Air asam tambang (AAT) dihasilkan dari sisa batuan, tailing , dinding pit tambang terbuka
dan tambang bawah tanah. Mineral sulfida seperti pirit teroksidasi dan hadir di air dan udara
melalui oksigen yang menghasilkan air asam tambang melalui proses kimia dan biokimia.
Oksidasi mineral sulfida dapat dideskripsikan dengan persamaan (Morin and Hutt dalam
Bussiere, 2009) dengan langkah pertama terjadinya oksidasi langsung dari pirit (FeS2) oleh
oksigen yang menghasilkan sulfat (SO42-), ferrous iron (Fe2+) dan keasaman (H+) : 2FeS2 +
7O2 + 2H2O = 2Fe2+ + 4SO42- + 4H+ (1) Reaksi selanjutnya ferrous iron teroksidasi menjadi
ferric iron (Fe 3+). 2Fe2+ + 1/2O2 + 2H+ = 2Fe3+ + H2O (2) Ferrous iron juga dapat teroksidasi
menghasilkan iron hidroksida (FeOOH) dan keasaman. Fe2+ + 1/4O2 + 3/2H2O = FeOOH +
2H+ (3) Pada saat pH> 4, Fe 3+ akan terendapkan sebagai ferric hidroksida (Fe(OH)3), lepas ke
lingkungan dengan sangatasam. Fe3+ + 3H2O = Fe(OH)3 + 3H+ (4) Pada saat pH < 4, Ferric
iron akan larut dan mengoksidasi pirit secara langsung dan melepas asam kesekelilingnya dengan
bebas. FeS2 + 14Fe 3+ + 8H2O = 15Fe2+ + 2SO42- + 16H+ (5) Secara keseluruhan reaksi
oksidasi pirit dapat diperlihatkan sebagai berikut : FeS2 + 15/4O2 + 7/2H2O = Fe(OH)3 +
2H2SO4 (6) Oksidasi 1 mol pirit akan menghasilkan 2 mol asam sulfur. Secara umum
pertimbangan literatur (Aubertin dalam Bussiere 2009) bahwa oksidasi oleh oksigen (persamaan
1) berlangsung pada pH netral (5 < pH > 7), sementara itu oksidasi tidak langsung (Persamaan 5)
lebih dominan pada pH rendah (pH <3). Persamaan diatas berdasarkan pada persamaan
stoikiometri tanpa mempertimbangkan kondisi kinetik setiap reaksi. Seperti nilai rata-rata
oksidasi sebagai fungsi faktor penambah (Jerz dan Rimstidt dalam Bussiere, 2009), supply
oksigen, temperatur, pH, aktivitas bakteri, luas paparan. Pertimbangan secara umum rata-rata
reaksi dikontrol oleh persamaan 2. Rata-rata reaksi berjalan lambat pada pH rendah, tetapi
meningkat dengan cepat dan menurunkan pH karena adanya bakteri. Contohnya :
Acidithiobaccilus ferrooxidans sebagai katalisator reaksi oksidasi ferrous iron menjadi ferric
iron. Kualitas kimia dari drainase juga tergantung dari mineral lain yang ada di batuan sisa. Asam
dapat bereaksi dengan penetral oleh karbonat dan mineral silika, yang dapat dipertimbangkan
sebagai penetral utama adalah calcite (CaCO3) dan dolomite (CaMg(C 3)2) (Dabos, 2005).
2CaC3 + H2SO4 = 2Ca2+ + 2HCO3-+ SO42- (7) CaMgCO32- + H2SO4 = Ca2+ + Mg2+ +
2HCO3- + SO42- (8) Persamaan diatas memperlihatkan bahwa 2 mol calcite dan 1 mol dolomit
dibutuhkan untuk menetralkan 1 mol asam sulfur. Kapasitas mineral penetral untuk membatasi
pembentukan air asam tambang juga tergantung kepada faktor yang berbeda beda untuk
mempengaruhi proses reaksi seperti : temperatur, pH, tekanan, permukaan mineral. Ketika
potensi penetral kurang dari potensial pembentukan asam, air asam tambang akan terjadi dan
diperlukan pengukuran yang akurat dan tindakan mitigasi. Beberapa tahun terakhir, beberapa
teknik telah diajukan untuk membatasi dampak air asam tambang terhadap lingkungan. Salah
satu pendekatan yang dikembangkan untuk mengontrol produksi air asam tambang dari tailing
dan batuan sisa adalah dengan mengeliminasi atau menghilangkan satu atau lebih dari 3
komponen utama reaksi oksidasi yaitu : oksigen, air dan mineral sulfida. Beberapa metode yang
dikembangkan adalah :
a. .Ekstraksi sulfida Kehadiran mineral sulfida adalah esensi utama pembentukan air
asam tambang. Air asam tambang dapat dikontrol dengan melakukan ekstraksi
jumlah mineral penetral. Teknik yang berbeda dapat digunakan seperti flotasi dan
pemisahan dengan gravimetri dapat digunakan untuk memisahkan sulfida dari tailing
(Bussiere, 1998). Metode kontrol seperti ini secara umum sangat aplikatif untuk
tambang. Membatasi kemampuan oksigen bereaksi pada batuan sisa adalah salah satu
teknik yang paling sering digunakan untuk mengontrol air asam tambang, terutama
pada daerah lembab. Pendekatan yang berbeda dapat digunakan untuk menghambat
oksigen dengan cara menempatkan pelindung air dan megatur elevasi air tanah
B. Pengelolaan Air Asam Tambang
Pengolahan air asam tambang dikategorikan atas 2, yaitu pengolahan aktif dan
pengolahan pasif. Pengolahan yang paling umum digunakan adalah dengan metode
mengolah debit air asam tambang dengan pengolahan aktif dimana pengolahan
menggunakan kimia penetral yang ditambahkan terus menerus ke air asam tambang (Neale
& Richards, 2002). Proses penetralan air asam tambang ini akan mengendapkan logam-
logam terlarut dan akan membentuk selimut lumpur ( sludge blanket ). Kelemahan dari
pengolahan aktif ini memerlukan biaya yang besar dan memindahkan atau membuang
selimut lumpur yang mengandung logam. Pemilihan metode pasif dalam pengolahan air
asam tambang dibandingkan dengan pengolahan secara aktif mempunyai kelebihan terutama
dari segi perawatan dan biaya yang lebih rendah. Sistem pengolahan pasif hanya
maupun tambang bawah tanah. Umumnya keadaan ini terjadi karena unsur sulfur yang
terdapat di dalam batuan teroksidasi secara alamiah didukung juga dengan curah hujan yang
tinggi semakin mempercepat perubahan oksida sulfur menjadi asam. Sumber sumber air
terkupasnya lapisan penutup, sehingga unsur sulfur yang terdapat dalam batuan
sulfida akan mudah teroksidasi dan bila bereaksi air dan oksigen akan membentuk
sulfur oksida selanjutnya dengan adanya air akan membentuk air asam tambang.
3. Air dari lokasi penimbunan batuan Timbunan batuan yang berasal dari batuan
sulfida dapat menghasilkan air asam tambang karena adanya kontak langsung
dengan udara yang selanjutnya terjadi pelarutan akibat adanya air.Air dari unit
mempunyai potensi dalam membentuk air asam tambang, pH dalam tailing pond
ini biasanya cukup tinggi karena adanya penambahan hydrated lime untuk
menetralkan air yang bersifat asam yang dibuang kedalamnya. Air yang masuk ke
dalam tailing pond yang bersifat asam tersebut diperkirakan akan menyebabkan
limbah asam bila merembes keluar dari tailing pond (Gautama, 2005)
D. Dampak Dampak Air Asam Tambang
Terbentuknya air asam tambang dilokasi penambangan akan menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Adapun dampak negatif dari air asam tambang tersebut antara
lain :
a. Kualitas Tanah
ketersediaan unsur hara merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan tanaman.
Tanah yang asam banyak mengandung logam - logam berat seperti besi, tembaga,
seng yang semuanya ini merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman,
sedangkan unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman seperti fosfor,
magnesium, kalsium sangat kurang. Akibat kelebihan unsur hara mikronya dapat
menyebabkan keracuanan pada tanaman, ini tandai dengan busuknya akar tanaman
kandungan sulfida alami, paling umum yaitu dalam bentuk pirit . Apabila mineral-
mineral ini terkena oksigen dan air selama penambangan, maka akan mengalami
oksidasi sehingga menghasilkan air asam sulfat . Dibawah ini menjelaskan reaksi
dalam batuan muncul di permukaan pada kondisi oksidasi. Banyak tipe dari mineral
sulfida, sulfida besi yang sering terdapat pada batubara yang didominasi pirit dan
tambang:
Tabel Jenis-jenis Sulfida
5 CuS Covellite
6 Cu FeS2 Chalcopyrite
7 MoS Molybdenite
8 NiS Millerite
9 PbS Galena
10 ZnS Sphalerite
Apabila mineral-mineral sulfida muncul di permukaan pada kondisi oksidasi, makam
ineral-mineral sulfide akan teroksidasi, bereaksi dengan air dan oksigen menjadi kondisi asam
tinggi, kaya akan sulfat . Komposisi logam dan konsentrasi-konsentrasi pada tipe mineral
sulfida
hadir dalam jumlah yang banyak. Berdasarkan persamaan kimia dapat diketahui prosesnya
sebagai berikut:
Persamaan 1, besi sulfida teroksidasi melepaskan besi ferro , sulfat dan asam
Persamaan 2, besi ferro dalam persamaan dua akan teroksidasi menjadi besi ferri
Persamaan 3, besi ferri dapat terhidrolisis dan membentuk ferri hidrosida dan asam.
Persamaan 4, besi ferri secara langsung bereaksi dengan pirit dan berlaku sebagai katalis yang
Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk secara akumulasi dan kompaksi dari
sisa-sisa tumbuhan dalam lingkungan reduksi seperti pada daerah rawa. Sulfur di dalam batubara
dan lapisan pembawa batubara dapat terjadi seperti sulfur organik, sulfur sulfat dan pirit sulfur .
Beberapa sulfur nampak pada seam batubara setelah peat berubah menjadi batubara, hal ini
dibuktikan dengan adanya pirit pada fracture vertikal permukaan yang disebut cleat. Pada seam
pirit banyak hadir dalam lapisan batubara dan overburden terjadi seperti butiran kristal yang
sangat kecil tercampur dengan organik dari batubara dan juga tersebar disekitar lapisan-lapisan
dari sandstone dan shale . Sumber sulfur yang luas terdapat pada konkresi, nodule, lensa
band dan pengisian pada lapisan-lapisan porous. Sulfat sulfur biasanya hanya ditemukan dalam
jumlah minor dalam fresh coal dan berasosiasi dengan batuan-batuan. Sulfat sulfur biasanya
sulfida sulfur. Sulfat merupakan hasil reaksi dari oksidasi pirit dan relatif tidak menghasilkan
asam . Pirit atau sulfida sulfur adalah penyebab sulfur yang utama dalam batubara biasanya
berasosiasi dengan batuan. Semua mineral-mineral sulfida itu mungkin hadir, besi
sulfida merupakan hal utama dan penghasil asam yang terutama. Berdasarkan maksimal
potensial asam dari korelasi tertutup antara sample overburden dan pirit sulfur maka kita dapat
mengetahui tipe dari pirit sulfur . Angka dari oksidasi pirit tergantung variabel angka, yaitu :
permukaan reaktif dari pirit sulfat , konsentrasi oksigen, kelarutan pH, sumber-sumber katalis,
pembilasan ( flushing ) frequencies dan kehadiran dari bakteri Thiobacillus. Karakteristik dari
air asam tambang adalah : pH dan ion hydrogen rendah, sulfat dan kadar besi tinggi.