Nurindah Rezky, Nahli Nahal, Putri Fahrani, Eka Tri Ana, Awaluddin Tansi, Zilhayai, Miftahul
Jannah, Nurul Afia Abd. Majid, Islah Madjid, Syakirah Muhyiddin, Ainun Amalia
Departemen Biologi, Fakultas Matematka dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin
afiabiologi123@gmail.com
ABSTRAK
Air Asam Tambang (AAT) adalah air yang dihasilkan pada kegiatan penambangan atau
penggalian yang bersifat asam dan memiliki keasaman tinggi dan terbentuknya akibat
teroksidasinya mineral sulfida disertai udara. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui peran
bakteri pereduksi sulfat dalam meningkatkan pH air asam tambang. Penlitian ini menggunakan
beberapa sedimen yaitu sedimen bakau, rawa, danau, dan sawah. Diperoleh hasil dimana
Sedimen sawah merupakan sedimen yang mampu menaikkan ph air asam tambang lebih cepat
yaitu dalam waktu 15 hari diperoleh pH 6.
Key word: AAT, Sedimen, Bakteri Pereduksi Sulfat
PENDAHULUAN
Air Asam Tambang (AAT) adalah air yang dihasilkan pada kegiatan penambangan atau
penggalian yang bersifat asam dan memiliki keasaman tinggi dan terbentuknya akibat
teroksidasinya mineral sulfida disertai udara. Sumber keasaman adalah mineral sulfida yang
dapat teroksidasi. Sumber pengoksidasi yang utama adalah oksigen dalam udara. Air merupakan
salah satu reaktan dalam proses pembentukan AAT dan juga sebagai media yang "mencuci" atau
melarutkan hasil oksidasi dalam air. Sumber air dapat berupa air limpasan hujan atau air tanah
(Gautama, 2014). Air asam tambang (AAT) sudah cukup lama menjadi masalah pada lahan
pertambangan. AAT merupakan air yang mengalir atau yang terdapat pada daerah pertambangan
yang mempunyai pH <3. AAT dapat terjadi pada lahan bekas pertambangan dengan batuan
induk yang tersusun atas mineral sulfidik, baik pada lahan sisa galian maupun timbunan tailing.
Bakteri pereduksi sulfat (BPS) dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat kimia AAT
tersebut. Bakteri ini dapat mereduksi sulfat yang dihasilkan selama terjadinya oksidasi mineral
sulfidik. Aktivitas bakteri ini mengakibatkan pH meningkat dan akumulasi logam dapat
diturunkan (Widyati, 2011).
Bakteri pereduksi sulfat (BPS) adalah bakteri yang pada kondisi tertentu mampu
mereduksi senyawa sulfat menjadi sulfide. Bakteri pereduksi sulfat yang masuk dalam genus
Desulfovibrio dan Desulfotomaculum mengoksidasi senyawa organik maupun H2 menggunakan
sulfat sebagai akseptor elektron terakhir menghasilkan H2S dan bikarbonat. Sulfide yang
dihasilkan kemudian bereaksi dengan ion logam berat untuk selanjutnya membentuk logam
sulfide yang mengendap dan sukar larut. Bakteri pereduksi sulfat mempunyai sifat yang khas,
yaitu hidup pada sedimen anosik atau bagian dasar dari lingkungan akuatik air tawar, marin, dan
hipersalin. Disamping itu, spesies termofilik mempunyai kemampuan untuk tumbuh pada
lingkungan dengan suhu tinggi seperti sumber air panas. Kelompok bakteri tersebut merupakan
anaerob sejati, dengan peranan sebagai spesies pereduksi sulfat utama pada bagian bawah
(sedimen) ekosistem dengan perairan yang buruk, seperti tempat pembuangan limbah, tanah
sawah, sedimen perairan, payau, laut dan usus binatang (Fahruddin dan Dwiyana, 2018).
Reaksi reduksi sulfat oleh BPS adalah sebagai berikut (Sudarno et al., 2018) :
SO42- + 4H2 + 2H+ → H2S + 4H2O
Sedangkan reaksi reduksi sulfat oleh air adalah sebagai berikut :
SO42- + H2O + 2e- SO32- + 2 OH-
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 November 2019 di Laboratorium
Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Hasanuddin Makassar Sulawesi Selatan.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tabung reaksi, cawan petri,
erlenmeyer, gelas ukur, spoit 1cc, timbangan, autoklaf, inkubator, hot plate.
Bahan yang digunakan yaitu sedimen bakau, sedimen danau, sedimen sawah, dan
sedimen rawa, akuades, H2S, alkohol 70% dan medium NA.
Prosedur Kerja
Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)
Sebanyak 2,3 gram media NA dilarutkan ke dalam 100 ml aquadest, dipanaskan hingga
larut kemudian disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit.
Berdasarkan data yang didapatkan diperoleh hasil sedimen rawa, bakau, danau dan
sawah selama 15 hari terjadi peningkatan pH disebabkan adanya bakteri pereduksi sulfat yang
mampu meningkatkan konsentrasi sulfat. Menurut Widyati (2011) sulfat merupakan asam kuat
sehingga penambahan senyawa ini ke dalam lingkungan akan mempengaruhi tingkat keasaman
lingkungan. Semakin banyak sulfat direduksi maka pH akan meningkat. Peningkatan pH karena
aktivitas BPS yang mereduksi sulfat akan memberikan dampak ganda, yaitu menhasilkan H2S
dan ion bikarbonat. H2S adalah hasil reduksi sulfat (sulfat menurun pH akan meningkat) dan
bikarbonat berperan sebagai buffer yang dapat meningkatkan pH, sehingga aktivitas BPS akan
lebih cepat dalam meningkatkan pH dibandingkan bahan organik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh beberapa sedimen yang mampu meningkatkan pH
air asam tambang yaitu sedimen bakau, rawa, danau, dan sawah. Sedimen sawah merupakan
sedimen yang mampu menaikkan ph air asam tambang lebih cepat yaitu dalam waktu 15 hari
diperoleh pH 6.
DAFTAR PUSTAKA
Fahruddin, Dwyana, Z dan Soekendarsih, E., 2018. Pengelolaan Limbah Pertambangan Secara
Biologi. Celebes Media Perkasa:
Gautama, R.S., 2014, Pembentukan, Pengendalian, danPengelolaan Air Asam Tambang, ITB,
Bandung, Indonesia.
Nurjanna dan Fajrihanif, 2010. Penentuan Bakteri Sulfat Reducing Bacteria (Srb) Dan
Sulfuroxidazing Bacteria (Sob) Dengan Menggunakan Pelarut yang Berbeda. Media
Akuakultur. Vol. 5 (1): 47-50.
Nasir, S., Purba, M., Sihombing, O., 2014. Pengolahan Air Asam Tambang Dengan
Menggunakan Membran Keramik Berbahan Tanah Liat, Tepung Jagung Dan Serbuk
Besi. Jurnal Teknik Kimia. Vol. 20 (3): 22-30.
Widyati, E., 2011. Formulasi Inokulum Bakteri Pereduksi Sulfate yang Diisolasi dari Industri
Kertas untuk Mengatasi Air Asam Tambang. Tekno Hutan Tanaman. Vol.4(3): 119 –
125.