian. Inokulum

tersebut dapat tersebar jauh ke areal tanaman lainnya melalui air irigasi, peralatan

pertanian yang terkontaminasi, serta terbawa pada benih ataupun terbawa angin.

Inokulum akan berkembang cepat di tanah yang lembab terutama pada tanah

berpasir.

Pada kondisi lembab, bagian tanaman di atas tanah meliputi daun, batang

dan cabang yang bersentuhan langsung dengan permukaan tanah, berpeluang

terinfeksi jamur tular tanah tersebut. S. rolfsii dapat menginfeksi tanaman

monokotil dan dikotil yang tumbuh di wilayah tropis dan sub tropis. Sekitar 500

jenis tanaman dilaporkan menjadi inang S. rolfsii termasuk aneka kacang, serealia,

ubijalar, ubikayu, taro, mint, herbal sambiloto, tanaman hias, bunga matahari,

tembakau, tebu, jahe, aneka labu, aneka bawang, rumput pakan ternak, dan gulma.

6. Jamur Phytium sp. pada Anggrek

21
Gambar 19. Phytium sp.

Struktur tubuh jamur phytium ini terdiri dari golongan Ascomycotina,

golongan ini struktur tubuhnya ada yang multiseluler atau uniseluler. Golongan

Ascomycotina ini Hidup saprofit di dalam tanah atau hipogean, hidup di kotoran

ternak disebut koprofil,ada juga yang parasit pada tumbuhan. Tubuhnya terdiri

atas benang-benang yang bersekat atau ada yang unisel. Jamur Phytium adalah

organisme yang kecil, bersifat filamen yang kekurangan klorofil. Oleh karena itu

organisme ini mendapatkan makanannya dari tanaman atau binatang yang

mengandung bahan organik, apakah itu sebagai saprophyte, parasyte ataupun

patogen.

Oospora memiliki dinding yang agak tebal dan halus, diameter 17 – 19

mikrometer Hyfa Phytium sp. adalah hyaline, tidak bersekat dan umumnya

memiliki lebar 4 – 6 mikrometer. Sporangia panjangnya bervariasi dari 50 – 1000

um dan umumnya memiliki cabang banyak (multi). Sporangia hanya

berkecambah dengan produksi vexicle yang membebaskan zoospora. Oogonia

22
adalah berbentuk

spherical dan

terminal dengan

diameter 22 – 27

um/ antherium

berbentuk interclary,

barrel ataupun

kubah. Aplerotic

oospora memiliki dinding yang tebal. Jamur Phytium sp. mempunyai miselium

kasar, lebarnya kadang-kadang sampai 7 mikrometer. Selain membentuk

sporangium biasa, (berbentuk bulat atau lonjong), jamur juga membentuk

sporangium yang bentuknya tidak teratur seperti batang atau bercabang-cabang

yang dipisahkan dari ujung hifa. Bagian ini sering disebut presporangium dan

ukurannya dapat mencapai 800 x 20 mikrometer.

Gejala

Gambar 20. Pythium sp. menyerang perkecambahan

23
Gambar 21. Pythium sp. ini menyebabkan tanaman menjadi layu,

Serangan Pythium umumnya tampak dimulai dari ujung akar (akar pokok

dan atau akar lateral).  Mula-mula, serangan dimulai dari bagian tanaman di dalam

tanah. Kemudian, serangan Pythium sp. ini menyebabkan tanaman menjadi layu,

kulit akar busuk basah, diikuti dengan daun atau tunas-tunas yang kemudian

terjangkit gejala busuk coklat.

Gambar 22. Siklus hidup

Reproduksi aseksual:

24
Miselium dalam jaringan inang atau dalam kultur biasanya

menghasilkan sporangia, tetapi bentuknya bervariasi. Sporangia berfilamen dan

hampir tidak dapat dibedakan dari hifa vegetatif. Namun, dalam banyak spesies,

mis. P. debaryanum, sporangia berbentuk bulat.

Bagian terminal atau intercalary dari hifa membesar dan mengasumsikan

bentuk bulat, kemudian menjadi terputus dari miselium oleh dinding silang.

Sporangia mengandung banyak nuklei. Pembelahan sitoplasma untuk membentuk

zoospora dimulai pada sporangium, tetapi diselesaikan dalam vesikel berdinding

tipis yang diekstrusi dari sporangium. Ini adalah vesikel homohylic karena

dinding glukannya kontinu dengan satu lapisan dinding sporangial.

Di dalam sporangium, vesikula belahan mulai bergabung untuk

memisahkan sitoplasma menjadi bagian yang tidak berinti. Proses diferensiasi

yang menarik dari sitoplasma amorf menjadi zoospora motil membutuhkan waktu

30-45 menit.

Sesaat sebelum pelepasan sporangial, ada akumulasi pembelahan vesikel

di belakang tutup apikal dan di pinggiran sitoplasma dekat dengan dinding

sporangium. Vesikel pembelahan di sekitar sitoplasma sporangial mengeluarkan

isinya untuk membentuk antarmuka fibrosa yang longgar antara sitoplasma dan

dinding sporangial.

Pelepasan sporangium terjadi oleh pembentukan vesikel berdinding tipis

di ujung papilla dari bahan fibrillar dari tutup apikal, dan massa zoospore yang

dibedakan sebagian diekstrusi ke dalamnya. Pergerakan sitoplasma dari

sporangium ke dalam vesikel kemungkinan merupakan hasil dari beberapa

kekuatan termasuk kontraksi elastis dinding sporangium dan kemungkinan energi

permukaan. Isi sporangium dapat berubah menjadi Zoospora. Dalam beberapa

25
bentuk, mis. P. ultimum var. Pada akhirnya, sporangia tidak melepaskan zoospora

tetapi berkecambah langsung dengan memproduksi tabung kuman

Reproduksi seksual:

Sebagian besar spesies Pythium adalah homothallic, yaitu oogonia dan

antheridia mudah dibentuk dalam budaya yang berasal dari zoospora tunggal.

Namun, beberapa spesies heterothalik diketahui, mis. P. sylvaticum, P.

heterothallicum.

Oogonia muncul sebagai pembengkakan bola terminal atau intercalary

yang menjadi terputus dari miselium yang berdekatan dengan pembentukan

dinding silang. Oogonium muda adalah multinukleat dan sitoplasma di dalamnya

berdiferensiasi menjadi massa sentral multinukleat, ooplasma tempat oosfer

berkembang, dan massa perifer, periplasma, juga mengandung beberapa inti.

Periplasma tidak berkontribusi pada pembentukan oosfer. Segera setelah

gametangia menjadi terbatas oleh septum basal, pembelahan mitosis berhenti.

Nukleus dapat dibatalkan pada tahap ini, dan dalam oogonia

Antheridia muncul sebagai ujung hifa bengkak berbentuk klub, sering

sebagai cabang dari batang oogonial (monoklin) atau kadang-kadang dari hifa

terpisah (diclinous). Dalam antheridium P. debaryanum dan P. ultimum, semua

nukleus kecuali satu mengalami degenerasi sebelum meiosis, sehingga empat

nukleus haploid ada di setiap antheridium sebelum plasmogami. Antheridium

kemudian menempelkan dirinya pada dinding oogonial dan menembusnya dengan

cara tabung pembuahan. Setelah penetrasi, hanya tiga inti dihitung dalam

antheridium, menunjukkan bahwa seseorang telah memasuki oogonium.

Penggabungan antara inti antheridial dan oosphere tunggal telah

dijelaskan. Oosfer yang dibuahi mengeluarkan dinding ganda, dan ooplast muncul

26
di protoplasma. Bahan yang berasal dari periplasma juga dapat disimpan di luar

oospore yang sedang berkembang. Oospora semacam itu mungkin memerlukan

periode istirahat (setelah pematangan) beberapa minggu sebelum mereka mampu

berkecambah. Perkecambahan dapat melalui tabung kuman, atau dengan

pembentukan vesikel di mana zoospora dibedakan, atau dalam beberapa bentuk

oospore yang berkecambah menghasilkan tabung kuman pendek yang berakhir

dalam sporangium.

Penyebaran

Spesies Pythium muncul di seluruh dunia. Mereka ditemukan di air,

tanah, pada tumbuhan atau hewan, selaput, mutualis, dan parasit (Ichitani & Goto

1982). Mereka adalah jamur yang tumbuh cepat yang menginfeksi benih, akar

muda, dan bibit dari spesies tanaman yang lebih luas. Dalam banyak kasus,

infeksi Pythium dikaitkan dengan pra-atau pasca-kemunculan "redaman" benih

berkecambah dan pembibitan tetapi juga dikaitkan dengan gejala nekrosis

"pengumpan-akar" yang lebih umum yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman

berkurang (Bouhot 1988). Trow var. Ultimum pada awalnya diisolasi dari bibit

selada busuk di Inggris tetapi dapat menjadi parasit yang parah pada banyak

tanaman (Plaats-Niterink 1981; Abdelzaher et al. 1997a). Ini adalah salah satu

spesies Pythium yang paling umum ditemukan di tanah dan terjadi pada suhu

sedang iklim hangat (Abdelzaher, H. M. A., 2003).

27
7. Penyakit Layu oleh Fusarium oxysporum

Gambar 23. Penyakit Layu pada Anggrek

Deskripsi: Jamur Fusarium oxysporum merupakan salah satu spesies dari genus

Fusarium yang merupakan patogen tular tanah. Jamur Fusarium oxysporum dapat

menyebabkan penyakit layu pada tanaman anggrek.

Gejala: Tanaman anggrek yang diserang oleh jamur Fusarium oxysporum

menunjukkan gejala yaitu menguningnya tanaman seperti kekurangan air, daun-

daun mengeriput dan terkadang agak berpilin, umbi semu menjadi kurus dan

perakaran membusuk yang meluas hingga pangkal batang.

Penyebaran: Jamur anggota Fusarium oxysporum yang terdapat di dalam tanah

akan menyerang bagian akar tanaman (Rizosfer), selanjutnya akan merambat ke

bagian atas seperti batang, daun, bunga, dan buah. Jamur ini dapat bertahan secara

alami di dalam tanah dan akar-akar tanaman. Jamur ini juga dapat menginfeksi

akar yang luka. Perkembangan klamidospora dirangsang oleh keadaan akar yang

28
lemah, serta mendorong pertumbuhan spora. Daun tanaman akan menjadi layu

setelah terinfeksi antara 2-3 minggu.

Daur Hidup: Cendawan Fusarium oxysporum mengalami 2 fase dalam siklus

hidupnya yakni patogenesa dan saprogenesa. Patogen ini hidup sebagai parasit

pada tanaman inang yang masuk melalui luka pada akar dan berkembang dalam

jaringan tanaman yang disebut sebagai fase patogenesa sedangkan pada fase

saprogenesa merupakan fase bertahan yang diakibatkan tidak adanya inang, hidup

sebagai saprofit dalam tanah dan sisa-sisa tanaman dan menjadi sumber inokulum

untuk menimbulkan penyakit pada tanaman yang lain. Patogen ini dapat

menimbulkan gejala penyakit karena mampu menghasilkan enzim, toksin,

polisakarida dan antibiotik dalam jaringan tanaman.

Gambar 24. Siklus hidup Fusarium oxysporum

29
8. Penyakit embun tepung (powdery mildew) oleh jamur Oidium chrysanthemi

Gambar 25. Gejala Serangan Jamur Oidium chrysantemi

Deskripsi: Embun tepung merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur,

dimana miselium tampak pada permukaan tanaman inang. Oidium chrysantemi

memiliki konidia yang berbentuk bulat telur, konidiofer pendek yang kelihatan

menopang satu atau lebih konidia. Dimana konidia yang ditopang adalah konidia

dewasa atau rantai dari konidia dewasa.

Gejala dan faktor yang mempengaruhinya:

Gejala serangan penyakit ini yaitu terdapatnya lapisan putih bertepung

pada permukaan daun. Tepung ini sebenarnya merupakan masa dari konidia

jamur. Pada serangan berat menyebabkan daun pucat. Penyakit ini biasa

menyerang tanaman pada daratan tinggi maupun daratan rendah. Suhu optimum

untuk perkecambahan konidium adalah 250 C. Jamur berkembang pada cuaca

kering dan konidiumnya dapat berkecambah dalam udara dengan kelembaban

nisbih yang rendah (50-75 %) (pusat penelitian dan pengembangan, 2006).

Siklus hidup: siklus hidup penyakit embun tepung dilalui dengan 2 cara.

Pertama, konidia yang berada di permukaan daun akan berkecambah membentuk

haustorium di dalam jaringan epidermis. Jamur menghisap atau memperoleh

nutrisi dari sel-sel epidermis dan selanjutnya berkembang dalam sel-sel epidermis

daun dan membentuk konidia serta konidiofor pada permukaan daun. Kemudian

cara kedua, sebagian konidia akan berkembang membentuk kleistotesium.

Kleistotesium yang berada pada permukaan daun akan berkembang membentuk

askus yang membentuk askospora dan menginfeksi daun.

9. Penyakit bercak hitam Jamur Marsonina rosae pada tanaman mawar

30
Deskripsi: Jamur Marsonina rosae merupakan salah satu spesies yang termasuk

dalam kelompok deuteromycetes. Termasuk kelompok deuteromycetes karena

masih belum diketahui reproduksi seksualnya. Menyebabkan bercak hitam pada

daun tumbuhan mawar.

Gambar 26. A). daun tumbuhan mawar yang terinfeksi Marsonina rosae, B).
Bentuk tubuh buah Marsonina Rosae, C). Ukuran mikroskopik Marsonina rosae.

Gejala: Bercak hitam pada daun mawar sangat khas, yakni dengan adanya

bercak berupa lingkaran bulat warna hitam dengan bagian tepinya bergerigi,

diameter bercak sekitar 2,5 cm.

Penyebaran dan reproduksi: Umumnya disebarkan melalui percikan air hujan

atau penyiraman daun, setelah terjadi kontak dengan inang maka konidium atau

spora yang disebarkan tersebut akan berkecambah dan melakukan infeksi selama

ada air, itulah sebabnya dalam musim hujan penyakit ini menjadi serius.

Reproduksi aseksual dimana menghasilkan konidia.

Kenampakan secara morfologis pada media biakan yaitu berwarna kuning

kecoklatan dan warna kuning dominan di bagian ujung koloni. Perkembangannya

cukup lambat, sulit untuk dibiakkan secara in vitro. Koloni berwarna hitam tanpa

daerah miselium, terbentuk keriput pada permukaan dengan diameter 5-7 mm

31
pada permukaan media biakan setelah masa inkubasi 30 hari pada suhu 200 C.

konidianya bersekat dan bersel 2.

10. Bipolaris sp.

Genus Bipolaris terdiri dari 45 spesies yang sebagian besar menjadi parasit pada

daerah tropis  koloni yang sedang berkembang pesat akan mengeluarkan warna abu-abu

sampai coklat kehitaman morfologi mikroskopis menunjukkan perkecambahan pucuk

dari konidia berpigmen coklat pucat memempunyai pseudoseptate pada genicula.

Konidia jamur Bipolaris sp. memiliki viabilitas yang tinggi, dapat berkecambah dalam

jangka panjang. Adapun ciri-ciri dari jamur Bipolaris sp. yaitu bagian atas koloni

berwarna putih dan bagian dasar koloni berwarna coklat kuning-kekuningan. Jamur

berkembang baik pada keadaan udara lembab dengan suhu 20-23 ºC. Umumnya dijumpai

di daerah dataran rendah. Bercak daun ini selalu terjadi sepanjang tahun, dengan

intensitas yang berfluktuasi karena pengaruh curah hujan (Wakman dan Burhanuddin,

2007).

Gejala Serangan Pada daun terdapat halo kuning yang mengelilingi bercak, lama

kelamaan bercak ini akan melebar dan berwarna kecoklatan. Dalam kondisi yang ideal,

bercak akan berkembang dan dapat menyebabkan tanaman mati. Lesio pada daun

biasanya memanjang diantara tulang daun dengan warna coklat muda dan ukuran

mencapai 1,2 x 2,7 cm, berbentuk elip.

Gambar 27 Gejala serangan Bipolaris sp.

32
Gambar 28 .(a). Gejalah Serangan Bipolaris sp.rusak ringan
(b). Gejalah serangan Bipolaris sp. rusak parah

Gambar 29. Siklis hidup Bipolaris sp.

11. Pestalotia sp.

Cendawan Pestalotia mempunyai konidium bersel 5, dengan 3 sel yang ditengah

berwarna gelap dan berdinding tebal, sedang 2 sel pangkal dan ujung hialin dan

berdinding tipis. Sel ujung mempunyai 2-3 seta yang panjang.  Cendawan Pestalotia sp.

dapat menyerang pangkal hingga ujung daun. Cendawan ini mampu menghasilkan spora

dalam jumlah yang sangat banyak dan sangat mudah disebarkan oleh angin dan air.

Pestalotia menginfeksi tanaman ketika tanaman Kekurangan nutrisi yang salah satu

faktor yang dapat melemahkan tanaman yang dapat menyebabkan klorosis dan nekrosis

pada jaringan daun dan menimbulkan luka.

Pada anggrek yang tereserang cendawan ini pada sisi bawah daun, terutama pada

ujung daun yang sudah tua timbul becak-becak kecil berwarna coklat kekuningan. Becak-

becak dapat bersatu menjadi becak yang lebih besar, berwarna hitam mengkilat dengan

33
pusat berwarna kelabu. Pada pusat becak terdapat bintik-bintik hitam yang terdiri dari

badan buah (aservulus) jamur patogen. Infeksi juga dapat terjadi pada batang.

Gambar 29 (A)Biakan cendawan Pestalotia sp. berwarna putih kekuningan pada


media PDA dan diatas koloni terdapat titik hitam yang merupakan aservulus dan
(B-C) konidia

Gambar 30 Tahapan gejala

34
Gambar 31 siklus hidup Pestalotia sp.

12. Botryodiplodia sp.

Cendawan Botryodiplodia (sinonim Lasiodiplodia) merupakan cendawan yang

bereproduksi secara aseksual (anamorf). Cendawan Botryodiplodia memiliki fase seksual

atau telemorf yang bergantung pada spesiesnya, seperti fase telemorf jenis

Botryodiplodia theobromae adalah cendawan Botryosphaeria rhodina. Botryodiplodia

sp. merupakan cendawan parasit dan saprofit pada ranting. Cendawan ini mampu tumbuh

pada kisaran suhu 15-35 C dan optimum pada suhu 25 oC (Ismail et. al. 2012).

Penyakit yang dapat disebabkan oleh cendawan ini adalah penyakit busuk batang,

diplodia kulit (Salamiah 2008) pada tanaman jeruk, dan mati pucuk pada bibit. Pada salah

jurnal melaporkan bahwa cendawan Lasiodiplodia theobromae dapat menyebabkan

hawar daun pada anggrek jenis Catasetum fimbriatum di Brazil. Gejala awal berupa

bercak klorotik yang kemudian berkembang menjadi nekrotik berwarna hitam dengan

35
halo kuning. Gejala lanjut dapat menutupi seluruh permukaan daun dan menyebabkan

daun kering.

Gejala yang ditimbulkan berupa bercak memanjang berwarna hitam dan pada

permukaan bercak terdapat titik-titik menonjol yang bila disentuh terasa kasar. Terdapat

bercak berwarna kelabu dengan pusat bercak berlubang dan pinggiran dari bercak

berwarna hitam. Bercak ini terdapat pada permukaan atas dan bawah daun.

Gambar 32 Gejala penyakit bercak daun Botryodiplodia pada (A) Vanda helvola
berupa colletot memanjang dengan titik-titik hitam yang menonjol dan (B) bercak
kelabu dengan pusat bercak berlubang dan pinggiran dari bercak berwarna hitam pada
Vanda dearei.

Gambar 33. (A) Gejala hasil uji patogenesitas cendawan Botryodiplodia sp. pada daun
Vanda helvola dan (B) control.

36
Gambar 34. Siklus Hidup Botryodiplodia sp.

13. Fusarium sp.

Umumnya mikrokonidia tidak mempunyai sekat, tetapi ada diantaranya yang

bersekat 2, mempunyai ragam bentuk dan ukuran. Umumnya mikrokonidia berbentuk

ovoid-elips sampai silindris, lurus atau sedikit membengkok, dan berukuran (5,0-

12,0)×(2,2-3,5) µm dan terdapat dalam jumlah yang banyak . Konidiofor tidak bercabang

atau fialid. Pada konidiofor ini terdapat mikrokonidia dengan jumlah yang banyak dam

membentuk pola melingkar

Pada beberapa strain jarang terdapat makrokonidia. Makrokonidia terbentuk pada

phialid, yang terdapat pada konidiofor bercabang atau dalam sporodokhia. Makrokonidia

bersepta 3-5, berbentuk fusiform, sedikit membengkok, meruncing pada kedua ujungnya.

Klamidospora terdapat dalam hifa atau dalam konidia, berwarna hialin, berdinding halus

atau agak kasar, berbentuk semi bulat dengan diameter 5,0-15 µm.

Gejala serangan dari patogen ini adalah tanaman layu, daun menguning mulai

dari daun bagian bawah merambat ke daun bagian atas, dan akhirnya. mengakibatkan

kematian tanaman. Batang dibelah, berkas pembuluh tampak berwarna coklat

37
Gambar 35. Cendawan fusarium sp. secara mikroskopis

Gambar 36. Gejala Serangan Fusarium sp.

Jamur F. oxysporum f.sp. lycopersici dapat bertahan dalam tanah dan tanah

yang sudah terkontaminasi sukar dibebaskan kembali dari jamur ini. Jamur

melakukan infeksi akar terutama melalui luka-luka, lalu menetap dan berkembang

di berkas-berkas pembuluh yang menyebabkan pengangkutan air dan hara tanah

terganggu dan menyebabkan tanaman menjadi layu. jamur membentuk

polipeptida, yang disebut likomarasmin, yang dapat mengganggu permeabilitas

membran plasma dari tanaman. Sesudah jaringan pembuluh mati, pada waktu

udara lembab jamur akan membentuk spora yang berwarna putih keunguan pada

akar yang terinfeksi. Jamur menginfeksi tanaman inangnya melalui bermacam –

macam luka, misalnya luka yang terjadi karena pemindahan bibit, karena

pembumbunan, atau luka karena serangga atau nematoda. Meskipun demikian

jamur juga dapat mengadakan infeksi pada akar yang tidak mempunyai luka.

Jamur dapat tersebar karena pengangkutan bibit, tanah yang terbawa angin atau

air, atau oleh alat pertanian

38
Gambar 36 Siklus Hidup

14. Rhizopus sp.

Jamur Rhizopus sp. hampir banyak ditemukan di semua tumbuhan yang

membusuk seperti tanaman buah dan sayuran. Karakteristik fisik yang dimiliki

yaitu memiliki tubuh multi seluler, berhabitat didarat sebagia saprofit yang tidak

bersekat, misellumnya tampak seperti sekumpulan kapas (hifa) dan koloni

mulanya yang berwarna putih keabuan lama kelamaan akan berubah menjadi

warna hitam, karena banyaknya spora. Jamur Rhizopus sp. menyerupai Mucor,

hanya misellium Rhizopus terbagi atas stolon yang menghasilkan alat-alat serupa

akar (Rhizoid) dan sporangiofor. Rhizopus sp. merupakan jamur golongan

zygomicota. Kasus Rhizopus sp. Umumnya dihubungkan pada kondisi imunologi

dan trauma. Jamur Rhizopus sp. jugamerupakan salah satu jamur patogen yang

dapat menyebabkan infeksi atau peradangan. Kemampuan organisme penyebab

pada tubuh untuk lingkungan tertentu sehingga penyakit ini sangat bergantung

pada kondisi tubuh yang lemah. (Budi, 2008). Rhizopus sp. beberapa spesies

39
hidup sebagai saprofit dan beberapa spesies lain hidup sebagai parasit pada

tumbuh-tumbuhan

Awal gejala ditandai dengan busuk basah kecokelatan yang tidak merata pada

reseptakel. Bercak membesar secara bertahap kemudian menjadi lunak dan mengandung

banyak air. Bercak ditutupi dengan miselium putih yang kemudian menjadi hitam karena

tampilan sporangia. Bila infeksi berat, bagian yang membusuk menyebar ke tangkai

bunga dan bunga matahari. Awal gejala ditandai dengan busuk basah kecokelatan yang

tidak merata pada reseptakel. Bercak- membesar secara bertahap kemudian menjadi lunak

dan mengandung banyak air. Bercak ditutupi dengan miselium putih yang kemudian

menjadi hitam karena tampilan sporangia. Bila infeksi berat, bagian yang membusuk

menyebar ke tangkai bunga dan bunga matahari.

Gambar 36. Tumbuhan Bunga Matahari Terkena Busuk Bunga

40
Gambar 37. Siklus Hidup

15. Phytoptora cactarum


Phytophthora cactorum memiliki kisaran inang yang sangat luas, dan
dapat menginfeksi lebih dari 200 spesies atau 160 genera pohon, tanaman hias,
dan tanaman buah. [1] Secara umum, P. cactorum mampu menginfeksi tanaman
muda dan tua, dan menyebabkan busuk akar dan busuk mahkota dari banyak
genus yang terinfeksi. Meskipun gejala yang dihasilkan oleh patogen ini
bervariasi antara jenis organisme yang diinfeksinya, pada umumnya penyakit
terjadi selama periode yang basah dan hangat. Selain itu, sebagian besar infeksi
disebabkan oleh zoospora memasuki pabrik melalui luka. P. cactorum juga
merupakan salah satu agen penyebab busuk anggrek hitam.
Jamur ini ketika menginfeksi anggrek, organisme ini pertama kali
menghasilkan lesi hitam kecil pada pseudobulb anggrek, yang kemudian
membesar dan dapat menelan seluruh pseudobulb, daun, atau bergerak melalui
rimpang ke bagian lain tanaman sebelum membunuhnya. Diagnosis busuk
anggrek hitam oleh P. cactorum adalah melalui identifikasi zoosporangia
berbentuk lemon dengan papilla atau pedicel pendek, keberadaan oospora , atau
identifikasi molekul.

41
Gambar 38 jamur Phytoptora cactarum

Epidemiologi spesifik dari patogen ini dapat bervariasi dengan tanaman


yang terinfeksi. Perbanyakan yang paling penting untuk patogen ini adalah
zoospora, yang berasal dari hifa atau perkecambahan oospora dan sporangia (6).
Dalam banyak kasus, patogen ini dapat memasuki bidang melalui transplantasi
yang terinfeksi (5, 6, 8). Infeksi oleh P. cactorum biasanya terjadi selama periode
hangat dengan basah yang berkepanjangan. Zoospora motil dilepaskan dari
sporangia selama kondisi tanah jenuh dan masuk melalui luka (8). Setelah
zoospore mencapai inang, inang menginfeksi dan mengembangkan hifa jamur
menjajah inang. Perkembangan gejala dapat bervariasi tergantung pada spesies
inang, tetapi biasanya merupakan hasil dari kondisi lingkungan yang kondusif.

Gambar 39. Siklul hidup P. cactorum

42
16. Marasmiellus scandens Mass

Penyakit jamur termasuk penyakit busuk daun yang disebabkan oleh


Marasmiellus sp. Jamur ini termasuk dalam kelas basidiomycetes dalam ordo
Marasmiaceae. Marasmiellus sp disebut juga Marasmius sp. penyebab hawar
benang pada tanaman (Pong dkk, 2012). Jamur ini biasanya hidup sebagai
saprofit, namun dapat berubah menjadi parasit dan menyerang daun. Gejala
serangan berupa mun-culnya benang putih pada permukaan cabang atau ranting
kemudian meluas ke permukaan bawah daun. Pengendalian dilakukan dengan
menjaga kebersihan kebun, memangkas ranting/cabang yang terserang, dan
menggunakan fungisida.

Gambar 40. Jamur Marasmiellus sp.

Cendawan ini dapat berkembang sebagai saprofit yang membentuk


miselium putih sepanjang ranting dan cabang, yang jika berkembang ke sisi
bawah akan berubah menjadi parasit. Cendawan membentuk lapisan himenium
berwarna putih kemerahan pada permukaan bawah daun. Lapisan himenium
tersebut di dalamnya terdapat basidium berbentuk tabung yang panjangnya 15-20
µm. Basidiospora berbentuk oval, hialin, berukuran 5-6 x 4-5 µm. Cendawan ini
akan berkembang pada lingkungan lembab. 

Gambar 41. Tanaman Bunga Melati yang terinfeksi

43
Gejala :
Gejala yang ditimbulkan jamur ini adalah pada cabang dan ranting sering
terdapat benang putih yang sering dimulai tumbuh pada bagian cabang. Benang
putih tersebut bercabang-cabang yang terdiri dari miselium jamur. Benang-benang
dapat mencapai daun, bercabang halus yang meluas pada permukaan bawah daun
dan menyebabkan matinya daun. Daun yang telah kering masih tergantung-
gantung pada ranting karena terikat oleh benang-benang cendawan tersebut.
Gejala yang tampak pada tanaman melati, menyerang pada bagian batang, dan
cabang hingga batang tersebut akan memiliki bercak kecoklatan hingga
kehitaman. Sehingga tanaman akan layu dan mati.
\

Gambar 42. Siklus hidup

17. Rhizcotonia solani Kuhn

Cendawan tidak membentuk spora. Hifa cendawan ini bersekat-sekat,

mula-mula berwarna putih, dan pada fase lanjut menjadi cokelat. Percabangannya

44
saling membentuk sudut siku-siku, dan cabang-cabang berlekuk pada pangkalnya.

Hifa dapat menjadi gemuk dengan dinding yang tebal. Rhizoctonia membentuk

sklerotium yang bentuknya tidak teratur. Pada waktu pagi miselium cendawan

yang berada di permukaan tanah tampak seperti rumah laba-laba. R. solani

berkembang dalam tanah organik, dan populasi menjadi tinggi apabila terdapat

tanaman rentan.  

Gambar 43 Hawar daun bunga melati

Gejala
Terdapat bercak besar yang berbatas tidak teratur pada daun. Bercak

tersebut berwarna coklat dan dapat meluas dengan cepat sehingga membusukkan

daun. Bila lingkungan sangat lembab, maka pada sisi bawah daun sering terlihat

adanya benang-benang kecoklatan yang sangat halus seperti sarang laba-laba Pada

waktu tanaman mendekati masak, daun-daun tua yang terletak di atas tanah

terinfeksi, pada tangkai dan tulang daun induk terjadi bercak yang mengendap.

Helaian daun membusuk menjadi cokelat berlendir. Apabila cuaca kering,

tanaman busuk ini mengering menjadi mummi hitam (Semagun, 2003).

Rhizoctonia solani dapat mempertahankan diri dari musim ke musim di

dalam tanah atau sebagai skelrotium. Patogen ini berkembang dalam tanah dengan

45
pH 5,8-8,1 dan suhu tanah 15-18oC. Pada suhu 21-24oC menyebabkan penyakit

tidak merugikan (Semagun, 2003).

Gambar 44. Siklus hidup Rhizoctonia sp.

18. Oidium sp.

Penyakit ini umum terjadi pada waktu musim pertunasan, ditandai dengan
adanya lapisan tepung putih pada bagian atas daun, yang dapat menyebabkan
daun malformasi (mengering akan tetapi tidak gugur). Kumpulan tepung putih
pada daun, tunas dan buah muda merupakan masa konidia jamur Oidium sp. yang
menyerang bagian daun menyebabkan serangan patogen jamur ini lebih dikenal
dengan nama penyakit embun tepung. Serangan pada daun menyebabkan daun
abnormal dan mengalami malformasi yang biasanya bersifat permanen tidak dapat
tumbuh lagi.

Gambar 45. Morfologi jamur Oidium sp.


Gejala

46
Daun tampak putih keabu-abuan yang merupakan massa konidium, pada ujung
daun agak menggulung, layu serta mengering, serangan lebih lanjut daun menjadi
layu dan luruh. Penyakit ini juga menyerang bagian ranting-ranting muda pada
bagian ujung. Serangannya menyebabkan pucuk layu dan menguning, demikian
pula kuncup bunga akan tertutup tepung sehingga menyebabkan tidak timbulnya
pembungaan. Serangan dapat menyebabkan bunga menjadi layu, daun menjadi
kecil dan menggulung (Sastrahidayat, 2015).

Gambar 46. Infeksi jamur Oidium sp. pada bunga sakura

Serangan dapat terjadi disemua bagian secara bersamaan sehingga dapat


menyebabkan tanaman mati. Pada kondisi yang lelmbab dan cuaca kering
serangan patogen ini berkembang lebih besar dibanding jika keadaan basah dan
terhambat perkembangannnya jika keadaan hujan (Sastrahidayat, 2015).

Gambar 47. Siklus hidup

47
BAB III

KESIMPULAN

Jamur adalah salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang

hampir semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga,

hingga buahnya. Terdapat berbagai jenis jamur yang menyerang tanaman bunga

dengan gejala yang berbeda-beda. Jamur yang menyerang tanaman bunga

diantaranya yaitu Puccinia horiana, Oidium sp., Rhizoctonia sp., Botryodiplodia sp.
dll.

48
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, S., Djatnika, E., dan Suhardi. 2014. 2014 Koleksi dan Karakterisasi
Mikoparasit Asal Karat Putih Pada Krisan. Hort. Vol. 24 (1): 56-64.

Semangun H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia (Edisi


kedua). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Raharjo IB dan Suhardi. 2008. Insidensi dan Intensitas Serangan Penyakit Karat
Putih pada Beberapa Klon Krissan. J. Hort. 18(3) : 312-318.

Hutabarat, D. E., Lisnawita, dan Lubis, L., 2014. Inventarisasi Jamur Penyebab
Penyakit pada Tanaman Krisan (Chrysanthenum Morifolium) Di
Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Jurnal Onaline
Agroekoteknologi . Vol. 2 (2 ): 781 – 792.

Trolinger, J., 2016. Chrysanthemum White Rust. Syngenta Flowers, Inc.

Rahardjo I.B. dan Suhardi. 2008. Pengaruh Beberapa Ekstrak Tanaman terhadap
Bercak Hitam dan Embun Tepung pada Tanaman Mawar Varietas
Pertiwi . J. Hort. Vol. 18(4): 430-434.

Pârvu, M., Alina, E., dan Pârvu. 2012. Parasitic fungi on roses. Current
Microscopy Contributions to Advances in Science and Technology.

(Departement of crop science. University Of Illinois At Urbana-Champaign.


2000. Tulip Fire or Botritys Blight.

Mamahit, J. M. E., dan Manueke, J., 2016. Pengendalian Hama Terpadu Tanaman
Hias di Desa Kakaskasen Kota Tomohon (Jenis Jenis Hama pada
Tanaman Krisan di Desa Kakaskasen Kota Tomohon). Jurnal Lppm
Bidang Sains Dan Teknologi. Vol 3(1).

Komalaningrat, D. A., Tondok, E. T., dan Widodo. 2018. Identitas Spesies


Botrytis pada Tanaman Hortikultura di Jawa Barat, Indonesia. Jurnal
fitopatologi Indonesia. vol 14(6).

Sektiono, A.W., Djauhari, S., dan Pertiwi, D.,2019. Sclerotium rolfsii, Penyebab
Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Hippeastrum sp. Jurnal fitipatologi
Indonesia. Vol 15(2):53–58.

Abdelzaher, H. M. A., 2003. Biological Control Of Root Rot Of


Cauliflower(Caused By Pythium Ultimumvar. Ultimum) Using Selected

49
Antagonistic Rhizospheric Strains Of Bacillus Subtilis. New Zealand
Journal Of Crop And Horticultural Science. Vol. 31: 209-220

Hutabarat.D.E.Dkk. 2014. Inventarisasi Jamur Penyebab Penyakit Pada


Tanaman Krisan (Chrysanthenum Morifolium) Di Kecamatan Berastagi,
Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Jurnal Online
Agroekoteknologi.Medan.Vol.2(2)

Pusat penelitian dan pengembangan pertanian, 2006.

Panggabean.A.D.2017. Inventarisasi Penyakit Pada Tanaman Anggrek Di Kebun


Raya Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pong, V.N.dkk.2012. Isolation, Fruiting and Pathogenicity of Marasmiellus


palmivorus (Sharples) Desjardin (comb. prov.) in Oil Palm Plantations in
West Malaysia. Tropical Agricultural Science. 35(8): 37-48.

Rahardjo dan suhardi, 2007. Pengaruh beberapa Ekstrak Tanaman terhadap


Bercak Hitam dan Embun Tepung pada Tanaman Mawar Varietas Pertiwi.
18(4): 430-434.

Rahayu. L. A. 2015.Identifikasi Dan Deskripsi Fungi penyebab oenyakit pada


tanaman kacang panjang (vigna sinensis L).Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah. Jakarta

Rivard.C.2007. Phytoptora cactarum. Defartemen plant phatologi.NC.State


University

Sajeewa S. N.dkk. 2011. Pestalotiopsis—morphology, phylogeny, biochemistry


and diversity. Fungal Diversity.

Sastrahidayat, I.R., 2015. Penyakit pada Tanaman Hias. Universitas Brawijaya


Press.

Semangun, H., 2003. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Valentina.S, Mukhtar.I.P, Lahmuddin..L,2014. Inventarisasi Jamur Penyebab


Penyakit Daun Palem Raja (Roystonea Elata Bartr.) Taman Kota Medan.
Jurnal Online Agroekoteknologi.Medan.Vol2(2).

Narendra, A., 2013. Macam-Macam Gejala pada Tanaman yang Disebabkan oleh
Jamur. Fakultas Pertanian. Universitas Jember.

50

Anda mungkin juga menyukai