DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
terbuka (open mining), yang menyebabkan perubahan bentang alam, sifat fisik,
kimia dan biologis tanah. Selain itu, salah satu dampak lingkungan yang
ditimbulkan yakni terkait dengan Air Asam Tambang (AAT) atau Acid Mine
Drainage (AMD).
Air asam tambang adalah salah satu limbah tambang yang mengganggu
lingkungan. Limbah AAT memiliki pH rendah (asam) yang berasal dari mineral
sulfide (pyrite) yang teroksidasi dengan udara dan air sehingga menghasilkan
asam sulfat (H2SO4) yang mengandung sulfat bebas. Menurut Fahruddin, dkk.,
(2020) kandungan sulfat dengan konsentrasi 250 mg/l pada air dapat menjadi
melarutkan logam berat yang berbahaya bagi lingkungan. Seperti logam berat
tembaga (Cu), timbal (Pb), besi (Fe), kadmium (Cd), dan kobalt (Co).
Menurut B. Sulistyana dan Umar (2015) Air asam tambang (AAT) yang
ionnya. Hal ini akan memicu terjadinya pencemaran logam berat pada lingkungan.
Selain itu menurut Rembah, (2015), adanya kandungan logam berat yang terdapat
ini dikarenakan unsur-unsur pembentuk dari batubara itu sendiri berasal dari unsur
utama (C, H, O, N, S, Al, dan Si). Kemudian unsur kedua adalah (Fe, Mn, Ca, K,
Na, P, dan Ti), sedangkan untuk unsur lainnya yakni (As, Ba, Cd, Cr, Pb, Cu, Hg,
Zn, dan Ag). Sehingga, meningkatkan resikio pencemaran logam berat terutama
Salah satu logam berat yang banyak ditemui dan cukup berbahaya bagi
lingkungan yakni logam berat Fe (besi). Logam berat Fe yang ada di dalam air
dapat berbentuk kation Fe2+ (ferro) atau kation Fe3+ (ferri). Hal ini tergantung
kondisi pH dan oksigen terlarut dalam air. Fe (besi) terlarut dapat berbentuk
berbentuk ferro (Fe2+), apabila air tanah terpompa keluar dan kontak dengan udara
2013). Logam berat Fe (besi) merupakan logam esensial yang dalam jumlah
tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dapat bersifat toksik atau
Menurut Febrina dan Ayuna (2014), pada lingkungan perairan logam berat
logam > 1 mg/L dan dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit.
dari 7 dapat melarutkan besi dan logam lainnya yang dikenal dengan proses
Sehingga air asam tambang dengan nilai pH yang relatif rendah bersifat toksik
Asam Tambang (AAT) yakni dapat dilakukan secara fisik, kimiawi, dan biologis.
Salah satu cara pengolahan AAT yaitu secara biologis dengan menggunakan
Bakteri Pereduksi Sulfat (BPS) atau Sulphate Reduktion Bacteria (SRB) untuk
sedimen sawah, dimana sedimen sawah pada air asam tambang mampu
meteri organik yang tinggi dalam sedimen menyediakan lingkungan yang ideal
untuk populasi bakteri pereduksi sulfat (BPS) untuk proses presipitasi kompleks
organik dan sebagai inokulum bakteri pereduksi sulfat. Menurut May (2007)
dalam Fahruddin, dkk., (2014) kandungan logam pada air terkontaminasi dapat
Selain itu cara pengelolaan air asam tambang dapat juga dilakukan
polutan. Proses adsorpsi merupakan teknik pemurnian dan pemisahan yang efektif
dipakai dalam industri karena dianggap lebih ekonomis dalam pengolahan air dan
limbah serta merupakan teknik yang sering digunakan untuk mengurangi ion
logam dalam air. Beberapa tahun terakhir, banyak penelitian telah berfokus pada
proses adsorpsi karena dinilai lebih efektif, preparasi mudah dan pembiayaan yang
Salah satu adsorben yang dapat digunakan dalam proses adsorpsi logam
dalam air adalah zeolit. Zeolit merupakan senyawa alumino silikat terhidrasi yang
secara fisik dan kimia mempunyai kemampuan sebagai katalis, memiliki pori-pori
pertukaran ion dan pelepasan air secara bolak-balik. Selain sebagai penukar
menyebabkan pencemaran lingkungan seperti Pb, Al, Fe, Mn, Zn, dan Cu.
lingkungan. Oleh sebab itu, limbah cair yang mengandung logam berat seperti Fe
logam berat Fe (besi) pada air asam tambang serta pengaruhnya terhadap
3. Mengatahui jumlah populasi bakteri dalam air asam tambang pada perlakuan
sedimen sawah.
sawah sebagai salah satu alternatif dalam menurunkan kadar logam pada air asam
tambang.
TINJAUAN PUSTAKA
bahan galian. Menurut KepMen LH No 113 Tahun 2003, usaha atau kegiatan
pengotor atau senyawa belerang dari batubara tanpa mengubah sifat kimianya.
Sehingga keluaran dari kolam pengolahan limbah cair batubara harus sesuai
Baku mutu air limbah batubara merupakan ukuran batas atau kadar unsur
pencemar dalam limbah batubara yang akan dibuang atau dilepas kepermukaan.
Dimana parameter yang diamati yakni pH, total suspended solid (TSS), total Fe
dan Mn. Pengukuran baku mutu air limbah pertambangan ini diperlukan karena
topografi tanah dan keadaan muka tanah (land impact) sehingga dapat
lain pencemaran akibat debu dan asap yang mengotori udara dan air, limbah
Salah satu dampak yang banyak merugikan masyarakat yaitu limbah air.
Limbah air yang dihasilkan dari industri pertambangan umumnya disebut air asam
tambang. Menurut Shane, dkk., (2021) air asam tambang adalah limbah tambang
yang pada pH rendah dapat meningkatkan kadar logam berat dan sulfida. Asam
tambang terbentuk ketika pirit, besi sulfida terpapar dan bereaksi dengan udara
dan air kemudian membentuk asam sulfat dan besi. Sebagian atau seluruh besi ini
dapat mengendap membentuk endapan merah, jingga atau kuning didasar sungai
Limbah air asam tambang terjadi karena adanya proses oksidasi bahan
mineral pirit (FeS2) dan bahan mineral sulfida lainnya yang tersingkap ke
permukaan tanah dalam proses pengambilan bahan mineral tambang. Proses kimia
dan biologi dari bahan-bahan mineral tersebut menghasilkan sulfat dengan tingkat
kemasaman yang tinggi. Baik secara langsung maupun tidak langsung tingkat
keasaman tinggi dapat mempengaruhi kualitas lingkungan dan kehidupan
organisme. Beberapa mineral sulfida yang banyak ditemui pada proses air asam
tambang yaitu FeS2, CuS2, CuS, CuFeS2, MoS2, NiS, PbS dan ZnS (Wahyudin,
dkk., 2018). Menurut Azwari dan Suprapto, (2016) limbah air asam tambang yang
Sifat air asam tambang sangat beragam pada berbagai tambang. Hal ini
tambang, hidrogeologi dan geografi daerah tambang. Secara umum air asam
tambang memiliki satu atau lebih dari empat komponen, yaitu tingkat kemasaman
tinggi (pH rendah), konsentrasi logam tinggi (terutama pada logam berat Fe, Al,
dan Mn), konsentrasi sulfat tinggi, dan kandungan padatan terlarut tinggi.
ini (Munawwar,2017):
Proses diawali dengan mineral pirit (FeS2) bereaksi dengan oksigen (O2)
dan air (H2O) membentuk asam sulfat (H2SO4), yang mengakibatkan penurunan
pH dan pembebasan ion Fe2+ (fero) ke dalam air. Akibatnya, padatan terlarut total
(total dissolved solids, TDS) dan kemasaman air meningkat. Kemudian ion-ion
Besi (III) hidroksida yang terbentuk dalam reaksi ini biasa disebut yellow boy,
seperti bewarna merah-oranye. Besi feri (III) bertindak sebagai oksidator, yang
mengoksidasi pirit dan menghasilkan besi ferro (II), sulfat dan kemasaman.
Reaksi diatas terjadi pada pH yang sangat rendah, sehingga oksidasi pirit
pada kondisi tersebut sangat lambat. Namun, ditemukan bahwa beberapa jenis
Bakteri ini dapat bertindak sebagai katalisator oksidasi besi ferro (III) pada
dan konsentrasi logam dalam air asam tambang tergantung pada jenis dan jumlah
mineral sulfida serta ada atau tidaknya material alkalin didalam batuan.
Keberadaan material alkalin dapat menjadi bahan peneteral asam, sehingga dapat
Air asam tambang dapat diatasi dengan menggunakan cara fisik, kimia dan
dengan mencegah atau menahan transport dari kontaminan ke badan air, dengan
cara recycling treatment dan pengamanan serta penanganan material timbunan.
bersifat pembentuk asam atau non acid forming (NAF). Selanjutnya dilakukan
material cover atau material dengan sifat tidak meloloskan air atau udara sehingga
menghindari terbentuknya air asam tambang atau dengan kata lain mencegah
terjadinya oksidasi mineral sulfida dan air dengan udara (Tuheteru, dkk., 2016).
berbagai jenis kapur yakni kapur tohor. Jenis kapur lainnya yang juga dapat
digunakan yaitu kapur pertanian atau kalsium karbonat (CaCO 3), dolmit
(CaMg(CO3)2), kapur silika (CaSiO3), kapur dinding (Ca(OH)2) dan kapur tohor
(CaO). Setiap jenis kapur biasa memiliki tingkat penetrasi berbeda. Penggunaan
kapur ini termasuk metode aktif dalam mereduksi logam berat, sedangkan untuk
metode pasif dapat dilakukan dengan lahan basah aerob dan anaerob, kolam batu
kapur, satuan batu kapur terbuka (open limeston channels), reaktor aliran vertikal,
kolam sedimentasi dan sumur pengalihan batu gamping (Utami, dkk., 2020).
yang mikrobanya tidak diinokulasikan lagi dari luar namun sudah secara alami
terjadi aktivitas biokimia akibat adanya mikroba tersebut dan secara alami dapat
meningkatkan nilai pH dalam waktu yang singkat. Namun, metode ini memiliki
kekurangan yaitu memerlukan biaya yang tinggi dan perawatan yang intensif.
Oleh karena itu, metode aktif ini sudah mulai ditinggalkan (Suryatmana, dkk.,
2020).
penambahan input dengan frekuensi yang tinggi. Metode ini dinilai tidak
perlakuan pasif, yaitu membiarkan reaksi kimia dan biologi berlangsung secara
alami. Parameter penting yang harus diperhatikan dalam passive treatment adalah
dkk., 2019). Penanganan AAT secara pasif digolongkan ke dalam empat metode,
yaitu metode natural wetland, constructed wetland, anoxic limestone drains, dan
vertical flow system dimana setiap metode memiliki kekurangan dan kelebihan
yakni industri pertambangan, peleburan logam, dan dapat juga berasal dari limbah
pupuk yang mengandung logam. Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit
dalam air secara alami yang > 1 µg (Pertiwi, 2020). Menurut Yudo (2006),
berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat terbagi atas dua yakni logam
berat esensial dan non esensial. Logam berat non esensial atau beracun merupakan
logam yang keberadaannya dalam tubuh belum diketahui manfaatnya atau bahkan
bersifat racun. Contoh logam non esensial yakni seperti Hg, Cd, Pb, Cr, dan lain
sebagainya. Sedangkan logam berat esensial merupakan logam berat yang pada
dapat menimbulkan racun apabila jumlahmya berlebih. Contoh logam berat jenis
iini yaitu Zn, Cu, Fe, Co, Mn, Ni, dan sebagainya.
Logam berat Fe merupakan salah satu logam berat esensial yang dimana
logam ini dibutuhkan dalam proses menghasilkan oksidasi enzim cytochrome dan
air laut dan sedimen akan masuk ke dalam sistem rantai makanan dan
berpengaruh pada kehidupan organisme. Kandungan besi (Fe) > 1 mg/L dapat
Endrawati, 2015).
mengandung kandungan besi yang berasal dari korosi pipa-pipa air mineral logam
sebagai hasil elektro kimia yang terjadi pada perubahan air yang mengandung
(muntah), kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi,
diabetes, gusi berdarah, diare, pusing, mudah lelah, hepatitis, hipertensi, cacat
II.3 Zeolit
Zeolit merupakan bahan galian non logam atau bahan galian mineral
industri. Zeolit ini terbentuk dari reaksi antara batuan tufa asam berbutir halus dan
bersifat riolitik dengan air meteorik atau air hujan. Zeolit merupakan kelompok
aluminosilikat terhidrasi dengan unsur utama terdiri dari kation, alkali dan alkali
tanah, serta mempunyai pori-pori yang dapat diisi oleh molekul air (Juniansyah,
dkk., 2017).
(Renni, dkk., 2018). Zeolit memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang unik,
kation (ion exchanger), absorben logam, penjernih air, katalisator (catalysit) dan
terjadi pertukaran ion tidak terjadi perubahan dimensi. Zeolit dapat mengikat
kation dengan muatan negatif yang ada pada zeolit. Zeolit memiliki muatan
kation pada air seperti Fe, Al, Ca dan Mg. Selain itu zeolit juga mudah
melepaskan kation dan digantikan dengan kation lainnya, misalnya zeolit melepas
demikian, zeolit berfungsi sebagai ion exchanger dan adsorben dalam pengolahan
dan luas permukaan yang besar. Zeolit berfungsi sebagai adsorben dengan cara
mengikat senyawa dengan molekul tertentu dengan adanya interaksi secara fisik
oleh gaya Van Der Waals dan interaksi kimia dengan adanya sifat elektrostatik
(Atmono, dkk., 2017). Zeolit sebagai adsorban juga memiliki kekurangan yakni
bayak mengandung bahan pengotor seperti Na, K, Ca, dan Mg sehingga perlu
dilakukan aktivasi (Renni, dkk., 2018). Seperti pada penelitian yang dilakukan
oleh Hasni dkk., (2015) yang memperoleh hasil penurunan tingkat logam besi
penurunan logam berat besi dengan zeolit alam tidak teraktivasi sebesar 37,81%.
Wetland adalah area transisi antara tanah dan air. Wetland atau lahan
rumput basah, lahan basah di daerah pasang surut, dataran banjir, dan lahan di tepi
saluran sungai. Lahan basah biasanya merupakan cekungan dangkal penuh dengan
semacam substrat, biasanya tanah atau kerikil, dan ditanami dengan vegetasi yang
glei dan karatan, karena tanah sawah ini terbentuk pada kondisi muka air tanah
yang dangkal. Pada musim kering tanah sawah sering menjadi retak-retak dengan
kedalaman yang bervariasi. Pada kondisi ini oksigen dapat masuk melalui retakan
mengendap sebagai karatan dari oksida besi pada permukaan ped. Model
semacam ini banyak dijumpai pada tanah sawah yang bersifat vertik. Ketika
terjadi penggenangan lagi, oksida besi (karatan) yang di permukaan ped akan
tereduksi, dan Fe2+ yang terbawa air dapat meresap masuk ke dalam struktur tanah,
sehingga teroksidasi lagi dan terendapkan di bagian dalam dari ped (Prasetyo dan
Setyorini, 2008).
Selain itu menurut Agus F., dkk (2004) keadaan reduksi akibat
penggenangan pada sawah akan merubah aktivitas mikroba tanah dimana mikroba
aerob akan digantikan oleh mikroba anaerob yang menggunakan sumber energi
dari senyawa teroksidasi yang mudah direduksi. Tanah yang digenangi akan
menurunkan persediaan oksigen sampai nol dalam waktu kurang dari sehari.
Mikroba aerob akan menghabiskan udara yang tersisa dan kemudian mati
teroksidasi.
Bercampurnya mineral dari tanah sawah dengan jerami padi yang akan
terurai menjadi bagian yang lebih kecil dan akan tersuspensi dan dikonsumsi oleh
mikroorganisme dalam sedimen sawah menyebabkan sedimen sawah memiliki
kandungan nutrien yang cukup tinggi. Sumber hara pada sedimen sawah terutama
berasal dari kandungan mineral tanah sawah tersebut. Pada sawah kandungan
menghasilkan unsur-unsur hara baik unsur hara makro primer (P dan K), maupun
unsur hara makro sekunder (Ca dan Mg) yang banyak diperlukan untuk
prokariotik yang tersebar luas di lingkungan anoksik (dasar laut, dasar sungai, dan
energi dari reduksi sulfat menjadi sulfida. Reduksi sulfat akan menghasilkan
hydrogen sulfide (H2S). H2S tersebut berguna untuk mengendapkan Cu, Zn, Cd
sebagai metal sulfide. Di daerah tambang, gas ini akan berikatan dengan logam-
logam yang banyak terdapat pada lahan bekas tambang dan dipresipitasikan dalam
bentuk logam sulfide yang reduktif. Dalam melakukan reduksi sulfat, BPS
menggunakan sulfat sebagai sumber energi yaitu sebagai akseptor elektron dan
pengoksidasi sulfat dapat hidup pada lingkungan ekstrim dengan kisaran pH 2-6
bahwa sebagian BPS masih mampu hidup pada pH 4 atau disebut acidophilic
sulfate reducing bacteria. Hasil penelitian Phyo dkk. (2020) dalam Perala dkk.,
konsentrasi logam melalui proses pengendapan logam. Proses reduksi sulfat ini
PROSEDUR KERJA
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas seperti gelas
kimia (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), erlenmeyer (Pyrex), cawan petri (Pyrex),
tabung reaksi (Pyrex), enkas, pipet ukur, corong, spoit, bunsen, botol sampel,
furnace, spatula, wadah perlakuan berupa box plastik bening, pH meter (Orion),
(AAS).
III.2 Bahan
Sulawesi Selatan.
Kabupaten Maros.
- Zeolit
- Media terdiri atas: Media Nutrien Agar (NA) sintetik (APHA, 1985)
- Bahan-bahan lain yaitu alkohol, asam sulfat (H2SO4), Asam nitrat (HNO3),
gelas seperti erlenmeyer dan alat–alat yang tidak tahan panas disterilkan dengan
menit. Sedangkan cawan petri disterilkan dengan menggunakan oven dengan suhu
sedalam 10-15 cm. Sedimen kemudian dimasukkan kedalam botol sampel, lalu
disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 20C. Air Asam Tambang (AAT)
diperoleh dari pertambangan batu bara Lamuru, Kabupaten Bone yang kemudian
larutan campuran akuades dengan HCl selama 24 jam pada temperatur kamar,
sedangkan secara fisika dilakukan dengan memasukkan zeolit yang telah
3. AAT + zeolit 1%
4. AAT (Kontrol)
Selama inkubasi dilakukan pengamatan setiap interval waktu 5 hari yakni pada
hari ke-0, hari ke-5, hari ke-10, hari ke-15, hari ke-20, hari ke-25, dan hari ke-30.
Sedangkan untuk uji kadar besi dan sulfat diamati pada hari ke-0, hari ke-15 dan
Spectrophotometer.
(SPC).
III.3.6 Pengukuran Sulfat
Pengukuran kadar asam sulfat pada sampel air asam tambang dilakukan
HCl pekat kemudian diencerkan dengan akuades hingga volume 200 mL. Larutan
ditetesi 1 tetes H2SO4 pekat dan dipijarkan selama 15 menit. Didinginkan dalam
penutup;
4) Dibilas kaca arloji dan masukkan air bilasannya ke dalam gelas piala;
(saring bila perlu) dan tambahkan air bebas mineral sampai tepat tanda
nm;
III.3.8 Pengukuran pH
beberapa saat hingga diperoleh pembacaan yang stabil kemudian hasil sampel pH
tersebut dicatat.
bahan.
2. Pembuatan media NA (APHA, 1985), komposisi: Ekstrak Beef 3g, Pepton 5
g dan agar 15g/1000 ml. Bahan media dimasukkan kedalam Erlenmeyer 1000
selama 15 menit.
asam tambang pada pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6 lalu dimasukkan kedalam
suhu 370C. Setelah 24 jam kemudian dihitung jumlah koloni mikroba yang
Semua data yang diperoleh seperti kandungan logam berat besi, kadar
sulfat, nilai pH dan total mikroba akan diolah kedalam bentuk tabel dan grafik dan
Arnol, Semba, A., Sari, Y., Syarifah, A., Asmi, U., 2018, Desain Bioreaktor
Pengolahan Limbah Air Asam Tambang Menggunakan Sedimen
Wetland Sebagai Sumber Inokulum Mikroba Bakteri Pereduksi Sulfat,
Hasanuddin Student Journal, 2(1): 254-262.
Annisa, 2018, Studi Pemantauan Air Limbah Cair Tambang pada PT.XXX di
Muara Teweh Kalimantan Tengah, Jurnal Teknik Lingkungan, 4(1):65-71.
Agus F., Admiharja A., Hardjowigeno S., Fayi A.M., Hartantik W., 2004, Tanah
Sawah dan Teknologi Pengelolaannya, Puslitbang
Atmono, Natalina, dan Mukti, A.D., 2017, Pengaruh Arang Aktif dan Zeolit
Sebagai Media Adsorben Dalam Penurunan Kadar Logam Krom Pada Air
Limbah Cair Penyablonan Pakaian, Jurnal Rekayasa, Teknologi, dan
Sains,1(1): 21-27
Azwari, F., dan Suprapto, D., Pengaruh Limbah Cair Tambang Batubara Terhadap
Komunitas Makrozoobenthos di Sungai Karang Mumus, Jurnal Nusa
Sylva 16(1): 1-16.
B. Sulistyana, W., dan Umar, H., 2015, Studi Pencegahan Pembentukan Air Asam
Tambang Dengan Metode Enkapsulas, JGP (Jurnal Geologi
Pertambangan), 1(17): 47-56.
Bul, B.A. dan Rayaganda Rito, R., 2017, Pemanfaatan Constructed Wetland
Sebagai Bagian Dari Rancangan Lansekap Ruang Publik Yang
Berwawasan Ekologis Studi Kasus Houtan Park China, Jurnal Sains Dan
Teknologi Lingkungan, 9(1): 46-59.
Fahruddin, Haedar, N., Abdullah, A., Wahab, A., dan Rifaat, 2020, Deteksi Unsur
Logam Dengan Xrf Dan Analisis Mikroba Pada Limbah Air Asam
Tambang Dari Pertambangan Di Lamuru-Kabupaten Bone, Jurnal
Geocelebes, 1(1): 7–13.
Febriana, L. dan Ayuna, A., 2015, Studi Penurunan Kadar Besi (Fe) dan Mangan
(Mn) dalam Air Tanah Menggunakan Saringan Keramik, Jurnal
Teknologi, 7(1):35-44.
Hidayat, L., 2017, Pengelolaan Lingkungan Areal Tambang BATUBARA (Studi
Kasus Pengelolaan Air Asam Tambang (Acid Mining Drainage) di PT.
Bhumi Rantau Energi Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan), Jurnal
ADHUM, VII (1):44-52.
Hasni, Arahman, N., dan Mulyati, S., 2015, Penyisihan Fe dalam Air Tanah
Menggunakan Zeolit Alam Banda Aceh Teraktivasi, Jurnal Rekayasa
Kimia dan Lingkungan, 10(3): 142-147.
Juniansyah, R., Suhendar, D., dan Hadisantoso, E.P., 2017, Studi Transformasi
Zeolit Alam Asal Sukabumi Dengan Menggunakan Air Zamzam Sebagai
Sumber Akuades, Al-Kimiya, 4(1):23-30.
Kaharapenni, M., dan Noor, R.H., 2015, Pencemaran Kualitas Air Dari Adanya
Potensi Air Asam Tambang Akibat Penambangan Batubara (Studi Kasus
Pada Sungai Patangkep), Jurnal Intekna, 15 (2): 156-160.
Khimayah, 2015, Variasi Diameter Zeolit Untuk Menurunkan Kadar Besi (Fe)
Pada Air Sumur Gali, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(1): 523-532
Nursanti, I. dan Kemala N., 2019, Peranan Zeolit dalam Peningkatan Kesuburan
Tanah Pasca Penambangan, Jurnal Media Pertanian, 4(2):88-91.
Oktaviani, R., Hindryawati, N., dan Panggabean A.S., 2019, Modifikasi Dan
Karakterisasi Zeolit Alam Tasikmalaya Dengan Fe 2O3, Jurnal Atomik,
04(1): 30-35.
Perala, I., Yani, M., dan Mansur, I., 2022, Bioremediasi Air Asam Tambang
Batubara Dengan Pengayaan Bakteri Pereduksi Sulfat Dan Penambahan
Substrat Organik, Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara 18(2): 81 - 95
Prasetyo, B.H. dan Setyorini, D., 2008, Karakteristik Tanah Sawah Dari Endapan
Aluvial Dan Pengelolaannya, Jurnal Sumberdaya Lahan 2(1): 1-14.
Rembah, R., 2015, Pengujian Kualitas Air Asam Tambang Pada Tambang
Batubara PT. Bukit Asam Tbk – Tanjung Enim, Jurnal Teknologi
Technoscientia, 8(1): 61-68.
Renni, C. P., Mahatmanti, F.W., dan Widiarti, N., 2018, Pemanfaatan Zeolit Alam
Teraktivasi sebagai Adsorben Ion Logam Fe (III) dan Cr (VI), Indonesian
Journal of Chemical Science, 7(1): 64-70.
Sandrawati, Suryatmana, P., Putra, I.N., dan Kamaluddin, N.N., 2019, Pengaruh
Jenis Bahan Organik dan Bakteri Pereduksi Sulfat Terhadap Konsentrasi
Fe dan Mn dalam Remediasi Air Asam Tambang Apong, Soilrens, 17(1):
38-44.
Secha, M., Abdi, C., dan Syarief A., Penggunaan Jenis Zeolit Dalam Penurunan
Kadar Fe Air Sungai Menggunakan Kolom Adsorpsi, JTAM Teknik
Lingkungan, 2(1): 41-48.
Shane A., Xu, Siame J., Nguvulu A., Tena T.M., Lungu, M., Chinyanta S.,
Kawala, J., Bowa V.M., dan Chirambo B., Removal of Copper from Acid
Mine Drainage (AMD) of Acid Rock Drainage (ARD), Journal of Water
Resource and Protection, 13: 435-454.
Supriyantini, E., dan Endrawati, H., 2015, Kandungan Logam Berat Besi (Fe)
Pada Air, Sedimen, Dan Kerang Hijau (Perna viridis) Di Perairan Tanjung
Emas Semarang, Jurnal Kelautan Tropis, 18(1):38–45.
Suryatmana, P., Sandrawati, A., Putra I.N., dan Kamaluddin N.N., 2020, Potensi
Bakteri Pereduksi Sulfat dan Jenis Bahan Organik Pengelolaan Air Asam
Tambang Menggunakan System Constructed Wetland Tanaman Akar
Wangi (Vetiveria zizanioides L), Soilrens, 18(2): 36-43
Taroreh, F.L., Karwur, F.F., Jubhar, dan Mangimbulude, C., 2015, Reduksi Sulfat
oleh Bakteri Termofilik dari Air Panas Sarongsong Kota Tomohon,
Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan
Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia, F3-6.
Tuhheteru, E.D., Gautama, R.S. dan Kusuma, G.J.U., 2016, Studi Kompaksi
Batuan Penutup Untuk Pencegahan Terbentuknya Air Asam Tambang
Pada Metode Enkapsulasi, Jurnal Teknik Lingkungan 8(2): 130-140.
Utami U.B.L., Susanto, H. dan Cahyono, B., 2016, Neutralization Acid Mine
Drainage (AMD) using NaOH at PT Jorong Batubara Grestone, Tanah
Laut, South Borneo, Indonesia, Journal of Chemical Analysis, 3(1): 17-21.
Wahyudin, I., Widodo, S., dan Nurwaskito A., 2018, Analisis Penanganan Air
Asam Tambang Batubara, Jurnal Geomine, 6(2): 85-89.
Yudo, S., 2006, Kondisi Pencemaran Logam Berat Di Perairan Sungai DKI
Jakarta, JAI 2(1): 1-15.
Zikra, N. R.Y., Chairul dan Yenti S. R., 2016, Adsorpsi Ion Logam Pb dengan
Menggunakan Karbon Aktif Kulit Durian yang Teraktivasi, Jom
FTEKNIK, 3(1): 1-8