Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHUUAN
1.1 Latar Belakang
Air bersih tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan karena tanpa air bersih
manusia sulit memperoleh sumber air minum. Salah satu sumber air bersih yang
banyak digunakan oleh masyarakat di Indonesia adalah air tanah. Sumur gali
adalah satu konstruksi sumur yang paling umum dan meluas dipergunakan untuk
mengambil air tanah bagi masyarakat kecil dan rumahrumah perorangan sebagai
air minum dengan kedalaman 7-10 meter dari permukaan tanah. Berdasarkan hasil
uji laboratorium kandungan zat besi (Fe) pada salah satu air sumur warga di
Kumai Hilir, Kecamatan Kumai, Kalimantan Tengah adalah 5,02 mg/l, yang
berarti kadar Fe untuk sumur warga tersebut melebihi baku mutu yang telah
ditetapkan oleh pemerintah melalui PERMENKES No.416/Menkes/Per/ IX/1990
tentang persyaratan kualitas air bersih bahwa kadar maksimum yang
diperbolehkan untuk Fe adalah 1,0 mg/I.
Adanya kandungan Fe dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah
menjadi kuning coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Disamping
dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau kurang enak serta
menyebabkan warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada
pakaian. Kondisi inilah yang dikeluhkan oleh warga pemilik air sumur gali
tersebut.
Besi atau ferrum (Fe) adalah metal berwarna putih keperakan, liat dan
dapat dibentuk. Zat besi terdapat dimana-mana baik di dalam air maupun di dalam
tanah dalam berbagai bentuk. Tetapi sejauh ini bentuk umum yang sering
ditemukan di sumber mata air adalah Ferrous bicarbonat dan tak berwarna.
Zat besi dalam air biasanya terlarut dalam bentuk senyawa atau garam
bikarbonat, garam sulfat, hidroksida dan juga dalam bentuk koloid atau dalam
keadaan

bergabung

dengan

senyawa

organik.

Oleh

karena

itu

cara

pengolahannyapun harus disesuaikan dengan bentuk senyawa besi dalam air yang
akan diolah.
Adanya kandungan alkalinity (HCO3 - ) yang cukup besar dalam air akan
menyebabkan senyawa besi berada dalam bentuk senyawa ferro bikarbonat

Fe(CO3 ) 2 , oleh karena CO2 lebih stabil daripada (HCO3) maka senyawa
bikarbonat cenderung berubah menjadi senyawa karbonat: Fe(CO3)2 --> FeCO3
+ CO2 + H2O Dari reaksi tersebut dapat dilihat jika CO2 berkurang maka reaksi
akan bergeser ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi sebagai berikut:
FeCO3 + CO2 --> Fe(OH)2 + CO2
Hidroksida besi II (Fe(OH)2 ) mempunyai kelarutan yang besar sehingga
jika terus dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan terjadi reaksi ion
sebagai berikut: 4 Fe2+ + O2 + 10H2O --> 4 Fe(OH)3 + 8H+ Sesuai dengan
reaksi tersebut maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/liter zat besi dibutuhkan
0,14 mg/liter oksigen. Pada pH rendah, kecepatan oksidasi besi dengan oksigen
(udara) relatif lambat, sehingga pada praktiknya untuk mempercepat reaksi
dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan diolah.

1.2 TUJUAN
1. Dapat menjelaskan pengertian aerasi.
2. Dapat menjelaskan penurunan kandungan Fe dalam air.
3. Dapat mengetahui efektifitas cascade aerator dan bubble aerator dalam
menurunkan kadar Fe pada air sumur gali
4. Dapat memenuhi tugas mata kuliah satuan proses.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aerasi
Aerasi adalah pemambahan oksigen ke dalam air sehingga oksigen terlarut
di dalam air semakin tinggi. Pada prinsipnya aersi itu mencampurkan air dengan
udara atau bahan lain sehingga air yang beroksigen rendah kontak dengan oksigen
atau udara. Aerasi termasuk pengolahan secara fisika, karena lebih mengutamakan
unsur mekanisasi dari pada unsur biologi. Aerasi merupakan proses pengolahan
dimana air dibuat mengalami kontak erat dengan udara dengan tujuan
meningkatkan kandungan oksigen dalam air tersebut. Dengan meningkatnya
oksigen zat-zat mudah menguap seperti hiddrogen sulfide dan metana yang
mempengaruhi rasa dan bau dapat dihilangkan. Kandungan karbondioksida dalam
air akan berkurang. Mineral yang larut seprti besi dan mangan akan teroksidasi
mementuk endapan yang dapat dihilangkan dengan sedimentasi dan filtrasi.
Proses aerasi merupakan peristiwa terlarutnya oksigen di dalam air.
Efektifitas dari aerasi tergantung dari seberapa luas dari permukaan air yang
bersinggungan langsung dengan udara. Fungsi utama aerasi adalah melarutkan
oksigen ke dalam air untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air dan
melepaskan kandunngan gas-gas yang terlarut dalam air, serta membantu
pengadukan air. Aerasi dapat dipergunakan untuk menghilangkan kandungan gas
terlarut, oksidasi besi dan mangan dalam air, mereduksi ammonia dalam air
melalui proses nitrifikasi.
Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang proses
pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah
kelompok bakteri yang mutlak memerlukan oksigen bebas untuk proses
metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama proses
biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan optimal. Hal ini akan
bermanfaat dalam penurunan konsentrasi zat organik di dalam air limbah. Selain
diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob, kehadiran oksigen juga
bermanfaat untuk proses oksidasi senyawa-senyawa kimia di dalam air limbah

serta untuk menghilangkan bau. Aerasi dapat dilakukan secara alami, difusi,
maupun mekanik.
1. Aerasi alami
Aerasi Alami merupakan kontak antara air dan udara yang terjadi karena
pergerakan air secara alami. Beberapa metode yang cukup populer digunakan
untuk

meningkatkan

aerasi

alami

antara

lain

menggunakan cascade

aerator, waterfalls, maupun cone tray aerator.


2. Aerasi Secara Defusi
Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah
melalui diffuser. Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk
gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa
gelembung halus (fine bubbles) atau kasar (coarse bubbles). Hal ini tergantung
dari jenis diffuser yang digunakan.
3. Aerasi secara mekanik
Aerasi secara mekanik atau dikenal juga dengan istilah mechanical
agitation menggunakan

proses

pengadukan

dengan

suatu

alat

sehingga

memungkinkan terjadinya kontak antara air dengan udara.

2.2 Air
Air merupakan salah satu unsur ekosistem yang sangat diperlukan untuk
kelangsungan hidup manusia, hewan dan tumbuhan serta makhluk hidup lain yang
ada di alam ini. Siklus hidrologi air bergantung pada proses evaporasi dan
prespitasi. Air yang terdapat di permukaan bumi berubah menjadi uap air pada
lapisan atmosfer melalui proses evaporasi (penguapan) air sungai, danau, dan laut;
serta proses evapotranspirasi atau penguapan air oleh tanaman. Air yang memiliki
karakteristik yang khas, tidak dimiliki oleh senyawa kimia yang lain. Karakteristik
tersebut adalah air memiliki kisaran suhu, yakni 0 oC-100oC air berwujud cair,
penyimpanan panas yang sangat baik, memerlukan panas yang tinggi dalam
proses penguapan, pelarut yang baik (Effendi, 2003).
4

2.2 Besi
Kehadiran besi pada air tanah yang bersama-sama dengan mangan (Mn),
ditandai oleh larutan yang berasal dari batuan dan mineral, oksida-oksida, sulfide,
karbonat dan silikat yang mengandung logam-logam ini. Sumber besi yang ada di
alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetite (Fe3O4), limonite
(FeO(OH)), goethite (HFeO2), ochre (Fe(OH)3) dan siderite (FeCO3) yang mudah
larut dalam air (Razif dalam Siswoyo, 1998).
Besi yang berada di dalam air dapat berbentuk kation ferro (Fe 2+) atau ferri
(Fe3+). Pada umumnya besi membentuk senyawa dalam bentuk ferri daripada
dalam bentuk ferro, dan membentuk kompleks yang stabil dengan senyawasenyawa tertentu. Dalam kondisi sedikit basa, ion ferro akan dioksidasi menjadi
ion ferri dan akan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH) 3 yang bersifat
tidak larut dan mengendap di dasar perairan berwarna kuning-kemerahan.
Sementara dalam kondisi asam dan banyak mengandung karbondioksida akan
membuat FeCO3 larut dan meningkatkan kadar Fe2+ di perairan (Effendi, 2003).
Besi diperlukan oleh tubuh manusia dalam jumlah tertentu, apabila
kelebihan besi juga dapat menimbulkan efek yang buruk yaitu melemahnya
kondisi badan, kerusakan hati, jantung, pankreas dan organ-organ tubuh manusia
yang lain (Istikasari, 2001). Beberapa masalah terkait adanya besi di dalam air
selain menurut Effendi (2003) yaitu prespitasi dari logam besi dapat merubah air
menjadi keruh berwarna kuning kecoklatan, menyebabkan mikroorganisme
berkembang yang dapat mencemari air dan mengganggu dalam sistem distribusi
air dalam pipa, keberadaan besi dengan konsentrasi beberapa mg/L saja akan
menyebabkan air berasa logam, akibat prespitasi dapat menimbulkan kesukaran
pada proses pengolahan air, misalnya dengan metoda penukaran ion atau destilasi,
karena endapan yang terbentuk akan menutupi pertukaran ion atau menimbulkan
kerak pada pipa (Siswoyo,1998).

Kelarutan besi (Fe) dalam air dipengaruhi oleh (Taufan, 2002):


1. Kedalaman
Kelarutan besi dalam air akan semakin tinggi jika semakin dalam air
meresap ke dalam tanah. Besi terlarut dalam bentuk Fe(HCO3)2.
2. pH
Nilai pH rendah (pH<7) akan mempengaruhi kelarutan besi dan logam lain dalam
air. Menurut Said (2005) kecepatan oksidasi besi dipengaruhi oleh pH air,
semakin tinggi pH air kecepatan reaksi oksidasinya makin cepat dan terkadang
diperlukan waktu tinggal beberapa jam setelah proses aerasi agar reaksi berjalan
selain itu tergantung pula pada karakteristik air bakunya (air sampel).
3. Suhu
Peningkatan suhu dalam air akan menyebabkan terjadinya penurunan
kadar O2 dan peningkatan kelarutan besi dalam air.
4. Oksigen (O2)
Oksigen dapat menyebabkan terjadinya aerasi yang akan mengubah ion
Fe2+ menjadi Fe3+. Ion Fe3+ ini akan mengendap sehingga akan mengurangi
kelarutan besi dalam air.

BAB III
METODOLOGI
3.1 Proses Penurunan Besi (Fe) Dalam Air
Menurut Said (1999:103-106), penurunan besi dalam air terjadi sebagai berikut:
3.1.1. Penurunan dengan filtrasi.
Media filter yang mengandung MnO2 air baku yang mengandung Fe dialirkan ke
suatu filter yang medianya mengandung MnO2nH2O. Selama mengalir melalui
media tersebut Fe dan Mn yang terdapat dalam air baku akan teroksidasi menjadi
bentuk Fe(OH)3 dan Mn2O3 oksigen terlarut dalam air, dengan oksigen sebagai
oksidator, reaksinya adalah sebagai berikut : 4 Fe2+ + O2 + 10 H2 O 4 Fe (OH)3
+ 8 H+ Reaksi penghilangan besi tersebut adalah merupakan reaksi katalik dengan
MnO2 sebagai katalis, sedangkan untuk reaksi penghilangan Mn adalah
merupakan reaksi antara Mn 2+ dengan hidrat mangandioksida. Jika kandungan
mangan dalam air baku besar maka hidrat mangan dioksida yang ada dalam media
filter akan habis dan terbentuk senyawa MnO2.nH2O sehingga kemampuan
penghilangan Fe dan Mn makin lama makin berkurang. Memperbarui daya reaksi
dari media filternya dapat dilakukan dengan memberikan khlorine ke dalam filter
yang jenuh tersebut.
3.1.2. Penurunan dengan zeolit.
Air baku yang mengandung besi dialirkan melalui suatu filter bed yang media
filternya terdiri dari mangan zeolit. Mangan zeolit berfungsi sebagai katalis dan
pada waktu yang bersamaan besi dan mangan yang ada dalam air teroksidasi
menjadi bentuk ferri-oksida dan mangan dioksida yang tidak larut dalam air.
Reaksi penghilangan besi dan mangan dengan mangan zeolit tidak sama dengan
proses pertukaran ion, tetapi merupakan reaksi dari Fe 2+ dan Mn 2+ dengan
oksida mangan tinggi. Filtrat yang terjadi mengandung ferri-oksida dan mangandioksida yang tidak larut dalam air dan dapat dipisahkan dengan pengendapan dan
penyaringan. Selama proses berlangsung kemampuan reaksinya makin lama
makin berkurang dan akhirnya jenuh. Untuk regenarasinya dapat dilakukan
dengan menambahkan larutan kalium permanganat ke dalam zeolit yang telah
jenuh tersebut sehingga terbentuk mangan zeolit (K2Z.MnO.Mn2O7).

3.1.3. Penurunan dengan saringan pasir lambat


Pada saat operasi dengan kecepatan 10-30 m/hr, setelah operasi berjalan 7- 10 hari
maka permukaan atau dalam media filter akan tumbuh dan berkembangbiak
bakteri besi yang dapat mengoksidasi besi atau mangan yang ada dalam air.
Bakteri besi mendapatkan energi aktivasi yang dihasilkan oleh reaksi oksidasi besi
ataupun oksidasi mangan, untuk proses

perkembangbiakannya. Dengan

didapatkannya energi tersebut maka jumlah seluruh bakteri juga akan bertambah.
Dengan bertambahnya jumlah sel bakteri besi maka kemampuan untuk
mengoksidasi juga akan meningkat.

BAB IV
PEMBAHASAN
Aerasi

(penambahan

oksigen)merupakan

salah

satu

usaha

dari

pengambilan zat pencemar dengan tujuan konsentrasi zat pencemar akan


berkurang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali. Aerasi dengan
menggunakan aerator bertujuan untuk memaksa air ke atas untuk berkontak
dengan oksigen.
Aerasi telah digunakan secara luas untuk pengolahan air yang
mengandung besi atau mangan terlalu tinggi di atas ambang batas sebesar 1 mg/l.
Diantaranya Penelitian yang dilakukan oleh Benny Syahputra (2008) pada air
sumur yang berlokasi di Dukuh Siwarak, Kelurahan Kandri, Kecamatan Gunung
Pati Kota Semarang, kandungan Fe nya masih melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan yaitu sebesar 1,6 mg/l, setelah dilakukan proses aerasi
menggunakan Pneumatic system selama 20 menit dapat memenuhi ambang batas
yang diperbolehkan berdasarkan PERMENKES No.416/Menkes/ Per/IX/1990
untuk air bersih sebesar 1,0 mg/ l.4 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Saleh (2002) secara eksperimen terhadap penurunan zat Besi (Fe) dengan metode
try aerator membuktikan bahwa dengan sistem ini mampu menurunkan rata-rata
93,8% kadar zat besi dalam air sumur pompa tangan.
Salah satu cara untuk menghilangkan zat besi dalam air yakni dengan
oksidasi dengan udara atau aerasi. Ada beberapa jenis aerator yang biasa
digunakan untuk pengolahan air minum antara lain cascade aerator, multiple plat
form aerator, spray aerator, bubble aerator (pneumatic system) dan multiple tray
aerator.

Berikut merupakan penelitian sebuah jurnal yang berjudul Penurunan


Kandungan Zat Besi (Fe) Dalam Air Sumur Gali Dengan Metode Aerasi

Berdasarkan hasil pada Tabel 1, diketahui kandungan kadar Fe sebelum


dilakukan pengolahan memiliki rata-rata 4,41 mg/l, setelah dilakukan aerasi
dengan metode cascade aerator rata-rata Fe menjadi 0,58 mg/l, yang berarti telah
sesuai

dengan

baku

mutu

menurut

Peraturan

Menteri

Kesehatan

RI

No.416/Menkes/Per/IX/1990, yaitu kandungan zat besi dalam air bersih adalah


1,0 mg/l.
Pada penilitian ini dipilih metode aerasi bentuk cascade aerator dan bubble
aerator dengan pertimbangan bahwa metode ini cukup sederhana, biaya
pembuatannya tidak terlalu mahal dan mudah dilaksanakan.
Pada perlakuan dengan menggunakan cascade aerator kandungan zat besi
dalam air sumur memiliki rata-rata sebesar 4,41 mg/ l setelah di lakukan aerasi
kandungan zat besi turun menjadi 0,58 mg/l, terjadi penurunan sebesar 3,83 mg/l
kandungan zat besi dalam air sumur. Perlakuan dengan menggunakan bubble
aerator kandungan zat besi sebelum di lakukan aerasi memiliki rata-rata 4,41 mg/ l
setelah di lakukan aerasi kandungan zat besi turun menjadi 0,74 mg/l, terjadi
penurunan sebesar 3,67 mg/l kandungan zat besi dalam air sumur.

10

Pengolahan dengan bubble aerator dapat menurunkan kandungan zat besi


(Fe) dalam air sumur gali menjadi 0,74 mg/l (Tabel 2).
Hasil penurunan kandungan zat besi baik dengan metode cascade aerator
maupun bubble aerator telah sesuai dengan baku mutu menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI No.416/Menkes/Per/IX/1990, yaitu kandungan zat besi dalam air
bersih adalah 1,0 mg/l. Hal ini berarti aerator yang digunakan telah dapat bekerja
secara maksimal untuk memaksa air kontak dengan udara. Dalam penelitian ini
dibuat cascade aerator sebanyak 10 step/tangga dengan lama kontak 30 menit,
sehingga kontak antara air dengan oksigen menjadi lebih lama. Air yang akan
diaerasi akan mengalir secara gravitasi karena beda ketinggian dari step satu ke
step.
Pada tiap step akan terjadi kontak antara Fe dalam air dengan oksigen
sehingga terjadi reaksi oksidasi.3 Pada cascade aerator juga dapat menghilangkan
gas-gas yang terdapat dalam air.6 Proses aerasi pada bubble aerator terjadi dengan
menyemprotkan atau menginjeksikan udara melalui dasar dari bak air yang akan
diaerasi, gelembung udara hasil injeksi udara melalui dasar bak aerasi akan naik
ke atas dan akan kontak dengan Fe dalam air sehingga terjadi reaksi yang akan
merubah bentuk Fe terlarut menjadi bentuk Fe tidak terlarut berupa endapan
berwarna kekuningkuningan. Menurut Syahreza (2006), oksidasi Fe dengan cara
aerasi dapat berjalan dengan baik pada pH 7,5 8 dalam waktu 15 menit.3
Sedangkan dalam penelitian ini waktu aerasi dilakukan selama 30 menit, sehingga
kontak dengan oksigen dapat berlangsung lebih lama.
11

Efektifitas metode cascade aerator terhadap penurunan kandungan zat besi


(Fe) dalam air sumur gali sebesar 87,30% sedangkan pada bubble aerator 83,18%
(Tabel 4). Selisih efektifitas yang terjadi hanya 4,12%, dan tidak ada perbedaan
yang bermakna antara metode cascade aerator dengan bubble aerator dalam
menurunkan kandungan zat besi (Fe) dalam air sumur. Dengan menggunakan dua
metode aerasi ini (cascade aerator dan bubble aerator) jumlah oksigen dapat
dinaikkan 60-80% dari jumlah oksigen yang tertinggal yaitu air yang mengandung
oksigen sampai jenuh.

Dari tabel 3, diketahui dari 20 sampel mempunyai kadar Fe akhir lebih


kecil daripada Fe awal. Nilai p value 0,000 sehingga dapat disimpulkan ada
perbedaan antara kadar Fe air sumur gali sebelum dan sesudah di aerasi.

12

Hasil pada Tabel 4 dan 5 dapat diketahui persentase penurunan dengan


metode cascade aerator sebesar (87,30%) lebih besar daripada metode bubble
aerator (83,13%) dan tidak ada perbedaan yang bermakna antara metode cascade
aerator dengan bubble aerator dalam menurunkan kandungan zat besi (Fe) dalam
air sumur.
Sasaran utama aerasi adalah memaksimalkan kontak antara air dengan
udara yang bertujuan menambah oksigen, sehingga semakin bertambahnya waktu
injeksi udara ke dalam air baku akan semakin memaksimalkan terjadinya kontak
air dengan udara sehingga oksigen terlarut akan semakin banyak.
Teori inilah yang menyebabkan metode cascade aerator memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan bubble aerator, karena cascade aerator mempunyai
luas bidang kontak antara air dan oksigen lebih besar dibandingkan bubble
aerator, sehingga meskipun waktu kontak yang terjadi adalah sama-sama 30 menit
tetapi jumlah oksigen yang dikontakkan lebih banyak.

BAB V
PENUTUP
5.1 SIMPULAN
1. Metode cascade aerator dapat menurunkan kandungan zat besi (Fe)
sebesar 3,83 mg/l yaitu dari 4,41 mg/l menjadi 0,58 mg/l dan efektifitas
proses 87,30%.
2. Metode bubble aerator dapat menurunkan kandungan zat besi (Fe) sebesar
3,67 mg/ l yaitu dari 4,41 mg/l menjadi 0,74 mg/l dan efektifitas proses
83,18%.
3. Metode cascade aerator dan bubble aerator dapat menurunkan kandungan
zat besi (Fe) dalam air sumur gali sesuai dengan PERMENKES
No.416/Menkes/Per/IX/ 1990. 4. Tidak ada perbedaan efektifitas yang
13

bermakna antara metode cascade aerator dengan bubble aerator dalam


menurunkan kandungan zat besi (Fe) dalam air sumur gali.

DAFTAR PUSTAKA
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan.Yogyakarta: Kanisius.
Siswoyo. 1998. Perubahan Kondisi Fisik dan Kimiawi Air Sumur di Kotatif
Jember Akibat Musim dan kepadatan Rumah Penduduk. Tidak
Diterbitkan. Laporan Penelitian. Jember: Lembaga Penelitian Universitas
Jember.
Said, Nusa Idaman; Wahyudi, Heru Dwi. Pembuatan filter untuk menghilangkan
zat besi dan mangan di dalam Air (10 Paket Teknologi Tentang Pengelolaan
Air Bersih dan Pengolahan Limbah Cair). Penerbit Kelompok Teknologi
Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair, Direktorat Teknologi
Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi Material dan
Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. 1999.
Slamet, J. Soemirat. Kesehatan lingkungan. Penerbit Gajah Mada Universitiy
Press. Yogyakarta. 1994.
Yuniar, M. Penurunan kandungan besi (Fe) air sumur dengan multiple tray
aerator. (Skripsi). STTL Yogyakarta. 1997. 4. Benny Syahputra. Penurunan
kadar besi (Fe) pada air sumur secara pneumatik system.

14

36.72.219.27/km/file_ebook/48Sumur%20Bor%20OKE.pdf. Diakses
Januari 2012.
Saleh, Muh. Penurunan kadar besi (Fe) pada air sumur pompa tangan dengan
metode try aerator di Kelurahan Tamallayang Kecamatan Bontonompo
Kabupaten Gowa. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Unhas. Makassar. 2002.
Joko Sutrisno. Removal kadar besi (Fe) dalam air bersih secara spray aerator
disertai pembubuhan kaporit. Jurnal Teknik WAKTU; Volume 08; Nomor No 02;
Juli 2010.
Agustjik, R. H. A. Diktat pengolahan air. Direktorat Jendral PPM dan PLP
Departemen Kesehatan. Jakarta. 1991.
Taufan, A. 2005. Model alat pengolahan Fe dan Mn menggunakan sistem venture
aerator dengan variabel kecepatan aliran dan jumlah pipa. Tidak Diterbitkan.
Skripsi. Surabaya: ITS.

15

Anda mungkin juga menyukai